Hari Pertama Ramadhan

Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

Alhamdulillah, washolatu wassalamu ala` rasulullah, wa ba`du;

Ikhwati, telah menghampiri kita bulan yang di penuhi kemuliaan, bulan yang agung yang Allah Ta`ala lipat ganda kan pahala, di buka pintu pintu kebaikan, diturunkan keberkahan, bulan yang di turunkan Al Qur`an sebagai petunjuk dan hidayah bagi para manusia, bulan yang di liputi rahmat dan ampunan dan pembebasan dari api neraka.

Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila datang bulan ramadhan maka di buka pintu-pintu surga dan di tutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu para syaitan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Di buka pintu surga di bulan mulia ini di karena kan banyak nya amalan-amalan kebaikan yang salih di lakukan sebagai pendorong bagi orang-orang yang hendak beramal, dan di tutup pintu neraka di karena kan sedikit nya maksiat yang di lakukan oleh orang-orang yang beriman, demikian pula di borgol nya syaitan sehingga tidak bebas seperti hari-hari lain nya.

Di riwayat kan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu`anhu bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Umat ku di berikan lima perangai pada bulan ramadhan, yang tidak di berikan kepada para umat sebelum nya, aroma mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah dari pada aroma kasturi, dan para malaikat meminta kan ampunan hingga berbuka puasa, dan Allah menghiasi surga Nya setiap hari dan berfirman,” Hampir para hamba Ku yang sholih terbebas dari beban dan gangguan dan segera menuju ke pada mu (surga), dan di borgol para syaitan hingga tidak bebas seperti hari hari bisa, dan akan di berikan ampunan pada setiap akhir malam.”

Para sahabat bertanya, apakah itu pada malam lailatul qadar?, maka di jawab, bukan, akan tetapi bagi setiap muslim yang beramal ia akan mendapatkan balasan nya, jika ia telah selesai beramal.”

Kelima perangai ini Allah janjikan dan di khusus kan untuk umat nabi muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang tidak pernah di berikan kepada umat manusia sebelum nya.

Keutamaan Sholat Tarawih Berdasarkan Hadits-Hadits Shohih

Ustadz Muhammad Wasitho, حفظه الله تعالى

Sholat Tarawih merupakan salah satu amal ibadah yang Allah syari’atkan bagi para hamba-Nya di bulan suci Romadhon. Dan hukum sholat Tarawih adalah SUNNAH sebagaimana yang disepakati oleh para ulama.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan Qiyamu Ramadhan adalah sholat Tarawih, dan para ulama telah bersepakat bahwa sholat Tarawih itu hukumnya mustahab (sunnah/dianjurkan).”. (Lihat Syarhu Shohih Muslim VI/282, dan kitab Al-Majmu’ III/526).

(*) Keutamaan Shalat Tarawih

Pada beberapa Waktu yang lalu, kami telah menposting hadits PALSU tentang keutamaan sholat Tarawih dari malam pertama hingga malam ketiga puluh (terakhir) dari bulan Romadhon. Maka pada kesempatan kali ini kami akan menyebutkan keutamaan sholat Tarawih berdasarkan hadits-hadits yang SHOHIH dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.

(*) KEUTAMAAN PERTAMA:
Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu bagi siapa saja yang melakukan sholat Tarawih dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dan ridho Allah semata. Bukan karena riya’ dan sum’ah (ingin dilihat dan didengar amal kebaikannya oleh orang lain.

Hal ini berdasarkan hadits SHOHIH berikut ini:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم : « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa melakukan Qiyam Romadhon (yakni sholat malam pada bulan romadhon) karena iman dan mengharap pahala dan ridho Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. al-Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

» Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud Qiyam Romadhon adalah sholat Tarawih.”

» Ibnul Mundzir rahimahullah menerangkan berdasarkan nash (tekstual) hadits ini bahwa yang dimaksud “pengampunan terhadap dosa-dosa yang telah lalu dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil.

Sedangkan imam An-Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil saja. Karena dosa-dosa besar tidaklah diampuni dengan sebab melakukan amal-amal sholih, akan tetapi hanya dengan melakukan Taubat Nasuha, yakni taubat yang sempurna.

(*) KEUTAMAAN KEDUA:
Barangsiapa melaksanakan sholat Tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat baginya pahala seperti orang yang melakukan Qiyamul Lail semalam penuh.

Hal ini berdasarkan Hadits Shohih berikut ini:

Dari Abu Dzar rdhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda:

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Sesungguhnya barangsiapa yang shalat (Tarawih) bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala Qiyamul Lail satu malam penuh.” (HR. An-Nasai no.1605, At-Tirmidzi no.806, Ibnu Majah no.1327, dan selainnya. Dan hadits ini dinyatakan SHOHIH oleh At-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani dalam Irwa’ Al-Gholil no. 447).

