Hadits-Hadits MU’ALLAQ Yang Ada Dalam Shahih Bukhari…

Telah kita sebutkan bahwa hadits mu’allaq termasuk hadits lemah karena sanadnya yang terputus (baca : Macam-Macam Hadits Dlaif…).

Namun bagaimana dengan hadits hadits mu’allaq yang terdapat dalam shahih Bukhari ? Sementara ia adalah buku yang telah disepakati keshahihannya ?

Al Hafidz ibnu Hajar menjawab dalam kitab Hadyussari muqoddimah fathul baari syarah shahih Bukhari. Secara ringkas bahwa hadits hadits mu’allaq yang ada dalam shahih Bukhari ada yang Marfu’ (dinisbatkan kepada Nabi) dan ada yang Mauquf (dinisbatkan kepada shahabat).

Adapun yang Marfu’ ada dua macam:

Pertama: Yang disebutkan oleh Al Bukhori di tempat lain dalam shahihnya secara bersambung.
Sebab beliau menyebutkannya secara mu’allaq karena beliau biasanya tidak mengulangi sanad kecuali bila ada faidahnya. Bila tidak ada maka beliau sebutkan secara mu’allaq agar tidak menjadi panjang.

Kedua: Yang hanya disebutkan secara mu’allaq saja. Ini ada dua macam:

1. Yang disebutkan dengan Jazm yaitu menggunakan kata kerja aktif.
Jenis ini hukumnya shahih sampai kepada perawi yang dita’liq. Namun setelah perawi tersebut sampai kepada shahabat perlu diperiksa statusnya, dan ini ada dua macam:

A. Yang masuk dalam syaratnya. Sebab beliau menjadikannya mu’allaq diantaranya adalah karena beliau telah menyebutkan hadits lain yang maushul yang mewakilinya. Atau karena tidak mendengar langsung dari syaikhnya. Atau karena merasa ragu dalam mendengar dari syaikhnya. Atau mendengarnya dalam rangka mudzakaroh saja.
Jenis ini biasanya yang beliau riwayatkan dari guru gurunya.

B. Yang tidak masuk dalam syaratnya.
Jenis ini ada yang shahih sesuai syarat ulama lain. Contohnya imam Bukhari berkata, “Berkata Aisyah, “Nabi selalu berdzikir pada setiap keadaannya. Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim.
Ada juga hasan yang dapat dijadikan hujjah. Contohnya perkataan imam Bukhari: “Berkata Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya: “Allah lebih berhak untuk kamu merasa malu kepadaNya dari manusia.”
Dan terkadang lemah bukan karena perawi perawinya tapi karena adanya keterputusan yang ringan dalam sanadnya. Contohnya perkataan Bukhari: “Berkata Thawus berkata Mu’adz bin Jabal kepada penduduk Yaman: “Bawakan kepadaku pakaian sebagai ganti gandum untuk sedekah..dst. Sanadnya shahih kepada Thawus tapi Thawus tidak mendengar dari Muadz.

2. Yang disebutkan dengan bentuk tamridl yaitu menggunakan kata kerja pasif.
Jenis ini tidak bisa dipastikan keshahihannya kepada perawi yang dita’liq, Jenis ini ada yang shahih dan ada juga yang tidak shahih. Inipun ada dua macam:

A. Yang disebutkan di tempat lain dalam shahihnya.
Adapun yang shahih, tidak didapati yang sesuai dengan syaratnya kecuali sedikit sekali. Dan biasanya beliau lakukan untuk periwayatan secara makna. Contohnya perkataan Bukhari: “Disebutkan dari ibnu Abbas dari Nabi shallallahu alaihi wasallam mengenai ruqyah dengan al fatihah.”
Bukhari menyebutkan hadits tersebut dalam tempat lain dalam shahihnya dari jalan Ubaidillah bin Al Akhnas dari ibnu Abi Mulaikah dari ibnu Abbas tentang kisah beberapa shahabat yang singgah di sebuah perkampungan lalu kepala kampung tersebut tersengat kalajengking dan diruqyah oleh seorang shahabat dengan alfatihah.

B. Yang tidak disebutkan dalam tempat lain dalam shahihnya.
Jenis ini ada yang shahih tetapi tidak sesuai dengan syaratnya. Ada juga yang hasan dan ada juga yang dlaif akan tetapi sesuai dengan yang diamalkan oleh para ulama. Ada juga yang dlaif yang tidak memiliki penguat.

Contoh yang shahih yaitu perkataan Bukhari:
“Disebutkan dari Abdullah bin Saib ia berkata, “Rasulullah membaca surat al-mukminun dalam sholat shubuh. Ketika sampai kepada ayat tentang Musa dan Harus beliau batuk lalu ruku.” Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim.

Contoh yang hasan yaitu perkataan Bukhari:
“Dan disebutkan dari Utsman bin Affan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Jika kamu menjual maka wakilkanlah dan jika kamu membeli maka timbanglah.”

Contoh yang dlaif dan sesuai dengan pengamalan ulama yaitu perkataan Bukhari:
Disebutkan dari Nabi bahwa beliau memerintahkan untuk membayarkan hutang sebelum melaksanakan wasiat.
Hadits ini diriwayatkan oleh At Turmidzi dalam sanadnya terdapat Harits Al A’war seorang perawi yang lemah namun para ulama bersepakat mengamalkan makna hadits tersebut.

Contoh yang dlaif yang tidak dikuatkan oleh amalan para ulama sangat sedikit sekali dan biasanya Bukhari mengomentarinya dengan kelemahan. Contohnya perkataan Bukhari: “Disebutkan dari Abu Hurairah secara marfu’: Tidak boleh imam sholat sunnah di tempatnya.” Bukhari berkata: “Tidak shahih.”

Adapun riwayat riwayat mu’allaq yang mauquf maka beliau menjazm yang shahih walaupun tidak sesuai dengan syaratnya. Dan tidak menjazm yang di dalam sanadnya terdapat kelemahan atau terputus kecuali bila ada penguatnya dari jalan lain atau karena kemasyhurannya.

Beliau membawakan fatawa fatawa shahabat dan tabi’in dalam penafsiran ayat untuk menguatkan pendapat yang ia pilih dalam permasalahan yang diperselisihkan diantara para ulama.

Badru Salam,  حفظه الله تعالى

Baca artikel terkait sebelumnya : Macam-Macam Hadits Dlaif…

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.