Category Archives: Abdullah Zaen

Kapan Mengajak Anak Ke Masjid ?

Oleh Ust. Abdullah Zaen, M.A, حفظه الله تعالى

Anak laki-laki perlu dilatih dan dibiasakan untuk shalat berjamaah di masjid. Karena dengan hal tersebut, anak akan terbiasa menyaksikan dan mendengar kebaikan. Seperti gerakan shalat, dzikir, bacaan qur’an, takbir, tahmid, tasbih dan yang lainnya. Hal itu akan memiliki pengaruh yang kuat dalam jiwa mereka, tanpa mereka sadari. Pengaruh tersebut, tidak akan -atau sangat sulit- hilang saat mereka dewasa dan memasuki perjuangan hidup dan gemerlap dunia. Apalagi memang pada dasarnya kaum pria hukumnya wajib shalat berjamaah di masjid.

Namun di usia berapakah anak bisa diajak ke masjid? Wallahua’lam kami belum menemukan dalil spesifik yang menunjukkan hal tersebut. Mungkin patokannya adalah sejauh mana anak tersebut bisa diarahkan untuk tidak mengganggu jama’ah di masjid. Bila sudah bisa dikondisikan demikian, maka tidak mengapa dibawa ke masjid.

Sehingga seorang yang membawa anak masuk ke masjid, haruslah memberikan pengertian dengan lembut kepada anaknya agar dia menghormati rumah-rumah Allah, bersikap tenang dan tidak mengganggu para jama’ah yang lain. Bila sudah berkali-kali diingatkan, ternyata si anak tetap tidak bisa tenang, dan membuat para jamaah yang lain terganggu, maka lebih baik tidak diajak ke masjid. Karena maslahat untuk orang banyak harus didahulukan ketimbang maslahat pribadi

Dalam sebuah hadits sahih disebutkan, “Bahwa Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dahulu shalat sambil menggendong Umamah -puteri dari Zainab binti Rasululullah shallallahu‘alaihiwasallam dan Abul ‘Ash bin Rabi’ah bin Abdisysyams- jika beliau sujud, beliau meletakkan Umamah, dan jika dia bangun
dia menggendongnya”. HR. Bukhari dan Muslim.

Dikutip dari:

http://tunasilmu.com/anak-dan-rukun-islam-bagian-2/#more-1069

Kapan Mengajarkan Anak Untuk Menegakkan Shalat ?

Oleh Ust. Abdullah Zaen, M.A, حفظه الله تعالى

Shalat merupakan amalan yang paling utama dalam Islam. Karena itu kenalkan shalat pada anak sedini mungkin. Mulai dengan memperlihatkannya saat ia sudah dapat melihat. Lalu bimbing dan ajak ia shalat di samping kita, saat ia bisa melakukan beberapa gerakan seperti berdiri, ruku dan sujud.

Tapi ingat! Lakukan semua dalam suasana menyenangkan dan menggembirakan. Sebab saat itu anak belum memasuki usia taklif (pembebanan kewajiban agama). Tujuan kita sekedar membiasakan hingga saat baligh nanti, ia sudah terbiasa mengerjakan shalat dan ibadah lainnya.

Saat umur tujuh tahun, perintahkan anak mengerjakan shalat. Ajarkan kepadanya sifat shalat Nabi shallallahu’alaihiwasallam secara ringkas, tentang rukun, kewajiban, sunat dan pembatal shalat. Lakukan terus itu selama tiga tahun diiringi dengan pemberian targhîb (motivasi dan iming-iming) serta tarhîb (peringatan dan ancaman).

Ketika menginjak umur sepuluh tahun, berikan sangsi pada anak, bila ia secara sengaja meninggalkan shalat. Hukuman tersebut bisa berupa pukulan, namun bentuknya adalah pukulan yang tidak melukai atau meninggalkan bekas. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menerangkan,

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْر”.

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun, dan pukullah jika enggan saat mereka berumur sepuluh tahun”. HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh al-Albani.

Dikutip dari:

http://tunasilmu.com/anak-dan-rukun-islam-bagian-2/#more-1069

Bagaimana Mengajarkan Anak Tentang Dua Kalimat Syahadat ?

Oleh Ust. Abdullah Zaen, M.A, حفظه الله تعالى

Dua kalimat syahadat adalah ucapan Asyhadu allâ ilâha illallah dan Asyhadu anna Muhammadan rasulullah. Artinya: Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Mengajarkan dua kalimat mulia tersebut hendaklah dijadikan sebagai aktivitas pengajaran atau pengenalan pertama kepada anak-anak ketika mereka mulai mampu mengucapkan kalimat-kalimat pendek. Sekalipun mereka menirukan kalimat tersebut tanpa mengerti maksudnya, dengan membiasakan mereka mengucapkannya, anak-anak akan memiliki sifat reflek dalam mengucapkan kalimat ini; sehingga kelak akan mempengaruhi pembentukan pemikiran dan jiwanya.

Kalimat-kalimat yang secara reflek diucapkan oleh anak-anak sejak kecil akan berpengaruh terhadap perkembangan pikiran dan jiwanya setelah anak dewasa. Jika anak-anak telah akrab dengan kalimat syahadat, kelak mereka akan mudah menghayati maksud dan makna kalimat tersebut. Penghayatan yang tumbuh pada kemudian hari akan sangat membantu pola pikir dan perkembangan mental anak dalam menghayati agamanya.

Pengajaran syahadat semacam ini dapat dilakukan sewaktu-waktu dan dengan cara yang mudah dilakukan oleh anak.  Dengan kesenangan mereka mengucapkan kalimat ini berulang-ulang, insyaAllah mereka akan semakin akrab dengan kalimat syahadat.

Saat anak mulai bisa menalar, bertahaplah mengajarkan padanya kandungan dari dua kalimat mulia tersebut, dengan bahasa yang mudah dicerna. Dimulai dari syahadat pertama. Sampaikan pada anak bahwa inti makna kalimat tersebut adalah bahwa satu-satunya yang berhak untuk disembah dan diibadahi adalah Allah ta’ala. Jika  anak bertanya mengapa demikian? Jawablah bahwa karena Allah lah yang telah mengaruniakan pada kita segala sesuatu. Kehidupan, makanan, minuman, pakaian, kesehatan, tempat tinggal dan seluruh kenikmatan yang kita rasakan tanpa terkecuali. Jika diperlukan, jelaskan pula pada anak beberapa perilaku keliru yang ada di sekelilingnya berupa praktek-praktek peribadatan kepada selain Allah. Entah itu penyembahan terhadap pohon, bebatuan, jin, kuburan atau yang semisal.

Setelah itu, jelaskan padanya makna syahadat yang kedua. Intinya adalah meyakini bahwa Allah telah mengutus Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam untuk menyampaikan ajaran Islam. Beliau adalah manusia pilihan yang memiliki kesempurnaan dan keistimewaan. Karena itu beliaulah yang paling berhak untuk dijadikan panutan dan idola dalam keseharian dan setiap perilaku kita.

Dikutip dari:

http://tunasilmu.com/silsilah-fiqih-pendidikan-anak-no-26-anak-dan-rukun-islam-bagian-1/