Demikian keutamaan sholat Tarawih berdasarkan hadits-hadits Shohih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Semoga Allah Ta’ala memberikan Taufiq dan pertolongan-Nya kepada kita semua untuk dapat istiqomah dalam melaksanakan sholat Tarawih dan ibadah lainnya di bulan Romadhon dan di bulan-bulan setelahnya. Amiin.

Ramadhan Bersama Ulama Salaf Dalam Memanfaatkan Waktu

Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz, حفظه الله تعالى

Bismillah. Generasi ulama as-salafus sholih merupakan generasi yang paling agung dan utama dari umat Islam sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka adalah generasi yang paling lurus aqidah dan manhajnya, paling baik ibadah dan akhlaknya, serta paling semangat dalam memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

Abdullah bin mas’ud radhiyallahu anhu berkata: “Barangsiapa yang ingin mengambil teladan, maka teladanilah petunjuk orang-orang mukmin yang telah meninggal dunia (yakni Nabi shallallahu alaihi wasallam bersama para sahabat, pent), sebab orang yang masih hidup Tidak (ada jaminan) aman Dari tertimpa fitnah (syahwat maupun syubhat, pent).” (Lihat Tafsir Al-Baghowi I/284, I’lamul Muwaqqi’iin karya Ibnul Qoyyim II/202-203, Ighotsatul Lahfan I/159, Madarijus Salikin III/436).

Jadi, dalam memahami dan mengamalkan syari’at Islam yang sempurna ini, hendaknya kita meneladani dan menggabungkan diri kita hanya bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam, para sahabat, dan para ulama sunnah yang setia mengikuti jejak mereka dengan baik dan benar. Bukan dengan cara ikut-ikutan dan menggabungkan diri bersama Si fulan dan Si Alan, atau kelompok ini dan kelompok itu.

Berikut ini adalah perkataan para ulama salaf dalam menyikapi waktu.

1. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tidaklah aku menyesal terhadap sesuatu sebagaimana menyesalku ketika pada hari yang matahari telah tenggelam sementara umurku berkurang padahal amalanku tidak bertambah pada hari itu.”

2. Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata: “Para penghuni Surga tidaklah menyesal melainkan karena suatu waktu yang pernah mereka lalui (ketika di dunia) tanpa berdzikir kepada Allah ‘azza wajalla.” (Lihat Al-Wabilu Ash-Shoyyib, Hal.59).

3. Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya setiap majlis yang mana seorang hamba Tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, maka majlis itu akan menjadi penyesalan baginya pada hari Kiamat.” (Lihat Al-Wabilu Ash-Shoyyib, Hal.59).

4. Hasan Al-Bashri rahimahullah juga berkata: “Wahai anak Adam! Waktu siangmu adalah tamumu, maka berbuat baiklah kepadanya, karena sesungguhnya jika kamu berbuat baik kepadanya, dia akan pergi dengan memujimu, dan jika kamu bersikap jelek padanya, maka dia akan pergi dalam keadaan mencelamu, demikian juga waktu malammu.”

5. Hasan Al-Bashri rahimahullah juga berkata: “Dunia itu ada tiga hari:
(1) Adapun kemarin, maka dia telah pergi dengan amalan-amalan yang kamu lakukan padanya,
(2) Adapun besok, mungkin saja kamu tidak akan menjumpainya lagi,
(3) Dan adapun hari ini, maka ini untukmu, maka beramallah pada saat itu juga.”

6. Mu’awiyah bin Qurroh rahimahullah berkata: “Manusia yang paling berat penghitungan amalnya pada hari kiamat ialah orang sehat yang memiliki waktu luang (namun ia tidak menggunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat, pent).”. (Lihat Iqtidhoul ‘Ilmi Al-’Amal, Hal.103).

7. As-Suri bin Al-Muflis rahimahullah berkata: “Jika kamu merasa sedih karena hartamu berkurang, maka menangislah karena berkurangnya umurmu.”

8. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Menyia-nyiakan waktu itu lebih dahsyat daripada kematian. Karena Menyia-nyiakan waktu Akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian itu hanya akan memutuskanmu dari kehidupan dunia dan para penghuninya.” (Lihat Al-Fawa’id, Hal.44).

Demikian Faedah Ilmiyah pada hari ini. Semoga kita bisa meneladani generasi as-Salafus Sholih dalam memanfaatkan sisa umur kita di dunia ini dengan sebaik-baiknya.

Imsak ??

Ustadz Badrusalam, Lc حفظه الله تعالى

Kata orang, “Imsak itu untuk kehati-hatian saja.. Agar tidak bersahur ketika fajar menyingsing..

Apa betul alasan itu?..
Coba perhatikan hadits ini:
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda..

إذا سمعتم النداء والكأس على يد أحدكم فلا يضعه حتى يقضيه منه

“Apabila kalian mendengar adzan, sementara gelas berada di tangan, maka janganlah ia meletakkannya sampai menyelesaikan hajatnya.”

Hadits ini membatalkan imsak sampai ke akar-akarnya..

Perhatikan juga kaidah berikut:

الأصل بقاء ما كان على ما كان

“Pada asalnya tetap pada keadaan sebelumnya.”

Pada asalnya malam masih ada..
Sampai jelas masuknya waktu fajar..
bila ada yang makan sahur dengan dugaan waktu sahur masih ada..
Ternyata fajar sudah masuk..
Maka puasanya sah berdasarkan kaidah itu..

Kaidah ini juga membatalkan imsak..

Al Hafidz ibnu Hajar rahimahullahu berkata..:

Termasuk bid’ah yang mungkar..
Yang terjadi di zaman ini..
Mematikan lampu-lampu sebagai tanda haramnya makan dan minum..
Bagi orang yang ingin berpuasa..
Dengan alasan kehati-hatian dalam ibadah.. (Fathul Baari 4/199).

Tampak jelas..
Bahwa imsak bukan sunnah..
Semoga bermanfaat.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Apa Ada Tuntunan Doa Dan Dzikir Pada Shalat Tarawih Dan Witir ?

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, حفظه الله تعالى

Sebagian masyarakat mempraktekkan bahwa antara sela-sela duduk istirahat pada shalat tarawih dengan bacaan-bacaan tertentu yang dibaca oleh “bilal”. Padahal sependek pengetahuan kami, waktu tersebut sebenarnya adalah waktu untuk istrihat. Itulah mengapa shalat tarawih disebut tarawih karena berarti istirahat. Jika demikian, waktu istirahat tersebut sebaiknya diberi kesempatan pada para jamaah untuk menarik nafas, tidak dibebani dengan hal lainnya.

Doa Setelah Witir

Adapun untuk bacaan setelah witir, ada bacaan yang dituntunkan. Ada dua doa yang bisa diamalkan berikut ini,

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

Subhaanal malikil qudduus.” (dibaca 3x)

[artinya: Maha Suci Engkau yang Maha Merajai lagi Maha Suci dari berbagai kekurangan]” (HR. An Nasai dan Ahmad, shahih)

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

Allahumma inni a’udzu bika bi ridhaoka min sakhotik wa bi mu’afaatika min ‘uqubatik, wa a’udzu bika minka laa uh-shi tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘ala nafsik” (dibaca 1x)

[artinya: Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari hukuman-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjukan kepada diri-Mu sendiri]. (HR. Kitab Sunan yang Empat, shahih)

Doa di atas pun tidak perlu dibaca secara berjama’ah, cukup diajarkan pada masing-masing jamaah sekali, seterusnya biarkan mereka mengamalkan sendiri-sendiri.

Baca Niat Setelah Tarawih/ Witir

Satu kebiasaan lagi setelah tarawih adalah membaca niat secara berjamaah “nawaitu shouma ghodin …” Seperti ini pun tidak dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena niat sebagaimana kata Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa-nya, niat adalah keinginan untuk melakukan sesuatu. Jika seseorang sudah berkeinginan untuk bangun makan sahur, maka ia sudah berniat untuk berpuasa. Karena seseorang makan sahur pasti ingin berpuasa. Jadi tidak perlu dilafazhkan, lebih-lebih lagi dijaherkan (dikeraskan) lalu dikomandoi untuk dibaca berjama’ah. Imam Nawawi berkata dalam Roudhotut Tholibin,

لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ

“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Roudhotuth Tholibin, 1: 502)

Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Ref: http://rumaysho.com/shalat/doa-dan-dzikir-di-shalat-tarawih-dan-shalat-witir-8044

 

1138. Adakah Dalil Mengenai Bermaaf-Maafan Sebelum Ramadhan ?

1138. BBG Al Ilmu

Tanya:
Apakah ada contoh dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau para sahabat untuk bermaaf-maafan sebelum puasa atau pada saat lebaran ?

Jawab:
Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam, jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui, tidak pernah diajarkan oleh Islam. Jika ada yang berkata: “Manusia khan tempat salah dan dosa, mungkin saja kita berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari”. Yang dikatakan itu memang benar, namun apakah serta merta kita meminta maaf kepada semua orang yang kita temui? Mengapa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal mereka orang-orang yang paling khawatir akan dosa.

Selain itu, kesalahan yang tidak sengaja atau tidak disadari tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” (HR Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi, 7/356, Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 4/4, di shahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)

Sehingga, perbuatan meminta maaf kepada semua orang tanpa sebab bisa terjerumus pada ghuluw (berlebihan) dalam beragama.

Namun bagi seseorang yang memang memiliki kesalahan kepada saudaranya dan belum menemukan momen yang tepat untuk meminta maaf, dan menganggap momen datangnya Ramadhan adalah momen yang tepat, tidak ada larangan memanfaatkan momen ini untuk meminta maaf kepada orang yang pernah dizhaliminya tersebut. Asalkan tidak dijadikan kebiasaan sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan setiap tahun.
والله أعلم بالصواب
Ref:
http://muslim.or.id/ramadhan/bermaafan-sebelum-ramadhan.html

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

1137. Rencana Masuk Islam

1137. BBG Al Ilmu

Tanya:
Ada seorang teman, dia menjalin kedekatan dengan seorang perempuan asal manado nasrani, perempuan ini sedang giat belajar agama, dan dia berniat masuk Islam kalau lelakinya menikahinya, mereka sudah merencanakan pernikahan yakni selesai lebaran, saya juga sudah temukan dia berjalan depan umum pake jilbab, hanya saja dia belum menjadi mualaf, teman saya tanya, perempuannya itu ingin belajar puasa di ramadhan ini sekalian mau belajar shalat, sedangkan dia belum mu’alaf. Bagaimana hukumnya?

Jawab:
Ust. Irfan Helmi, Lc, حفظه الله تعالى

Hendaknya perempuan tersebut segera masuk islam di hadapan saksi. Kalau perlu di Istiqlal karena disana akan mendapat semacam sertifikat muallaf. Akan sia-sia segala usaha belajarnya kalau belum memeluk islam.

Yang juga penting diperhatikan adalah selama belum diikat dalam tali pernikahan, tidak ada hubungan apapun antara jurnalis dengan wanita tersebut. Jangan sampai pertemanan mereka menimbulkan ekses-ekses yang dilarang syariat. Wallahul muwaffiq.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

1136. Sholat Tarawih Terlalu Cepat

1136. BBG Al Ilmu

Tanya:
Masjid di sekeliling rumah jumlah rakaat nya ada 23 rakaat tapi gak tuma’ninah bagaimana ya sholat tarawihnya ? Soalnya masjid yang banyak mayoritas salafnya susah disini.

Jawab:
Ust. Muhammad Wasitho, حفظه الله تعالى

Mengerjakan sholat fardhu ataupun sholat sunnah seperti sholat sunnah Rowatib, Tarawih, Tahajjud, Witir, Dhuha, dsb TANPA Thuma’ninah, maka hukum sholatnya TIDAK SAH (Batal), karena Thuma’ninah merupakan rukun sholat. Hal ini berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada seseorang yang melakukan sholat dengan cara yang tidak baik dan tanpa tuma’ninah agar ia mengulangi kembali sholatnya.

Untuk sholatnya wanita muslimah, baik itu sholat Fardhu maupun sholat sunnah seperti sholat sunnah rowatib, tarawih, tahajjud, witir, dhuha dsb, yang lebih utama adalah di dalam rumahnya.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“La Tamna’uu imaa’allahi masaajidallahi , wa buyuutuhunna khoirun lahunna.”

Artinya: “Janganlah kalian melarang para wanita dari mendatangi masjid-masjid (untuk sholat), meskipun (sholat di dalam) rumah mereka itu lebih baik bagi mereka.”
والله أعلم بالصواب

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Nasehat Berharga Dari Syaikh Abdul Karim Al Khudhoir, حفظه الله تعالى

Ustadz Musyaffa Ad Dariny, Lc, MA حفظه الله تعالى

“Pengalaman dan fakta membuktikan bahwa orang yang kebiasaannya SIBUK dengan AIB manusia, dengan aibnya si Fulan dan si Allan, sedang dia lupa dengan aibnya sendiri, serta lupa dengan ilmu dan amalan yang dapat melengkapi kekurangannya, pengalaman membuktikan bahwa hal itu merupakan sebab langsung terhalangnya seseorang dari ilmu dan amal kebaikan”.

========

Oleh karena itu, teruslah menuntut ilmu, sibukkanlah diri kalian dengan memperbaiki diri sendiri semampunya… Jangan biarkan orang lain menghentikan dan memotong jalanmu untuk terus berjalan, bahkan berlari, dalam menuntut ilmu… Semoga ilmu kita bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

 

Antara Mulut Besar Dan Jiwa Besar

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA حفظه الله تعالى

Sobat! Dalam kehidupan, sering kali kita mendengar si fulan bermulut besar. Satu ungkapan untuk menggambarkan seseorang yang pandai berkata-kata, namun faktanya jauh dari apa yang ia ucapkan. Tutur katanya banyak dan terdengar indah, namun tanpa didukung oleh tindakan nyata.

Sebaliknya, ada orang-orang yang disebut berjiwa besar. Sedikit ucapannya namun berjuta-juta tindakan dan jasanya. Karya demi karya tiada henti ia torehkan, pengorbanan demi pengorbanan tiada putus ia persembahkan. Jasa besarnya dirasakan oleh semua orang, namun demikian ia tiada lelah bersembunyi dari sorotan orang.

Popularitas adalah musuh terbesar yang ia perangi, sanjungan adalah ancaman terbesar yang ia waspadai. Sebaliknya, nasehat dan teguran adalah hadiah istemewa yang senantiasa ia nanti dan hargai, dan kesalahan dirinya tiada lelah ia benahi dan sesali.

Jasa baik orang lain kepadanya tiada henti ia ingat dan syukuri sedangkan kesalahan mereka segera ia maafkan dan lupakan.

Merekalah orang orang besar dan pejuang sejati yang sering kali dilupakan dan bahkan tiada dikenal oleh banyak orang.

Sobat! Bermimpi, berjanji, mengkhayal tentulah mudah, dan bisa dilakukan oleh setiap orang, namun membuktikannya belum tentu kita mampu melakukan. Tindakan dan bukti nyata itulah yang membedakan antara si mulut besar dari si jiwa besar.

Bulan Ramadhan, siapa yang tidak tahu dan tidak bermimpi mendapatkan keutamaannya. Janji manis, mulai mengalir dari bibir setiap muslim, dan khayalan indah setinggi langit mulai membumbung dari benak ummat islam termasuk kita. Namun benarkah semua itu dapat menjadi kenyataan?

Bahkan, sudahkah anda mengenali maksud dan memahami hakikat dari ibadah puasa di bulan Ramadhan ini?

Sobat! Ketahuilah, puasa ramadhan adalah semacam pusat pelatihan mental, iman, kepribadian dan akhlaq bagi kita sebagai ummat Islam, sebagaimana tergambar pada hadits qudsi berikut:

يدع طعامه وشرابه وشهوته من أجلي،

“Orang yang berpuasa meninggalkan makan, minum dan syahwat birahinya karena patuh kepada perintah-Ku.”

Dengan berpuasa, anda membuktikan bahwa perintah Allah lebih anda dahulukan daripada tuntutan biologis, syahwat atau selera pribadi. Dan bila sikap reliji ini terus anda asah, niscaya suatu saat nanti menyatu dengan jiwa anda, sehingga mewarnai kepribadian anda. Dengan demikian, setiap kata yang anda ucapkan atau tindakan yang anda lakukan bahkan pola pikir anda benar benar terkendali dibawah perintah dan larangan Allah Azza wa Jalla.

Karena itu, pada hadits qudsi di atas, Allah lebih jauh menggambarkan hakekat puasa dengan berfirman:

إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يرفُثْ، وَلَا يَفْسُقْ، وَلَا يَجْهَلْ، فَإِنْ جُهِلَ عَلَيْهِ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صائم

“Bila engkau sedang berpuasa janganlah engkau:
1. berkata kata keji ( kotor),
2. jangan pula berbuat kefasikan ( dosa)
3. dan jangan pula berlaku bodoh ( berbuat sesuatu yang tidak menguntungkan bagi agama maupun dunianya). Dan bila ada orang yang berbuat jahil kepadanya, maka katakan: sejatinya ku adalah orang yang sedang bepuasa. ( Ahmad, Bukhari, Muslim dan lainnya)

Cermatilah bagaimana pada hadits qudsi ini, Allah menganjurkan anda ketika sedang berpuasa untuk menginspirasi diri anda dengan berkata : aku adalah orang yang sedang berpuasa. Dengan demikian anda selamat dan tidak hanyut dalam badai emosi dan ambisi ingin membalas dendam kepada orang lain yang menyakiti anda.

Sobat! Sudahkah puasa menjadi inspirasi dalam hidup anda? Dan sudahkah inspirasi ibadah puasa anda mampu mengalahkan badai emosi, perasaan dan kepuasan pribadi anda ?

– – – – – •(*)•- – – – –

 

Menebar Cahaya Sunnah