Category Archives: ACT El Gharantaly

Mau Taraweh ?

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

Mau taraweh ? Bingung pilih jumlah rakaat yang mana.?

11 rakaat ataukah 23 rakaat.?

Apapun pilihannya yang pasti thuma’ninah syarat sahnya.

Makna tuma’ninah adalah ketenangan & jeda dalam gerakan shalat demi kesempurnaannya. 

Tuma’ninah merupakan rukun sholat, dimana tidak sah shalat seseorang apabila dia meninggalkannya. Disebutkan dalam sebuah hadits, Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, bahwa seorang lelaki pernah masuk masjid dan shalat, sedangkan Nabi berada di pojok mesjid tersebut.(seusai shalat) Ia mendatangi beliau seraya mengucapkan salam, setelah menjawab salamnya, Beliau bersabda: ”shalatlah kamu sesungguhnya kamu tadi belum shalat.”

Orang itu balik lagi dan kembali shalat. Lalu menemui beliau lagi dan memberi salam. Setelah menjawab salamnya, beliau bersabda lagi: “shalatlah kamu sesungguhnya kamu tadi belum shalat.” Pada kali yang ketiga lelaki itu berujar : “tolong ajarkan aku.”

Beliau pun bersabda: “apabila kamu hendak shalat, maka :
* berwudhulah dengan sempurna kemudian
* menghadaplah kearah kiblat dan bertakbirlah, lalu
* bacalah ayat Al-Qur’an yang mudah bagimu, kemudian
* ruku’ lah hingga kamu tuma’ninah dalam ruku’ lalu
* tegaklah berdiri, hingga kamu berdiri lurus. Kemudian
* bersujudlah hingga kamu tuma’ninah dalam sujud, lalu
* bangkitlah dari sujud hingga kamu tuma’ninah dalam duduk. Kemudian
* bersujud lagi hingga kamu tuma’ninah dalam sujud. Lalu
* bangkitlah dari sujud, hingga kamu berdiri tegak
Lakukan hal seperti itu dalam semua shalatmu.” (HR. Ahmad Bukhari & Muslim)

Ingat! Mencuri itu buruk, tapi lebih buruk lagi kalau mencurinya dalam shalat. Loh. Kok bisa..? Iya, Rasulullah bersabda:

“seburuk-buruk pencuri yaitu orang yang mencuri dalam shalatnya. Mendengar pernyataan ini orang banyak bertanya,”Ya Rasulullah… bagaimana orang mencuri dalam shalatnya itu?, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab “yaitu orang yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya” (HR.Ahmad & Tirmidzi)

Semoga bermanfaat

Sebelum Engkau Tidur

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

Sahabat Naufal Al-Asyja’i radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadaku:
  
إذا أخذت مضجعك من الليل  فاقرأ : قل يا أيها الكافرون ثم نم على خاتمتها، فإنها براءة من الشرك.

“Bila engkau beranjak tidur di malam hari bacalah Qul Yaayyuhal Kafirun (Surat Al-Kafirun), kemudian tidurlah pada akhir (ayatnya), karena ia dapat melepaskan diri dari kesyirikan.”

(HR. Abu Daud, 5055. Tirmizi, 3400 dihasankan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar di kitab Nataijul Afkar)

Catt:
Maksud dari “tidurlah pada akhir ayatnya” adalah tidurlah setelah membaca surat tersebut.

Surat Al Kafirun berisi ajaran tauhid yang menegaskan prinsip paling fundamental dalam kehidupan keberagamaan seorang muslim.

