NIAT…

Ustadz Badru Salam, Lc, حفظه الله تعالى

Niat seseorang hanya Allah yang maha tahu..
Namun kita sering mereka reka niat orang lain..
Lalu menempatkan vonis atas dasar dugaan..
Kewajiban kita adalah berbaik sangka..
Dan menyerahkan hatinya kepada Allah..

Merasa senang karena kesenangan menyapanya..
Merasa sedih ketika kesedihan menimpanya..
Karena..
Kita tidak diperintahkan menebak hati manusia..
Namun..
Menyikapinya sesuai yang ia tampakkan kepada kita..

Do’a mohon ampunan dari ALLAH…

Satu lagi do’a mohon ampunan Allah berdasarkan hadits shahiih. Mari kita ajarkan keluarga kita…

Silahkan save/simpan gambar di bawah yang ukurannya sudah disesuaikan dengan DP BBM.

doa mohon ampunan 1

ALLAHUMMAGHFIRLII  KHOTHIIATI                                                WAJAHLII  WA-ISROOFII FII  AMRII,                                                WAMAA  ANTA  A’LAMU  BIHI  MINNII,              ALLAHUMMAGHFIRLII  JIDDII  WA  HAZLII,                        WAKHOTO-II WA’AMDII,  WAKULLU  DZAALIKA  ‘INDII.

 

Banting-Bantingan Harga…

Ustadz Muhammad Arifin Badri, MA, حفظه الله تعالى

Sobat! banting piring itu pertanda marah, banting kolor itu pertanda tidak waras, la kalau banting harga pertanda apa?

Diantara dinamika persaingan para pedagang adalah adanya praktek banting-bantingan harga. Banyak alasan yang mendasari prkatek banting harga, bisa jadi karena mengejar momentum yang tinggal sesaat, semisal yang terjadi pada akhir ramadhan. Bisa pula karena adanya pesaing, dan adanya keinginan untuk menguasai pasar dan menjatuhkan pesaing, dan masih ada alasan lainnya.

Bagi konsumen, praktek semacam ini sangat menguntungkan, karena mereka mendapatkan barang dengan harga yang relatif murah.

Namun bagaimana dengan para pedagang, terutama yang modalnya cekak alias kecil? Tentu praktek banting-bantingan harga semacam ini sangat merugikan dan mengancam eksistensi mereka. Wajar bila praktek semacam ini dilarang dalam Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim pada penggalan ucapan beliau berikut ini :

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangkitamemakan makanan kedua orang yang berlomba-lomba (dalam jamuan tamu atau lainnya)” (HR Abu Dawud dan lainnya)

Yang dimaksud dengan kedua orang yang berlomba-lomba pada hadits ini ialah dua orang yang masing-masing dari keduanya berusaha untuk mengungguli kawannya dalam hal donasi. Misalnya keduanya membuat jamuan yang mewah untuk mengungguli jamuan yang disajikan oleh kawannya, ataupun perlomba-lombaan dalam hal jual beli. Masing-masing dari penjual memberikan potongan harga pada barang dagangannya, agar para konsumen tidak membeli dari penjual lainnya.

Imam Ahmad dengan tegas membenci praktek semacam ini, dan membenci konsumen yang membeli dari keduanya.

Larangan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya dua hal:

1) Mencegah masyarakat dari memakan harta kedua orang yang berlomba-lomba tersebut. Karena membeli dagangan atau memakan jamuan mereka dapat menjadikan mereka merasa puas sehingga menjadikan mereka semakin hanyut dan terus menerus dalam perbuatan yang dibenci oleh ALLAH dan Rasul-Nya semacam ini..

2) Dengan meninggalkan hidangan keduanya dan tidak membeli dari keduanya maka keduanya akan segera menghentikan perlombaan mereka yang tercela ini. (I’ilamul Muwaqiin 3/206)

Agar HIDUP Anda TERARAH Dan TAK GOYAH

Agar hidup anda TERARAH dan TAK GOYAH…

1. Bahwa tujuan UTAMA hidup Anda adalah untuk BERIBADAH kepada Allah, yakni mentauhidkan Allah dan menjauhi kesyirikan, dengan menerapkan sunnah dan menjauhi bid’ah.

Dengan menyadarkan diri pada hal ini, hidup kita akan sangat terarah dan terfokus pada satu tujuan utama, hingga kita tidak akan bingung memilih pilihan hidup mana yang kita kedepankan.

Dengannya pula kita akan berusaha menjadikan pekerjaan kita sebagai ibadah, sehingga kita akan tulus menjalaninya tanpa pamrih, karena SEMUANYA akan dibalas oleh Allah yang maha mensyukuri amal para hamba-Nya.

2. Bahwa semuanya telah DITAKDIRKAN.

Dengan menyadarkan diri pada hal ini, kita akan TENANG dalam menjalani hidup, karena kita yakin rezeki yang menjadi bagian kita tidak akan bertambah maupun berkurang.

Dengannya juga, kita akan mantap untuk memilih jalan rezeki yang halal, karena hasilnya akan sama saja, baik kita memilih jalan yang haram maupun jalan yang halal.

3. Bahwa kita diperintah untuk BERUSAHA semampu kita, dan sesuai aturan syariat.

Dengan ini kita akan memahami, mengapa kita harus bekerja, padahal semua sudah ditakdirkan ?!

Jawabannya, karena kita DIPERINTAH untuk berusaha dan beramal, sebagaimana sabda Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam-:
“LAKUKANLAH amalan/pekerjaan, maka semua orang akan dimudahkan untuk melakukan apa yang menjadi tujuan dia diciptakan !”

4. Dalam melakukan usaha itu, pastinya ada cobaan dan rintangan… maka hadapilah dengan firman Allah ta’ala:

“Bisa saja kalian membenci sesuatu, padahal (sebenarnya) itu lebih baik bagimu” [QS. Albaqoroh: 216].

“Bisa saja kalian membenci sesuatu, padahal Allah menjadikan banyak kebaikan di dalamnya”. [QS. Annisa’: 19]

5. Banyaklah berdo’a, lalu yakinlah akan janji Allah bahwa Dia akan memuliakan dan memantaskan kehidupan orang yang beriman dan beramal saleh.

“Barangsiapa yang beramal saleh dalam keadaan beriman, baik dia pria maupun wanita, maka Allah sungguh benar-benar akan memberinya KEHIDUPAN yang baik/mulia”.[QS. Annahl: 97]

Semoga bermafaat…

Ditulis oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

Dengan TIGA Hal, Anda Adalah Raja…

Ustadz Syafiq Basalamah, MA, حفظه الله تعالى

Ada tiga perkara, bila kau memilikinya, kau bagaikan Raja yang paling kaya di dunia ini.

Pertama : Aman

Perasaan aman yang meliputi jiwa dan membalut hati, aman karena kau beriman dan takut pada Ilahi, hingga Allah menjagamu.

Ia merasa aman, karena ia tidak suka menyakiti tetangganya, temannya, orang-orang Islam, tidak suka mengadu domba, bahkan menjaga lisannya dengan baik maka jiwanya aman.

Bukan aman karena rumah dijaga oleh 4 satpam 5 anjing galak atau aman, karena pasang CCTV dan alarm yang setiap saat bisa berbunyi,

Bukan itu, justru itu semua tanda-tanda jika kau tidak aman.

Kedua : Afiah

Tubuhmu sehat wal’afiat

Tak penyakitan, tak ada pantangan, tak boleh ini, tak boleh itu. Padahal cari duit ‘tuk makan ini dan itu.

Sekarang, tak boleh di gunakan tuk makan ini dan itu.

Ketiga: Memiliki makanan hari itu

Bukan brangkas yang berisi fulus.

Bukan ATM yang penuh.

Bukan tabungan yang cukup untuk 7 keturunan.

Cukup memiliki makanan hari ini
Besok gimana?

Serahkan pada Allah.

Yang tiada bisa diadakan, kalau Allah berkehendak dan kita mau berusaha.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بأسرها

“Siapa diantara kalian yang memasuki waktu pagi hari dalam keadaan aman pada dirinya, sehat jasmaninya dan dia memiliki makanan pada hari itu, maka seolah-olah dia diberi dunia dengan berbagai kenikmatannya.” (HR Bukhari)

Subhanalllah…

Jagalah Allah, niscaya kau akan aman.

Jagalah hubunganmu dengan hamba Allah.

Niscaya hidupmu tentram.

Sayangi tubuhmu dengan hidup sehat dan olahraga teratur,
Jangan menanti sakit.

Berdo’alah minta sehat pagi sore.

Bunuh ambisimu mengejar dunia, semakin dikejar ia semakin jauh.

Bersyukurlah dengan yang ada.
Kebutuhanmu sebenarnya tak banyak, tapi nafsu yang selalu mendikte……..

BAHAYA BERHUTANG DI DUNIA DAN AKHIRAT…

Ustadz Muhammad Wasitho, Lc, MA حفظه الله تعالى

Bismillah.

Di dalam kehidupan sehari-hari ini, kebanyakan manusia tidak terlepas dari yang namanya hutang piutang. Sebab di antara mereka ada yang membutuhkan dan ada pula yang dibutuhkan.

Demikianlah keadaan manusia sebagaimana Allah tetapkan, ada yang dilapangkan rezekinya hingga berlimpah ruah dan ada pula yang dipersempit rezekinya, tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya sehingga mendorongnya dengan terpaksa untuk berhutang atau mencari pinjaman dari orang-orang yang dipandang mampu dan bersedia memberinya pinjaman.

Dalam ajaran Islam, hutang-piutang adalah termasuk muamalah yang dibolehkan, tapi diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena hutang bisa mengantarkan seseorang ke dalam surga, dan sebaliknya juga bisa menjerumuskan seseorang ke dalam api neraka.

(*) BAHAYA BERHUTANG SAMPAI MATI:

Meskipun berhutang itu boleh, hanya saja Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli barang kebutuhannya dengan tunai atau ia tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi. Karena menurut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, hutang itu dapat menimbulkan pengaruh buruk dan bencana bagi pelakunya di dunia dan akhirat. Diantaranya:

1. Hutang merupakan penyebab kesedihan di malam hari, dan kehinaan di siang hari.

2. Hutang dapat membahayakan akhlaq. Maksudnya dapat menimbulkan perilaku yang buruk bagi orang yang suka (hoby) berhutang, seperti suka berdusta dan ingkar janji.

» Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (yang artinya): “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering
berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Al-Bukhari).

3. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah menolak mensholatkan jenazah seseorang yang diketahui masih memiliki hutang dan tidak meninggalkan harta untuk melunasinya.

4. Tanggungan Hutang Yang Dibawa Mati Tidak Akan Diampuni Oleh Allah Pada Hari Kiamat.

» Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ

“Semua dosa orang yang mati syahid Akan diampuni (oleh Allah), kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari jalan Abdullah bin ‘Amr
bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu).

» Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa Jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling
afdhol (utama).

Kemudian berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya,
“Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka jawab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepadanya: “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Kecuali hutang (tidak akan diampuni/dihapuskan oleh Allah, pent), karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (HR. Muslim III/1501 no: 1885, At-Tirmidzi IV/412 no:1712, dan an-Nasa’i VI: 34 no.3157. dan di-shohih-kan oleh syaikh Al-Albani dalam Irwa-ul Ghalil no: 1197).

5. Orang Yang Mati Dalam Keadaan Memiliki Hutang Akan Terhalang Dan Tertunda Dari Masuk Surga.

» Hal ini berdasarkan hadits shohih yang diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

« مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ »

“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya (baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya ia akan masuk surga, yaitu:
(1) Bebas dari sombong,
(2) Bebas dari khianat, dan
(3) Bebas dari tanggungan HUTANG.” (HR. Ibnu Majah II/806 no: 2412, dan At-Tirmidzi IV/138 no: 1573. Dan di-shohih-kan oleh syaikh Al-Albani).

» Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

« نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ »

“Jiwa orang mukmin tergantungkan pada hutangnya hingga dilunasi.” (HR. Ibnu Majah II/806 no.2413, dan At-Tirmidzi III/389 no.1078. dan
di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).

6. Pahala Kebaikan Orang Yang Mati Dalam Keadaan Berhutang Akan Menjadi Tebusan Bagi Hutangnya Pada Hari Kiamat.

» Hal ini berdasarkan hadits shohih yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

« مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ »

Artinya: “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu Dinar atau satu Dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya; karena di sana tidak ada lagi uang Dinar dan tidak pula uang Dirham.” (HR. Ibnu Majah II/807 no: 2414. dan di-shohih-kan oleh syaikh Al-Albani).

Demikianlah beberapa pengaruh buruk dan bahaya berhutang yang akan menimpa pelakunya di dunia dan akhirat.

● Dan bahaya berhutang akan semakin dahsyat apabila terkandung di dalamnya unsur riba (baca: bunga) meskipun hanya sedikit, 0,1 %. Atau bilamana seseorang ketika berhutang kepada orang lain, di dalam hatinya ia telah berniat tidak akan melunasi hutangnya, atau bersengaja mengulur-ulur pelunasan hutangnya yang telah jatuh tempo. Karena perbuatan semacam ini adalah bentuk kezholiman kepada orang lain yang akan membinasakan pelakunya dan menjadi kegelapan baginya pada hari Kiamat.

Semoga Allah Ta’ala melindungi kita semua dari bahaya berhutang dan terlilit hutang di dunia dan akhirat. Dan semoga Allah melimpahkan kepada kita rezeki yang lapang, halal dan berkah. Amiin.

(Klaten, 5 April 2015)

Peristiwa MI’ROJ Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam… Apakah Dengan BUROQ?

Ustadz Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى

Inilah yang diyakini oleh sebagian kaum muslimin, bahwa baik peristiwa Isro’ maupun Mi’roj, semuanya dengan menaiki Buroq.

Namun pendapat yang dikuatkan oleh MAYORITAS ulama adalah bahwa Buroq hanya digunakan dalam peristiwa Isro’ saja, yakni perjalanan dari Masjidil Harom ke Masjidil Aqsho.

Adapun Mi’roj-nya, yakni perjalanan dari Masjidil Aqsho ke langit tujuh, bahkan hingga bertemu Allah untuk menerima syariat wajibnya sholat 5 waktu, maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menaiki MI’ROJ, yaitu: semacam tangga.

Simaklah perkataan Al-Hafizh Ibnu Katsir -rohimahulloh- berikut ini:

“Intinya: bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- ketika selesai dari baitul maqdis, didatangkanlah “mi’roj” yaitu TANGGA, lalu beliau menaikinya hingga ke langit.

Dan naiknya beliau itu bukan di atas buroq, sebagaimana disalahpahami oleh SEBAGIAN orang, tapi Buroq ketika itu ditambatkan di pintu Masjid Baitul Maqdis untuk digunakan dalam perjalanan kembali lagi ke makkah.

Jadi beliau naik dari langit ke langit adalah dengan tangga hingga melewati langit ketujuh”.

[Kitab: Albidayah Wannihayah 3/138].

——–

Bagaimanakah sifat detil tangga itu? kita hanya bisa mengatakan; wallohu a’lam, hanya Allah yang tahu hakekatnya.

Menebar Cahaya Sunnah