Kaidah Ushul Fiqih Ke-9 : Pada Asalnya Segala Sesuatu Yang Berhubungan Dengan Dunia Adalah Halal Dan Suci.Sedangkan Ibadah Pada Asalnya Terlarang…

Pembahasan ini merujuk kepada kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى

KAIDAH SEBELUMNYA (KE-8) bisa di baca di SINI

=======

🍀 Kaidah yang ke 9 🍀

👉🏼  Pada asalnya segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia adalah halal dan suci. Sedangkan ibadah pada asalnya terlarang.

Dalil kaidah ini adalah firman Allah Ta’ala

هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا

Dialah yang telah menciptakan untukmu apa yang ada di bumi ini semuanya.” (AlBaqarah:29).

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan apa yang ada di bumi ini semuanya sebagai kenikmatan untuk kita sebagai sesuatu yang halal.
Maka tidak boleh mengharamkannya kecuali bila ada dalil.

Adapun dalil ibadah adalah hadits:

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Barang siapa yang mengada ada dalam perkara kami ini apa apa yang bukan darinya, maka ia tertolak.” (HR Muslim).

Maka tidak boleh kita beribadah kecuali setelah ada dalil yang memerintahkannya. Juga dikarenakan ibadah adalah jenis dari pembebanan, sedangkan pada asalnya manusia tidak diberikan beban.

ini adalah bentuk kemudahan syariat dan kesempurnaan islam. Sehingga kita tidak perlu melelahkan diri untuk membuat sebuah ibadah, karena kewajiban kita hanya ittiba saja.

Maka dalam masalah dunia, kita boleh berkreasi dan membuat tekhnologi yang bermanfaat untuk manusia, meskipun tidak ada di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam. karena masalah dunia pada asalnya halal selama tidak ada dalil yang melarang.

Adanya mobil, pesawat, kapal, handphone, speaker dan sebagainya adalah masalah duniawi yang dihalalkan dan bukan bid’ah sama sekali.

Wallahu a’lam 🌴

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.

Dari kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى.

Silahkan bergabung di Telegram Channel : https://t.me/kaidah_ushul_fiqih

KAIDAH USHUL FIQIH – Daftar Isi LENGKAP

Courtesy of Al Fawaid

Kemuliaan Yang Hakiki

Bukanlah kemuliaan yang hakiki saat kita mendapatkan julukan kebanggaan, atau harta melimpah, atau pangkat tinggi, atau pimpinan majlis..

Tapi..

Kemuliaan yang hakiki adalah ketika kita menjadi orang yang diumumkan oleh para malaikat langit kepada penduduk bumi, bahwa Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia.

———–

Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- telah bersabda:

“Sesungguhnya ketika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril dan mengatakan: “sungguh Aku mencintai si fulan, maka cintailah dia..”

Maka Jibril pun mencintainya, kemudian dia mengumumkan di langit dan mengatakan: “sungguh Allah mencintai si fulan, maka cintailah oleh kalian si fulan itu..”

Maka para penduduk langit pun mencintainya.

Kemudian diberikan kepadanya kecintaan penduduk bumi, sehingga mereka menerimanya..”

[HR. Muslim].

Maka, itulah tafsiran dari firman Allah ta’ala (yang artinya):

“Sungguh orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Allah yang Maha Penyayang akan menjadikan kecintaan tertuju kepadanya..” (QS. Maryam: 96)

———-

Semoga Allah menjadikan kita hamba yang demikian, amin.

Ditulis oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

Yang Wajar Dan Sangat Tidak Wajar…

Kalau berbeda gaya bahasa, kesukaan
terhadap makanan dan minuman, dan
banyak hal dalam masalah dunia itu
WAJAR, karena kita memang dari
berbagai suku dan latar belakang …

Tetapi SANGAT TIDAK WAJAR kalau
kita kaum muslimin berbeda dengan
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam Aqidah, ibadah dan
akhlak kita…
Kalau berbeda mau cari NABI siapa
lagi ? …

Abu Ya’la Kurnaedi,  حفظه الله تعالى

image

Kaidah Ushul Fiqih Ke-8 : Larangan Apabila Berhubungan Dengan Dzat Ibadah atau Syaratnya, Maka Ibadah Tersebut…

Pembahasan ini merujuk kepada kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى

KAIDAH SEBELUMNYA (KE-7) bisa di baca di SINI

=======

🍀 Kaidah yang ke 8 🍀

👉🏼  Larangan apabila berhubungan dengan dzat ibadah atau syaratnya maka ibadah tersebut batal tidak sah.
Tetapi bila tidak berhubungan dengannya maka sah namun berdosa.

