Beda Amar Ma’ruf Dari Nahi Mungkar – Belajar Manhaj…

Mengamalkan yang ma’ruf harus dengan cara yang ma’ruf alias benar dan halal.

Mau punya anak ya nikah, mau sholat ya dengan cara yang benar, mau sedekah ya bekerja agar dapat penghasilan lalu sedekah.

Jangan sampai mencuri untuk sedekah atau sholat dengan sesuka hati, dan punya anak dengan cara kumpul kebo.

Dalam urusan mendapatkan kebaikan, bila anda tidak kuasa melakukannya dengan cara yang baik alias benar, maka gugurlah kewajiban tersebut, alias anda tidak perlu melakukannya, walaupun kadang kala anda harus menggantinya di lain waktu, semisal orang yang tidak kuasa puasa di bulan Ramadhan.

Dalam urusan mencegah yang mungkar, di kondisi normal juga demikian, anda harus menggunakan cara yang benar alias baik.

Namun kadang kala anda berada dalam kondiai dilematis, sehingga anda tidak bisa menjauhi kemungkaran atau kerugian dengan cara yang baik.

Kadang kala anda terpaksa harus memilih satu dari dua kerugian atau kemungkaran.

Anda tersedak makanan dan yang ada hanya khomer maka anda boleh menyelamatkan jiwa anda dengan menenggak khomer agar anda bisa kembali bernafas.

Anda kadang terpaksa harus mengoprasi perut istri anda untuk mengeluarkan anak anda yang tidak lahir normal.

Imam Ibnu Taimiyah pernah melintasi beberapa pasukan Tartar yang sedang mabok-mabok, maka beliau membiarkan mereka mabok, karena kalau mereka sadar akan membunuh ummat Islam atau memperkosa muslimah.

Kadang kala anda terpaksa naik angkot atau bis umum, KRL untuk bisa sampai ke tempat kerja, padahal penumpangnya campur baur, bisa jadi anda hanya mendapat tempat duduk di sisi gadis cantik jelita yang mengenakan celana pendek 1/3 pahanya.

Jadi manhaj salaf mengajarkan anda bijak dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar, sehingga bisa membedakan antara keduanya.

Perbedaan antara kedua hal di atas adalah salah satu prinsip penting dalam manhaj salaf.

Bagi orang yang kurang jeli, apalagi malas berpikir maka keduanya bisa jadi dianggap sama, padahal tidak demikian.

Perbedaan ini dituangkan dalam kaedah ilmu fiqih:

لا واجب مع العجز ولا تحريم مع الضرورة

“Tiada hukum wajib dalam kondisi tidak berdaya dan tiada hukum haram dalam kondisi darurat.”

Semoga mencerdaskan.

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri MA,  حفظه الله تعالى 

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.