Kita tetap harus merujuk perkataan para ulama dalam memahami dalil.
=====
Syeikh Sulaiman Arruhaily -hafizhahullah- mengatakan:
“Sungguh termasuk diantara bid’ah yang dibuat-buat dalam ilmu agama adalah anggapan bahwa “kita tidak perlu perkataan ulama, karena wahyu bisa dijelaskan dengan wahyu tanpa merujuk perkataan ulama..!”
Memang tidak diragukan bahwa wahyu itu bisa dijelaskan dengan wahyu, tapi tetap harus dengan pemahaman generasi salaf dan pemahaman para ulama.
Adapun anggapan “tidak perlu perkataan para fuqoha dan para ulama, dan bahwa kita harus kembali kepada dalil-dalil nash saja..”, maka ini tindakan meninggalkan perkataan ulama dan beralih ke perkataan selain ulama.
Ajakan yang mulai tumbuh dan punya banyak situs, para penuntut ilmu dikumpulkan di situ, mereka diajak untuk bergabung, mereka hias-hiasi keadaannya, dan mereka menyebutnya sebagai dakwah salafiyah untuk kembali kepada dalil-dalil nash .. sungguh ini adalah ajakan yang rusak, dan menyelisihi jalan para ulama.
Memang, semua perkataan yang menyelisihi dalil itu tidak ada harganya, akan tetapi dalam memahami dalil kita harus kembali kepada para ulama, kita harus merujuk perkataan-perkataan mereka untuk dilihat mana yang lebih kuat, inilah dakwah salafiyah dalam ilmu fikih.
“Perkataan ulama tidak boleh dijadikan sebagai dalil, tapi perkataan ulama juga tidak boleh ditinggalkan dengan alasan mengamalkan dalil, yang benar perkataan ulama itu harus didukung oleh dalil..”
Maka kita tidak boleh meninggalkan perkataan para ulama, tapi kita juga tidak boleh menuhankan para ulama..
Aku sampaikan ini, karena aku melihat saat ini ada grup-grup di Whatsapp dan media lainnya yang sengaja dibuat untuk pemahaman yang muhdats (baru) ini, yakni “menafsirkan wahyu (hanya) dengan wahyu”, jargon yang sungguh indah redaksinya, tapi betapa buruk penerapannya..!
Maka berhati-hatilah wahai para penuntut ilmu..
Wahai saudaraku, bila para ulama mengatakan: “Sungguh ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian..”, maka harusnya kita di zaman ini melihat dulu bila diajak masuk ke situs dan grup yang dibina oleh syeikh tertentu.
Harusnya kita melihat keadaan sebenarnya, apa hakekat ajakan itu, apa hakekat jalan mereka, karena ini adalah perkara agama, harusnya kita hati-hati dan waspada di zaman ini dari grup-grup yang dibuat, dan dikatakan dibina oleh seorang lulusan UIM, -walaupun dia lulusan UIM-! Atau dibina oleh murid syeikh Utsaimin, -walaupun dia murid Utsaimin-! Apakah dia syeikh Utsaimin, apakah dia berjalan sesuai jalannya syeikh Utsaimin..?
Orang yang menyandarkan dirinya kepada para ulama tapi menyelisihi para ulama itu, maka hal itu tidak akan mendatangkan manfaat kepada dia..
Datang mengaku muridnya syeikh Binbaz, tapi mengajak tidak patuh kepada pemimpin, menganggap bodoh para ulama..! Demi Allah, pengakuan dia itu tidak akan bermanfaat bagi dia, meski dia belajar ke syeikh Binbaz selama 70 tahun, karena dia tidak mengambil manfaat dari syeikh Binbaz, dan tidak berjalan di atas jalannya syeikh Binbaz..
Yang menjadi penentu, bukanlah menisbatkan diri kepada syeikh tertentu, tapi yang menjadi penentu adalah apakah dia berada di atas jalannya syeikh itu, apakah dia berada di atas manhaj yang diridhoi, yang Allah jadikan besar manfaatnya untuk negara dan masyarakatnya..
Maka aku memohon kepada Allah, semoga Allah memberikan kita semua pemahaman yang mendalam dalam agama-Nya, dan semoga Allah menggunakan kita semua dalam hal-hal yang bermanfaat bagi hamba-Nya..”
Diterjemahkan oleh,
Ustadz DR. Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى