Category Archives: Kitab KAIDAH DALAM PENGKAFIRAN

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Siapa Yang Berhak Untuk Memvonis Kafir Atau Tidaknya..?

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Contoh Dari Ulama Salaf Terdahulu Terkait Kehati-Hatian Dalam Mengkafirkan) bisa di baca di SINI

=======
.
? Siapa Yang Berhak Untuk Memvonis Kafir Atau Tidaknya ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan kitab At Takfiir wa Dhowabithhu.. kemudian Beliau membawakan pembahasan terakhir dari kitab ini yaitu..

⚉ SIAPA YANG BERHAK UNTUK MEMVONIS KAFIR ATAU TIDAKNYA ?

Kata Beliau, “Telah dijelaskan bahwa masalah kafir-mengkafirkan itu termasuk hukum-hukum syari’at.. dan biasanya ia bersifat tauqifiyah, harus menunggu dalil bukan sebatas akal semata. Bahkan ia adalah hak Allah dan Rosul-Nya. Maka tidak boleh menyatakan suatu perbuatan atau ucapan itu kufur sampai ada dalil yang menunjukannya..

Maka apabila telah kita ketahui ini, maka memvonis kafir itu hanya untuk para Ulama yang telah kokoh ke ilmuannya dan mempunyai kemampuan untuk beristinbat terhadap hukum syari’at..”

⚉ Imam Syafi’i rohimahullah mengatakan, “Tidak pernah Allah menjadikan kepada siapa pun setelah Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam untuk berfatwa atau berkata kecuali harus dengan keilmuan yang telah ada dalilnya dan ilmu itu harus berdasarkan kepada Al Kitab Wal Sunnah wal Ijma’ wal Atsar.. demikian pula Qiyas.. dan tidak mungkin bisa mengqiyaskan kecuali orang yang telah menguasai alat-alatnya..”

Berarti siapa yang harus melakukan itu, menurut Imam Syafi’i tadi ?
➡ Jawabnya: tentu PARA ULAMA..

Demikian pula para Ulama semua sepakat bahwa yang boleh berfatwa dalam masalah hukum-hukum syari’at hanyalah orang-orang yang telah kokoh keilmuan mereka, tidak boleh sembarangan orang, untuk mengkafirkan-kafirkan, apalagi masalah yang berat yang membutuhkan kepada kekuatan ilmu, kekuatan pemahaman terhadap dalil-dalil syari’at..

Maka dari itu Beliau (penulis kitab) mengatakan, “maka syarat-syarat tadi, itu harus terpenuhi dalam masalah-masalah pokok-pokok agama, seperti masalah kufur dan iman, memvonis orang fasik, memvonis ahli bid’ah, itu harus terpenuhi padanya syarat-syarat (yang sudah kita sebutkan).. dan ini juga dilihat dari beberapa sisi..

⚉ SISI PERTAMA

Orang yang membahas masalah-masalah kufur dan iman, dia harus membahas pokok keimanan, dimana apakah ada atau tidaknya. Sebagaimana orang yang membahas masalah-masalah halal dan haram, dia akan membahas tentang pokok-pokok keimanan dan bagian-bagiannya, dan mana yang sah, mana yang tidak. Ini tentu butuh kepada keilmuan.

⚉ SISI KE-2

Bahwa menghukumi orang kafir itu berkonsekuensi kepada hukum-hukum lain yang besar, seperti masalah murtadnya ia dari agama, demikian pula masalah di bunuh atau tidaknya, demikian pula masalah pernikahannya, sembelihannya, masalah warisan, mensholatkannya, mendo’akannya, dan yang lainnya.. tentu permasalahan yang berat, masalah-masalah yang tidak mudah, membutuhkan keilmuan yang kuat.

⚉ SISI ke-3

Masalah kafir-mengkafirkan ini menjadi masalah besar yang menimbulkan problematika terhadap manusia, bahkan kebenaran dalam masalah ini juga tersembunyi pada sebagian Ulama.

➡ Oleh karena itulah kewajiban seorang muslim, seorang penuntut ilmu untuk berhati-hati.

Para Ulama memberikan kaidah:
“Salah dalam memaafkan lebih baik daripada salah dalam memberikan sanksi..”

Kalau kita belum berani mengkafirkan kemudian ternyata salah, kita dimaafkan, in-syaa Allah.. dan karena kehati-hatian tentunya.

Tapi kalau kita mengkafirkan kemudian salah, maka ucapan kafir itu akan kembali kepada kita. Sebagaimana Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Siapa mengatakan kepada saudaranya kafir, maka akan kembali kepada salah satunya.. Kalau yang di tuduh kafir memang benar, masuk. Tapi kalau tidak benar akan kembali kepada yang mengucapkannya..” kata Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam

➡ Maka hendaklah kita berhati-hati, Ahlussunnah bukanlah orang yang bermudah-mudahan di dalam masalah kafir-mengkafirkan.

Ini adalah merupakan pembahasan terakhir dari buku ‎At Takfiir wa Dhowabithhu dan ini kita telah selesai dari pembahasan buku.

alhamdulillahirobbil ‘aalamiin.. ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Contoh Dari Ulama Salaf Terdahulu Terkait Kehati-Hatian Dalam Mengkafirkan

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Syarat Mengkafirkan Individu dan Penghalang-Penghalangnya – Syarat Ke 4) bisa di baca di SINI

=======
.
? Contoh Dari Ulama Salaf Terdahulu Terkait Kehati-Hatian Mengkafirkan ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan kitab At Takfiir wa Dhowabithhu.. kemudian Beliau masuk ke pembahasan yang ke 3..

