Domba Membangunkan Srigala Tidur…

Sehebat apapun domba, tidak akan pernah menang bila melawan srigala. Dan selemah apapun srigala, pasti mampu menebar ancaman kepada segerombolan domba.

Karena itu tidak bijak bila domba berlaku genit membangunkan srigala yang sedang tidur, terlebih bila srigala tidur bukan seorang diri namun bersama gerombolannya.

Namun, haruskah domba berserah diri, terus menjadi mangsa srigala?

Tentu tidak. Domba harus berpikir cerdas agar dapat mengusir segerombolan serigala.

Bagaimana caranya? bersatu, menggalang kekuatan dan mengatur strategi agar kekuatan domba menjadi satu, sehingga dapat mengalahkan tajamnya kuku dan taring srigala.

Tajamnya taring dan kuku srigala dapat dikalahkan oleh kerasnya tanduk domba yang bersatu padu dan menyeruduk secara bersama-sama.

مَا مِنْ ثَلاثَةٍ فِي قَرْيةٍ ، وَلاَ بَدْوٍ ، لا تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلاَةُ إلاَّ قَد اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِم الشَّيْطَانُ . فَعَلَيْكُمْ بِالجَمَاعَةِ ، فَإنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ مِنَ الغَنَمِ القَاصِيَة

Tidaklah ada tiga orang di suatu kampung atau pedalaman tidak mendirikan sholat berjamaah, melainkan mereka akan dikuasai oleh setan. Karenanya hendaknya kalian merajut persatuan, karena sesungguhnya domba yang akan menjadi mangsa srigala ialah domba yang terpisah dari gerombolannya. (Abu Dawud)

Hadits di atas mengajarkan kepada kita bahwa membangun kebersamaan atau yang lebih tepat disebut dengan persatuan atau ukhuwah di atas satu prinsip yang kokoh dan tidak mungkin luntur oleh apapun adalah sumber kekuatan yang sebenarnya.

Ummat Islam tidak akan pernah berjaya hanya dengan jeritan : pemerintah kafir, atau sistem kafir atau jeritan serupa lainnya, sedangkan idiologi ummat dibiarkan bobrok, ummat dibiarkan terkotak kotak oleh berbagai golongan dan kepentingan.

Sebagai ummat Islam, persatuan di atas aqidah atau iman yang benar adalah satu-satunya jalan yang benar guna merajut persatuan dan membangun kejayaan dan menundukkan lawan. Bukti sejarah telah menjadi saksi terbaik, bahwa dengan akidah para sahabat bersatu padahal seelumnya mereka tercerai berai oleh berbagai kabilah dan kepentingan. Allah berfirman;
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran 103)

Karenanya, dakwah dan ishlah Islam haruslah berawal dari menyatukan aqidah atau idiologi yang kokoh sehingga tidak lekang karena perbedaan kepentingan dan tidak luntur dimakan umur, bukan sekedar menyamakan baju dan suara jeritan.

Aqidah yang benar pasti menyatukan dan merekatkan, tidak luntur oleh apapun. Ummat Islam walau lemah secara ekonomi, persenjataan, politik dan lainnya namun kekuatan persatuan dapat mengalahkan segala kekuatan lainnya, karena kekuatan persatuan di atas iman kepada Allah Azza wa Jalla bersumberkan dari kekuatan pertolongan Allah Azza wa Jalla.

Sama halnya dengan kesadaraan domba bahwa dirinya adalah domba, walau lemah secara individu namun dengan bersatu bersama sesama domba mereka dapat mengalahkan serigala.

Sobat! Mari kaji, terapkan dan dakwahkan aqidah yang benar terlebih dahulu agar persatuan umat segera terwujud, dan segala perbedaan selain akidah dapat luntur karenanya.

Muhammad Arifin Badri, حفظه الله

Kentut Ketika Membaca al-Qur’an…

Ketika sedang membaca al-Quran, kita ngentut. Apa yang harus dilakukan? Apakah harus dihentikan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ada 3 hal yang perlu dibedakan,

[1] Membaca al-Quran dalam kondisi hadats kecil, dengan catatan, tanpa menyentuh. Seperti membaca dengan hafalan

[2] Menyentuh al-Quran dalam kondisi hadats kecil

[3] Membaca al-Quran dalam kondisi hadats besar

Untuk membaca al-Quran dalam kondisi hadats kecil

Baik hadats kecil yang muncul sebelum membaca atau di tengah membaca. Ulama sepakat hukumnya dibolehkan, selama tidak menyentuh mushaf.

An-Nawawi menuliskan,

يستحب أن يقرأ وهو على طهارة فإن قرأ محدثا جاز بإجماع المسلمين والأحاديث فيه كثيرة معروفة

Dianjurkan untuk membaca al-Quran dalam kondisi suci. Jika ada yang membaca al-Qur’an dalam kondisi hadats kecil, hukumnya boleh dengan sepakat kaum muslimin. Hadis tentang ini banyak sekali, terkenal.

Bahkan orang yang membaca al-Quran dalam kondisi hadats, tidak disebut mengamalkan yang makruh. An-Nawawi melanjutkan keterangannya dengan menukil pernyataan Imam al-Haramain

قال إمام الحرمين ولا يقال ارتكب مكروها بل هو تارك للأفضل فإن لم يجد الماء تيمم

Imam al-Haramain mengatakan, “Tidak bisa disebut melakukan yang makruh” (at-Tibyan, hlm. 73).

Diantara dalil yang menunjukkab bolehnya membaca al-Quran dalam kondisi hadats adalah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau bercerita,

Bahwa beliau pernah tidur di rumah Maimunah – istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –, yang merupakan bibinya Ibnu Abbas. Ketika masuk tengah atau sepertiga malam terakhir, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam terbangun. Beliau duduk, mengusap aroma kantuk dari wajah beliau, kemudian beliau membaca 10 ayat terakhir di surat Ali Imran. Kemudian beliau menuju wadah air yang digantung, lalu beliau wudhu sempurna dan shalat tahajud. (HR. Bukhari 4295 & Muslim 763)

Ketika bangun tidur, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi hadats. Namun beliau langsung membaca al-Quran, 10 ayat terakhir surat Ali Imran. Para ulama memahami hadis ini, boleh membaca al-Quran dalam kondisi hadats.

Imam Bukhari membuat judul Bab ketika mencantumkan hadis ini,

بَاب قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ بَعْدَ الْحَدَثِ وَغَيْرِهِ

Bab bacaan al-Quran ketika dalam kondisi hadats atau yang lainnya. (Shahih Bukhari, 1/327).

Sementara untuk masalah menyentuh al-Quran pada saat hadats dan membaca al-Qur’an bagi yang hadats besar, diperselisihkan ulama.

Jika kita mengambil pendapat yang melarang menyentuh al-Quran bagi yang sedang hadats, maka begitu hadats, al-Quran harus kita letakkan di tempat yang aman. Meskipun bacaan tetap dilanjutkan.

Berhenti Sejenak, Ketika Kentut Keluar

Kemudian, sebagian ulama mengingatkan, pada saat kentut itu keluar, agar bacaan al-Quran sementara dihentikan, kemudian dilanjutkan kembali setelah kentut selesai.

Imam az-Zarkasyi mengatakan,

وتكره القراءة حال خروج الريح

“Dimakruhkan untuk terus membaca ketika kentut keluar.” (al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, 1/459).

Allahu a’lam

Ammi Nur Baits, حفظه الله

Ref : https://konsultasisyariah.com/26653-hukum-kentut-ketika-membaca-al-quran.html

Terjaganya Hati Dari Riya’…

“Sesungguhnya kesesuaian ilmu dengan
amalan kunci utamanya adalah
keterjagaan hati dari kotoran riya’ dan
perusak-perusak keikhlasan. 
Sehingga ada di antara ulama salaf yang
berkata kepada dirinya sendiri,
“Wahai jiwaku, ikhlaslah niscaya kamu
akan selamat.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله
mengatakan,
“Barangsiapa yang baik isi hatinya
pastilah baik -amal- badannya, dan
tidak sebaliknya.”

