Bismillah
Akhi ukhti rahimakallah
Menurutmu sifat malu itu terpuji apa tidak?
Ana rasa kita sepakat nich, namun yang terkadang masih abstrak adalah memaknai sifat malu yang terpuji…
Rasa malu adalah bagian dari keimanan
Orang yang berakal sehat niscaya memiliki sifat pemalu, karena ia adalah akar kesehatan akal seseorang dan sumber kebaikan, yang tidak malu hanyalah orang bodoh dan biasanya akan berlaku jahat dan buruk, tindakannya membuat orang lain terperanjat, seraya berucap,
“Koq bisa dia melakukan itu?”
“Tidak menyangka kalau fulan tega berbuat itu”
Ungkapan kekecewaan yang mendalam
Ketika rasa malu hilang…
Tatkala pokok malu telah layu, manusia akan berdusta, menipu, mencuri, merampok, membunuh, memutilasi, memperkosa,korupsi, ingkar janji, jorok ucapannya, mengumbar auratnya….
Dia bertindak seenak perutnya
Bahkan ada yang seperti binatang
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda
((إِنَّ مِـمَّـا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَى : إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ ؛ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ)).
“Sesungguhnya di antara yang didapat manusia dari perkataan kenabian terdahulu ialah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” [HR. al-Bukhori no. 6120]
Tatkala rasa malu hilang, maka kebaikan telah sirna dan pergi dan ketentraman ini akan segera berakhir
Perasaan malu itu dua macam, malu kepada Allah dan malu kepada manusia, keduanya terpuji,
hanya yang awal wajib dan yang kedua sunnah
Malu kepada Allah mendorong pemiliknya untuk menghindari hal-hal yang dibenci Allah
Malu kepada manusia membuat orang itu menghindari perbuatan dan perkataan yang tidak disukai masyarakat
Perhatikan petuah nabi shallallahu alaihi wasallam di bawah ini, Dari ‘Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Hendaklah kamu benar-benar malu kepada Allâh!”
Para sahabat berkata:
“Wahai Rasûlullâh, al-hamdulillah kami malu (kepada Allah) dan alhamdulilah ”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Bukan begitu (sebagaimana yang kamu sangka-pen). Tetapi (yang dimaksud) benar-benar malu kepada Allâh adalah:
Engkau menjaga kepala dan isinya
Menjaga perut dan apa yang berhubungan dengannya;
Dan hendaklah engkau mengingat kematian dan kebinasaan.
Dan barangsiapa menghendaki akhirat, dia meninggalkan perhiasan dunia.
Barangsiapa telah melakukan itu, berarti dia telah benar-benar malu kepada Allâh Jalla jalaluhu (HR. Tirmidzi, no. 2458; Ahmad, no. 3662)
Akhi ukhti…
Itulah rasa malu yang sebenarnya
Moga engkau sudah merasakannya
Barakallahu fik
Syafiq Riza Basalamah, حفظه الله تعالى