Category Archives: BBG Kajian

Iiih, Ternyata Hanya PENCITRAAN

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA حفظه الله تعالى

Sobat! Bulan Ramadhan, dan ibadah puasa mengajarkan anda untuk bisa mengikhlaskan amalan anda hanya untuk Allah. Yang demikian itu karena Ibadah puasa mengajarkan anda untuk hanya tunduk dan patuh kepada perintah dan larangan Allah Ta’ala. Anda dilarang makan, minum dan melampiaskan syahwat birahi anda, semua itu hanya karena patuh kepada perintah dan larangan-Nya.

Sejatinya, anda bisa sembunyi-sembunyi makan atau minum dan tentunya melampiaskan syahwat anda, tanpa diketahui oleh manusia siapapun dia. Bahkan bisa saja dengan mudah anda berpura-pura lupa, namun demikian anda tidak melakukan hal itu karena patuh kepada perintah Allah semata.

Bukan hanya itu, selama berpuasa anda juga diajarkan untuk menahan emosi dan ambisi manusiawi anda, demi menjaga keutuhan ibadah puasa anda. Karena itu, bila ada orang yang memaki atau menyakiti anda, anda dilarang untuk membalas dan dianjurkan untuk terus menginspirasi diri dengan berkata : aku sedang berpuasa.

Dengan demikian, Ibadah puasa benar benar berbeda dari ibadah ibadah lainnya, karena puasa membentuk kepribadian anda agar bisa ikhlas lillah selalu. Berbuat karena perintah Allah dan meninggalkan juga karena Allah semata, walaupun dalam hal-hal yang bersifat duniawi, semisal makan, minum dan melampiaskan syahwat birahi.

Di pagi hari ketika terbit fajar anda berhenti makan, dan ketika terbenam matahari anda segera makan / berbuka, dan semua itu anda lakukan dalam rangka menjalankan perintah Allah. Dan sudah barang tentu Allah-pun memberi pahala yang berlipat atas makan sahur dan buka anda.

Jikalau anda benar-benar berhasil mengilhami ibadah puasa anda, niscaya anda menjadi sosok muslim yang tulus alias ikhlas, seperti dalam pepatah jawa: rame ing gawe sepi ing pamprih ( banyak berkarya namun tiada memiliki ambisi/ harapan).

Fakta ibadah puasa ini tentu bertentangan dengan budaya PENCITRAAN yang dilakukan oleh sebagian manusia, berbuat agar dikenal lalu diberi posisi sosial atau politis. Semoga Allah melimpahkan keikhlasan kepada kita dan melindungi kita dari budaya PENCITRAAN dan dari pelakunya.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Hukum KB-Suntik Agar Tidak Haid Biar Puasanya Full

Ustadz Ammi Nur Baits, حفظه الله تعالى
Pertanyaan:

Bagaimana pandangan secara syar’i (tentang) orang yang (melakukan) KB-suntik menjelang bulan Ramadan, dengan tujuan supaya puasanya bisa sebulan penuh, karena KB-suntik menjadikan tidak haid?

Didik Abu Nada (**sdik@yahoo.**)

Jawaban:

Bismillah wash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah.

Pembahasan ini sama dengan pembahasan menggunakan obat agar darah haid terhenti dan bisa melaksanakan puasa atau ibadah haji sampai selesai. Para ulama telah menegaskan bahwa tindakan semacam ini diperbolehkan, selama obat tersebut tidak membahayakan dirinya.

Imam ‘Atha pernah ditanya tentang wanita yang sedang haid minum obat agar darah haidnya berhenti; bolehkah wanita ini melakukan tawaf? Beliau menjawab, “Boleh, jika dia telah yakin bahwa darahnya terputus. Namun jika yang terhenti hanyalah darah yang mengalir deras, sementara darah belum putus total maka dia tidak boleh tawaf.” (Jami’ Ahkam An-Nisa’, 5:66)

Ibnu Qudamah, dalam kitabnya, Al-Mughni, mengatakan, “Tidak mengapa bagi seorang wanita minum obat untuk menghentikan haid, jika obat tersebut adalah obat yang sudah dikenal masyarakat.” (Al-Mughni, 1:409)

