Akhlak Tercela…

Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala ‘ Rosulillah, wa ba’du; 

Al-Qur’an Al-Karim memberikan bimbingan kepada umat islam agar mereka memiliki akhlak yang mulia, membangun masyarakat islami yang berbudi luhur, memberikan tarbiyah sehingga mempunyai adab yang tinggi, memiliki perasan yang peka terhadap sesama, menentramkan hati, menyejukkan pandangan, menjaga lisan, menghormati hak-hak manusia.

Diantara bimbingan islam yang diajarkan dalam Al-Qur’an Al-Karim adalah firman Allah Ta’ala ; 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ﴿١١﴾

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
(Q.S.49: Al-Hujuraat : 11)

Didalam ayat mulia ini terkandung larangan tentang sukhriyah, yaitu memandang rendah orang lain dan mencela, dikarenakan hal ini menunjukkan tentang sifat sombong, sebagaimana yang telah digambarkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,  

 الكبر بطر الحق و غمط الناس 

Artinya : ” Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia “.

Sedangkan arti Al-lamzu atau mencela adalah mengucapkan sesuatu dengan keburukan, dan arti An-Nabzu adalah memanggil dengan gelar-gelar yang mengandung ejekan, dengan menyebutkan sifat sifat yang buruk dan dibenci yang keluar dari batasan syar’i yang berlawanan dengan sifat seorang mukmin. 

Apa yang terjadi diantara adat dan kebiasaan manusia dari sikap dan perbuatan mereka, bukanlah suatu timbangan dan tolak ukur dihadapan Allah Ta’ala, akan tetapi timbangan hakiki adalah takwa serta iman dan amal saleh, Sebagai mana firman Allah Ta’ala, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿١٣﴾

Artinya : ” Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”  (Q.S.49: Al-Hujuraat : 1)

Allah Ta’ala berfirman,  

وَمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَلَآ أَوْلَٰدُكُم بِٱلَّتِى تُقَرِّبُكُمْ عِندَنَا زُلْفَىٰٓ إِلَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَأُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ جَزَآءُ ٱلضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا۟ وَهُمْ فِى ٱلْغُرُفَٰتِ ءَامِنُونَ ﴿٣٧﴾

Artinya : ” sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).”  (Q.S.34: Saba’ : 37)

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, 

 لا فضل لعربي على عجمي إلا بالتقوى 

Artinya : ” Tiada keutamaan bagi orang arab atas orang ajam (non arab) kecuali  dengan ketakwaan “. 

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda,  

 إ ن الله لا ينظر إلى صوركم و أموالكم ولكن ينظر إلى قلوبكم و أعمالكم   

Artinya : ” Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak melihat kepada tampilan dan harta kalian, akan tetapi Allah Ta’ala melihat kepada hati dan amal kalian “. 

Disebutkan oleh Imam Al – Qurthuby rahimahullah menerangkan tentang tafsir ayat diatas, ” Diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, bahwasanya dahulu dijumpai seseorang yang memiliki telinga yang sakit, dan ia selalu duduk disamping Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam untuk mendengar apa yang disabdakan, maka pada suatu hari ia terlambat datang dan tempat duduk telah dipenuhi oleh para sahabat, maka ia melangkah menuju depan seraya berkata, ” berikanlah kelonggaran ” , hingga antara ia dan Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam terdapat seseorang yang duduk, dan ia berkata, ” berikanlah kelonggaran ” , maka orang yang duduk tersebut menjawab, ” Jika engkau mendapatkan tempat duduk disitu, maka duduklah ” , maka ia marah dan bertanya ,” siapa orang ini ? “, maka dikatakan, dia fulan. …., dia fulan ibnu fulanah ?, kemudian mencela ibunya, maka turun ayat ini

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ ….

Dan diriwayatkan pula bahwa ayat ini turun kepada sekelompok orang yang mencela para sahabat yang miskin seperti Ammar, Khobbab, Bilal, Salman, Salim maula Abi Hudzaifah, dan semisalnya yang terlihat kesederhanaan keadaan mereka.  

Kandungan ayat ini menitikberatkan bagian tarbiyah kepada masyarakat muslim, dan melarang tiga perangai buruk yang diwarisi dari kaum jahiliah, yaitu, merendahkan orang lain, meremehkan, mengurangi harga diri lainnya, baik dengan ucapan, pandangan, dikarenakan kebencian dan perasaan iri. 

