Subhaanallah….Di hari pertama Syawwal saat kaum Muslimin di negeri ini merayakan Hari Raya Idul Fitr dengan saling berkunjung ke rumah kerabat, tetangga, teman, dll, tidak hanya penuh dengan keceriaan dan suguhan bermacam-macam makanan yang nikmat, namun juga petaka GHIBAH dan bahkan DUSTA/FITNAH terkait apa yang sedang terjadi di negara ini…
.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwsanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:.“Tahukah kalian apakah ghibah itu ?”.Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”..Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”,.Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: “Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya ?.Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya”..[HR. Muslim no 2589, Abu Dawud no 4874, At-Tirmidzi no 1999 dan lain-lain].
.
Subhaanallah… Padahal kita tahu, betapa besar bahaya daripada dosa Ghibah ini. Disamping menginjak-injak harga diri saudaranya sesama muslim tanpa hak, juga akan menjadi beban berat di hari kiamat kelak (bila orang yang Di-ghibahi tidak memaafkan)..
Di saat sedikit pahala amat dibutuhkan untuk menambah beratnya timbangan amal kebaikan, tiba-tiba datang orang yang pernah Anda Ghibahi, kemudian dia menuntut untuk mengambil pahala kebaikan Anda, sebagai tebusan atas kezaliman yang pernah Anda lakukan kepadanya. Bila amalan kebaikan tidak mencukupi sebagai tebusan, maka amalan buruknya akan dibebankan kepada Anda. Na’udzu billah min dzaalik…
.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan (seperti ghibah. pent) atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudia dibebankan kepadanya.”. [HR. Bukhari no. 2449, hadis Abu Hurairah].
.
Anda bisa bayangkan, betapa ruginya. Anda yang susah payah beramal, namun orang lain yang memetik buahnya. Orang lain yang berbuat dosa, sedang Anda yang merasakan pahitnya. Dan Allah tidak pernah berbuat zalim sedikitpun terhadap hambaNya. Namun ini adalah disebabkan kesalahan manusia itu sendiri. Ini dalil betapa tingginya harkat martabat seorang muslim, dan betapa besar bahaya daripada dosa Ghibah…
.
Imam Nawawi rohimahullahu ta’ala berkata di dalam Al-Adzkar:
.
”Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu, kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika hal itu memungkinkan.
.
Jika dia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau dengan memotong pembicaraan ghibah tadi dengan pembicaraan yang lain, maka wajib baginya untuk melakukannya. Jika dia tidak melakukannya berarti dia telah bermaksiat.
.
Jika dia berkata dengan lisannya: ”Diamlah”, namun hatinya ingin pembicaraan gibah tersebut dilanjutkan, maka hal itu adalah kemunafikan yang tidak bisa membebaskan dia dari dosa. Dia harus membenci gibah tersebut dengan hatinya (agar bisa bebas dari dosa-pent).
.
Jika dia terpaksa di majelis yang ada ghibahnya dan dia tidak mampu untuk mengingkari ghibah itu, atau dia telah mengingkari namun tidak diterima, serta tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan majelis tersebut, maka harom baginya untuk istima’(mendengarkan) dan isgho’ (mendengarkan dengan seksama) pembicaraan ghibah itu.
.
Yang dia lakukan adalah hendaklah dia berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lisannya dan hatinya, atau dengan hatinya, atau dia memikirkan perkara yang lain, agar dia bisa melepaskan diri dari mendengarkan gibah itu. Setelah itu maka tidak dosa baginya mendengar ghibah (yaitu sekedar mendengar namun tidak memperhatikan dan tidak faham dengan apa yang didengar –pent), tanpa mendengarkan dengan baik ghibah itu, jika memang keadaannya seperti ini (karena terpaksa tidak bisa meninggalkan majelis gibah itu –pent). Namun jika (beberapa waktu) kemudian memungkinkan dia untuk meninggalkan majelis dan mereka masih terus melanjutkan ghibah, maka wajib baginya untuk meninggalkan majelis”
ref:
https://muslim.or.id/24578-waspadai-ghibah-terselubung.html
Hukum Mendengarkan Ghibah, Bertaubat Dari Ghibah Dan Ghibah Yang Dibolehkan