⚉ CONTOH-CONTOG DARI ULAMA SALAF TERDAHULU DALAM MASALAH KEHATI-HATIAN MENGKAFIRKAN

⚉ CONTOH 1
Yaitu sikap Imam Ahmad bin Hambal rohimahullah terhadap para Khalifah yang meyakini keyakinan jahmiyah, yaitu AlQur’an makhluk.. Itu Khalifah Ma’mun, Khalifah Mu’tasim dan Khalifah Alwasiq.. Bahkan Imam Ahmad disiksa selama 2 tahun hanya untuk mengatakan AlQur’an makhluk.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Bersama dengan ini para Ulatul ‘umur (para Khalifah) yang berpendapat dengan pendapat jahmiyah bahwa AlQur’an makhluk, bahwa Allah tidak terlihat di akhirat, dan keyakinan-keyakinan lain yang menyesatkan dan kufur bahkan mereka menyuruh manusia kepadanya, dan menyiksa mereka jika tidak mau berpendapat dengannya, bahkan mengkafirkan orang-orang yang tidak mau berkeyakinan dengannya, bahkan apabila ada tawanan mereka lepaskan kalau mau meyakini dengan keyakinan jahmiyah, bahwa AlQur’an itu makhluk..

Bahkan mereka tidak mau memberikan rezeki dari baitul maal kepada orang yang tidak mau berkeyakinan seperti itu.. namun Imam Ahmad tetap mendo’akan supaya Allah merahmati mereka dan memohonkan ampun untuk mereka karena Imam Ahmad memandang bahwa mereka bukan orang-orang yang mendustakan Rosul, tidak pula mengingkari ajaran Rosulullah..

Tapi mereka terkena syubhat dan mereka salah dalam memahami dalil.. disini Imam Ahmad masih tetap mendo’akan mereka..

[Dalam Majmu Fatawa jilid 23/ hal 348-349]

Lihatlah padahal Imam Ahmad mengatakan siapa yang mengatakan AlQur’an mahluk maka dia kafir, tapi ternyata Imam Ahmad tidak mengkafirkan Khalifah Ma’mun, tidak pula Mu’tasim, tidak pula Alwasiq yang menyeru manusia supaya punya keyakinan seperti itu.

⚉ CONTOH 2
Demikian pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah, dimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tidak mudah mengkafirkan orang-orang yang jatuh kepada ucapan atau perbuatan yang kufur. Beliau berkata di dalam Majmu Fatawaa’ di jilid 3/ hal 229 :

‎هذا مع أني دائمًا ومن جالسني يعلم ذلك مني ، أني من أعظم النا س نهيًا عن أن ينسب معين إلى تكفير وتفسيق ومعصية ، إلا إذا علم أنه قد قامت عليه الحجة الر سالية ، التي من خالفها كان كافرًا تارة ، وفا سقًا أنه قد قامت عليه الحجة الر سا لية ، التي من خالفها كان كافرًا تارة ، وفاسقًا أخرى ، و عا صيًا أخرى وإني أقرر أن اللَّه قد غفر لهذه الأ مت خطأها ، وذلك يعم الخطأ في المسائل الخبرية القولية ، والمسا ئل العملية

“Dan orang yang duduk di mejelisku, pasti tahu bahwa Aku ini orang yang paling melarang untuk menisbatkan seorang individu kepada kekafiran atau kefasikan atau maksiat kecuali ia sudah tegas atau jelas sudah tegak padanya hujjah risalah.. apabila orang menyelisihinya tentu dengan hujjah itu akhirnya ia menjadi kafir atau fasik atau pelaku maksiat.. maka Aku menetapkan bahwa Allah mengampuni dosa ummat ini.. dan ini mencakup dosa atau kesalahan yang berhubungan dengan masalah-masalah aqidah, ucapan, maupun juga amalan..”

Demikian pula ucapan-ucapan Beliau ditempat-tempat yang lain yang menunjukkan Beliau sangat berhati-hati di dalam masalah kafir-mengkafirkan.

⚉ CONTOH 3
Demikian pula Syaikh Muhammmad bin Abdul Wahab rohimahullah, dimana Beliau berkata didalam Kitab Fatawa wa Masaail Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab hal 11, Syaikh Muhammmad bin Abdul Wahab berkata:

‎وإذا كنا لا نكفر من عَبَدَ الصنم الذي على قبة عبد القادر ، والصنم الذي على قبر أحمد البدوي ، وأمثالهما ، لأ جل جهلهم وعدم من ينبههم ، فكيف نكفر من لم يشرك باللَّه إذا لم يها جر إلينا ولم يكفر ، ويقاتل ؛ سبحا نك هذا بهتان عظيم

“Kalau kami belum berani mengkafirkan orang yang menyembah patung yang berada di atas kubahnya kuburan Abdul Qodir Jaelani, demikian pula yang menyembah patung yang ada di kuburan Ahmad Al Badawy dan yang sejenisnya karena kebodohan mereka dan tidak ada yang mengingatkan mereka, bagaimana kami berani mengkafirkan orang yang tidak mempersekutukan Allah hanya karena tidak mau hijrah kepada kami.. Maha suci Allah, ini tuduhan yang besar..” (kata Beliau)

Disini Beliau di dalam rangka membantah tuduhan bahwa Beliau mudah mengkafirkan, maka orang yang menisbatkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab tetapi ternyata mudah mengkafir-kafirkan orang, seperti yang kita lihat di zaman sekarang, para penuntut-penuntut ilmu yang belum kokoh keilmuannya, ini jelas kedustaan atas nama Beliau.

Ahlussunnah wal Jama’ah bukanlah orang yang mudah untuk mengkafirkan..
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Syarat Mengkafirkan Individu dan Penghalang-Penghalangnya – Syarat Ke 4

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Syarat Mengkafirkan Individu dan Penghalang-Penghalangnya – Syarat ke 3) bisa di baca di SINI

=======
.
? Syarat Mengkafirkan Individu dan Penghalang-Penghalangnya – Syarat Ke 4 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan Dhowabit nya.. sekarang kita masuk syarat yang ke..