Akan tetapi, satu hal yang patut dipahami, bahwa haid termasuk kodrat Allah bagi para kaum hawa. Ketika Aisyah mengalami haid pada waktu haji wada’, beliau mengalami haid. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan agar Aisyah pasrah terhadap ketetapan
takdir ini. Beliau bersabda,

فَإِنَّ ذَلِكَ شَىْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ

“Sesungguhnya, haid adalah kodrat yang Allah tetapkan bagi para wanita keturunan Adam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Bersikap pasrah dan tunduk kepada takdir Allah itu lebih baik dibandingkan melakukan upaya melawan kodrat, karena belum tentu itu memberikan jaminan keamanan bagi diri sang Wanita.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Ref: http://www.konsultasisyariah.com/hukum-kb-suntik-agar-tidak-haid/

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Berbaik Sangka

Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه الله تعالى

Imam As-Syafii rahimahullah berkata :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْضِيَ لَهُ بِالْحُسْنَى, فَلْيُحْسِنْ بِالنَّاسِ الظَّنَّ

“Barangsiapa yang ingin Allah menganugrahkan baginya husnul khootimah maka hendaknya ia berhusnudzon kepada orang-orang” (Mawaa’idz Al-Imaam As-Syafii)

Seakan-akan Imam Syafii mengingatkan bahwasanya berbaik sangka kepada orang lain akan menjauhkan seseorang dari banyak kedzoliman dan dosa besar yang muncul dari berburuk sangka, seperti ghibah dan namimah, serta praktek pemboikotan/hajr yang keliru..dll.

Selain itu orang yang mampu senantiasa untuk berhusnudzon maka akan senantiasa memiliki hati yang lembut…sayang kepada saudaranya…jauh dari hasad….tidak merendahkan orang lain..dll.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Keutamaan Puasa

Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala` rosulillah, wa ba`du;

Puasa merupakan ibadah yang paling utama, ketaatan yang paling mulia, hingga Allah Ta`ala memfardhukan ibadah ini pada setiap umat sebelum kita, sebagai mana di firman kan, dalam QS Al-Baqarah 183 , ” Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Sekiranya ibadah ini tidak memiliki nilai niscaya tidak di wajib kan pada setiap umat, akan tetapi di karena kan puasa adalah ibadah yang agung hingga setiap orang merasa butuh dan di fardhukan bagi mereka.

Di antara keutamaan puasa adalah menghapus dosa dosa dan keburukan, sebagai mana di riwayat kan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu`anhu, bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda,” Barangsiapa berpuasa ramadhan dengan penuh keimanan dan mencari pahala maka akan di hapus dosa dosa nya yang terdahulu “. HR Bukhari dan Muslim.

Maksud hadits ini adalah jika seseorang berpuasa dalam rangka beriman dan ridho akan fardhu nya puasa, ia hanya meniatkan untuk mencari pahala dan ganjaran semata, tidak merasa benci dan ragu atas pahala yang di janjikan maka ia akan di hapus dosa dosa nya yang terdahulu.

Sebagai mana pula dalam sabda Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam,” Sholat lima waktu, Jum`at sampai Jum`at berikutnya, ramadhan hingga ramadhan berikutnya akan menghapus kan dosa dosa jika ia menjauhi dosa besar “. HR Muslim.

Di antara keutamaan puasa adalah akan di berikan balasan yang tidak terhingga, sebagai mana di riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu`anhu bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta`ala berfirman,” Setiap amalan anak cucu Adam akan kembali pada diri nya, kecuali ibadah puasa, maka sesungguhnya puasa itu untuk Ku, dan Aku akan memberikan balasan nya, puasa adalah perisai, jikalau kalian berpuasa maka jangan berbuat sia sia, berbuat aniaya.

jikalau kalian menjumpai seorang yang mencela atau hendak membunuh maka katakan kepadanya bahwa aku berpuasa, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya sungguh aroma mulut orang yang berpuasa lebih wangi dari pada aroma kasturi, dan bagi yang berpuasa ia menjumpai dua kebahagiaan, jika ia berbuka puasa maka ia akan merasa bahagia dan juga kelak berjumpa dengan Tuhannya”. (HR Bukhari dan Muslim).