(Al-Iman, takhrij al-Albani, hal. 11)

Courtesy of Mutiara Risalah Islam

Tulisan Kita…

Apa yang kita harapkan dari tulisan kita ?
Pahala ataukah dosa …
Jika berisi kebaikan, maka tunggulah
pahalanya dari Allah semata…
Jika berisi keburukan atau bisikan-bisikan
jahat, maka tunggulah murka Allah…
Apakah kita sanggup memikul dosa dari
orang-orang yang disesatkan karena
akibat tulisan …
Yaa Rab kami tetapkanlah kami di atas alhaq…

Abu Ya’la Kurnaedi, حفظه الله

image

Ulama Salaf Dalam Berfatwa…

Dari Nafi’ diriwayatkan bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Ibnu Umar tentang satu persoalanam beliau menundukkan kepalanya dan tidak memberikan jawaban. Orang-orang mengira beliau tidak mendengar pertanyaannya. Lelaki itu kembali bertanya: “Semoga Allah merahmati anda, apakah anda tidak mendengarkan saya?” Beliau menjawab: “Dengar, tapi saya melihat kalian semua beranggapan bahwa Allah tidak akan meminta pertanggung jawaban kami atas jawaban kami terhadap persoalan yang ditanyakan kepada kami. Biarkanlah sampai kami dapat memberi jawaban atas pertanyaanmu -semoga Allah merahmatimu-, bila kami memang memiliki bahan sebagai jawabannya. Kalau tidak, kami akan memberitahukan kalian bahwa kami tidak memiliki ilmu tentang hal itu.” (Shifatush Shafwah I : 566)

Syu’aib bin Abu Hamzah meriwayatkan dari Zuhri: “Datang berita kepada kami, bahwa Zaid bin Tsabit apabila ditanya tentang satu persoalan, beliau kerapkali menjawab: “Apakah itu benar-benar terjadi?” Apabila dijawab, benar-benar terjadi, beliau segera menjawab persoalan tersebut sebatas ilmu yang beliau miliki. Tapi kalau mereka menyatakan, hal itu belum pernah terjadi, beliau akan segera menanggapi: “Biarkan saja sampai persoalan itu benar-benar terjadi dahulu.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ II : 438).

Dari Ayyub diriwayatkan bahwa ia berkata: “Aku pernah mendengar
Al Qosim ditanya di Mina, beliau menjawab: “Saya tidak tahu, saya tidak mengerti.” Setelah terlalu banyak yang bertanya kepada beliau, beliau berkata: “Demi Allah, saya memang tidak mengetahui semua yang kalian tanyakan kepada kami. Kalau saya tahu, niscaya tidak akan saya sembunyikan. Dan saya memang tidak akan mungkin menyembunyikannya.”

Muhammad Nuzul Dzikri, حفظه الله تعالى

Yang Mereka Inginkan

Amir Naif bin Abd Aziz رحمه الله :

“Sebenarnya mereka yang menyuarakan
“kebebasan kaum hawa”… yang mereka
inginkan bukanlah kebebasan kaum hawa.

Tapi, yang mereka inginkan adalah
kebebasan untuk menikmati kaum hawa.”

Musyaffa’ Ad Dariny, حفظه الله

Semua Pasti Mati…

إن الطبـيب بِطبِّه وَدَوائـِــــه
لا يستطيع دفـَاعُ مَقْــدُورِ ِالقـَضى

ما للطَّبيبِ يموتُ بالداء الذي
قد كان يُـبْرِىء مثــلَه فيمــــا مضـى

هلك المُدَاوِي والمُدَاوَى والذي
جَلـَبَ الدَّواءَ وَباعهُ وَمن ِ اشــــتـَرى

Sungguh seorang dokter, dengan keahlian
dan obatnya, tidak akan mampu melawan
takdir yang telah ada.

Lihatlah bagaimana dokter itu mati dengan
obat yang dulunya bisa mengobati orang
yang sakit seperti dia.

Semuanya pasti mati, baik yang mengobati,
yang diobati, yang membawa obat, yang
menjual, dan membelinya.

Musyaffa’ Ad Dariny, حفظه الله

image

Menebar Cahaya Sunnah