Tak heran bila surat tersebut ditambah surat Al-Ikhlas senantiasa di baca oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di dua tepi siang dan malam, pada :

** 2 rakaat shalat Fajar,
** 2 rakaat ba’da Maghrib,
** 2 Rakaat selepas thawaf,
** 2 rakaat terakhir shalat witir.

Para ulama menjelaskan bahwa perbuatan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam diatas sebagai bentuk pengajaran terhadap umatnya agar mengawali dan mengakhiri harinya dengan mentauhidkan Allah azza wa jalla.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Perangai Palsu

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

Sahabat…

Hari ini kita selalu dihadapkan dengan dunia yang berlumur gincu dan menyatu dalam perangai-perangai palsu. Nyaris tak ada keaslian. Kepintaran masa kini selalu saja melahirkan eksperimen-eksperimen baru tentang keindahan. Semua carapun ditempuh, dimulai dengan pemaknaan yang sering dipaksakan, atau imajinasi-imajinasi keindahan yang liar dan ilusif. Perlahan-lahan semua mengarah secara masif ataupun personal pada fase hidup yang menyukai kepalsuan.

Keadaan semakin keruh ketika sebagian orang mengejar ke’aku’annya dalam pujian-pujian manusia atas apa yang tak pernah diraihnya. Bersikaplah jujur dan apa adanya.

Karena kesederhanaan hidup adalah sebuah pilihan.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Nasehat Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad, حفظه الله تعالى

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

Penanya:
Wahai Syaikh.. Dinegeri kami banyak tersebar bid’ah dan tashawwuf. Bila hari raya tiba sebagian saudara kami dari ahlussunnah tidak ikut bersenang-senang sebagaimana yang lain. Mereka sibuk dengan menyelenggarakan dauroh ini dan itu, ceramah ini dan itu untuk memanfaatkan momen. Apakah ini dibenarkan wahai Syekh…?

Syaikh:
Hal itu tidak seharusnya dilakukan.

Penanya:
Berarti mereka itu termasuk mubta’di (ahli bid’ah)…??

Syaikh:
Apakah semua harus dihukumi dengan bid’ah..?? Katakan bahwa hal tersebut tidak layak dilakukan dihari ied, katakan juga bahwa tidak ada sunnah yg menunjukkan hal tersebut.

Aku nasehatkan (ditempat seperti itu) tinggalkan kebiasaan, sedikit-sedikit bid’ah, sedikit-sedikit bid’ah.

Tinggalkan dan jauhi istilah bid’ah itu. Katakan bahwa hal tersebut tidak ada contohnya. Hal tersebut juga tidak selayaknya dilakukan pada hari ied.

Jangan bermudah-mudah dalam memvonis bid’ah.”

Penanya:
Terima kasih Syaikh, ahsanallahu ilaikum.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Bukan Menolak…

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

Bukan menolak poligami, hanya saja sampanku terlalu kecil untuk bertiga. Lagipula aku tak bisa melukis wajah lain diatas kanvas hidupku.

Karena dia terlalu indah untuk diduakan.

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Bersuka Citalah

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

Saat kita membaca Al-Qur’an kita akan mendapati beberapa ayat yang secara khusus memberi kabar suka cita kepada orang-orang yang beriman. Contohnya pada firman Allah yang artinya:

“Sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kamu sekalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah:155).

Kabar suka cita itu akan terus dikumandangkan selama Al-Qur’an masih terus dibaca hingga hari kiamat. Semua itu setidaknya menjadi penguat bagi setiap hamba dalam menghadapi pahit getirnya kehidupan.

Dia seperti mengilhamkan keimanan pada jiwa-jiwa yang mulai letih dan berpeluh bahwa Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari sanggup membuatnya bahagia dalam hitungan kurang dari sedetik.

Allah berfirman:

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS: Yasin: 82)

Kita hanya perlu bersabar dalam menjalani takdir terbaik kita.

Bukankah bila malam semakin larut pertanda fajar akan segera tiba ?….

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

View

Jangan Sia-Siakan Pahalamu

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

(Petuah dari Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili hafidzohullah)

“Orang-orang begitu berat untuk bersedekah kepada fakir miskin. Karena ia menyadari bahwa harta yang ia miliki didapat dengan susah payah.

Namun amat mengherankan… ada orang yang begitu dermawan dalam masalah pahala. Bukankah pahala itu juga diperoleh dengan susah payah.?!

Kenapa ia tidak berfikir sebagaimana fikirannya terhadap harta..?!!
Bukankah pahala lebih layak untuk dijaga ?!

Sebagian orang mendermakan pahalanya dengan cuma-cuma tanpa ia sadari, dengan mengghibahi fulan, mendzolimi fulan, merampas hak fulan. Di saat sedikit pahala amat berharga di akhirat kelak untuk memberatkan timbangan amal.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Tahukah kamu siapakah orang yang merugi itu (muflis)? Orang muflish adalah orang yang datang pada hari pembalasan dengan sholat, zakat, puasa dan haji sedangkan dia gegabah menghujat orang lain, menfitnah orang lain, menggunakan harta orang lain tanpa hak dan menumpahkan darah kaum muslimin serta memukulnya, maka kebajikannya akan terhitung sebagai ganjaran (orang yang didhaliminya), dan dosa-dosanya akan ditanggungnya dan dia akan dilempar ke dalam api neraka.” (HR. Muslim (6251)).”

View

Syukron

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

Syukron atau terima kasih adalah ungkapan verbal yang ringan dan mudah diucapkan. Hanya saja sedikit yang menyadari urgensi dan nilai-nilai yang ada dibalik ungkapan ini. Arogansi dan keangkuhan seringkali menjadi biang utama keengganan seseorang untuk mengucapkan terima kasih pada orang yang berbuat baik kepadanya.

Memang…, orang-orang yang ikhlas tidak akan pernah gila dengan ucapan terima kasih. Namun kita yang menikmati karunia Allah dan ketulusan orang lain itulah yang memerlukan terima kasih sebagai ungkapan syukur kepada Allah serta pembalasan minimal yang patut bagi mereka yang pernah berjasa dalam kehidupan kita.

Kita harus sadar, bahwa dalam setiap transaksi sosial selalu ada keringat orang lain yang menyertai keberhasilan dan kesuksesan kita. Maka ucapan terima kasih kita pada hakikatnya adalah pendefinisin diri, pengakuan, kesadaran, dan keberanian menepis egoisme serta keangkuhan diri. Bahkan dia menjadi ukuran apakah kita telah memberikan harga yang pantas bagi diri kita sendiri.

Di dalam kitab Al Kabaa’ir Imam Adz Dzahabi –rahimahullah- menuturkan,

“Mengkufuri nikmat/kebaikan (enggan berterimakasih-pent) kepada orang yang berbuat baik (kepada kita) adalah dosa besar.

Allah ta’ala berfirman:

“Hendaknya kalian bersyukur pada-Ku dan pada kedua orang tua” (Luqman:41)

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ

“Tidak bersyukur kepada Allah siapa saja yang tidak berterimakasih kepada manusia (yang berbuat baik padamu, pent)”. (HR Abu Daud, dan At Tirmidzi)

Para Ulama Salaf sepakat bahwa kufur nikmat adalah dosa besar. Adapun cara bersyukur (berterimkasih, ed) adalah membalas kebaikan tersebut dengan mendoakan sang pemberi.
Diantara doa yang diajarkan Nabi tercinta dalam rangka membalas kebaikan orang lain adalah ucapan: JAZAKALLAHU KHAIRAN.

Beliau bersabda:

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ ، فَقَالَ لِفَاعِلِهِ : جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا , فَقَدْ أبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ

“Barangsiapa yang diberi suatu kebaikan, kemudian mengatakan kepada pemberi kebaikan tersebut, ‘Jazakallahu khairan (semoga Allah membalas kebaikanmu)’ Sungguh yang demikan itu telah menunjukkan kesungguhannya dalam pujian (terimakasih).” (HR. At Tirmidzi)

Makna doa tersebut adalah,

“semoga Allah membalas kebaikanmu dengan yang lebih baik”.

Nabi shallallahu alaihi wasallam menyebut doa ini sebagai sebaik-baik pujian. Karena yang diminta untuk membalas adalah Allah. Tuhan yang selalu memberi lebih dari apa apa yang dikerjakan hamba-Nya.

Membalas kebaikan juga bisa dengan pemberian yang serupa.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوْفًا فَكَافِئُوْهُ

“Barangsiapa yang berbuat baik kepada kalian maka balaslah dengan setimpal.” (HR. Ahmad)

Jika tak mampu membalas dengan balasan setimpal, maka doakanlah ia. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

وَمَنْ أَتَى إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَعْلَمُوا أَنْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

Dan barangsiapa yang berbuat baik kepada kalian maka balaslah (kebaikannya) dengan kebaikan yang setimpal. Dan jika kalian tidak mendapati sesuatu untuk membalas kebaikannya maka berdo’alah untuknya sampai kalian merasa telah membalas kebaikannya.” (HR. Ahmad)

Semoga Allah Subhaanahu wa ta”ala memasukkan kita kedalam golongan orang-orang yang bersyukur.

View

Pesan Prof. DR. Abdurrahman As-Sudais, Hafidzahullah, Kepada Penuntut Ilmu

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

Disela-sela kunjungannya ke Universitas Islam Madinah Syaikh sempat memberikan ceramah singkat dihadapan Mahasiswa UIM. Berikut petikan ceramah beliau:

“Sudah selayaknya bagi penuntut ilmu untuk berakhlak dengan akhlak yang baik, dan berusaha agar pengaruh ilmu nampak dalam perilaku dan interaksinya dengan semua manusia..

(Allah mensifati nabi-Nya): “Sesungguhnya engakau (Muhammad) berada diatas akhlak yang agung)”.

لا تحسـبنَّ العـلمَ ينفـعُ وحدَه *** مـا لـم يتـوَّج ربُّـه بخــلاقِ
والعلـمُ إِن لم تكتـنفهُ شـمـائلٌ *** تُعْـليهِ كان مطيـةَ الإِخـفـاقِ

Jangan mengira kalau ilmu itu bermanfaat dengan sendirinya.

Jika pemiliknya tidak menghiasinya dengan akhlak yang baik.

Apabila ilmu tidak dibarengi dengan perangai baik yang membuatnya tinggi, maka (ilmu) itu hanya akan mengantarkan (pemiliknya) pada kerusakan.

Bagi orang yang berilmu, semakin bertambah ilmunya tetang Allah, Rasul-Nya dan agama-Nya, maka keberadaannya semakin membawa banyak manfaat bagi hamba2 Allah. Akhlaknya pun semakin baik terhadap sesama kaum muslimin bahkan terhadap non muslim sekalipun. Karena itu wajib bagi kita untuk menyebarkan agama ini dengan mengacu pada petunjuk Rasulullah, Allah berfirman tentang (perangainya),

“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan ajaklah mereka bermusyawarah dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah bertekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS: 3: 159)

Wajib bagi para penuntut ilmu menjadi gambaran serta contoh yang baik dalam mentaati rambu-rambu agama, ia harus menjadi suri tauladan yang baik, ia juga harus merealisasikan ittiba’ terhadap sang guru pertama (Rasulullah), (dalam riwayat disebutkan): “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling baik akhlaqnya” (al-hadits).

Maka sudah seharusnya bagi para penuntut ilmu untuk memperbaiki akhlak mereka agar kemuslimannya semakin membawa manfaat bagi sekitar juga memberi performa luhur terhadap agama.

Penuntut ilmu juga dituntut untuk selalu bersikap pertengahan. (Allah berfirman):

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat) yang adil (pertengahan dan pilihan)”.
Maka berhati-hatilah wahai penuntut ilmu dari sikap ghuluw (berlebih-lebihan (ekstrim)) dan jafaa’ (sikap terlalu longgar)”.

Hendaknya mereka selalu menjaga hati-hati mereka agar tetap selamat, terbebas dari hasad dan permusuhan.
Al qur’an adalah penyatu kita, Sunnah merupakan panduan kita, metode salaf adalah manhaj kita sebagai ahlussunnah wal jamaah. Jalan kita adalah sebaik-baik jalan dimana generasi awal pernah melangkah diatasnya, jalan para sahabat Ridhwaanullahi alaihim, dan tidak akan baik akhir dari umat ini kecualai dengan apa yg menjadikan baik generasi awalnya.

Ikhwah sekalian..
Apa gerangan yang terjadi pada penuntut ilmu hari ini..?
Mengapa mereka saling bertikai..? Saling berselisih..?
Bahkan sampai pada taraf saling melabeli orang dngan tuduhan kafir, sesat, saling membid’ahkan, memfasikkan dalam masalah ijtihaadiyah dimana Abu Bakar dan Umar pernah berselisih karenanya begitu juga para imam setelahnya, Abu Hanifah, Malik Imam darul hijrah, As-Syafi’ie, Ahmad dan imam lainnya setelah mereka -rahimahumullah-, namun hati-hati mereka tetap selamat dari saling mencela antara satu dan lainnya. Mereka tetap berlapang dada, kasih sayangpun tetap terjalin diantara mereka”

قالوا يزورك أحمد وتزوره ¤¤¤ قلت الفضائل لا تفارق منزله
إن زارني فبفضله أو زرته ¤¤¤ فلفضله والفضل في الحالين له

Mereka berkata, “Ahmad menziarahimu dan engkaupun menziarahinya.

Kukatakan, kebaikan tak pernah lenyap dari rumahnya.

Apabila dia menziarahiku, itu semata-mata karena kebaikannya,

Atau aku menziarahinya maka itu juga karena keutamaannya. Pada dua kondisi itu kebaikan kebaikan kembali padanya.

Sebagian penuntut ilmu hadaahumullah (semoga Allah memberi hidayah kepada mereka) telah salah dalam melangkah, mereka menyibukkan diri dengan mncari-cari aib sesama. Padahal siapa diantara kita yg tak pernah salah, siapa didunia ini yg hanya memiliki kebaikan saja…?

Sudah saatnya para penuntut ilmu menjauhi sikap keras dan tak terpuji itu, mereka harus memiliki prinsip yang shohih dlm menyikapi khilaf, terutama dalam masalah ijtihaadiyah. Perselisihan apapun hendaknya dikembalikan kpada ahli ilmu.

Allah berfirman, “.. Dan kalau mereka mengembalikannya kepada Rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulan orang-orang yang ingin mengetahui kebenaran akan dapat mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri), Kalau bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu tentulah kamu telah mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja diantaramu” (QS: 04:83)

Namun, kalaupun harus terjadi khilaf terutama dalam masaalah cabang-cabang syariat, masalah ijtihadiyah serta nawaazil mu’aashiroh, maka perselisihan itu jangan sampai merusak ukhuwah islamiyah dan imaniyah. Setiap penuntut ilmu harus memperhatikan sisi ini.

Dan hendaknya kalian wahai penuntut ilmu menghindari sikap tahazzub yang mengundang kebencian dan perpecahan.. Alqur’an dan Sunnah telah menyatukan kita, begitu juga manhaj salaful ummah, sebab kapan ummat terkotak-kotakkan oleh kelompok-kelompok, jamaah-jamaah serta perselihan maka hasilnya adalah perselisihan dan perpecahan. Lihatlah realitas ummat saat ini..

(Prof. DR. Abdurrahman As-Sudais -hafidzahullah-. Imam dan Khotib Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah. Faidah ini disampaikan pada kultum ba’da shalat dzhuhur di Maskam Bin Baz UIM KSA. Senin 22-01-1435 H)

View

Renungan

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

Dalam menjalani hidup, kita membutuhkan cara pandang yang mampu menembus batas-batas materi.

Meski mata menatap dunia dengan segala keindahannya, namun hati kita harus melihat jauh kesana, pada keaslian kampung akhirat yang akan menjadi tujuan.

Ini bukan soal panjang dan pendeknya umur atau sedikit banyaknya materi yang kita dapat dari kehidupan, tapi ini murni soal keberkahan dan berapa banyak yang telah kita syukuri dari semua karunia itu.

Karena hidup hanya sesaat…

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

View