Dari hadits ini terdapat banyak keutamaan berpuasa, di antara nya:

» Amalan puasa merupakan amalan khusus yang dipersembahkan untuk Allah Ta`ala, dikarenakan di sana mengandung rasa ikhlas dan rahasia antara ia dan Allah Ta`ala semata, memungkinkan bagi yang berpuasa ia makan dan minum di tempat tersembunyi, akan tetapi ia meninggalkan ini semata karena Allah dan mengharapkan pahala, sehingga Allah bersyukur kepadanya atas keihlasan yang ia lakukan. Didalam hadits di katakan, “Ia meninggalkan syahwat dan makan karena Aku”.
Berkata Sufyan ibnu Uyainah rohimahullahu, “Jika nanti hari kiamat Allah akan menghisap amalan para hamba dan di balasannya semua kezaliman-kezaliman dari perbuatannya hingga tidak tersisa dari amalannya kecuali puasa maka Allah akan menanggung apa yang tersisa dari kezaliman dan ia pun dimasukkan ke dalam surga dengan puasa tersebut”.

» Allah Ta`ala berjanji, “Sesungguhnya Aku akan membalasinya”. Dalam hadits ini dikatakan setiap amalan kebaikan akan diberikan balasan berlipat ganda sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat dan lebih, adapun puasa maka Allah menyandarkan pahala kepada diri-Nya Ta`ala, tanpa perhitungan kelipatan, sedangkan Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah, sehingga pahala puasa memiliki pahala besar dan banyak karena puasa merupakan ketaatan dan kesabaran terhadap perkara yang dilarang dan sabar dari menjalankan ketaatan, dan sabar dari takdir yang terasa berat dari menahan lapar dan haus dan lemah nya badan, hingga terkumpul tiga jenis kesabaran.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

“WONG CILIK” Dilarang Keras Jadi Guru Ngaji !

Ust. M Wasitho, حفظه الله تعالى

عن أبي أمية الجمحي أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ” إِنَّ مِنْ أَشْرِاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ عِنْدَ الْأَصَاغِرِ “.

» Dari Abu Umayyah Al-Jumahi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah ilmu agama diambil dan dipelajari dari orang-orang kecil (yakni ahli bid’ah, pent).”. (Dikeluarkan oleh Abdullah bin Al-Mubarok di dalam kitab Az-Zuhd hal.61, al-Lalaka’i, dan al-Khothib al-Baghdadi. Dan dinyatakan SHOHIH oleh Syaikh al-Albani di dalam Shohih al-Jami’ ash-Shoghir, no. 2203, dan Silsilatu Al-Ahadits Ash-Shohihah II/316, dan Syaikh Salim al-Hilali dalam kitab Hilyatul ‘Alim, hal. 81).

» Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu berkata: “Agama Islam ini akan rusak jika ilmu agama diambil dan dipelajari dari “Wong Cilik”. Dan baiknya (urusan dan keadaan) umat Islam bilamana ilmu agama dipelajari dari orang besar (maksudnya para ulama sunnah yang paham tentang agama Islam dengan baik dan benar, pent).”. (Dikeluarkan oleh Qosim bin Ashbag di dalam kitab Mushonnaf-nya dengan sanad yang Shohih sebagaimana dinyatakan oleh AL-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani di dalam Fathul Bari I/201-202).

» Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya kalian senantiasa dalam keadaan baik selagi kalian menuntut ilmu agama dari orang-orang besar (yakni para Ulama Ahlus Sunnah). Namun, jika kalian belajar ilmu agama pada orang-orang kecil (maksudnya: Ahli Bid’ah), maka (yang akan terjadi) Wong Cilik membodoh-bodohkan orang besar (Ulama Sunnah).”. (Lihat Jami’ Bayan Al-‘Ilmi, I/159).

Abdullah bin Al-Mubarok rahimahullah pernah ditanya: “Siapakah orang-orang kecil (Wong Cilik) itu?” Beliau menjawab: “Yaitu Orang-orang yang berbicara (tentang perkara agama) dengan akal pikiran mereka. Adapun Ash-Shoghir (Wong Cilik dalam hal usia dan badan, pent) yang meriwayatkan (ilmu dan hadits) dari Al-Kabir (orang besar, yakni Ahlus Sunnah), maka dia bukanlah termasuk Ash-Shoghir (Ahli Bid’ah).”. (Lihat Jami’ Bayanil ‘ilmi, karya Ibnu Abdil Barr, hlm. 246).

