Category Archives: Ammi Nur Baits

Dalil Dan Tata Cara Sholat Sunnah Taubat

Simak penjelasan Ustadz Mizan Qudsiyah MA, حفظه الله تعالى berikut ini :

Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq rodhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَقُومُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّى ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ لَهُ

“Apabila ada orang yang melakukan suatu perbuatan dosa, kemudian dia berwudhu dengan sempurna, lalu dia mendirikan shalat dua roka’at, dan selanjutnya dia beristigfar memohon ampun kepada Allah, maka Allah pasti mengampuninya..”

(HR. Ahmad 48, Abu Dawud 1523, At Tirmidzi 408, dan dishohihkan al-Albani)

TATA CARA SHOLAT SUNNAH TAUBAT

1. Berwudhu dengan sempurna (sesuai sunnah). Mengenai cara wudhu yang sesuai sunah, bisa anda pelajari di : http://carasholat.com/cara-wudhu-yang-benar-menggunakan-keran/

2. Sholat dua roka’at, tata caranya sama dengan sholat pada umumnya.

3. Tidak ada bacaan khusus ketika sholat. Anda bisa membaca al-Fatihah kemudian membaca surat apapun yang anda hafal.

4. Berusaha khusyuk dalam sholatnya, karena teringat dengan dosa yang baru saja dia lakukan.

5. Ber-istighfar dan memohon ampun kepada Allah setelah sholat. Tidak ada bacaan istighfar khusus untuk sholat taubat. Bacaan istighfarnya sama dengan bacaan istighfar lainnya, misalnya membaca (klik dan lihat poster di bawah) :
– Sayyidul Istighfar
– Astaghfirullah al ‘azhiim alladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum wa atuubu ilayhi
– Astaghfirullah wa atuubu ilayhi
– Do’a istighfar Nabi Ibrohiim ‘alayhissalaam (Qs Ibrohiim ayat 41)

6. Inti dari sholat taubat adalah memohon ampun kepada Allah, dengan menyesali perbuatan dosa yang telah dia lakukan dan bertekad untuk tidak mengulanginya.

📝
Ustadz Ammi Nur Baits, حفظه الله تعالى

Siapakah Yang Lebih Berhak Memberi Nama Untuk Anak..?

PERTANYAAN

Jika terjadi perdebatan sampai pertengkaran antara suami dan istri dalam menentukan nama anak, lalu mertua-pun ikut campur dalam memberikan nama anak, siapa yang lebih kuat pendapatnya..? Dan bagaimana solusinya..?

JAWAB

Bismillah,

Yang paling berhak memberikan nama anak adalah ayahnya, kemudian ibunya.

Ibnul Qoyyim rohimahullah mengatakan,

“Memberi nama anak adalah hak bapak, bukan ibu. Tidak ada perbedaan di masyarakat tentang hal ini. Dan jika kedua orangtua berbeda pendapat dalam memberi nama anak, maka hak bapak lebih dikuatkan..” (Tuhfatul Maudud, hlm. 135).

Dan jika ayahnya tidak ada, baik karena meninggal atau hilang atau tidak bertanggung jawab meninggalkan keluarga, atau hilang kesadaran akalnya, atau karena sebab lainnya maka yang berhak memberi nama anak adalah ibunya. Sebagaimana ibu juga paling berhak untuk mengasuh anak.

Allah bercerita dalam al-Qur’an mengenai istrinya Imran – ibunya Maryam. Beliau yang memberi nama anaknya dengan Maryam.

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ

Tatkala istri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah melahirkan seorang anak perempuan” dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam. (QS. Aali Imran: 36).

Imam as-Sa’di rohimahullah mengatakan,

“Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa lelaki lebih afdhol dibandingkan perempuan, dan bahwa pemberian nama dilakukan ketika hari kelahiran, dan bahwa ibu memiliki hak untuk memberikan nama bagi anak, jika ayahnya mengizinkan..” (Tafsir as-Sa’di, hlm. 128).

Dijawab oleh,
Ustadz Ammi Nur Baits, حفظه الله تعالى

ref : https://konsultasisyariah.com/30565-yang-paling-berhak-memberi-nama-anak.html

Serba-Serbi DZULHIJJAH – Kumpulan Artikel Terkait Ibadah Kurban dan Ibadah Di Bulan Dzulhijjah

Untuk memudahkan pencarian, berikut adalah daftar SERBA SERBI DZULHIJJAH – Kumpulan Artikel Terkait Ibadah Kurban dan Ibadah Di Bulan Dzulhijah yang pernah kami posting dari berbagai sumber.