4️⃣ Yaitu seseorang yang melakukan kekafiran itu dia melakukannya karena muta’awil (artinya terkena syubhat). Dia melihat ada suatu alasan yang menurut dia kuat. Namun ternyata ia salah.

Dimana ta’wil atau ketika seseorang melakukan kekafiran karena ta’wilnya itu termasuk kesalahan yang tidak disengaja. Allah berfirman: [Qs Al-Baqoroh :286]

‎رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

“Wahai Robb kami, janganlah Engkau siksa kami jika kami lupa atau kami salah”

Dan tentunya ketika seseorang tujuannya mencari kebenaran bukan karena mengikuti hawa nafsu, dan dalil yang di pakainya juga memang (bisa dikatakan) mempunyai sisi-sisi yang bisa diterima.. maka pada waktu itu dimaafkan.

Diantara dalilnya juga yaitu, ketika Kholid bin Al Walid rodhiyallahu ‘anhu membunuh orang yang mengatakan “soba’na”, tujuannya sebetulnya dia masuk Islam. Dalam kisah fathu makkah, ketika Kholid bin Al Walid rodhiyallahu ‘anhu masuk dari arah lain dari kota Mekkah, lalu ada orang-orang yang berkata “soba’na”, maksudnya mereka adalah masuk Islam, maka Kholid langsung membunuhnya karena Kholid mengira dia itu mengucapkan kata “soba’na”, artinya bahwa mereka diatas agama jahiliyahnya, sehingga Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam pun berlepas diri dari perbuatan Kholid.

Maka Ibnul Qoyyim rohimahullah mengatakan, sebagaimana Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam memberikan ganti kepada Banun Djuzaimah terhadap jiwa yang telah di bunuh oleh Kholid dan Rosulullah pun berlepas diri dari perbuatan Kholid, gara-gara mereka mengucapkan “soba’na”, padahal tujuan mereka ingin masuk Islam. Tapi Kholid salah faham.. dikiranya kata-kata “soba’na” itu artinya mereka tetap tidak masuk Islam.

Ini menunjulkan Kholid melakukan perbuatan itu dalam keadaan muta’awil dengan ta’wil, sehingga dimaafkan oleh Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam.

Demikian pula ketika Mu’adz bin Jabal rodhiyallahu ‘anhu pulang dari Syam dan kemudian sesampainya di kota Madinah, Mu’adz sujud kepada Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam.. adalah sujud dalam Islam kepada selain Allah itu termasuk syirik besar. Tapi kemudian Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam bertanya dulu, “Kenapa kamu lakukan itu, wahai Mu’adz..?”

Kata Mu’adz (nah ini dia Beliau muta’awil), “Aku melihat di Syam, orang-orang sujud kepada pendeta-pendeta mereka, Aku berfikir bahwa kita kaum muslimin lebih berhak sujud kepada Rosulullah..”

Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam kemudian mengatakan, “Wahai Mu’adz kalau aku perintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, aku akan perintahkan seorang istri sujud kepada suaminya..”

➡ Kemudian kata Beliau (Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili hafizhohullah – penulis kitab) dari ucapan perkataan para Ulama bisa kita ambil beberapa kaidah umum yang berhubungan dengan muta’awil ini.

⚉ KAIDAH PERTAMA : Yaitu yang berhubungan dengan orang yang melakukannya, yaitu dia seorang muslim dan mukmin dimana ia jatuh kepada ta’wil yang salah.

⚉ KAIDAH KE-2 : Yaitu berhubungan dengan tujuan daripada dia menta’wil. Kalau tujuannya itu untuk mencari kebenaran bukan untuk sengaja mencari-cari pembenaran, maka diterima.. adapun kalau dia mencari-cari pembenaran saja itu tandanya dia mengikuti hawa nafsu.. maka seperti ini tidak diterima.

⚉ KAIDAH KE-3 : Yaitu berhubungan dengan jenis dari ta’wilnya, dimana ta’wil itu bisa diterima dalam bahasa arab, dan mempunyai sisi yang bisa diterima oleh para Ulama dan secara kaidah syari’at juga.. maka kalau keadaannya seperti ini diterima.. artinya dimaafkan orangnya.

Tapi kalau ternyata secara bahasa arab pun tidak mendukung secara kaidah pun tidak mendukung, itu menunjukkan kalau dia itu sebetulnya mencari-cari pembenaran saja..
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Syarat Mengkafirkan Individu dan Penghalang-Penghalangnya – Syarat Ke 3

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Syarat Mengkafirkan Individu dan Penghalang-Penghalangnya – Syarat Ke 1 dan 2) bisa di baca di SINI

=======
.
? Syarat Mengkafirkan Individu dan Penghalang-Penghalangnya – Syarat Ke 3 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan Dhowabith At Takfiir… kemaren kita sudah menyebutkan 2 syarat dari 4 syarat mengkafirkan muayyan.. (baca DISINI terkait ‘Muayyan’).. sekarang kita masuk syarat yang ke..

3️⃣ Tegaknya hujjah kepada orang yang melakukan kekafiran tersebut. Maksudnya sudah dijelaskan kepadanya hujjah.

⚉ Ibnu Hazm rohimahullah berkata, “Tidak ada perselisihan para Ulama jika ada orang yang masuk Islam dan dia tidak mengetahui syariat-syariat Islam, lalu ia meyakini bahwa arak itu halal, dan bahwasanya sholat tidak disyariatkan, dan belum sampai kepadanya hukum Allah kepadanya, maka dia belum disebut kafir dengan tanpa ada perselisihan para Ulama. Sampai ia tegak dulu hujjah kemudian dia “ngeyel”, maka pada waktu itu dengan ijma’ para Ulama, dia kafir..” [Kitab Almuhala jilid 12/ hal 135]

Apa yang dimaksud dengan sudah tegak hujjah..?
Ada 2 pendapat (Kata Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili hafizhohullah – penulis kitab)..