» Di dalam riwayat lain, Imam Abdullah bin Al-Mubarok juga mengatakan: “(Yang dimaksud) Wong Cilik ialah golongan Ahli Bid’ah”. (Riwayat Al-Lalaka’i, I/85).

» Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah –seorang ulama Saudi, anggota Komisi Fatwa Saudi Arabia- berkata: “Waspadalah terhadap Abu Jahal (bapak dan dedengkot kebodohan), yaitu ahli bid’ah, yang tertimpa penyimpangan aqidah, diselimuti oleh awan khurafat; dia menjadikan hawa nafsu sebagai hakim (penentu keputusan) dengan menyebutnya dengan kata “akal”; dia menyimpang dari dalil syar’i (wahyu Allah berupa Al-Qur’an dan Hadits Shohih, pent), padahal bukankah akal itu hanya ada dalam nash? Dia memegangi dalil yang Dho’if (lemah) dan menjauhi yang Shohih. Mereka juga dinamakan ahli syubuhat (orang-orang yang memiliki dan menebar kerancauan pemikiran) dan ahlul ahwa’ (orang-orang yang mengikuti kemauan hawa nafsu). Oleh karena itulah Ibnul Mubarok menamakan ahli bid’ah dengan Ash-Shoghir (Wong Cilik).” (Lihat Hilyatu Tholibil ‘Ilmi, hal. 39, karya Syaikh Bakr Abu Zaid).  (Klaten, 30 Juni 2014).

» BBG Majlis Hadits, chat room Kajian Hadits Shohih.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Satu Beradab Sedangkan Dua Serakah

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA حفظه الله تعالى

Sobat! Di bulan Ramadhan ini, biasanya ummat Islam sampaipun yang di negri kita Indonesia, menikmati buah kurma. Satu kenikmatan yang patut disyukuri. Betapa tidak, dahulu,bagi banyak orang, kurma hanya diperoleh bila ada kerabat atau sahabat yang pulang dari negri arab. Kurma menjadi salah satu oleh-oleh istimewa yang dinanti-nantikan, namun kini semuanya telah berubah, sehingga buah istimewa ini dengan mudah kita dapatkan di pasar dengan harga yang terjangkau.

Walau demikian, di bulan Ramadhan ini, buah kurma kembali menjadi istimewa, karena mayoritas ummat Islam menyadari bahwa disunnahkan untuk menjadikan buah kurma sebagai santapan pembuka puasa kita.

Sahabat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu mengisahkan:

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يفطر على رطبات قبل أن يصلي فإن لم يكن رطبات فعلى تمرات فإن لم يكن تمرات حسا حسوات من ماء
“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka puasa dengan menyantap beberapa biji kurma segar (Ruthab) sebelum mendirikan shalat Maghrib. Dan bila tida ada kurma segar (ruthab) maka beliau menyantap beberapa biji kurma, dan bila tidak ada kurma, maka beliau meneguk beberapa teguk air.” (Ahmad dan lainnya)

Saya yakin, semangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam inilah yang menjadikan anda membeli dan menyajikan buah kurma di rumah anda di setap bulan Ramadhan.

Sobat! Untuk semakin menyempurnakan keteladanan anda kepada beliau dalam amalan ini, maka ada baiknya bila anda mengindahkan adab makan kurma, terlebih bila anda sedang makan bersama keluarga atau sahabat anda.

Jabalah mengisahkan: Suatu hari kami sedang berada di kota Madinah bersama beberapa orang dari negri Irak. Kala itu, kami sedang dilanda paceklik, sehingga Abdullah bin Az Zubair membagi-bagikan kurma kepada kami. Di saat kami menerima pembagian kurma, sahabat Abdullah bin Umar melintas, lalu beliau berkata:

إن رسول الله صلى الله عليه و سلم نهى عن الإقران إلا أن يستأذن الرجل منكم أخاه
“Sesungguhnya rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang kalian dari memakan dua biji kurma dalam sekali suap (secara bersamaan), kecuali bila teman makanmu mengizinkannya.” (Bukhari & Muslim)

Para ulama’ menyebutkan beberapa hikmah dari larangan menyuap dua biji kurma sekaligus:
1) Menyantap DUA biji sekaligus semacam ini mencerminkan sikap SERAKAH atau RAKUS.

