Dari pembahasan Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA – Berapa Jarak Yang Boleh Kita Meng-Qoshor Sholat – bisa di baca di SINI
=======
Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah…
Kita lanjutkan..
⚉ TEMPAT YANG MULAI IA MENG-QOSHOR DARINYA
Jumhur ulama berpendapat bahwa meng-qoshor sholat itu dimulai ketika kita sudah berpisah dengan bangunan-bangunan kota, dia sudah mulai keluar kota dan bahwasanya itu adalah syarat.
Ibnul Mundzir berkata, “kami tidak mengetahui bahwa Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam meng-qoshor pada sesuatupun dari safarnya kecuali setelah keluar dari kota Madinah.”
Berkata Anas, “aku sholat zhuhur bersama Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam di Madinah 4 roka’at dan di Dzulhulaifah 2 roka’at.” (HR Bukhori)
Hal ini menunjukkan bahwa misalnya ketika kita misalnya mau pergi ke Bandung, kemudian kita sudah keluar dari kota Jakarta maka saat itu kita sudah boleh untuk mulai meng-qoshor.
Seorang musafir apabila pergi safar karena ada keperluan dan dia tidak tahu akan berapa lama tinggal disana dan diapun juga tidak ada niat untuk menetap disana, maka ia boleh terus meng-qoshor sampai pulang.
Berbeda tentunya kalau dia sudah tahu bahwa dia akan tinggal disana misalnya selama dua bulan atau selama setahun maka yang seperti ini hukumnya seperti hukum mukim kata para ulama, adapun kalau kita tidak tahu akan selesainya kapan makanya seperti ini hukumnya musafir.
Dari Jabir ia berkata, “Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam pernah tinggal di Tabuk 20 hari dan beliau terus meng-qoshor sholat selama 20 hari itu.” (HR Imam Ahmad)
Ibnu Qoyyim berkata, “Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam tidak pernah berkata kepada umatnya, jangan meng-qoshor sholat apabila tinggal lebih dari sekian sekian.. akan tetapi kebetulan Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam tinggal di Tabuk 20 hari dan beliau terus meng-qoshor sholat disana.”
Dari Ibnu ‘Abbas bahwa, “Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam pernah tinggal 19 hari dan beliau meng-qoshor dan kami apabila safar 19 hari kami meng-qoshor apabila lebih dari itu kami menyempurnakan” (ini pendapat Ibnu ‘Abbas).
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar pernah ke Adzarbaijan untuk berjihad di jalan Allah selama 6 bulan beliau meng-qoshor disana.
Disebutkan dalam kitab Ar-raudhotunnadiyyah jilid 1 hal 383, “dan pendapat kebanyakan para ulama bahwa seseorang terus meng-qoshor selama ia tidak ada niat untuk menetap”
Maka dari itu pendapat yang rojih/sh0hih tidak ada batasan selama seseorang mau pergi safar dimana ia tidak tahu akan berapa lama selesainya kebutuhan dia, maka pada waktu itu ia terus meng-qoshor diperbolehkan.
Misalnya seseorang mau pergi ke Eropa karena ada keperluan dan ia tidak tahu selesainya berapa hari, maka pada waktu itu ia terus meng-qoshor.
Adapun kalau ia mau pergi ke Jepang misalnya ia tahu ia akan tinggal disana misalnya selama setahun karena ditugaskan oleh kantornya maka seperti ini hukumnya hukum mukim, maka semenjak ia sampai disana ia tidak boleh meng-qoshor lagi.
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى
.
.
Dari Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
.
ARTIKEL TERKAIT
Pembahasan Fiqih Mausu’ah Muyassaroh…
.
.
WAG Al Fawaid Al Ilmiyyah