SERBA SERBI DZULHIJJAH – Daftar Isi LENGKAP

  1. Larangan Mencukur Bagi Yang Hendak Ber-qurban
  2. Apa Saja Amalan Di Awal Bulan Dzulhijjah..? (audio) 
  3. Tentang Puasa Di 9 Hari Awal Dzulhijjah
  4. Lebih Utama 
  5. Berqurban ? Ah, Sayang Uangnya..!
  6. Bolehkah Qurban Atas Nama Organisasi..?
  7. Qurban Giliran Dalam Keluarga
  8. Qurban Atas Nama Istri Karena Niat Berqurban Tapi Dari Uang Suami, Siapa Yang Tidak Potong Rambut dan Kuku..?
  9. Ingin Qurban Tapi Masih Punya Hutang
  10. Peringatan Bagi Yang Akan Ber-Qurban Termasuk Panitia Qurban (audio)
  11. Bolehkah Suami dan Istri Sama-Sama Berqurban..? (audio)
  12. Apakah Boleh Menyatukan Niat Aqiqah Dengan Niat Ber-Kurban…?? (audio)
  13. Sunnah Yang Terlupakan Di Hari-Hari Awal Dzulhijjah 
  14. Berqurban Untuk Orangtua Yang Sudah Meninggal (audio)
  15. E-Book Panduan Kurban Praktis
  16. Rancu Antara Batas Iuran dan Batas Pahala per Hewan Qurban (audio)
  17. Takbir Di Hari-Hari Awal Dzulhijjah
  18. Beredarnya Hadits PALSU Terkait Keutamaan 10 HARI PERTAMA Bulan DZUL-HIJJAH
  19. Hadits Dhoif Seputar Dzulhijjah 
  20. Tentang Derajat Hadits Puasa Tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah (audio)
  21. Jangan Dekati Masjid Kami..!! 
  22. Bolehkah Puasa Arafah Dan Puasa Awal Dzulhijjah Namun Masih Memiliki Hutang Puasa Ramadhan..? 
  23. Belasan Jam Untuk 2 Tahun
  24. Hari Arofah
  25. Daging Qurban Tercampur
  26. Amalan di Hari-Hari Tasyrik (11-12-13 Dzulhijjah)
  27. Mengapa Dilarang Puasa Di Hari Tasyrik (11-13 Dzulhijjah)..? 
  28. Puasa Ayyamul Biidh Tanggal 13 Dzulhijjah..?
  29. Satu Qurban untuk Satu Keluarga, Apa Maksud Satu Keluarga..?
  30. Memotong Rambut Dengan Sengaja, Apakah Sah Qurbannya..?
  31. Pahala Qurban Untuk Siapa Saja..? (audio)

Takbir Di Hari-Hari Awal Dzulhijjah

Mengenai TAKBIR di awal bulan DZUL-HIJJAH… Takbir Muqoyyad artinya Takbir yang sudah ditentukan waktunya oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam…

Lafal takbir

Terdapat beberapa macam lafal takbir Idul Fitri dan Idul Adha yang diriwayatkan dari para sahabat.

Pertama:

الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ، وَ الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ

ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLALLAH, WALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, WA-LILLAHILHAMD(U)

Lafal takbir ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu. (HR. Ibnu Abi Syaibah; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Kedua:

الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ، وَ الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ

ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLALLAH, WALLAHU AKBAR, WA-LILLAHILHAMD(U)

Lafal ini juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu. (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Ketiga:

الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ ، الله ُأَكبَرُ و أَجَلُّ ، الله ُأَكبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا

ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, WA-LILLAHILHAMD(U), ALLAHU AKBARU WA AJALLU, ALLAHU AKBARU ‘ALAA MAA HADZAANAA

Takbir ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu. (HR. Al Baihaqi, dalam As-Sunan Al-Kubra; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Keempat:

الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ  كَبِيراً

ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBARU KABIIRON

Lafal ini diriwayatkan dari Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu. (HR. Abdur Razaq; sanadnya dinilai sahih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar)