⚉ Pendapat yang PERTAMA
Yaitu sudah tegak hujjah dalam artian, dia memahami hujjah yang di sampaikan kepadanya, dan ini pendapat banyak Ulama, seperti Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnu ‘Arabi, Ibnu Qudamah, Ibnul Qoyyim dan yang lainnya.

⚉ Pendapat yang KEDUA
Tegak hujjah artinya sampai kepadanya hujjah walupun dia tidak memahaminya, yang penting sudah sampai. Alasannya bahwa orang-orang musyrikin sudah mendengarkan AlQur’an, padahal Allah menyifati orang musyrikin itu tidak berakal (kata mereka) dan ini pendapat sebagian cucu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab.. walaupun pendapat tersebut perlu di kaji ulang.

➡ Yang shohih yang rojih kata Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili hafizhohullah, “bahwa yang pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama..” Bahwa tegak hujjah itu artinya orang yang ditegakkan padanya hujjah, memahami hujjah yang disampaikan kepadanya. Dalilnya diantaranya firman Allah [QS Al-Baqarah : 286]

‎لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani kecuali sesuai dengan kemampuannya”

Maka dari itu orang yang tidak paham berarti dia belum mampu. Demikian pula orang yang tidak paham bagaimana tegaknya hujjah, sama dengan orang yang tidak berakal.

Seperti Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Diangkat pena dari 3 orang, dari orang yang tidur sampai bangun, dari anak kecil sampai dewasa , dan dari orang gila sampai berakal..”

Kalau misalnya kita menyampaikan hujjah dengan bahasa Jawa kepada orang Sunda yang tidak paham bahasa Jawa kemudian dia berkata, “Saya sudah menegakkan hujjah..” Tentu orang tertawa.

Kalau ada orang yang menegakkan hujjah dengan bahasa Indonesia kepada orang Cina yang tidak paham bahasa Indonesia, lalu dia berkata, “Sudah tegak hujjah..” Tentu ini menjadi lelucon dan sangat aneh pendapat seperti itu tersebut.. selain bertabrakan dengan hadits dan ayat. Diantaranya hadits bahwa Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam mengabarkan ada 4 orang yang akan mengemukakan alasannya pada hari kiamat, diantaranya orang tua renta, kemudian dia akan berkata, “Ya Robb Islam datang, tapi aku tidak paham sama sekali..”

Adapun alasan mereka yang mengatakan bahwa Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam mengabarkan menegakkan hujjah kepada mereka sementara orang musyrikin tidak punya akal, maksudnya “akal” disini artinya mereka tidak mau mendengar untuk berusaha dengan memahaminya.

Makanya kata Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili hafizhohullah, “bedakan antara orang yang tidak mau memahami karena akibat berpaling, dengan orang yang tidak paham karena memang bahasanya dia tidak paham..”

Tentu dua ini perkara yang berbeda..

Kalau ada orang yang tidak mau paham karena memang dia berpaling, padahal kalau dia berusaha untuk memahami dia paham. Tentu seperti ini tidak diberikan udzur, kata Beliau.

Adapun orang yang tidak paham karena memang tidak paham bahasanya, apa maksudnya..? atau karena ada syubhat di pikirannya yang dia menganggap koq ada dalil lain atau hujjah lain yang seakan-akan bertabrakan tentu seperti ini diberikan udzur..
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Syarat Mengkafirkan Individu dan Penghalang-Penghalangnya – Syarat Ke 1 dan 2

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Mengkafirkan Secara Individu #2) bisa di baca di SINI

=======
.
? Syarat Mengkafirkan Individu dan Penghalang-Penghalangnya – Syarat Ke 1 dan 2 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan Kitab At Takfiir wa Dhowabithhu.. kemudian kita bahas selanjutnya, yaitu tentang..

⚉ PENJELASAN SYARAT-SYARAT MENGKAFIRKAN INDIVIDU DAN PENGHALANG-PENGHALANGNYA

Beliau berkata bahwa syaratnya ada 4 :

1️⃣ ‎Ia baligh dan berakal (orang yang di kafirkan tersebut)
2️⃣ ‎Dia melakukan kekafiran itu bukan karena paksaan
3️⃣ Yaitu sudah sampai/sudah tegak padanya hujjah
‎4️⃣ Dia tidak terkena syubhat atau disebut muta’awwil

Kita bahas syarat..

1️⃣ Baligh dan berakal

⚉ Berdasarkan hadits ‘Aisyah, bahwa Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Diangkat pena dari 3 orang, dari orang yang tidur sampai bangun, dari anak kecil sampai ia dewasa, dan dari orang gila sampai dia sembuh..” [HR. Imam Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim dan yang lainnya]

⚉ Ibnu Mundzir rohimahullah berkata, “Para Ulama semua bersepakat bahwa orang gila, apabila ia murtad di saat gilanya, maka dia tetap muslim, dan bahwa perbuatannya itu tidak dianggap..” [Kitab Al Ijma’ hal 122]

⚉ Ibnu Qudamah rohimahullah juga mengatakan, “Sesungguhnya murtad itu tidak sah kecuali dari orang yang berakal, adapun orang yang tidak punya akal seperti anak kecil, demikian orang gila atau yang hilang akalnya karena pingsan atau tidur atau sakit atau meminum obat misalnya, maka tidak sah murtadnya..” [Kitab Al Mughniy jilid 12/ hal 266]

⚉ Imam Nawawi rohimahullah mengatakan, “Anak kecil tidak sah murtadnya demikian pula orang gila..”

2️⃣ ‎Dia melakukan perbuatan yang mengkafirkan tersebut dalam keadaan tidak terpaksa, artinya dengan sukarela.