2) Bila buah kurmanya milik bersama, bukan milik pribadi, maka menyuap Dua biji sekaligus ini bisa menjadi bentuk dari PERAMPASAN hak sahabat anda yang juga memiliki hak atas buah kurma tersebut, karena anda makan lebih banyak dari mereka.

3) Sikap ini mencerminkah ketergesa-gesan yang sudah barang tentu tercela, bahkan bisa MENGANCAM KESELAMATAN ANDA.

Ketiga alasan ini, melandasi sebagian ulama’ untuk berfatwa HARAM hukumnya menyantap DUA biji sekaligus, bila buah kurmanya milik bersama dan bukan milik anda sendiri.

Sobat! Bila anda menghadiri acara buka bersama, maka terapkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, ambil SATU dulu dan jangan sekali kali serakah dengan mengambil DUA sekaligus.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

 

Menanamkan Akhlak Mulia Pada Anak

Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA, حفظه الله تعالى

Apa yang ada dalam pikiran Anda? Ketika mendapati seorang anak yang lembut tutur katanya, sopan perilakunya, taat ibadahnya dan terdidik pemikirannya? Pasti Anda akan merasa senang untuk berjumpa dan melihatnya.

Kita tentu bisa menerka bahwa anak tersebut terdidik dengan baik dan mendapat bimbingan akhlak yang memadai. Mengapa demikian? Sebab terbentuknya akhlak yang mulia pada diri seseorang sangat dipengaruhi tempaan pendidikan yang dilaluinya.

Karenanya, sangat penting bagi kita untuk mengisi masa kanak-kanak mereka dengan menanamkan adab dan akhlak yang terpuji. Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah yang murni dan perangai yang lurus. Jiwa yang polos ini menerima bentuk perangai apapun yang dipahatkan pada dirinya. Selanjutnya pahatan itu akan meluas sedikit demi sedikit hingga akhirnya meliputi seluruh jiwa dan menjadi tabiat yang melekat padanya. Juga akan menentang segala yang berlawanan dengannya.

Dalam kitab Tuhfah al-Maudûd, Imam Ibn al-Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Yang sangat dibutuhkan anak adalah perhatian terhadap akhlaknya. Ia akan tumbuh sesuai dengan apa yang dibiasakan oleh pendidiknya saat kecil. Jika sejak kecil ia terbiasa marah, keras kepala, tergesa-gesa dan mudah mengikuti hawa nafsu, serampangan, tamak dan seterusnya, maka akan sulit baginya untuk memperbaiki dan menjauhi hal itu ketika dewasa. Perangai seperti ini akan menjadi sifat dan perilaku yang melekat pada dirinya. Jika ia tidak dibentengi betul dari hal itu, maka pada suatu ketika, semua perangai itu akan muncul. Karena itu, kita temukan manusia yang akhlaknya menyimpang, itu disebabkan oleh pendidikan yang dilaluinya”.

Maka, langkah pertama yang harus ditempuh adalah pembinaan akhlak secara nyata melalui keteladanan yang baik dari orang tua. Hingga mereka tumbuh dengan perangai yang mulia dan tidak mengabaikan akhlak-akhlak Islam. Terlebih lagi di hadapan berbagai gelombang arus perilaku yang menyimpang.

Contohlah akhlak Rasulullah shallallahualaihiwasallam! Beliau menyuruh dan melarang anak. Bercanda dengan mereka, mengajak mereka bermain, membonceng mereka dan murah senyum. Tidak marah-marah di hadapan mereka dan tidak mencela mereka. Inilah kunci agar anak merasa dekat dengan kita. Hingga terciptalah suasana yang hangat. Buahnya kita akan lebih leluasa dan mudah memberikan pengajaran serta pengarahan kepada mereka.