Larangan kedua yaitu mencela, baik dengan menyebut kekurangan atau aib, dihadapan secara langsung atau berbicara dibelakang nya. 

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat, ” Apakah kalian mengetahui perbuatan ghibah ?”, para sahabat menjawab, “ Allah dan Rasul-Nya yang lebih tau ” . Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, ” Menyebutkan kekurangan yang terdapat pada saudaramu “. Sahabat bertanya, bagaimana jika yang disebutkan tersebut benar adanya ? , maka dijawab ,” Jika sekiranya yang kalian sebut adalah benar adanya, maka itu adalah ghibah, dan jika yang kalian sebut tidak nyata, maka engkau berdusta atas nama nya “. ( HR. Muslim ). 

Larangan yang ketiga adalah memberikan julukan buruk kepada seorang muslim, seperti memanggil saudaranya muslim dengan ucapan,  Wahai kamu orang fasik,  kamu orang kafir, kamu orang yahudi, perkataan ini adalah haram termasuk dosa besar, terancam dengan sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, ” Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya muslim, wahai kamu orang kafir, sungguh ia telah menggantung kekafiran kepada salah satu dari keduanya, jika benar sebagaimana yang ia katakan maka ia selamat, jika tidak, maka akan kembali kepada dirinya sendiri ” . ( HR. Al-Bukhary ). 

Diharamkan pula seseorang mencela orang lain yang telah bertaubat dari suatu dosa yang pernah ia lakukan, sebagaimanaterdapat atsar yang berbunyi, ” Barangsiapa yang mempermalukan seorang mukmin dari suatu dosa yang ia telah bertaubat dari nya, maka Allah Ta’ala berkuasa untuk menimpakan keburukan tersebut kepada dirinya, dan Allah akan permalukan bagi nya didunia dan akhirat “. ( HR. At-Tirmidzi ). 

  

Sepantasnya setiap muslim hendaknya bertakwa kepada Allah Ta’ala, tidak selayaknya seorang mukmin melakukan perbuatan aniaya, mendzalimi, merendahkan, mencela, menggunjing, mempermalukan, melontarkan julukan yang buruk, bahkan menumpahkan darah terhadap muslim lainnya, dikarenakan seorang muslim dengan muslimin lainnya haram darahnya, hartanya, dan hargadirinya, dikarenakan bisa jadi, orang yang dicela dan dianiaya kedudukannya lebih tinggi dihadapan Allah Ta’ala, dikarenakan ketakwaan, keikhlasan, dan kebersihan hati dan amal nya. 

Semoga kita dijauhkan dari sikap sikap tercela dan diberikan kekuatan dan taufiq untuk melakukan kebaikan, hingga kita selamat dari siksa neraka dan dimasukan kedalam surga yang kekal abadi. 

Candain Orang Di April Mop…

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, حفظه الله تعالى

Lelucon yang dibuat pada 1 April (April Mop) adalah lelucon yang penuh kedustaan. Intinya hanya ingin membuat orang lain tertawa karena kebodohan orang lain. Dan ini pun menyakiti dan menakut-nakuti orang yang dicandai.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

“Celakalah orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu kaum tertawa karenanya. Kecelakaan untuknya. Kecelakaan untuknya.” (HR. Abu Daud no. 4990 dan Tirmidzi no. 2315. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Lihatlah orang yang membuat cadaan, lawakan dikatakan celaka. Ini adalah ancaman baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi para pelawak yang hanya ingin membuat penonton tertawa.

Kadang candaan dan lelucon yang dibuat dengan mengambil lalu menyembunyikan barang orang lain. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا

“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” (HR. Abu Daud no. 5003 dan Tirmidzi no. 2160. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Baca selengkapnya:

http://rumaysho.com/akhlaq/april-mop-ingat-bahaya-lelucon-penuh-dusta-7094

Senyummu Sedekahmu…

Ustadz Badru Salam, Lc, حفظه الله تعالى

tersenyum di wajah saudaramu adalah sedekah..

demikian disebutkan dalam sebuah hadits..
senyum itu indah..
memberikan kegembiraan di hati..
dalam hadits: diantara amal yang paling utama..
memasukkan kegembiraan di hati saudaramu..
HR Thabrani..

senyum itu ramah..
menambah keakraban dalam pergaulan..
dalam hadits: mukmin itu mudah dalam bergaul..
HR Ahmad..

senyum itu dekat..
menghilangkan kesenjangan..
dalam hadits: diharamkan atas neraka..
orang yang tawadlu, lembut, mudah dan dekat kepada manusia..
HR Ahmad..

senyummu..
menambah kewibawaanmu..
mendatangkan keridlaan Rabbmu..

Merasa Diri Sudah Baik…

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, حفظه الله تعالى

Ini yang dialami oleh kita-kita tatkala sudah lama belajar agama. Merasa diri sudah lebih dari orang lain dan lebih paham dari yang lain. Padahal kekurangan kita teramat banyak. Maksiat kecil-kecilan bahkan yang besar masih dilakoni. Ilmu yang telah kita pelajari pun sedikit yang diamalkan. Prinsip yang harus dipegang adalah jangan selalu merasa diri sudah baik, namun berusaha terus untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32).

Janganlah engkau mengatakan dirimu suci, dirimu lebih baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ

Janganlah menyatakan diri kalian suci. Sesungguhnya Allah yang lebih tahu manakah yang baik di antara kalian.” (HR. Muslim no. 2142).

Jika kita ingin memiliki tahu bahayanya menganggap diri lebih baik, maka coba lihatlah pada kekurangan kita dalam ketaatan. Lalu lihat para orang yang menyatakan kita baik. Maka kalau seandainya mereka tahu kekurangan kita, pasti mereka akan menjauh.

Seharusnya sikap seorang muslim adalah mengedepankan suuzhon (prasangka jelek) pada diri sendiri. Ia merasa dirinya serba kurang. Tak perlulah ia memandang kejelekan pada orang lain. Kita ingat kata pepatah, “Semut di seberang lautan nampak, namun gajah di pelupuk mata tak nampak.”

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

يُبْصِرُ أَحَدُكُمْ القَذَاة فِي أَعْيُنِ أَخِيْهِ، وَيَنْسَى الجَذَل- أو الجَذَع – فِي عَيْنِ نَفْسِهِ

Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 592, shahih secara mauquf).

Hati-hati pula dengan sifat ujub, yaitu takjub pada diri sendiri. Dalam hadits yang ma’ruf disebutkan,

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri).” (HR. Abdur Rozaq 11: 304. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ 3039).

Harusnya kita melihat contoh Abu Bakr, ia malah berdoa ketika dipuji oleh orang lain.

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun. [Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25: 145, Asy Syamilah)

Sikap Abu Bakr di atas menunjukkan bahwa ia merasa dirinya tidak lebih baik dari pujian tersebut. Marilah kita memiliki sifat yang baik seperti ini.

Hanya Allah yang memberi taufik.

1325. Bolehkah Seorang Wanita Janda Menikah Tanpa Wali ?

1325. BBG Al Ilmu – 461

Tanya :
Bolehkan seorang wanita (janda) menikah tanpa wali ?

Jawab :
Tentang wali, ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila seorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.

Tidak sahnya nikah tanpa wali tersebut berdasarkan hadits-hadits yang shahih, salah satunya sbb :
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ

“Pernikahan tidak sah, melainkan dengan adanya wali.”

dan juga berdasarkan dalil dari Al-Qur’anul Karim dalam surat Al-Baqarah : 232.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, Telah menceritakan kepadaku Ma’qil bin Yasar, sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Ia yang berkedudukan sebagai wali telah menghalangi pernikahan antara saudara perempuannya yang akan ruju’ dengan mantan suaminya, padahal keduanya sudah sama-sama ridha. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat yang mulia ini (yaitu surat al-Baqarah ayat 232) agar para wali jangan menghalangi pernikahan mereka. Jika wali bukan syarat, bisa saja keduanya menikah, baik dihalangi atau pun tidak.

Hadits Ma’qil bin Yasar ini adalah hadits yang shahih lagi mulia. Hadits ini merupakan sekuat-kuat hujjah dan dalil tentang disyaratkannya wali dalam akad nikah. Artinya, tidak sah nikah tanpa wali, baik gadis maupun janda.

Imam asy-Syafi’i rahimahullaah berkata, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Maka nikahnya bathil (tidak sah).’

Ref :
http://almanhaj.or.id/content/3230/slash/0/syarat-rukun-dan-kewajiban-dalam-aqad-nikah/

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Menebar Cahaya Sunnah