Ref :  https://konsultasisyariah.com/7301-takbir-idul-fitri.html

Amalan di Hari-Hari Tasyrik = 11-12-13 Dzulhijjah

Mengingat keistimewaan hari tasyrik, sebagai orang yang beriman, hendaknya kita maksimalkan upaya untuk mendapatkan limpahan rahmat dan pahala dari Allah di hari itu. Berusaha untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Memperbanyak amal soleh dan berbagai bentuk ibadah kepada Allah. Hanya saja, ada beberapa amal yang disyariatkan untuk dilakukan di hari tasyrik :

PERTAMA : anjuran memperbanyak berdzikir

Allah berfirman,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ

“Ingatlah Allah di hari-hari yang terbilang..” (QS. Al-Baqarah: 203). Yaitu di hari tasyrik.

Dari Nubaisyah al-Hudzali rodhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ

“Hari Tasyrik adalah hari makan, minum, dan banyak mengingat Allah..” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, Nasa’i).

Menyemarakkan dzikir pada hari tasyrik, bisa dilakukan dalam beberapa bentuk, diantaranya (Lathoiful Ma’arif, 504 – 505):

1. Melakukan Takbiran setiap selesai sholat wajib. Ini sebagaimana yang dilakukan para sahabat. Sebagaimana praktek Umar bin Khottob rodhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau dulu bertakbir setelah sholat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah dzuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibn Abi Syaibah dan al-Baihaqi dan sanadnya dishohihkan al-Albani)

Demikian juga dari Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah sholat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR. Ibn Abi Syaibah dan al-Baihaqi. Al-Albani mengatakan: “Shohih dari Ali”).

2. Mengingat Allah dan berdzikir ketika menyembelih. Karena penyembelihan qurban, bisa dilaksanakan sampai hari tasyrik berakhir.

Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ

“Di setiap hari tasyrik, boleh menyembelih..” (HR. Ahmad, ibn Hibban, Ad-Daruquthni, dan yang lainnya).

3. Mengingat Allah dengan membaca basmalah sebelum makan dan hamdalah setelah makan. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الله عزَّ وجل يرضى عن العبد أن يأكل الأكلة فيحمده عليها ، ويشرب الشَّربة فيحمده عليها

“Sesungguhnya Allah ridho terhadap hamba yang makan sesuap makanan kemudian memuji Allah, atau minum seteguk air dan memuji Allah karenanya..” (HR. Muslim 2734)

4. Mengingat Allah dengan melantunkan takbir ketika melempar jumrah di hari tasyrik. Yang hanya dilakukan jamaah haji.

5. Mengingat Allah dengan memperbanyak takbiran secara mutlak, di manapun dan kapanpun. Sebagaimana yang dilakukan oleh Umar radhiyallahu ‘anhu. Beliau melakukan takbiran di kemahnya di Mina, kemudian diikuti oleh banyak orang, sehingga Mina bergetar karena gema takbir. (HR. Bukhari sebelum hadis no.970)

KEDUA : memperbanyak berdo’a kepada Allah

Sebagian ulama menganjurkan untuk memperbanyak berdo’a di hari ini.

Ikrimah (murid Ibn ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhumaa) mengatakan:

كان يستحب أن يقال في أيام التشريق : { رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }

Do’a berikut dianjurkan untuk dibaca pada hari tasyrik: ROBBANAA AATINAA FID-DUN-YAA HASANAH WA FIL AA-KHIROTI HASANAH, WA QINAA ADZAABAN-NAAR. (Lathoiful Ma’arif, Hal. 505).

Do’a ini kita kenal dengan do’a sapu jagad. Dan memang demikian, do’a ini dianggap sebagai do’a yang isinya mengumpulkan semua bentuk kebaikan dan menolak semua bentuk keburukan. Karena itulah, do’a ini menjadi pilihan yang sangat sering dilantunkan oleh manusia terbaik, Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu mengatakan,

كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ»

“Do’a yang paling banyak dilantunkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam adalah ROBBANAA AATINAA FID-DUN-YAA HASANAH WA FIL AA-KHIROTI HASANAH, WA QINAA ADZAABAN-NAAR..” (HR. Bukhari 6389 dan Muslim 2690).

Disamping itu, do’a merupakan bentuk mengingat Allah yang sangat agung. Berisi pujian dan harapan manusia kepada Tuhannya. Sehingga, hari ini menjadi hari yang istimewa untuk memperbanyak do’a.