Semua ibadah yang dilarang maka batil tidak sah.
contohnya puasa di hari raya, jual beli riba, sholat di saat haidl, wasiat untuk ahli warits dan sebagainya.

Demikian pula bila larangan mengenai syaratnya seperti memakai pakaian sutra bagi laki laki ketika sholat, jual beli yang mengandung ghoror (ketidak jelasan) karena syarat jual beli adalah harus jelas.
maka ini pun batil tidak sah.

Tapi bila tidak mengenai dzat ibadah dan tidak juga syaratnya seperti sholat dengan menggunakan peci hasil curian, haji dengan uang hasil korupsi, maka ibadahnya sah namun berdosa.

Wallahu a’lam 🌴

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.

Dari kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى.

Silahkan bergabung di Telegram Channel : https://t.me/kaidah_ushul_fiqih

KAIDAH USHUL FIQIH – Daftar Isi LENGKAP

Courtesy of Al Fawaid

Kaidah Ushul Fiqih Ke-7 : Perkara Yang Diharamkan Ada Dua Keadaan…

Pembahasan ini merujuk kepada kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى

KAIDAH SEBELUMNYA (KE-6) bisa di baca di SINI

=======

🍀 Kaidah yang ke 7 🍀

👉🏼  Perkara yang diharamkan ada dua keadaan:

1. Diharamkan dzatnya seperti judi, arak, riba dan sebagainya.

2. Diharamkan karena menjerumuskan kepada yang haram. seperti melihat wanita yang bukan mahram diharamkan karena mendekati Zina. memakai sutera diharamkan karena mendekati tasyabbuh dengan wanita. dan sebagainya.

⚉ Perkara yang diharamkan dzatnya DIBOLEHKAN KETIKA DARURAT SAJA.

⚉ Sedangkan perkara yang diharamkan karena menjerumuskan, DIBOLEHKAN DISAAT ADA HAJAT.
contohnya memakai sutera bagi lelaki boleh untuk keperluan pengobatan gatal, melihat wanita boleh untuk tujuan menikahinya, dan sebagainya.

Wallahu a’lam 🌴

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.

Dari kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى.

Silahkan bergabung di Telegram Channel : https://t.me/kaidah_ushul_fiqih

KAIDAH USHUL FIQIH – Daftar Isi LENGKAP

Courtesy of Al Fawaid

Puasa Rajab Terlarang Jika…

Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan

Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib yaitu amalan puasa Ramadhan)

Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida Al Hawliyah, 235-236)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Syaban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beritikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Syaban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Syaban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.

Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dhoif) bahkan maudhu (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu (palsu) dan dusta.(Majmu Al Fatawa, 25/290-291)

Link selengkapnya:

https://rumaysho.com/352-adakah-anjuran-puasa-di-bulan-rajab.html

M Abduh Tuasikal,  حفظه الله تعالى

Mintalah Hidayah…

“Wahai hamba-hamba-Ku,setiap kalian sesat, kecuali orang yang telah Aku beri hidayah. Maka
mintalah hidayah kepada-Ku,
niscaya Aku berikan hidayah
kepada kalian.”

(HR. Al Bukhari-Muslim)

Courtesy of Mutiara Risalah Islam

Hitung Dosamu…

Betapa sering anda menghitung uang harta kekayaan, unit usaha dan jasa kebaikan anda.

Pernahkah anda berpikir, untuk apa Anda Menghitung semua itu Anda kawatir ada yang hilang, berkurang atau dicuri orang?

Perkenankan saya bertanya sekali lagi : Pernahkah anda Menghitung dosa dan kesalahan anda? berapa banyak? dan sudahkah anda menyiapkan tebusannya?

Sobat ! percayalah bahwa dosa dan kesalahan anda pasti akan anda pertanggungjawabkan . Esok atau lusa, anda pasti mendapatkan balasan dan siksa atas seluruh dosa dan kesalahan, sebagaimana saat ini anda menikmati keberhasilan dan kekayaan anda.

Sobat! Ketahuilah, bahwa orang bijak bukanlah orang yang pandai menghitung keberhasilan, harta kekayaan dan jasa kebaikannya. Orang bijak adalah orang yang selalu menghitung dosa dan kesalahan lalu ia membenahinya dan beristighfar memohon ampunan kepada Allah Azza wa Jalla.

Dahulu sahabat Abdullah Bin Masud radhiallahu ‘anhu berkata:

عدوا عليكم سيئاتكم فإني أضمن على الله ألا يضيع شيء من حسناتكم

Hitung dan Ingatlah selalu dosa-dosa kalian, dan aku jamin bahwa tidak satupun dari kebaikanmu yang akan Allah lupakan.

Astaghfirullah, ya Allah ampunilah dosa dosa hamba-Mu yang lemah lagi bodoh ini. Amiin.

Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى

Kaidah Ushul Fiqih Ke-6 : Sesuatu Yang Haram Boleh Dilakukan Bila Darurat…

Pembahasan ini merujuk kepada kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى

KAIDAH SEBELUMNYA (KE-5) bisa di baca di SINI

=======

🍀 Kaidah yang ke 6 🍀

👉🏼 Sesuatu yang haram boleh dilakukan bila darurat, dan yang makruh boleh bila ada hajat.

Disebut darurat bila membahayakan agama, atau jiwa, atau harta, atau keturunan, atau akal.
Perbedaannya dengan hajat, bahwa hajat bila ditinggalkan tidak berbahaya, namun kita membutuhkannya.

Contohnya bila kita berada di tempat yang sangat dingin, kita harus memakai jaket, bila tidak kita binasa. ini adalah darurat.
setelah memakai jaket, masih terasa dingin dan membutuhkan jaket yang kedua. ini adalah hajat.

Perkara yang haram, boleh dilakukan bila keadaan darurat dengan syarat:

1. Benar-benar dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alternatif yang lain.

2. Darurat tersebut hilang dengan melakukan perbuatan yang haram tersebut. Bila tidak hilang maka tetap tidak boleh.

Bila salah satu syarat ini tak terpenuhi, maka TETAP HARAM HUKUMNYA, seperti mengobati sihir dengan sihir, menghilangkan haus dengan arak dan sebagainya.

Adapun yang makruh boleh dilakukan bila ada hajat, seperti menengok dalam sholat boleh bila dibutuhkan.

Wallahu a’lam 🌴

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.

Dari kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى.

Silahkan bergabung di Telegram Channel : https://t.me/kaidah_ushul_fiqih

KAIDAH USHUL FIQIH – Daftar Isi LENGKAP

Courtesy of Al Fawaid

Mengeluh Hanya Kepada Allah

Jangan mengeluh kepada manusia

Karena, jika Anda mengeluh kepada teman, Anda akan membuatnya sedih.

Dan jika Anda mengeluh kepada lawan, Anda akan membuatnya senang.

Padahal, seharusnya kita membuat senang teman, bukan lawan.. membuat sedih lawan, bukan teman.

Oleh karenanya, tampakkanlah keluh kesah hanya kepada Allah.

Semakin banyak Anda mengeluh kepada Allah, Anda akan semakin dekat kepadaNya dan semakin diperhatikan olehNya.

Semakin banyak Anda berkeluh kesah kepada Allah, otomatis Anda semakin tidak perlu berkeluh kesah kepada manusia.. karena “hasbunallohu wa ni’mal wakil..”, cukuplah Allah sebagai penolong kita dan Dialah sebaik-baik pelindung yang bisa dijadikan sandaran.

Semoga bermanfaat..

✏️
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

Menebar Cahaya Sunnah