Ini berdasarkan firman Allah [QS An-Nahl : 106] (yang artinya)
“Siapa yang kafir kepada Allah setelah keimanannya, kecuali orang yang dipaksa sementara hatinya tenang dengan keimanan, akan tetapi orang yang melakukan kekafiran dengan sukarela maka atas merekalah kemurkaan Allah, bagi mereka adzab yang pedih..”

⚉ Ibnu Katsir rohimahullah berkata, “Para Ulama bersepakat bahwasanya kita tetap memberikan loyalitas kepada orang yang di paksa untuk kafir karena perbuatan tersebut termasuk udzur yang syar’i.”

⚉ AlQodhiy ‘Iyadh rohimahullah mengatakan, ketika membawakan hadits tentang orang yang salah ucapan sangking gembiranya, “Ya Allah Engkau hambaku, aku Tuhan-Mu”, sangking gembiranya dia salah, Kata AlQodhiy ‘Iyadh, “ini menunjukkan bahwa apa yang di ucapkan oleh seseorang dalam keadaan akalnya tertutup, itu tidak diberikan sanksi karenanya..” [Kitab Ikmaalmu’lim jilid 8/ hal 345]

Maka dari itu orang yang melakukan kekafiran karena dipaksa dimana dia tidak ada pilihan kalau dia melakukan, maka dia akan dibunuh.. maka yang seperti ini dimaafkan seperti halnya yg dilakukan oleh ‘Ammar bin Ya’sir.
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Mengkafirkan Secara Individu #2

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Mengkafirkan Secara Individu #1) bisa di baca di SINI

=======
.
? Mengkafirkan Secara Individu #2 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. masih pembahasan tentang masalah..

⚉ TAKFIR MUAYYAN – MENGKAFIRKAN SECARA INDIVIDU

➡️ Dan sudah kita sebutkan, berkata Imam Asy-Syafi’i rohimahullah, “bahwa tidak boleh mengkafirkan individu sampai tegak padanya hujjah dan di hilangkan darinya syubhat..”

➡️ Disini Beliau membawakan beberapa perkataan Ulama yang lainnya, yaitu pertama Ibnu Hazm rohimahullah, beliau berkata, “bahwasanya tidak boleh seorangpun di kafirkan hingga sampai kepadanya perintah Nabi ‎‎shollallahu ‘alayhi wa sallam.. siapa yang sampai kepadanya risalah Rosulullah tapi tidak beriman kepadanya, maka dia kafir..

kalau ternyata ia ber-iman kepada Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam, kemudian ia meyakini apa yang Allah kehendaki untuk ia meyakininya, baik dalam suatu permasalahan amaliyah atau ilmiyah dan ia pun mengamalkannya dan belum sampai kepadanya dari Nabi ‎‎shollallahu ‘alayhi wa sallam hukum yang bertentangan dengannya, maka dia tidak berdosa sampai bila tegak kepadanya hujjah..” [Ini disebutkan dalam Kitab Al Fashl jilid 3/hal 302]

➡️ Berkata Ibnu Al ‘Arabiy rohimahullah, “orang yang bodoh dan orang yang jatuh kepada kesalahan tapi tidak di sengaja dari ummat Islam, kalaulah ia mengamalkan kekufuran atau kesyirikan yang seharusnya ia menjadi musyrik atau kafir, tapi karena dia bodoh dan tidak tahu, maka ia diberikan uzur karena kebodohannya tersebut sehingga jelas kepadanya hujjah..” [Ini disebutkan dalam Kitab yang ditulis oleh Al Qosimiy dalam tafsirnya jilid 5/hal 1307]

➡️ Berkata Syaikhul Islam rohimahullah, “maka mengkafirkan individu dari orang-orang yang bodoh dan yang sama dengan mereka, tidak boleh kita berani (nekat) untuk mengkafirkan mereka, sampai tegak dulu kepada mereka hujjah. Yang menjadi jelas buat mereka bahwasanya mereka telah menyelisihi para Rosul..” [Ini disebutkan dalam Kitab Majmu Fatawaa jilid 12/ hal 500]

Demikian pula, Syaikhul Islam dalam Majmu Fatawaa jilid 10/hal 372, berkata, “bahwasanya orang-orang yang selalu duduk di majelisku tahu, bahwa aku ini orang yang paling (besar) sangat melarang untuk mengkafirkan seseorang atau menganggapnya fasik kecuali apabila telah tegak padanya risalah..”

➡️ Demikan pula berkata Ibnu Abdul Aziz Alhanafi rohimahullah dalam kitab beliau Syaruh Aqiidah Althohaawiiyah, “bahwa ucapan-ucapan yang bathil, yang bid’ah, yang harom, yang mengandung peniadaan apa yang di tetapkan oleh Rosul atau menetapkan apa yang tidak diadakan oleh Rosul, maka harus di jelaskan kepada dia terlebih dahulu.. dan dijelaskan kepada dia bahwa itu adalah perkara yang kufur. Adapun orang-orang yang sifatnya individu, maka kita tidak boleh menyatakan bahwa seseorang itu kafir atau kekal di neraka, kecuali setelah tegak padanya hujjah..”

Demikian pula para Ulama yang lainnya. Seperti Syaikh Muhammmad bin Abdul Wahab, demikian pula para Ulama-Ulama dakwah seperti Syaikh Utsaimin, Syaikh Abdurrahman Assa’dy, dan yang lainnya, bahkan ini pendapat jumhur Salaful Ummah.