Ziyad Al-Jasshas meriwayatkan dari Abu Kinanah al-Qurasyi, bahwa beliau mendengar Abu Musa al-Asy’ari rodhiyallahu ‘anhu berceramah dalam khutbahnya ketika Idul Adha:

بعد يوم النحر ثلاثة أيام التي ذكر الله الأيام المعدودات لا يرد فيهن الدعاء فارفعوا رغبتكم إلى الله عز و جل

“Setelah hari raya qurban ada tiga hari, dimana Allah menyebutnya sebagai al-Ayyaam al-Ma’dudaat (hari-hari yang terbilang), do’a pada hari-hari ini, tidak akan ditolak. Karena itu, perbesarlah harapan kalian..” (Lathoiful Ma’arif, Hal. 506).

Demikian, semoga Allah memudahkan kita untuk senantiasa istiqamah dalam menggapai ampunan-Nya.

Allahu a’lam

Penulis,
Ustadz Ammi Nur Baits,  حفظه الله تعالى

https://konsultasisyariah.com/14538-amalan-di-hari-tasyrik.html

Hutang Puasa Orangtua Yang Meninggal

Alhamdulillah was sholatu was salamu ‘ala Rosulillah, amma ba’du,

Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من مات وعليه صيام صام عنه وليُّه

“Siapa yang meninggal dan dia masih memiliki tanggungan puasa maka walinya wajib mempuasakannya.” (HR. Bukhari 1952 dan Muslim 1147)

Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

أنّ امرأة ركبَت البحر فنذَرت، إِنِ الله -تبارك وتعالى- أَنْجاها أنْ تصوم شهراً، فأنجاها الله عز وجل، فلم تصم حتى ماتت. فجاءت قرابة لها إِلى النّبيّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فذكرت ذلك له، فقال: أرأيتك لو كان عليها دَيْن كُنتِ تقضينه؟ قالت: نعم، قال: فَدَيْن الله أحق أن يُقضى، فاقضِ عن أمّك

Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

“Ada wanita yang naik perahu di tengah laut, kemudian dia bernazar, jika Allah menyelamatkan dirinya maka dia akan puasa sebulan. Dan Allah menyelamatkan dirinya, namun dia belum sempat puasa sampai mati. Hingga datang putri wanita itu menghadap Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia menyebutkan kejadian yang dialami ibunya. Lantas beliau bertanya: ‘Apa pendapatmu jika ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?’ ‘Ya.’ Jawab wanita itu. Kemudian beliau bersabda, ‘Hutang kepada Allah lebih layak untuk dilunasi. Lakukan qodho untuk membayar hutang puasa ibumu.’ (HR. Ahmad 1861, Abu Daud 3308, Ibnu Khuzaimah 2054, dan sanadnya dishahihkan Al-A’dzami).

Juga dari Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma,

أنّ سعد بن عبادة -رضي الله عنه- استفتى رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فقال: إِنّ أمّي ماتت وعليها نذر فقال: اقضه عنها

Bahwa Sa’d bin Ubadah rodhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya ibuku mati dan beliau memiliki utang puasa nadzar.’ Kemudian Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Lunasi hutang puasa ibumu.’ (HR. Bukhari 2761, An-Nasai 3657 dan lainnya).

Ketiga hadis di atas menunjukkan bahwa ketika ada seorang muslim yang memiliki hutang puasa dan belum dia qodho hingga meninggal maka pihak keluarga (wali) orang ini berkewajiban mempuasakannya.

Kemudian, dari ketiga hadis di atas, hadis pertama bersifat umum. Dimana qodho puasa atas nama mayit, berlaku untuk semua utang puasa wajib. Baik utang puasa ramadhan maupun utang puasa nadzar. Sedangkan dua hadis berikutnya menegaskan bahwa wali berkewajiban mengqodho utang puasa nadzar yang menjadi tanggungan mayit.

Berangkat dari sini, ulama berbeda pendapat, apakah kewajiban mengqodho utang puasa mayit, berlaku untuk semua puasa wajib ataukah hanya puasa nadzar saja.

➡️ PENDAPAT PERTAMA menyatakan bahwa kewajiban mengqodho utang puasa mayit berlaku untuk semua puasa wajib. Baik puasa ramadhan, puasa nadzar, maupun puasa kaffarah. Ini adalah pendapat syafiiyah dan pendapat yang dipilih Ibnu Hazm. Dalil pendapat ini adalah hadis A’isyah di atas, yang maknanya umum untuk semua utang puasa.

