Kata inilah yang seringkali dikatakan kepada orang yang menyampaikan ancaman neraka dari Allah ta’ala, baik melalui kitab-Nya Al Qur’an, ataupun melalui lisan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Padahal ancaman-ancaman tersebut banyak sekali kita dapati dalam Al Qur’an dan Hadits.. apakah mereka ingin ayat-ayat dan hadits-hadits itu disembunyikan dan tidak disampaikan kepada manusia, sebagaimana telah dilakukan oleh kaum ahli kitab (yahudi dan nasrani) dalam ajaran mereka ?!
Saudaraku seiman.. jika engkau TIDAK mau diancam dengan neraka Allah, maka berhentilah melakukan perbuatan yang dapat menjerumuskanmu ke dalamnya, bukan malah menuduh sinis orang yang telah berbaik hati kepadamu dengan usahanya memperingatkanmu dari bahaya tindakan burukmu !
Harus kita pahami juga bahwa nash-nash tentang “ancaman” itu sama seperti nash-nash tentang “janji pahala”.. itu bukan hasil akhir yang pasti.
Lebih jelasnya, bahwa ancaman tersebut belum tentu akan benar-benar dialami oleh pelakunya di kemudian hari, karena bisa jadi akhirnya dia bertaubat, atau amal baiknya lebih banyak, atau Allah mengampuninya.. sehingga bisa saja ancaman itu tidak terjadi padanya.
Begitu pula sebaliknya, jika ada nash tentang janji-janji pahala dari Allah, misalnya tentang amalan ‘menanggung kehidupan anak yatim’ akan memasukkan seseorang ke dalam Surga, bahkan dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.. belum tentu hal ini akan benar-benar terjadi pada semua pelakunya, karena bisa jadi amal buruk dia lebih banyak, bisa jadi Allah tidak menerima amal itu karena tidak ikhlas atau dari harta haram, bisa jadi hidupnya ditutup dengan su’ul khatimah, dan sebab-sebab lainnya yang menjadikannya tidak berhak mendapatkan janji tersebut.
Kita harus memahami hal ini dengan baik, sehingga kita bisa mendudukkan nash-nash tentang ancaman dan janji pahala dengan pas dan proporsional.. Kita juga harus memahami maksud Allah dari ancaman-ancaman dan janji-janji itu adalah agar kita takut melakukan kemaksiatan, dan semangat dalam menjalankan ketaatan, sehingga harusnya kita mengondisikan diri kita sebagaimana Allah kehendaki.
Jika kita melihat nash-nash tentang ancaman neraka ini, ternyata mengarah kepada semua bab maksiat, mulai dari yang paling parah; kekafiran dan kesyirikan, lalu kebid’ahan, lalu dosa besar, sampai dosa-dosa yang di bawahnya… Anda bisa perhatikan contoh² berikut ini:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ خَالِدِينَ فِيهَا
“Orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami, merekalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. [QS. At-Taghabun: 10].
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Sungguh orang yang berbuat syirik kepada Allah, maka Allah mengharamkan baginya surga dan tempatnya neraka”. [QS. Al-Maidah:72].
وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّار
“Seburuk-buruk perkara (dalam agama ini) adalah perkara-perkara yang diada-adakan, dan setiap perkara yang diada-adakan (dalam agama ini) adalah bid’ah, padahal setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka”. [HR. An-Nasa’i, dishahihkan oleh Albani].
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sungguh orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim, sesungguhnya mereka makan api dalam perut mereka, dan mereka akan masuk neraka”. [QS. An-Nisa: 10].
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
“Barangsiapa bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh baginya neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya selamanya”. [QS. Al-Jin: 23].
Lihatlah, nash-nash diatas, semuanya memberikan ancaman neraka, dan bukan berarti orang yang pernah melakukan hal itu, pasti akhirnya akan masuk neraka.. karena bisa jadi dia bertaubat setelah itu dan Allah mengampuninya, atau karena sebab-sebab lainnya.
Masih sangat banyak sekali nash-nash lainnya yang senada dengan nash-nash di atas, kita tidak bisa menyebutkan semuanya, karena terbatasnya waktu dan tempat.. tentu semuanya harus kita sampaikan kepada manusia, sebagaimana dulu telah disampaikan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, para sahabat beliau -rodhiallohu anhum-, dan para ulama setelahnya –rohimahumulloh-.
Pantaskah kita mengatakan kepada mereka, “Kaya udah punya kaplingan di surga saja..!”
Mari berbenah diri, semoga Allah merahmati kita semua.
Silahkan dishare, semoga bermanfaat..
Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى