1321. Makanan Yang Didapat Dari Acara Tahlilan, Yasinan, dll

1321. BBG Al Ilmu – 301

Tanya :
Apa hukum memakan makanan dari acara tahlilan yasinan dan acara-acara bid’ah lainnya ?

Jawab :
Ustadz Abu Hudzaifah, حفظه الله تعالى

Kenduri (pertemuan untuk selamatan serta jamuan makan) yang dikaitkan dengan kematian ketika keluarga yang ditinggal mati masih dirundung kesedihan, maka kalau memang kenduri tersebut berasal dari keluarga yang bersangkutan, maka menurut imam syafi’i kita tidak boleh memakannya.

Pun demikian, Syaikh Bin Baz memfatwakan agar sebaiknya kita tidak memakan kenduri yang dihidangkan/disuguhkan kepada kita walaupun hukumnya boleh dimakan. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pengingkaran terhadap bid’ah-bid’ah tersebut, agar pelakunya sadar bahwa perbuatan tersebut tidak diperbolehkan dalam agama dan kita tidak menyukainya. In-sya Allah dengan begitu, adat bid’ah ini akan terkikis sedikit demi sedikit hingga hilang total. Namun jika kita hanya mengingkari dalam hati saja, dan tidak menampakkannya walaupun dalam bentuk penolakan, maka budaya ini akan kuat terus mengakar di masyarakat.

Ref : http://basweidan.com/status-makanan-dlm-kenduri/comment-page-1/

والله أعلم بالصواب

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Melawan Lupa

Ustadz Firanda Andirja, حفظه الله تعالى

Allah berfirman :

إِنَّ الْإِنسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya” (QS Al-‘Adiyaat : 6)

Al-Hasan rahimahullah berkata :

هُوَ الَّذِي يَعُدُّ الْمَصَائِبَ، وَيَنْسَى نِعَمَ رَبِّهِ.

Yaitu orang yang menghitung-hitung musibah (yang sedikit-pen) dan melupakan kenikmatan-kenikmatan Robnya (yg telah banyak diberikan kepadanya-pen) (Tafsir Ibnu Katsir 8/467)

Akan terlihat hakikat kita sesungguhnya tatkala kita ditimpa musibah, apakah kita termasuk كَنُوْد (ingkar) ? Atau termasuk sabar (yang tidak lupa dengan karunia-karunia Allah sehingga menjadikan kita lebih sabar dalam menerima keputusan Allah)?

Musibah yang menimpa kita hanyalah sesekali, sementara kenikmatan terus tercurah kepada kita tiada hentinya dengan berbagai macam modelnya. Namun demikianlah karena kurang kuatnya iman sebagian kita sehingga tatkala terkena musibah yang diingat-ingat hanyalah beratnya musibah tersebut, sementara anugerah dan karunia Allah terlupakan…

Contoh kecil :

–  Ada yang mobilnya mogok, maka iapun mengeluh sejadi-jadinya, ia lupa bahwa mobilnya mogok hanya sekali-sekali, selama ini sekian ribu kilo meter mobilnya jalan dengan baik tanpa halangan.

–  Ada yang uangnya hilang, iapun marah dan mengeluh, padahal selama ini uang yang Allah berikan kepadanya tidak pernah hilang, namun ini semua terlupakan, yang diingat hanya uangnya yang hilang tersebut.

–  Ada yang tubuhnya sakit, lalu iapun mengeluh dan tidak sabar, padahal puluhan tahun Allah menjadikan tubuhnya sehat, lantas apakah sakit yang sebentar tersebut membuatnya lupa dengan kesehatan puluhan tahun lamanya?

–  Ada yang mengalami kegagalan, maka iapun marah, padahal kegagalan tersebut hanya sesekali, dan bisa jadi sekali saja. Sementara kemudahan dan keberhasilan sudah sering ia raih, namun terlupakan karena kegagalan tersebut.

–  Yang lebih berat, adalah ada yang anaknya meninggal karena sakit atau sebab yang lainnya. Maka iapun meronta dan menangis sejadi-jadinya dengan mengangkat suara, seakan-akan protes dengan keputusan Allah. Ia lupa bahwasanya Allah telah banyak memberikan kepadanya banyak anak, dan yang lainnya dalam kondisi sehat wal afiyat.

Jika kita terkena musibah maka berusahalah mengingat kebaikan-kebaikan Allah kepada kita, sehingga hal ini akan meringankan beban musibah kita dan kita tetap berhusnuzon (berbaik sangka) kepada Allah.

As-Suddiy rahimahullah berkata :

تَسَاقَطَ لَحْمُ أَيُّوْبَ حَتَّى لَمْ يَبْقَ إِلاَّ الْعَصبُ وَالْعِظَامُ، فَكَانَتْ امْرَأَتُهُ تَقُوْمُ عَلَيْهِ وَتَأْتِيْهِ بِالزَّادِ يَكُوْنُ فِيْهِ، فَقَالَتْ لَهُ امْرَأَتُهُ لَمَّا طَالَ وَجْعُهُ: يَا أَيُّوْبُ، لَوْ دَعَوْتَ رَبَّكَ يُفَرِّجُ عَنْكَ؟ فَقَالَ: قَدْ عِشْتُ سَبْعِيْنَ سَنَةً صَحِيْحًا، فَهَلْ قَلِيْلٌ للهِ أَنْ أَصْبِرَ لَهُ سَبْعين سنة؟

“Daging nabi Ayub berjatuhan (karena sakit parah) maka tidak tersisa di tubuhnya kecuali urat dan tulang. Istrinya mengurusnya dan membawakan makanan diletakan di sisi nabi Ayub. Maka istrinya berkata tatkala lama sakitnya nabi Ayub : “Wahai Ayub, kenapa engkau tidak berdoa kepada Robmu untuk menghilangkan sakitmu?” Maka nabi Ayub ‘alaihis salam berkata, “Aku telah hidup selama 70 tahun dalam kondisi sehat, maka bukankah perkara yang sedikit karena Allah jika aku bersabar karena-Nya 70 tahun pula? (Tafsir Ibnu Katsir : 5/360)

Disebutkan bahwa nabi Ayub sakit selama 7 tahun atau 18 tahun –sebagaimana disebutkan dalam buku-buku tafsir-, maka bagi beliau itu ringan dibandingkan kenikmatan kesehatan yang Allah telah berikan kepadanya selama 70 tahun.

Demikianlah mengingat-ingat kenikmatan menjadikan musibah terasa lebih ringan.

Wallahu A’lam bis-showab.

Tak Seperti Mereka…

Ustadz Syafiq Basalamah, حفظه الله تعالى

Aku Mengharapkan Dirimu Tidak Seperti Mereka

Akhi ukhti… 

AKU INGIN BERBAGI, berbagi SESUATU YANG BARU SAJA AKU LIHAT

Sering kali  kita berjumpa dengan sohib atau kerabat 

Lalu dalam perbincangannya ia curhat

Curhat tentang beberapa perlakuan manusia terhadapnya 

Baik kawan

Tetangga
Atau yang lainnya 

Pada dasarnya ada sebuah pesan INDAH yang ingin ia sampaiKAN padamu
 
Ada sebuaH risalah SYAHDU yang ingin ia benamkan di dalam lubuk hatimu
 
Pesan itu Singkat tapi Padat
Pesan itu berkata 

AKU MENGHARAPKAN DIRIMU TIDAK SEPERTI MEREKA

TIDAK MENJADI Obrolan BURUK YANG DIHIKAYATKAN OLEH ORANG LAIN

Catatan Perjalanan…

Ustadz Badru Salam, Lc, حفظه الله تعالى
Berikut adalah catatan Ustadz Badru Salam, حفظه الله تعالى yang disampaikan kepada kami.

Ana sedang duduk sama Syaikh Abdurrozaq di mobil..
Syaikh membaca AlQur’an surat al Qashash..

Ketika lewat ayat 15 dan 16..
beliau berhenti..
lalu menjelaskan kepada ana faidah ayat tersebut..

Kata beliau: lihat ayat ini..
ketika Nabi Musa membela seorang kaumnya yang sedang bertengkar dengan bangsa fir’aun..
maka Musa mendorongnya dengan kepalan tangannya..
dan beliau tidak bermaksud membunuhnya..
namun orang tersebut mati..

Maka Nabi Musa berkata, “Ini adalah perbuatan setan..
padahal orang itu adalah musuh yang kafir..
lalu Nabi Musa berkata..
Rabbi aku telah manzalimi diriku..
maka ampuni aku..

Syaikh berkata..
lihat padahal Musa tidak bermaksud membunuhnya..
dan orang tersebut adalah musuh yang kafir..
namun Nabi Musa menganggapnya sebagai kezaliman..
ini membantah perbuatan orang yang meledakkan bom..
dimana yang mati juga kaum mukminin..

Daripada Hanya DIET, Lebih Baik Sekalian PUASA… Bolehkah?

Ustadz Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى

Syeikh Abdul Karim Al-Khudhoir -hafizhohulloh- mengatakan:

“Tidak diragukan lagi manfaat PUASA dari sisi kesehatan, (bahkan) banyak orang sakit yang diberi resep untuk berdiet dengan meninggalkan makan dan minum.

Bagi yang diberi resep untuk meninggalkan makan minum, dan dia diharuskan untuk berdiet, lalu dia mengatakan: “Daripada aku diet, lebih baik aku puasa”. Padahal yang mendorong dia untuk puasa itu diet, apakah dia akan mendapatkan pahala atau tidak?

Kita katakan: Ini adalah penggabungan (niat) dalam ibadah, tapi ini merupakan penggabungan yang DIBOLEHKAN. Memang tidak diragukan lagi bahwa orang yang dorongan puasanya (hanya) ingin mendapatkan pahala dari Allah -subhanahu wata’ala- itu lebih sempurna dan lebih afdhol…

Masalah penggabungan (niat) dalam ibadah ini, memang membutuhkan lebih banyak perincian, penjabaran, permisalan, dan perbandingan. Penggabungan suatu ibadah dengan ibadah lain ada hukumnya sendiri, penggabungan suatu ibadah dengan sesuatu yang mubah ada hukumnya sendiri, dan penggabungan suatu ibadah dengan sesuatu yang haram ada hukumnya sendiri.

Jadi, orang yang disuruh untuk banyak jalan, lalu dia mengatakan: “Daripada saya mengelilingi pasar, lebih baik saya towaf, sehingga disamping saya mendapatkan tujuanku, aku juga dapat pahala towaf.”

Kita katakan: orang ini dapat pahala dari towafnya, karena dia tidaklah beralih dari pilihan ini ke pilihan itu kecuali karena menginginkan pahala.

Begitu pula orang yang tadi, dia tidaklah meninggalkan pilihan (untuk sekedar) diet dengan tidak makan minum tanpa puasa, lalu memilih puasa, kecuali karena menginginkan Wajah Allah subhanahu wata’ala. Memang pahalanya akan berkurang.

Seorang imam, bila dia memanjangkan rukuknya karena (menunggu) orang yang masuk masjid (agar mendapatkan rukuknya), ini merupakan penggabungan (niat) dalam ibadah. Karena imam itu asalnya berniat untuk membaca tasbih 7 kali, lalu ketika mendengar pintu masjid terbuka, dia berkata dalam hatinya: “Mungkin orang ini bisa mendapatkan rekaat ini,” maka dia pun bertasbih 10 kali karena orang yang masuk tersebut, menurut mayoritas ulama hal ini tidak mengapa, dan itu termasuk dalam bab berbuat baik kepada saudaranya…

Jika menyingkat sholat karena tangisan anak dan karena (melihat perasaan) ibunya dibolehkan, maka memanjangkan sholat -tanpa riya’- karena ingin berbuat baik kepada orang yang masuk tersebut lebih pantas untuk dibolehkan.”

[Kitab: Syarah Zadul Mustaqni’ 1/17-18].

Agar Tidak Menjadi Jahil

Alim tapi jahil..

Ya.. Itu sangat mungkin terjadi, bahkan ternyata hal ini banyak terjadi di sekitar kita, semoga kita bukan dari mereka.

Mengapa bisa demikian..? Itu karena perkataan Al Fudhoil -rohimahulloh- berikut ini:

“Seorang ALIM masih dalam keadaan JAHIL dengan apa yang dia ilmui, sehingga dia mengamalkan ilmunya..”

Oleh karenanya, jika Anda tidak ingin menjadi JAHIL, maka amalkanlah ilmu Anda, lihatlah semangat para ulama dalam menerapkan ilmunya.

Ummu Habibah Isteri Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- mengatakan: “Aku tidak pernah meninggalkan (sholat sunnah rowatib 12 reka’at) setelah aku mendengarnya dari Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam-..”.

Imam Ahmad -rohimahulloh- mengatakan: “Tidaklah aku menulis hadits, melainkan aku telah mengamalkannya..”

Imam Bukhori -rohimahulloh- juga mengatakan: “Aku tidak pernah meng-ghibah siapapun, sejak aku tahu bahwa itu haram..”

Karena kebaikan ilmu itu bila diamalkan, Allah telah berfirman (yang artinya):

“Andaikan mereka MENGAMALKAN apa yang dinasehatkan kepada mereka, tentu itu lebih baik bagi mereka, dan lebih meneguhkan hati mereka..” [QS. Annisa: 66].

Ditulis oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

1320. Tawassul Kepada Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam

1320. BBG Al Ilmu – 301

Tanya :
Bagaimana hukum bertawasul kepada rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ?

Jawab :

Seseorang meminta kepada Allah dengan (perantaraan) kedudukan para nabi atau kedudukan seorang wali dari wali-wali Allah dengan berkata -misalnya- ‘Ya Allah, sesunguhnya aku meminta kepadaMu dengan kedudukan nabiMu atau dengan kedudukan Husain’. Tawassul yang seperti ini tidak boleh karena kedudukan wali-wali Allah dan lebih khusus lagai kekasih kita Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, sekalipun agung di sisi Allah, bukanlah sebab yang disyariatkan dan bukan pula suatu yang lumrah bagi terkabulnya sebuah doa.

Karena itulah ketika mengalami musim kemarau, para sahabat Radhiayallahu ‘anhum berpaling dari tawassul dengan kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdoa meminat hujan dan lebih memilih ber-tawassul dengan doa paman beliau, Abbas Radhiyallahu ‘anhu, padahal kedudukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada diatas kedudukan orang selain beliau. Demikian pula, tidak diketahui bahwa para sahabat Radhiyallahu ‘anhum ada yang ber-tawassul dengan (perantraan) Nabi setelah beliau wafat, sementara mereka adalah generasi yang paling baik, manusia yang paling mengetahui hak-hak Nabi Shallalalhu ‘alaihi wa sallam, dan yang paling cinta kepada beliau.

Ref : http://almanhaj.or.id/content/1305/slash/0/tawasul-dengan-perantara-para-nabi-dan-orang-orang-shalih/

والله أعلم بالصواب

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Apakah Ikhlas Berarti Tidak Boleh Mengharap Pahala Dan Surga?

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, حفظه الله تعالى

Segala puji bagi Allah, Rabb pemberi segala nikmat dan yang berhak disembah. Shalawat dan salam kepada penutup para Nabi, yaitu Nabi Muhammad, istri-istri beliau, keluarga, para sahabat yang berjuang keras membela Islam dan setiap orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan hingga akhir zaman.

Sebagian ulama dan ahli ibadah punya keyakinan bahwa jika seseorang beribadah dan mengharap-harap balasan akhirat yang Allah janjikan maka ini akan mencacati keikhlasannya. Walaupun mereka tidak menyatakan batalnya amalan karena maksud semacam ini, namun mereka membenci jika seseorang punya maksud demikian.

Mereka pun mengatakan, “Jika aku beribadah pada Allah karena mengharap surga-Nya dan karena takut akan siksa neraka-Nya, maka aku adalah pekerja yang jelek. Tetapi aku hanya ingin beribadah karena cinta dan rindu pada-Nya.” Perkataan ini juga dikemukakan oleh Robi’ah Al ‘Adawiyah, Imam Al Ghozali dan Syaikhul Islam Ismail Al Harowi.1 Di antara perkataan Robi’ah Al Adawiyah dalam bait syairnya, “Aku sama sekali tidak mengharap surga dan takut pada neraka (sebagai balasan ibadah). Dan aku tidak mengharap rasa cintaku ini sebagai pengganti.”

Jadi intinya mereka bermaksud mengatakan bahwa janganlah seseorang beramal karena ingin mengharap pahala, mengharap balasan di sisi Allah, ingin mengharap surga atau takut pada siksa neraka. Ini namanya tidak ikhlas.

Namun jika kita perhatikan kembali pada Al Qur’an dan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sungguh pendapat mereka-mereka jauh dari kebenaran. Berikut beberapa buktinya. Semoga Allah memberikan kepahaman.

Allah Memerintahkan untuk Berlomba Meraih Kenikmatan di Surga

Setelah menyebutkan berbagai kenikmatan di surga dalam surat Al Muthaffifin, Allah Ta’ala pun memerintah untuk berlomba-lomba meraihnya,
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. ” (QS. Al Muthaffifin: 26)

Dalam Al Qur’an pun Disebutkan Balasan dari Suatu Amalan

Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا (107) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا (108)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al Kahfi: 107-108)

Al Qur’an Memberi Kabar Gembira dan Peringatan

Allah Ta’ala berfirman,
قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا

“Al Qur’an sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.” (QS. Al Kahfi: 2)

Sifat Orang Beriman, Beribadah dengan Khouf (Takut) dan Roja’ (Harap)

Allah Ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. ” (QS. Al Israa’: 57)

Sifat ‘Ibadurrahman Berlindung dari Siksa Neraka

Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا

“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”. ” (QS. Al Furqon: 65)

Sifat Ulil Albab juga Berlindung dari Siksa Neraka

Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191) رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (192) رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آَمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآَمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ (193) رَبَّنَا وَآَتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (194)

“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” ” (QS. Ali Imron: 191-194)

Malaikat pun Meminta pada Allah Surga

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menceritakan keadaan para malaikat, beliau bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,
فَمَا يَسْأَلُونِى قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ

“Apa yang para malaikat mohon pada-Ku?” “Mereka memohon pada-Mu surga,” sabda beliau.
Lihatlah malaikat pun meminta pada Allah surga, padahal mereka adalah seutama-utamanya wali Allah. Sifat-sifat para malaikat adalah,
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Malaikat-malaikat itu tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Asiyah, istri Fir’aun yang Beriman Meminta Rumah di Surga

Allah Ta’ala berfirman,
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim. ” (QS. At Tahrim: 11). Padahal Asiyah lebih utama dari Robi’ah Al Adawiyah, namun ia pun masih meminta pada Allah surga.

Para Nabi Beribadah dengan Roghbah (Harap) dan Rohaba (Cemas/Takut)

Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. ” (QS. Al Anbiya’: 90)2

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pun Meminta Surga

Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim -kholilullah/ kekasih Allah-,
وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85) وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ (86) وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ

“Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. Asy Syu’ara: 85-87)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun Meminta Surga

Dari Abu Sholih, dari beberapa sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seseorang, “Do’a apa yang engkau baca di dalam shalat?”
أَتَشَهَّدُ وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ أَمَا إِنِّى لاَ أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلاَ دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ

“Aku membaca tahiyyat, lalu aku ucapkan ‘Allahumma inni as-alukal jannah wa a’udzu bika minannar‘ (aku memohon pada-Mu surga dan aku berlindung dari siksa neraka). Aku sendiri tidak mengetahui kalau engkau mendengungkannya begitu pula Mu’adz”, jawab orang tersebut. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami sendiri memohon surga (atau berlindung dari neraka).”3

Nabi Menyuruh Meminta Tempat yang Mulia untuknya di Surga

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

“Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.”4
Yang dimaksud dengan wasilah adalah kedudukan tinggi di surga. Sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الوَسِيْلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوْقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُّوْا اللهَ أَنْ يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ عَلَى خَلْقِهِ

“Sesungguhnya wasilah adalah kedudukan (derajat yang mulia) di sisi Allah. Tidak ada lagi kedudukan yang mulia di atasnya. Maka mintalah pada Allah agar memberiku wasilah di antara hamba-Nya yang lain.”5

Setelah Kita Menyaksikan

Setelah kita melihat sendiri dan menyaksikan dengan seksama berbagai ayat al Qur’an dan riwayat hadits yang telah kami kemukakan di atas, ini menunjukkan bahwa seluruh ajaran agama ini mengajak setiap hamba untuk mencari surga dan berlindung dari neraka-Nya. Dalil-dalil tersebut juga menunjukkan bahwa para rasul, para nabi, para shidiq, para syuhada’, para malaikat dan para wali Allah yang mulai, mereka semua beramal karena ingin meraih surga dan takut akan siksa neraka. Mereka adalah hamba Allah terbaik, lantas pantaskah mereka disebut pekerja yang jelek?!
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَطَلَبُ الْجَنَّةِ وَالِاسْتِعَاذَةِ مِنْ النَّارِ طَرِيقُ أَنْبِيَاءِ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَجَمِيعِ أَوْلِيَائِهِ السَّابِقِينَ الْمُقَرَّبِينَ وَأَصْحَابِ الْيَمِينِ

“Meminta surga dan berlindung dari siksa neraka adalah jalan hidup para Nabi Allah, utusan Allah, seluruh wali Allah, ahli surga yang terdepan (as sabiqun al muqorrobun) dan ahli surga pertengahan (ash-habul yamin).”6

Salah Paham dengan Kenikmatan di Surga dan Siksa Neraka

Mengenai perkataan sebagian sufi,
لَمْ أَعْبُدْكَ شَوْقًا إلَى جَنَّتِكَ وَلَا خَوْفًا مِنْ نَارِكَ

“Aku tidaklah beribadah pada-Mu karena menginginkan nikmat surga-Mu dan takut pada siksa neraka-Mu”, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah memberikan jawaban,

“Perkataan ini muncul karena sangkaannya bahwa surga sekedar nama tempat yang akan diperoleh berbagai macam nikmat. Sedangkan neraka adalah nama tempat yang mana makhluk akan mendapat siksa di dalamnya. Ini termasuk mendeskreditkan dan meremehkan yang dilakukan oleh mereka-mereka karena salah paham dengan kenikmatan surga. Kenikmatan di surga adalah segala sesuatu yang dijanjikan kepada wali-wali Allah dan juga termasuk kenikmatan karena melihat Allah. Yang terakhir ini juga termasuk kenikmatan di surga. Oleh karenanya, makhluk Allah yang paling mulia selalu meminta surga pada Allah dan selalu berlindung dari siksa neraka.”7

Melihat wajah Allah di akhirat kelak, itulah kenikmatan yang paling besar dan istimewa dari kenikmatan lainnya. Dari Shuhaib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ – قَالَ – يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ – قَالَ – فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ ».

“Jika penduduk surga memasuki surga, Allah Ta’ala pun mengatakan pada mereka, “Apakah kalian ingin sesuatu sebagai tambahan untuk kalian?” “Bukankah engkau telah membuat wajah kami menjadi berseri, telah memasukkan kami ke dalam surga dan membebaskan kami dari siksa neraka?”, tanya penduduk surga tadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah pun membuka hijab (tirai). Maka mereka tidak pernah diberi nikmat yang begitu mereka suka dibanding dengan nikmat melihat wajah Rabb mereka ‘azza wa jalla.”8

Siksaan di neraka yang paling berat adalah karena tidak memperoleh nikmat yang besar ini yaitu melihat Allah Ta’ala. Orang-orang kafir tidak merasakan melihat wajah Allah yang merupakan nikmat terbesar yang diperoleh oleh penduduk surga. Inilah kerugian dan siksaan bagi mereka. Allah Ta’ala berfirman,
كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari melihat wajah Tuhan mereka. ” (QS. Al Muthaffifin: 15). Imam Syafi’i berdalil dengan mafhum (makna tersirat) ayat ini,
هذه الآية دليل على أن المؤمنين يرونه عز وجل يومئذ

“Ayat ini adalah dalil bahwa orang-0rang beriman akan melihat Allah ‘azza wa jalla pada hari itu (hari kiamat).”9

Inilah pikiran picik yang membatasi kenikmatan di surga hanya dengan merasakan berbagai nikmat, seperti sungai, bidadari, buah-buahan, namun ada nikmat yang lebih daripada itu yaitu nikmat melihat Allah Ta’ala.

Kesimpulan

Yang namanya ikhlas adalah seseorang beramal dengan mengharap segala apa yang ada di sisi Allah, yaitu mengharap surga dengan segala kenikmatannya (baik bidadari, berbagai buah, sungai di surga, rumah di surga, dsb), termasuk pula dalam hal ini adalah ingin melihat Allah di akhirat kelak. Begitu pula yang namanya ikhlas adalah seseorang beribadah karena takut akan siksa neraka. Inilah yang namanya ikhlas.
Jika seseorang tidak memiliki harapan untuk meraih surga dan takut akan neraka, maka semangatnya dalam beramalnya pun jadi lemah. Namun jika seseorang dalam beramal selalu ingin mengharapkan surga dan takut akan siksa neraka, maka ia pun akan semakin semangat untuk beramal dan usahanya pun akan ia maksimalkan.

