1238. Apakah Sujud Sahwi Yang Dilakukan Setelah Salam Tetap Diakhiri Dengan Salam..?

1238. BBG Al Ilmu

TANYA
Saya kelebihan roka’at di sholat zhuhur, harusnya empat jadinya lima, setelah salam saya diingatin orang tentang kelebihan 1 roka’at tersebut dan dia bilang ke saya untuk sujud sahwi (2 x sujud), namun dia tidak bilang apakah salam lagi atau tidak. Pertamyaan saya, dalam kasus seperti diatas dimana sujud sahwi dilakukan setelah salam, apakah tetap baca tasyahud akhir + salam lagi atau setelah sujud yang kedua langsung salam..?

JAWAB

Jika kejadiannya seperti yang ditanyakan, yaitu kelebihan 1 roka’at, maka hendaklah ia sujud sahwi SESUDAH salam, karena untuk menghinakan setan.

Menurut Ibnu Taimiyah rohimahullah dalam Majmu’ Fatawa, tidak ada dalil sama sekali yang memerintahkan untuk tasyahud sebelum salam dalam sujud sahwi.

Sujud sahwi TETAP harus ditutup lagi dengan salam sebagaimana dalam hadits shohih riwayat Muslim.

والله أعلم بالصواب

Dijawab oleh,
Ustadz Irfan Helmi, Lc, حفظه الله تعالى

Waktu Istirahat Yang Sebenarnya Bagi Seorang Mukmin

Ustadz Muhammad Wasitho, Lc, MA حفظه الله تعالى

» Di dalam Al-Qur’an Al-Karim Allah Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Artinya: “Dan beribadahlah engkau kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (yakni kematian).” (QS. Al-Hijr: 99).

Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa setiap manusia yang hidup di dunia wajib beribadah hanya kepada Allah tanpa mengenal letih, bosan dan istirahat atau berhenti darinya. Ia wajib tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai macam ujian dan cobaan. Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala, serta sabar dalam menjauhi dosa dan maksiat kepada-Nya sehingga kematian menjemputnya dan memutuskannya dari segala kenikmatan dan kelezatan dunia.

» Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah pernah ditanya: “Wahai imam, kapankah waktu istirahat itu?” Beliau jawab: “(istirahat yang sesungguhnya ialah) pada saat engkau pertama kali menginjakkan kakimu di dalam Surga.”

» Seorang penyair yang bijak mengatakan:
“Sekiranya bilamana kita telah mati lalu dibiarkan (begitu saja tanpa perhitungan dan pembalasan amal, pent), niscaya kematian itu menjadi waktu istirahat bagi setiap orang yang hidup.

Akan tetapi (kenyataannya), bilamana kita telah mati, kita akan dibangkitkan (dari alam kubur kita), dan sesudah itu kita dimintai pertanggungjawaban (oleh Allah) atas segala hal (yang pernah kita lakukan di dunia, pent).”

Maka dari itu, marilah kita bersungguh-sungguh dalam memanfaatkan sisa umur kita di dunia ini dengan berbuat kebaikan dan ketaatan kepada Allah dan menjauhi setiap dosa dan maksiat hingga kematian menjemput kita dan memisahkan kita dengan orang-orang yang sangat kita cintai.

Demikian faedah ilmiyah dan mau’izhoh hasanah yang dapat kami sampaikan pada hari ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua. (Klaten, 19 Agustus 2014).

Bolehkah Kita Ber-Baiat Dengan ISIS ?

Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc, حفظه الله تعالى

“HARAM hukumnya. Dan subhanallah, di Indonesia sudah banyak kan yang membuat khilafah-khilafah. Semestinya ISIS berbaiat kepada kelompok di Indonesia. iya kan. Yang mengusung-usung khilafah-khilafah, itu ISIS berbaiat semestinya. Kenapa ? karena Rosul shollallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika dibaiat 2 khalifah, maka yang terakhir harus dibunuh oleh yang pertama.” Tidak boleh ada dua khalifah didalam muka bumi.  Paham ya para ikhwah sekalian? Maka tidak boleh.

Kita ini, pemimpin kita yang sah adalah presiden kita sampai saat ini SUSILO BAMBANG YUDHOYONO hafidzahullahu taala semoga Allah subhanahu wa taala menjaga beliau, itu beliau PEMIMPIN  kita yang SAH. Kita taat kepada beliau kita mendengar perintah beliau selama memerintahkan kepada yang haq dan menjauhkan dari yang bathil. Maka saya setuju kalo seandainya ada yang berbaiat kepada ISIS itu cabut aja warga negaranya. Karena kita warga Indonesia. Pemimpin sah kita yang mempunyai wilayah, mempunyai kekuasaan, bisa memerintah, bisa menahan, bisa melarang, itu siapa ? PRESIDEN KITA. Wallahu A’lam.

Dan saya TIDAK SETUJU DIPLESETIN ISIS itu. karena ini adalah mereka membatai kaum muslim.  Subhanallah. Membantai orang-orang yang berjihad dijalan Allah orang-orang yang mukhilisn muwahiddin yang kita kenal seperti itu dan Allah subhanahu wa taala yang lebih mengetahuinya jadi jangan diplesetin. ISIS ikatan suami istri sholehah. Ini tidak benar ya…”

Silahkan menyimak ceramah beliau dengan klik:
http://m.salamdakwah.com/videos-detail/rahasia-besar-dibalik-ibadah-puasa.html

Sesi tanya jawab video 3.

Hukum Adzan Bagi Wanita

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc حفظه الله تعالى

Asy Syairozi berkata, “Dimakruhkan bagi wanita mengumandangkan azan. Namun disunnahkan mengumandangkan iqamah untuk sesama jama’ah wanita. Untuk azan terlarang karena azan itu dengan dikeraskan suaranya, sedangkan iqamah tidak demikian. Namun wanita tidaklah sah mengumandangkan azan untuk jama’ah laki-laki karena dalam masalah menjadi imam, wanita tidak sah mengimami laki-laki.” (Al Majmu’, 3: 75).

1237. Apakah Korban Sodomi Juga Berdosa ?

1237. BBG Al Ilmu – 385

Tanya:
Saya mau tanya kalau kasus kasus sodomi yang dilakukan pelaku maksiat itu apakah korban sodomi mendapatkan hukuman layaknya pelaku ?

Jawab:
Ust. Fuad Hamzah Baraba’, Lc حفظه الله تعالى

Kalau dia benar korban sodomi, dia tidak mendapat hukuman.
والله أعلم بالصواب

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Hukum Memanjangkan Kuku

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc حفظه الله تعالى

Apa hukum memelihara atau memanjangkan kuku?

Perlu dipahami bahwa Islam amat menyukai kebersihan. Kebersihan pada kuku pun diperhatikan oleh Islam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ

“Ada lima macam fitrah , yaitu : khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 258)

Kalau kuku ini tidak bersih, maka makan pun jadi tidak bersih dikarenakan kotoran yang ada di bawah kuku. Begitu pula dalam bersuci jadi tidak sempurna karena ada bagian kulit yang terhalang oleh kuku yang panjang. Karenanya memanjangkan kuku itu menyelisihi tuntunan dalam agama ini.

Ada riwayat dari Al Baihaqi dan Ath Thobroni bahwa Abu Ayyub Al Azdi berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَأَلَهُ عَنْ خَبَرِ السَّمَاءِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« يَسْأَلُ أَحَدُكُمْ عَنْ خَبَرِ السَّمَاءِ ، وَهُوَ يَدَعُ أَظْفَارَهُ كَأَظْفَارِ الطَّيْرِ يَجْمَعُ فِيهَا الْجَنَابَةُ وَالتَّفَثُ ». لَفْظُ الأَسْفَاطِىِّ هَكَذَا رَوَاهُ جَمَاعَةٌ عَنْ قُرَيْشٍ.

“Ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bertanya pada beliau mengenai berita langit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ada salah seorang di antara kalian bertanya mengenai berita langit sedangkan kuku-kukunya panjang seperti cakar burung di mana ia mengumpulkan janabah dan kotoran.” (Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Al Matholib Al ‘Aliyah bahwa hadits tersebut mursal, termasuk hadits dhaif).

Hukum memanjangkan kuku adalah makruh menurut kebanyakan ulama. Jika memanjangkannya lebih dari 40 hari, lebih keras lagi larangannya. Bahkan sebagian ulama menyatakan haramnya. Pendapat terakhir ini dipilih oleh Imam Asy Syaukani dalam Nailul Author. Dasar dari pembatasan 40 hari tadi adalah perkataan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Anas berkata,

وُقِّتَ لَنَا فِى قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَنَتْفِ الإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Kami diberi batasan dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketika, mencukur bulu kemaluan, yaitu itu semua tidak dibiarkan lebih dari 40 malam.” (HR. Muslim no. 258).

Yang dimaksud hadits ini adalah jangan sampai kuku dan rambut-rambut atau bulu-bulu yang disebut dalam hadits dibiarkan panjang lebih dari 40 hari (Lihat Syarh Shahih Muslim, 3: 133).

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

وأما التوقيت في تقليم الاظفار فهو معتبر بطولها: فمتى طالت قلمها ويختلف ذلك باختلاف الاشخاص والاحوال: وكذا الضابط في قص الشارب ونتف الابط وحلق العانة:

“Adapun batasan waktu memotong kuku, maka dilihat dari panjangnya kuku tersebut. Ketika telah panjang, maka dipotong. Ini berbeda satu orang dan lainnya, juga dilihat dari kondisi. Hal ini jugalah yang jadi standar dalam menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencabut bulu kemaluan.” (Al Majmu’, 1: 158).
Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah berkata bahwa memotong kuku, mencukur bulu kemaluan dan mencabut buku ketikan disunnahkan pada hari Jumat. (Idem).

Kuku yang tidak bersih bisa membawa dampak masalah. Apa masalahnya? Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, “Seandainya di bawah kuku ada kotoran namun masih membuat air mengenai anggota wudhu karena kotorannya hanyalah secuil, wudhunya tetaplah sah. Namun jika kotoran tersebut menghalangi kulit terkena air, maka wudhunya jadilah tidak sah dan tidak bisa menghilangkan hadats.” (Idem)

Semoga bermanfaat bagi pembaca setia Rumaysho.Com.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Bangunan Bersejarah (Cagar Budaya)

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA حفظه الله تعالى

Di negri kita, banyak ditemukan bangunan bersejarah, bahkan sebagiannya telah diklasifikasikan sebagai cagar budaya. Akibatnya, bangunan kuno tersebut tidak boleh dihancurkan dan kalaupun dipugar, maka harus dibangun kembali seperti sedia kala, bahannya boleh baru namun bentuk dan modelnya harus mengikuti bentuk semula.

Apabila anda melanggar ketentuan ini niscaya anda berurusan dengan penegak hukum, dan sudah tentu urusannya bisa panjang, seakan akan anda telah berbuat kejahatan besar.

Kalau anda bertanya; apasih artinya cagar budaya? Jawabannya sederhana: “Kenangan sejarah agar anak cucu mengenal masa lalu atau alasan serupa lainnya.”

Wah simpel sekali kalau begitu? Ya nampaknya memang begitu.

Nah, kalau bangunan cagar budaya tidak boleh dirubah harus dipertahankan dan ternyata perilaku semacam ini dapat diterima bahkan menjadi kesepakatan internasional, lalu mengapa banyak yang sewot bila kita berusaha mempertahankan kemurnian agama?

Urusan agama tidak boleh dirubah bentuk fungsi dan tatacaranya. Kalaupun terjadi “pemugaran” maka harus dikembalikan seperti sedia kala alias “tajdid” .

Mengapa banyak ummat islam yang dapat menerima konsep “cagar budaya” namun menentang upaya pemurnian agama yang artinya ialah menerapkan islam seperti yang diamalkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sahabatnya?

Padahal bila kita memurnikan agama seperti sediakalanya maka dijamin benar dan sesuai petunjuk nabi. Namun bila kita mempertahankan cagar budaya maka sangat menyusahkan, biaya perawatannya mahal, kegunaannya kurang maksimal dan alih-alih bisa mengancam keselamatan karena kondisi bangunan yang telah rapuh.

Ayo sobatku! kita semua mengenal Islam yang murni dan mengamalkannya serta membersihkan diri dari segala bentuk modifikasi alias bid’ah dalam urusan ibadah kepada Allah.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Banyaklah Membaca Al Qur’an

Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه الله تعالى

Tatkala Ad-Dhiyaa’ al-Maqdisi akan bersafar untuk menuntut ilmu hadits maka Ibrahim bin Abdil Wahid Al-Maqdisi berwashiat kepadanya seraya berkata :

أَكْثِرْ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَلاَ تَتْرُكْهُ فَإِنَّهُ يَتَيَّسَرُ لَكَ الَّذِي تَطْلُبُهُ عَلَى قَدْرِ مَا تَقْرَأُ

“Perbanyaklah membaca Al-Qur’an dan jangan kau tinggalkan Al-Qur’an. Karena akan dipermudah bagimu
apa yang kau cari sesuai dengan kadar bacaannmu”

Ad-Dliyaa’ Al-Maqdisi berkata,

فَرَأَيْتُ ذَلِكَ وَجَرَّبْتُهُ كَثِيْراً، فَكُنْتُ إِذَا قَرَأْتُ كَثِيْراً تَيَسَّرَ لِي مِنْ سَمَاعِ الْحَدِيْثِ وَكِتَابَتِهِ الْكَثِيْرِ، وَإِذَا لَمْ أَقْرَأْ لَمْ يَتَيَّسَرْ لِي

“Maka akupun melihat hal itu dan sudah sering aku mencobanya. Jika aku banyak membaca Al-Qur’an maka dimudahkan bagiku untuk mendengar dan mencatat banyak hadits. Namun jika aku tidak membaca Al-Qur’an maka tidak dimudahkan bagiku” (Dzail Tobaqoot Al-Hanaabilah karya Ibnu Rojab Al-Hanbali 3/205)

Ya Allah jadikanlah kami para pecinta Al-Qur’an yang berisi firman-firmanMu…yang membacanya siang dan tengah malam…

Janganlah jadikan kami orang-orang yang lalai dari membacanya hanya karena secercah dunia…yang merasa dirinya sibuk…merasa waktunya kurang… tidak sempat untuk membaca Al-Qur’an…akan tetapi selalu saja sempat untuk internetan dan bersenda gurau…

Awas, Jangan Berdusta Saat Bersumpah Atas Nama Allah

Ustadz Musyaffa Ad Dariny, Lc, MA حفظه الله تعالى

Awas, jangan berdusta saat bersumpah dengan nama Allah, karena Allah akan menjadi musuhmu…

======

Syeikh Athiyyah Salim -rohimahulloh- mengatakan:

“Jadi arti sebuah sumpah (dalam kontek ini) adalah: menjadikan Allah -subhanah- sebagai saksi untuk menolak tuduhan, bila dia jujur maka Alhamdulillah, namun bila dia dusta, maka Allah-lah yang akan menjadi lawannya.

Oleh karena itu, bila kamu memperhatikan keadaan manusia, dan meneliti orang-orang yang bersumpah DUSTA dengan nama Allah -dan inilah sumpah yang menjerumuskan orangnya ke dalam neraka-, kamu akan dapati Allah (biasa) MENYEGERAKAN hukuman bagi mereka di dunia, dan mungkin banyak orang yang mendengar kisah-kisah dalam hal ini, dan perkara (hukuman) tersebut tidak hanya terbatas pada (hukuman) hari kiamat saja”.

Beliau juga memberikan faedah berharga, ketika mengatakan:

“Dari sini kita tahu makna sebuah hadits shohih: “Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah jatuh dalam kesyirikan”, apa hubungan antara syirik dengan sumpah dengan selain nama Allah?

Karena ketika kamu bersumpah dengan selain Allah, seakan kamu memberikan kepada selain Allah; sebagian sifat Allah.

Ketika kamu bersumpah dengan nabi, atau malaikat, atau orang saleh, atau siapapun, seakan kamu memberikan orang yang kau jadikan sumpah itu; sifat maha tahu, sifat maha melihat, dan kemampuan untuk membalas, padahal ini tidak ada melainkan pada Allah”.

[Kitab: Syarah Arba’in Nawawi, Syarah Hadits: 33].

1236. Mengapa Belajar Agama Dengan Di Iming-Imingi Surga Dan Neraka ?

1236. BBG Al Ilmu – 363

Tanya:
Mengapa selama ini dalam mengajarkan agama kita seringkali di iming-imingi pahala, surga dan ditakut-takuti oleh neraka atau murka Allah lainnya, jadi seolah-olah tidak mengajarkan ibadah secara ikhlas.

Jawab:
Ust. Ali Hasan Bawazer, Lc, حفظه الله تعالى

Beribadah dengan mengharap surga dan menjauh dari api neraka adalah bagian dari bentuk keikhlasan seorang hamba kepada Allah. Bukan malah sebaliknya, seperti anggapan penanya.

Seorang hamba yang tulus dan ikhlas dalam beribadah kepada Allah, dia akan beribadah kepada-Nya dengan penuh cinta, harap dan takut kepada-Nya. Hatinya terpaut dengan apa yang dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, ia senantiasa berupaya untuk mencari ridho-Nya dan menjauh dari murka-Nya.

Ia sadar, bahwa Allah menciptakan Surga dan menjadikannya sebagai tempat bagi hamba-hamba yang diridhoi-Nya, dan menciptakan neraka sebagai tempat bagi hamba-hamba-Nya yang dimurkai-Nya. Maka, hamba ini memautkan ridhonya kepada ridho Allah. Dan inilah bentuk kesempurnaan keikhlasan seorang hamba.

Oleh karena itu, ketika Allah menceritakan hamba-hamba pilihan-Nya, yang menurut anggapan kaum musyrikin, mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan menjadikan manusia-manusia pilihan Allah tersebut sebagai perantara. Allah tegaskan, bahwa manusia-manusia piliha-Nya itu mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh cinta kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya dan takut terhadap adzab-Nya, sebagaimana dalam firmannya di QS. Al Isra’: 56-57.
والله أعلم بالصواب

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Menebar Cahaya Sunnah