➡️ PENDAPAT KEDUA, bahwa kewajiban mengqodho utang puasa mayit, hanya berlaku untuk puasa nadzar, sedangkan utang puasa ramadhan ditutupi dengan bentuk membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab hambali, sebagaimana keterangan Imam Ahmad yang diriwayatkan Abu Daud dalam Masailnya. Abu Daud mengatakan,

سمعت أحمد بن حنبل قال: لا يُصامُ عن الميِّت إلاَّ في النَّذر

“Saya mendengar Ahmad bin Hambal mengatakan: ‘Tidak diqodho utang puasa mayit, kecuali puasa nadzar.” (Ahkam Al-Janaiz, hlm. 170).

Diantara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah hadis dari ummul mukminin, ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha.

Dari Amrah – murid ‘Aisyah – “beliau bertanya kepada gurunya A’isyah, bahwa ibunya meninggal dan dia masih punya utang puasa ramadhan. Apakah aku harus mengqodho’nya ? ‘Aisyah menjawab..

لا بل تصدَّقي عنها مكان كل يوم نصف صاعٍ على كل مسكين

“Tidak perlu qodho, namun bayarlah fidyah dengan bersedekah atas nama ibumu dalam bentuk setengah sha’ makanan, diberikan kepada orang miskin.” (HR. At-Thahawi dalam Musykil Al-Atsar 1989, dan dishahihkan Al-Albani)

Dalil lainnya adalah fatwa Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma. Dari Said bin Jubair – murid Ibnu ‘Abbas – bahwa gurunya pernah mengatakan,

إِذا مرض الرجل في رمضان، ثمّ مات ولم يصم؛ أطعم عنه ولم يكن عليه قضاء، وإن كان عليه نَذْر قضى عنه وليُّه

“Apabila ada orang sakit ketika ramadhan (kemudian dia tidak puasa), sampai dia mati, belum melunasi utang puasanya, maka dia membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin dan tidak perlu membayar qodho. Namun jika mayit memiliki utang puasa nadzar, maka walinya harus mengqodhonya.” (HR. Abu Daud 2401 dan di shohihkan Al-Albani).

Berdasarkan keterangan di atas, pendapat yang kuat untuk pelunasan utang puasa mayit dirinci menjadi dua:

➡️ PERTAMA, jika utang puasa mayit adalah utang puasa ramadhan maka cara pelunasannya dengan membayar fidyah dan tidak diqodho. Tentang tata cara membayar fidyah bisa dipelajari di: Membayar Fidyah dengan Uang

➡️ KEDUA, jika utang puasa mayit adalah puasa nadzar maka pelunasannya dengan diqodho puasa oleh keluarganya.

Allahu a’lam

Dijawab oleh,
Ustadz Ammi Nur Baits, حفظه الله تعالى

Ref: https://konsultasisyariah.com/19414-meninggal-dan-masih-punya-hutang-puasa.html

Dalil TEGAS Tentang Sampainya Pahala Sedekah Untuk Orangtua Yang Sudah Meninggal…

Dari ‘Aisyah rodhiallahu ‘anha, bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ، إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا»

Ibuku mati mendadak, sementara beliau belum berwasiat. Saya yakin, andaikan beliau sempat berbicara, beliau akan bersedekah. Apakah beliau akan mendapat aliran pahala, jika saya bersedekah atas nama beliau ? Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, Ya. Bersedekahlah atas nama ibumu.”

(HR. Al Bukhari 1388 dan Muslim 1004)

 

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiallahu ‘anhumaa, bahwa ibunya Sa’d bin Ubadah meninggal dunia, ketika Sa’d tidak ada di rumah. Sa’d berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ»

Wahai Rosulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia mendapat aliran pahala jika aku bersedekah harta atas nama beliau ?” Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”

(HR. Al Bukhari 2756)

Ref : https://konsultasisyariah.com/11272-menghadiahkan-pahala-sedekah-untuk-mayit.html

Bagaimana Menjawab Salam Di Sosial Media..?

PERTANYAAN:

“Assalamu’alaikum, Kita mendengar bahwa jawab salam hukumnya wajib, lalu apa hukum menjawab salam di sms? Dan bagaimana caranya ? Matur nuwun Pak Ustadz..”

Dari: Fulan

JAWABAN:

Wa ‘alaikumussalam

Pertanyaan semacam ini pernah disampaikan kepada Syaikh Abdurahman bin Nashir Al-Barrak. Jawaban yang beliau sampaikan,

الحمد لله؛ نعم يجب رد السلام مشافهة كان أو رسالة كلاما أو كتابة؛ لعموم الأدلة، كقوله تعالى: وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ، ولحديث البراء بن عازب رضي الله عنه قال: أمرنا النبي صلى الله عليه وسلم بسبع؛ وفيه: “ورد السلام”

“Alhamdulillah..,

Betul wajib menjawab salam, baik salam yang disampaikan secara lisan atau melalui surat (baca: sms), baik dijawab dengan ucapan atau melalui tulisan. Berdasarkan keumuman dalil, seperti firman Allah,

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An-Nisa: 86).

Juga berdasarkan hadis dari Al-Barrak bin Azib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk melakukan tujuh hal, diantaranya: “menjawab salam”

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/35181

Dari keterangan beliau, ada dua pelajaran yang bisa kita catat:

1. Salam di SMS atau email atau surat apapun dari orang lain, wajib kita jawab dengan jawaban minimal serupa

2. Cara menjawab salam di SMS atau email atau surat, tidak harus dalam bentuk tulisan. Artinya BOLEH MENJAWAB DENGAN LISAN. Semisal kita mendapat sms, ”Assalamu alaikum warahmatullah, apa kabar ?” Kita boleh balas smsnya dengan jawaban salam secara lisan, dengan mengucapkan wa alaikumus salam warahmatullah, kemudian kita tulis di sms, “Kabar baik.” Tanpa tulisan jawaban salam. Semacam ini dibolehkan dan telah menggugurkan kewajiban.

Dijawab oleh,
Ustadz Ammi Nur Baits, Lc, حفظه الله تعالى

Ref: https://konsultasisyariah.com/17253-cara-menjawab-salam-di-sms.html

Kumpulan Artikel – Tentang RIBA

Berikut ini adalah kumpulan artikel terkait masalah Riba yang pernah di posting di portal ini. Semoga bermanfaat.

  1. Seuntai Nasehat : RIBA !!!
  2. Paham Riba Tapi Kenapa Masih Kerja Di Bank..?
  3. Dana Riba… Mengapa Dikumpulkan dan Dimanfa’atkan..?
  4. Dapat Hadiah Dari Orang Yang Bisnisnya RIBA, Ditolak..?
  5. Kerja Di Tempat RIBA Tapi Kenapa Do’a Di Kabulkan..?!
  6. Bagi Yang Masih Menikmati Atau Berkecimpung Di Dunia RIBA
  7. Riba Fadhl… Meluruskan Pesan Berantai… (RALAT)
  8. Tentang Menerima Makanan Dari Orang Yang Bekerja Di Bisnis RIBA
  9. Lebih Besar Dari Riba
  10. Riba, Zinah, Penyebar Issue, Penceramah Yang Tidak Mengamalkan Ilmunya, dll… Diantara Penyebab Adzab Kubur #3
  11. Hasil Akhir Pemakan RIBA…
  12. Laknat Bagi Para Pendukung Riba
  13. Pekerjaan Haram Dan Tidak Mampu Beribadah Dengan Semestinya
  14. Transaksi Riba (Giro Diuangkan Dimuka)
  15. Penyaluran Harta Riba Untuk Cat Tembok Rumah
  16. Bolehkah Beribadah Di Masjid Yang Dibangun Dengan Uang Haram..?
  17. Membayar Hutang Ribawi Dengan Hutang Ribawi Juga
  18. Apakah Dana Pensiun PNS Riba..?
  19. Ikut Pergi Dengan Teman Yang Bekerja Di Bank Ribawi
  20. Terlilit Hutang Riba
  21. Membuat Aplikasi Yang Dipakai Bank Ribawi
  22. Bonus Dari Keuntungan Riba
  23. Bekerja Di Toko Yang Melakukan Transaksi Riba Dengan Bank
  24. ….

=======
penyaluran dana riba dan syubhat untuk beberapa kegiatan terkait kemaslahatan ummat seperti pembuatan fasilitas air bersih, jaringan pipa air bersih, wc umum, sumur, paving jalanan, dan sejenisnya.