Adapun yang diklaim oleh sebagian orang bahwa tidak ada udzur dalam kejahilan dalam masalah aqidah, ini adalah pendapat yang Syad, yang aneh, yang ganjil, yang tidak ada pendahulunya sama sekali dari Salafusholih..
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Mengkafirkan Secara Individu #1

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Melakukan Perbuatan Yang Terlarang) bisa di baca di SINI

=======
.
? Mengkafirkan Secara Individu #1?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. At Takfiir wa Dhowabithhu.. sekarang kita masuk kepada pembahasan kaidah-kaidah dalam masalah..

⚉ TAKFIR MUAYYAN – MENGKAFIRKAN SECARA INDIVIDU

Perlu kita ketahui bahwa takfir (mengkafirkan) itu ada 2 macam:
1️⃣ Takfir mengkafirkan perbuatan yang disebut dengan istilah TAKFIR MUTLAK.
2️⃣ Takfir individu yang melakukan perbuatan tersebut, yang disebut dengan TAKFIR MUAYYAN.

Orang yang jatuh kepada perbuatan kekufuran maka tidak mengharuskan orangnya langsung dikafirkan.. maka dari itu kita wajib memahami kaidah ini, itu dibedakan dengan takfir mutlak dan takfir muayyan

⚉ Contoh takfir mutlak, Allah berfirman: [QS Al-Maidah: 44]

‎وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia kafir”

Ini namanya takfir mutlak (mengkafirkan perbuatan).

Apakah individu pemimpin yang tidak berhukum dengan hukum Allah kita kafirkan berdasarkan ayat ini ? Tidak ! Belum tentu. Sampai tegak padanya hujjah dan hilang darinya syubhat.

Makanya Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam tidak mengkafirkan Najasi, padahal Najasi masuk Islam dan selama ia masuk Islam ia tidak berhukum dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala karena ada penghalang yang untuk dikafirkan, dan dalil tentang masalah ini banyak, diantaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: [QS Al-Isra’ :15]

‎كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا

“Dan kami tidaklah akan mengadzab suatu kaum sampai kami utus kepada mereka Rosul terlebih dahulu”

Al Qurtubi rohimahullah berkata, “dalam ayat itu terdapat dalil bahwasanya orang yang belum sampai kepadanya dakwah Rosulullah, belum sampai kepadanya perintahnya, maka pada waktu itu ia tidak diberikan sanksi”

Demikian pula hadits, bahwa Mu’adz bin Jabbal rodhiyallahu ‘anhu ketika pulang dari Syam, ketika sampai di hadapan Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam maka ia sujud kepada Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam. Maka Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam bertanya, “Apa ini, hai Mu’adz ?”
Mu’adz berkata: “Aku melihat di Syam, orang-orang sujud kepada pendeta-pendera mereka, maka aku ingin melakukan ini kepada Engkau wahai Rosulullah”
Maka Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “jangan kamu lakukan itu, karena kalau Aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada selain Allah, Aku akan perintahkan seorang istri sujud kepada suaminya”

Maksudnya bahwa sujud itu hanya kepada Allah saja. Dalam syari’at Islam, sujud kepada Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam, sujud kepada manusia termasuk syirik besar.

Namun Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam tidak langsung mengkafirkan Mu’adz.. Kenapa ? Karena ada syubhat, ada ta’wil
Demikian pula Hadits yang dikeluarkan Imam Bukhori, “bahwa Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam datang ketika
Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam masuklah kepadaku, kata Rubayi’ binti Mu’awidz. Lalu ada dua hamba sahaya wanita yang bernyanyi dengan sya’ir dengan memakai rebana. Salah satunya berkata, “dan pada kami ada Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi pada yang akan datang”

Ucapan ini, ucapan yang kufur, kenapa ? Karena mengatakan Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam tahu yang ghoib, padahal yang mengetahui yang ghoib hanyalah Allah, ini termasuk syirik Rubuubiyah. Maka Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “tinggalkan ucapan tersebut, ucapkan dengan ucapan sebelum ini” artinya yang wajar..

Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam di sini tidak langsung mengkafirkan hamba sahaya wanita tersebut, padahal ucapannya mengandung syirik besar yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.

➡️ Imam Syaafi’i rohimahullah mengatakan, “Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama dan sifat yang di kabarkan oleh AlQur’an, demikian pula oleh Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam kepada ummatnya, maka tidak boleh seorangpun yang sudah tegak padanya hujjah untuk menolak nama dan sifatnya..”

“Adapun sebelum tegaknya hujjah maka ia diberikan udzur dengan kebodohan,” kata Imam Syaafi’i rohimahullah, “dan kami tidak mengkafirkan seorangpun karena kebodohan, kecuali telah sampai kepadanya keterangan” (Disebutkan oleh Ibnul Qoyyim dalam Kitab Ijtimaa’ al-Juyuush al-Islaamiiyah hal 165)
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Melakukan Perbuatan Yang Terlarang

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Meninggalkan Perkara Yang Disyari’atkan) bisa di baca di SINI

=======
.
? Melakukan Perbuatan Yang Terlarang ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. kajian At Takfiir wa Dhowabithhu..

Kemaren kita sudah masuk pada pembahasan batasan-batasan perkara yang membuat pelakunya kafir.
Mereka menyebutkan, bahwa ada perkara yang merupakan mengkafirkan, yaitu..

⚉ MENINGGALKAN SESUATU : dan meninggalkan sesuatu itu terkadang dengan ucapan dan meninggalkan ucapan ada yang jelas kufur dan pelakunya kafir, seperti orang yang tidak mau mengucapkan dua kalimat syahadat, maka dia KAFIR DENGAN IJMA’ PARA ULAMA.