Anas bin Malik radhiyallahu’anhu menuturkan, “Nabi shallallahu’alaihiwasallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Suatu hari beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Lalu akupun menjawab, “Aku tidak mau pergi!”. Padahal sebenarnya di hatiku akan berangkat menuruti perintah Nabiyullah shallallahu’alaihiwasallam. Akupun keluar sampai akhirnya aku melewati anak-anak kecil yang sedang bermain di pasar. Ternyata Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengikuti pelan-pelan di belakang. Aku kemudian melihat beliau ketika sedang tertawa. Beliau berkata, “Ternyata engkau berangkat juga ke tempat yang kuperintahkan”. Aku menjawab, “Ya, aku berangkat wahai Rasulullah!”. Selanjutnya Anas berkata, “Demi Allah, aku menjadi pelayan Nabi selama sembilan tahun. Dan seingatku beliau tidak pernah mengomentari sesuatu yang kulakukan dengan mengatakan, “Kenapa kamu lakukan begitu?”. Atau mengomentari sesuatu yang kutinggalkan dengan mengatakan, “Kenapa tidak kamu lakukan ini?”. (HR. Muslim).

Ref:  http://tunasilmu.com/silsilah-fiqih-pendidikan-anak-no-32-menanamkan-akhlak-mulia-pada-anak/

 

Ramadhan Kariim, Benarkah Ucapan Ini ?

Ust. Fuad Hamzah Baraba’, Lc حفظه الله تعالى

Ringkasan Fatwa:

Syeikh al-Utsaimin ditanya tentang ucapan “Ramadhan Kariim”.

Beliau menjawab: Bahwa ucapan itu tidak benar, karena Ramadhan bukan yang memberikan kemuliaan, tetapi Allah ‘Azza wa Jalla yang menjadikan bulan tersebut penuh berkah, ucapan yang benar adalah “Ramadhan Mubarak” Ramadhan bulan yang penuh berkah. (Fatwa al-Utsaimiin: 20/93).

┈┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈┈

Pada Setiap Malam Bulan Ramadhan Terdapat Pembebasan Dari Api Neraka

Ust. Fuad Hamzah Baraba’, Lc حفظه الله تعالى

Pada setiap malam bulan ramadhan terdapat pembebasan dari api neraka, oleh karena itu jangan lalai, dan pergunakan kesempatan ramadhan sekarang ini dengan sebaik mungkin.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :

إذا كان أول ليلة من شهر رمضان صفدت الشياطين ومردة الجن وغلقت أبواب النار فلم يفتح منها باب وفتحت أبواب الجنة فلم يغلق منها باب وينادي مناد يا باغي الخير أقبل ويا باغي الشر أقصر ولله عتقاء من النار وذلك كل ليلة.

“Apabila malam pertama dari bulan ramadhan maka setan-setan dan jin jahat dibelenggu, dikunci pintu-pintu neraka dan tidak dibuka satupun, dibuka pintu-pintu surga dan tidak ditutup satupun. Kemudian seorang penyeru mengatakan: Wahai orang yang mencintai kebaikan kemarilah, dan wahai orang yang mencintai kejahatan berhentilah. Allah memiliki orang-orang yang akan dibebaskan dari api neraka, dan itu setiap malam“. [HR. At-Tirmidzi (685), Ibnu Majah (1642), Ibnu Khuzaimah (1776) dan (1883), Ibnu Hibban (3435) dan (3504), Al-Hakim (1479), Al-Baihaqi (8764-Sunan) dan (3446-Syu’abul Iman), dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi (1/209) dan Shahih Ibnu Majah (1/275), dari Abu Huroiroh رضي الله عنه].

Sebegitu besar karunia Allah Ta’ala kepada para hambanya, dengan memberikan itu semua.

Wahai saudarakau janganlah engkau dilalaikan hanya dengan menghabiskan malam-malam ramadhan dengan sesuatu yang sia-sia, nonton piala dunia, sibuk begadang atau yang lainnya.

Marilah kita raih pembebasan dari api neraka.

Ingat, itu bukan hanya pada sepuluh terakhir saja, namun SETIAP MALAM.

┈┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈┈

Wooow, Alhamdulillah Segarnya!

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA حفظه الله تعالى

Lega deh, haus dan laparnya kini telah sirna, enak nian masakan ibu sore ini!

Dua ungkapan di atas hanyalah tebak reka saya tentang ungkapan yang keluar dari lisan anda seusai menyantap hidangan buka puasa anda. Dua ungkapan yang menggambarkan betapa nikmatnya hidangan buka puasa anda.

Di saat yang sama dua ungkapan di atas juga menggambarkan betapa bahagia dan senangnya hati anda dengan acara buka puasa anda. Betapa tidak setelah melalui satu siang yang berat, haus, lapar, dan letih bercampur baur menjadi satu, sekarang anda berhasil melepaskan semuanya.

Betapa indahnya gambaran anda yang sedang berada di tengah-tengah keluarga tercinta, bersama-sama menikmati hidangan buka puasa anda.

Rasa bahagia yang anda temukan ditengah-tengah keluarga anda pada saat berbuka puasa hanyalah sebagian kecil dari kebahagiaan yang tersimpan di balik ibadah puasa anda. Kebahagiaan yang belum anda rasakan masih terlalu besar.

Semoga anda bersama keluarga anda berhasil menemukan sisa kebahagiaan yang terpendam di balik ibadah puasa anda.

Anda ingin tahu apa kebahagian bagian kedua yang seyogyanya anda nikmati bersama keluarga anda? Temukan jawabannya pada sabda Rasulullah berikut:

(لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ، وَإِذَا لَقِىَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ) متفق عليه
“Orang yang berpuasa akan menikmati dua kebahagiaan : bila ia berbuka puasa ia berbahagia, dan bila kelak ia berjumpa dengan Tuhan-nya iapun kembali berbahagia dengan puasanya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saudaraku! Coba sekali lagi anda membayangkannya kembali senyum yang terkulum di bibir anda di saat anda menyantap hidangan buka puasa anda. Indah bukan?

Akan tetapi, tahukah anda bahwa di sekitar anda masih banyak saudara-saudara anda seiman dan seakidah, walaupun adzan Maghrib telah berkumandang, tidak dapat merasakan nikmat dan bahagianya berbuka puasa.

Apalagi turut merasakan indahnya senyuman seperti yang anda rasakan. Isak tangis anak-anak mereka saja tak kuasa mereka hentikan.

Tahukah anda apa sebabnya? Sebabnya sepele; yaitu walaupun adzan telah dikumandangkan, ternyata mereka terpaksa meneruskan puasa mereka. Rasa lapar berkelanjutan, haus berkepanjangan, dan letih tak kunjung sirna. Betapa tidak, tidak sesuap nasipun yang dapat mengusir rasa lapar mereka, apalagi hidangan makanan yang lezat dan beraneka ragam. Seteguk air putihpun tidak mereka miliki, apalagi berbagai jus dan minuman segar lainnya.

Tidakkah anda dapat membayangkan betapa berat penderitaan mereka?

Tidakkah pintu hati anda terketuk untuk turut menyertakan mereka dalam kebahagiaan anda ketika berbuka puasa.

Jangan khawatir saudaraku! Uluran tangan anda kepada mereka tidak akan sirna begitu saja. Bahkan kebahagiaan puasa anda akan semakin berlipat ganda, dengan menyertakan mereka dalam kebahagian berbuka puasa.

(مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا ) رواه الترمذي وابن ماجة وابن خزيمة وصححه الألباني
“Barang siapa yang memberi makanan untuk berbuka orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang tersebut tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.” (Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah)

Bayangkan! Andai anda memberi makanan untuk berbuka puasa kepada sepuluh orang, maka anda mendapatkan pahala sebesar pahala puasa kesepuluh orang tersebut.

Semakin banyak yang anda beri, maka semakin banyak pula pahala yang anda dapatkan.

Saudaraku! sudah berapa banyakkah orang yang anda beri makanan buka puasa?  Mumpung kesempatan masih terbuka lebar, bergegaslah saudaraku untuk berlomba-lomba merebutkan kesempatan menumpuk pahala di sisi Allah ini.

Saudaraku! coba bayangkan betapa beruntungnya diri anda, bila pada bulan puasa ini yang hanya berjumlah 30/29 hari, anda berhasil mengumpulkan pahala puasa beribu-ribu hari!

Selamat berjuang mengumpulkan pahala puasa sebanyak mungkin, semoga berhasil.