Antara Mulut Besar Dan Jiwa Besar

Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA حفظه الله تعالى

Sobat! Dalam kehidupan, sering kali kita mendengar si fulan bermulut besar. Satu ungkapan untuk menggambarkan seseorang yang pandai berkata-kata, namun faktanya jauh dari apa yang ia ucapkan. Tutur katanya banyak dan terdengar indah, namun tanpa didukung oleh tindakan nyata.

Sebaliknya, ada orang-orang yang disebut berjiwa besar. Sedikit ucapannya namun berjuta-juta tindakan dan jasanya. Karya demi karya tiada henti ia torehkan, pengorbanan demi pengorbanan tiada putus ia persembahkan. Jasa besarnya dirasakan oleh semua orang, namun demikian ia tiada lelah bersembunyi dari sorotan orang.

Popularitas adalah musuh terbesar yang ia perangi, sanjungan adalah ancaman terbesar yang ia waspadai. Sebaliknya, nasehat dan teguran adalah hadiah istemewa yang senantiasa ia nanti dan hargai, dan kesalahan dirinya tiada lelah ia benahi dan sesali.

Jasa baik orang lain kepadanya tiada henti ia ingat dan syukuri sedangkan kesalahan mereka segera ia maafkan dan lupakan.

Merekalah orang orang besar dan pejuang sejati yang sering kali dilupakan dan bahkan tiada dikenal oleh banyak orang.

Sobat! Bermimpi, berjanji, mengkhayal tentulah mudah, dan bisa dilakukan oleh setiap orang, namun membuktikannya belum tentu kita mampu melakukan. Tindakan dan bukti nyata itulah yang membedakan antara si mulut besar dari si jiwa besar.

Bulan Ramadhan, siapa yang tidak tahu dan tidak bermimpi mendapatkan keutamaannya. Janji manis, mulai mengalir dari bibir setiap muslim, dan khayalan indah setinggi langit mulai membumbung dari benak ummat islam termasuk kita. Namun benarkah semua itu dapat menjadi kenyataan?

Bahkan, sudahkah anda mengenali maksud dan memahami hakikat dari ibadah puasa di bulan Ramadhan ini?

Sobat! Ketahuilah, puasa ramadhan adalah semacam pusat pelatihan mental, iman, kepribadian dan akhlaq bagi kita sebagai ummat Islam, sebagaimana tergambar pada hadits qudsi berikut:

يدع طعامه وشرابه وشهوته من أجلي،

“Orang yang berpuasa meninggalkan makan, minum dan syahwat birahinya karena patuh kepada perintah-Ku.”

Dengan berpuasa, anda membuktikan bahwa perintah Allah lebih anda dahulukan daripada tuntutan biologis, syahwat atau selera pribadi. Dan bila sikap reliji ini terus anda asah, niscaya suatu saat nanti menyatu dengan jiwa anda, sehingga mewarnai kepribadian anda. Dengan demikian, setiap kata yang anda ucapkan atau tindakan yang anda lakukan bahkan pola pikir anda benar benar terkendali dibawah perintah dan larangan Allah Azza wa Jalla.

Karena itu, pada hadits qudsi di atas, Allah lebih jauh menggambarkan hakekat puasa dengan berfirman:

إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يرفُثْ، وَلَا يَفْسُقْ، وَلَا يَجْهَلْ، فَإِنْ جُهِلَ عَلَيْهِ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صائم

“Bila engkau sedang berpuasa janganlah engkau:
1. berkata kata keji ( kotor),
2. jangan pula berbuat kefasikan ( dosa)
3. dan jangan pula berlaku bodoh ( berbuat sesuatu yang tidak menguntungkan bagi agama maupun dunianya). Dan bila ada orang yang berbuat jahil kepadanya, maka katakan: sejatinya ku adalah orang yang sedang bepuasa. ( Ahmad, Bukhari, Muslim dan lainnya)

Cermatilah bagaimana pada hadits qudsi ini, Allah menganjurkan anda ketika sedang berpuasa untuk menginspirasi diri anda dengan berkata : aku adalah orang yang sedang berpuasa. Dengan demikian anda selamat dan tidak hanyut dalam badai emosi dan ambisi ingin membalas dendam kepada orang lain yang menyakiti anda.

Sobat! Sudahkah puasa menjadi inspirasi dalam hidup anda? Dan sudahkah inspirasi ibadah puasa anda mampu mengalahkan badai emosi, perasaan dan kepuasan pribadi anda ?

– – – – – •(*)•- – – – –

 

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.