Ada juga yang tidak sampai kepada kafir, seperti orang yang tidak mau mengucapkan hal-hal yang diwajibkan di dalam Islam, seperti misalnya menjawab salam, tidak mau mengingkari kemungkaran dengan lisannya, maka PELAKUNYA FASIQ, TIDAK KAFIR._

3️⃣ MENINGGALKAN SUATU AMAL (no 1 dan 2 klk DISINI) : 
Meninggalkan suatu amal atau perbuatan juga ada 2 macam :

1️⃣ Yang diperselisihkan oleh para Ulama apakah pelakunya kafir atau tidak, yaitu orang yang meninggalkan Rukun Islam selain dua kalimat syahadat. Yaitu sholat, zakat , puasa dan haji.
Para Ulama berbeda pendapat apakah pelakunya kafir atau tidak.

2️⃣ Yang disepakati oleh Ahlussunnah wal Jama’ah, bahwa pelakunya tidak kafir karena meninggalkan perbuatan tersebut, yaitu meninggalkan kewajiban-kewajiban selain rukun yang 4 tadi.
Seperti misalnya dia tidak bebakti kepada orang tua, maka dia pelakunya fasiq kecuali kalau dia meyakini bahwa itu halal dan bahwasanya berbakti kepada orang tua itu tidak wajib,
maka yang seperti ini bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.

Kemudian adapun yang ke 2 daripada.. perkara-perkara yang menyimpang..

KEDUA : MELAKUKAN PERBUATAN YANG TERLARANG, dan melakukan perbuatan yang terlarang itu ada 2 macam:

1️⃣ Yaitu yang di sepakati oleh para Ulama bahwa pelakunya kafir, murtad dari agama Islam, yaitu melakukan perbuatan-perbuatan yang bertabrakan dengan ke-imanan kepada Allah dan Rosul-Nya.

⚉ Contoh: perbuatan yang sifatnya ucapan, contoh kalau seseorang mengucapkan kata-kata mengingkari Rububiyahnya Allah, mengingkari Uluhiyahnya Allah, mengatakan bahwa malaikat tidak ada, atau mencaci maki Allah dan Rosul-Nya, mencaci agama Islam, maka ini adalah merupakan pelakunya murtad dari agama Islam.

⚉ Contoh perbuatan misalnya sujud kepada patung atau sujud kepada matahari dan bulan, atau menghinakan Al-Qur’an dengan dilemparkan oleh dia ke tempat sampah misalnya, maka semua ini membatalkan ke imanan dan ke islaman.

2️⃣ Yaitu yang disepakati Ahlussunnah wal Jama’ah, tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam.

⚉ Contoh: melakukan perbuatan dosa, seperti mencuri, berzina dan yang lainnya, maka semua ini Ahlussunnah wal Jama’ah sepakat bahwa pelakunya tidak keluar Islam.
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Meninggalkan Perkara Yang Disyari’atkan

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Keyakinan Mu’tazilah, Murji’ah Dan Ahlussunnah Wal Jama’ahTerhadap Pelaku Dosa Besar) bisa di baca di SINI

=======
.
? Meninggalkan Perkara Yang Disyari’atkan ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. pembahasan kitab At Takfiir wa Dhowabithhu.. sekarang kita membahas pembahasan fasal yang ke 2..

⚉ KAIDAH-KAIDAH TAKFIR/MENGKAFIRKAN SECARA MUTLAK

Ada 2 pembahasan

⚉ PEMBAHASAN 1
Kaidah yang benar untuk menyebut sesuatu itu mengkafirkan atau tidak dari perbuatan

⚉ PEMBAHASAN 2
Pembahasan tentang hukum meninggalkan rukun-rukun Islam setelah dua kalimat syahadat.

PEMBAHASAN 1 : Kaidah yang benar sesuatu itu dikatakan mengkafirkan atau tidak.

Kata Beliau, “menghukumi suatu amal, baik itu berhubungan dengan aqidah atau ucapan atau perbuatan, bahwa itu mengkafirkan atau tidak, itu tauqifi, harus berasal dari Allah dan Rosul-Nya. Itu bukan tempat untuk berijtihad, karena ia adalah hak Allah dan Rasul-Nya saja. Tidak boleh seseorang mengatakan sesuatu itu mengkafirkan kecuali dengan dalil..”

Kata Al Qodhi bin ‘Iyadh rohimahullah, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Asyifaa jilid 2/ hal 1060, “ketahuilah bahwa dalam masalah ini yang benar, wajib di kembalikan kepada syari’at dan itu bukan tempat akal untuk berbicara..”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulah berkata, “sesungguhnya menghukumi sesuatu itu kafir atau fasik adalah hukum syari’at murni, akal tidak bisa berdiri sendiri.  Maka orang kafir itu adalah yang di hukumi oleh Allah dan Rosul-Nya sebagai kafir.. demikian pula orang fasik itu yang Allah hukumi dan Rosul-Nya sebagai fasik, sebagaimana mukmin dan muslimpun juga itu adalah hukum yang bersendirian padanya Allah Subhanahu wa Ta’ala..”

Jadi ini harus diingat, bahwa tidak boleh mengkafirkan sesuatu kecuali telah jelas-jelas dalilnya ada dari Allah dan Rosul-Nya.

Kemudian kata Beliau, “bila kita melihat nash-nash syari’at dan kaidah-kaidah yang diperhatikan oleh para Ulama dalam bab ini, dan juga memperhatikan pokok-pokok Ahlusunnah dalam masalah aqidah, bisa kita saring atau kita ringkas tentang kaidah-kaidah umum dalam masalah sesuatu itu mengkafirkan atau tidak yaitu bahwasanya penyimpangan terhadap agama, dari amalan-amalan atau dari perbuatan-perbuatan itu tidak lepas dari dua..
1. Meninggalkan perkara yang disyari’atkan
2. Melakukan perbuatan yang dilarang.

PERTAMA: MENINGGALKAN PERBUATAN YANG DISYARI’ATKAN, itu tidak lepas dari 3 macam.. meninggalkan aqidah atau meninggalkan ucapan atau meninggalkan amal perbuatan (tidak lepas dari 3 ini).