Baca selengkapnya :http://rumaysho.com/…/apakah-ikhlas-berarti-tidak-boleh-men…

Kasihannya Kaum Syi’ah… Allohu Yahdina Wa Iyyahum…

Ustadz Musyaffa Ad Dariny, MA,  حفظه الله تعالى

1. Kehormatan kaum wanitanya, menjadi tergadaikan dengan topeng mut’ah.

2. Kaum lelakinya, menjadi sangat rendah dan hina dengan kedok ‘mengagungkan’ ahlul bait.

(Lihat bagaimana mereka melukai diri sendiri, mengaku anjingnya husain, ‘ngesot’ ke makam husein, mandi dengan lumpur… dst)

3. Harta pengikutnya menjadi gratisan untuk para pemuka agamanya, dengan dalih khumus (kewajiban membayar seperlima harta, padahal zakat harta dalam Islam hanyalah seperempat puluh).

4. Akal mereka seakan dihilangkan, dengan bungkusan membela keluarga Nabi -shollallohu alaihi wa aalihi wasallam-.

(Lihatlah mereka mengatakan Nabi -shollallohu alaihi wa alihi wasallam- tidak berhasil dalam menggembleng para sahabat beliau, katanya husein yang menentukan siapa yang pantas di neraka atau di surga, katanya para imam merekalah yang mengatur dunia ini… dst)

5. Mereka menjadi kaum yang selalu melaknat dirinya sendiri, karena laknat mereka terhadap para sahabat dan isteri Nabi -shollallohu alaihi wa aalihi wasallam-.

———-

Kadang, hati ini merasa iba terhadap Sahabat Abu Bakar, Umar, dan Utsman -rodhiallohu anhum- ketika dilaknat oleh mereka.

Tapi, luka itu banyak terobati, dengan sabda Nabi -shollallohu alaihi wa aalihi wasallam- berikut ini:

“Sungguh jika seorang hamba melaknat sesuatu; laknatnya itu akan naik ke langit, tapi pintu-pintu langit tertutup untuknya.

Kemudian laknat itu turun ke bumi, tapi pintu-pintu bumi pun tertutup untuknya.

Kemudian laknat itu mengambil arah ke kanan dan ke kiri, maka ketika dia tidak mendapat tempat lagi; dia pun kembali kepada orang yang dijadikan sasaran laknat (oleh pengucapnya) jika memang orang itu pantas mendapatkan laknat.

Tapi jika tidak, laknat itu akan kembali kepada orang yang melontarkannya”.

[HR. Abu Dawud: 4905, hadits hasan].

———-

Tentunya kita sebagai Kaum Muslimin sangat yakin, bahwa 3 orang terbaik umat ini tidak mungkin pantas mendapat laknat itu… sehingga pastinya laknat itu akan kembali ke diri mereka sendiri.

Jika demikian, kebaikan apa yang tersisa untuk mereka… mereka menjadi kaum yang terlaknat, bahkan oleh diri mereka sendiri… Allahu yahdina wa iyyahum.

Kunci Hidup Bahagia : Cintailah Apa Yang Anda Miliki Dan Sadarilah Bahwa Tidak Semua Yang Anda Cintai Bisa Anda Miliki.

Ustadz Muhammad Arifin Badri, MA, حفظه الله تعالى

Banyak konsep hidup bahagia, namun nampaknya konsep di atas adalah yang paling simpel, nyata dan mudah diterapkan lagi ces pleng. Betapa tidak, ini adalah resep Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَبْتَلِى عَبْدَهُ بِمَا أَعْطَاهُ فَمَنْ رَضِىَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ بَارَكَ اللَّهُ لَهُ فِيهِ وَوَسَّعَهُ وَمَنْ لَمْ يَرْضَ لَمْ يُبَارِكْ لَهُ

Sejatinya Allah Tabaraka Wa Ta’ala menguji hamba-Nya dengan apa yang Ia berikan kepada hambanya itu. Maka siapapun dari hamba Allah yang puas dengan pemberian Allah Azza wa Jalla, maka Allah pasti memberkahi pemberian-Nya itu dan melapangkannya. Namun siapapun yang tidak puas dengan pemberian -Nya itu niscaya Allah tiada pernah memberkahi pemberian-Nya itu. (Ahmad dan lainnya)

Menebar Cahaya Sunnah