⚉ MENINGGALKAN AQIDAH : seperti tidak mau meyakini, tidak mau beriman kepada Allah, tidak meyakini adanya malaikat, kitab-kitab, Rosul, hari akhirat, maka seluruh Ulama sepakat bahwa orang seperti ini kafir. Allah berfirman [QS An-Nisa: 136]

‎وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Siapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhirat maka sungguh ia telah sesat, sesesat-sesatnya..”

⚉ MENINGGALKAN UCAPAN : maka ada 2 macam..
1️⃣ Meninggalkan sesuatu yang membuat pelakunya kafir, yaitu tidak mau mengucapkan 2 kalimat syahadat, walaupun dia meyakini kebenaran Islam.

2️⃣ Yaitu tidak mau mengucapkan sesuatu yang diperintahkan yang sifatnya maksiat, maka para Ulama mengatakan ini tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, seperti tidak mau menjawab salam dan yang lainnya.

Nanti kita lanjutkan.. in-syaa Allah.. ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Keyakinan Mu’tazilah, Murji’ah Dan Ahlussunnah Wal Jama’ahTerhadap Pelaku Dosa Besar

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Keyakinan Khowarij Terhadap Pelaku Dosa Besar) bisa di baca di SINI

=======
.
? Keyakinan Mu’tazilah, Murji’ah Dan Ahlussunnah Wal Jama’ahTerhadap Pelaku Dosa Besar ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. fawaid dari kitab At Takfiir wa Dhowabithhu.. pembahasan selanjutnya yaitu..

⚉ KEYAKINAN MU’TAZILAH TERHADAP PELAKU DOSA BESAR

Menurut mu’tazilah, pelaku dosa besar didunia itu diantara dua kedudukan.. artinya dia tidak disebut mukmin tapi juga tidak disebut kafir..

Sebagaimana yang dikatakan oleh Alqodhiy Abduljabbar (salah satu dari pentolan mu’tazilah), “Adapun di akhirat (menurut mu’tazilah), mereka kekal dalam api neraka selama-lamanya..” dan ini sama keyakinan mereka dengan kaum khowarij..

Dimana kaum mu’tazilah mengingkari akan adanya syafa’at Rosulullah ‎‎shollallahu ‘alayhi wa sallam, untuk para pelaku dosa besar.

Ibnu Taimiyyah berkata (dalam Kitab Syarah Hadits Jibriil hal 327), “Mereka mengingkari syafa’at Nabi ‎‎shollallahu ‘alayhi wa sallam bagi pelaku dosa besar dari ummatnya.. Dan juga mereka mengingkari akan keluarnya pelaku dosa besar dari api neraka setelah masuk ke dalam api neraka..”

Sehingga menurut kaum mu’tazilah orang yang sudah masuk neraka, tidak mungkin keluar selama-lamanya. Sehingga dalam masalah ini, sebagaimana sudah kita sebutkan sama keyakinannya dengan kaum kowarij.

⚉ KEYAKINAN MURJI’AH TERHADAP PELAKU DOSA BESAR

Adapun murji’ah, menurut mereka pelaku dosa besar didunia, itu sempurna imannya.
Kenapa ?
Karena mereka punya keyakinan bahwa iman itu satu, apabila ada sebagian maka ada semuanya.
Karena mereka tidak meyakini amal termasuk iman, sehingga mereka menganggap bahwa dosa tidak mempengaruhi iman.

Maka dari itu mereka punya keyakinan bahwa pelaku dosa besar itu sempurna imannya..

Dan hukum mereka di akhirat (menurut murji’ah) pasti masuk surga dan tidak akan diadzab sama sekali. Sehingga mereka menyamakan orang-orang yang tidak pernah berbuat dosa (dengan) orang-orang yang menjalani dosa besar..

Ini jelas pendapat dan keyakinan yang sangat sesat, dan itu akibat daripada keyakinan mereka yang mengatakan:
⚉ bahwa iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang..
⚉ dan bahwasanya amal itu tidak termasuk dari iman..

Akibat daripada keyakinan mereka yang sesat itulah, mereka jatuh kepada keyakinan yang buruk tersebut.

⚉ KEYAKINAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH TERHADAP PELAKU DOSA BESAR

Adapun Ahlussunnah wal Jama’ah, mereka punya keyakinan bahwa pelaku dosa besar tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam.

Dia disebut mukmin tapi dia fasik dengan dosa besarnya. Tapi dia tidak disebut mukmin secara sempurna, tapi juga tidak keluar dari Islam. Dan ini merupakan keyakinan seluruh Ahlusunnah wal Jama’ah.

Imam Ashobuni berkata, “Ahlusunnah meyakini bahwa seorang mukmin apabila ia melakukan dosa yang banyak, ia tidak menjadi kafir karenanya..”

Adapun hukumnya di akhirat, Ahlusunnah wal Jama’ah punya keyakinan, bahwa mereka dibawah kehendak Allah. Jika Allah kehendaki, Allah akan adzab mereka, dan jika Allah kehendaki, Allah maafkan mereka. Sebagaimana Allah berfirman [QS An-Nisa : 48 dan 116]

‎إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa yang lebih rendah dari kesyirikan bagi siapa yang Allah kehendaki..”

Artinya bagi yang Allah kehendaki, Allah maafkan, dan bagi yang tidak di kehendaki, Allah tidak maafkan.

Namun Ahlusunnah semua sepakat bahwa pelaku dosa besar tidak kekal dalam api neraka. Siapapun yang wafat diatas tauhid dia pasti keluar dari api neraka. Maka dari itu Ahlusunnah menetapkan akan adanya syafa’at Rosulullah ‎‎shollallahu ‘alayhi wa sallam..

Inilah perbedaan Ahlusunnah dengan Khowarij, demikian pula dengan mu’tazilah, demikian pula dengan murji’ah.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP