Simak penjelasan Ustadz Badru Salam, حفظه الله تعالى berikut ini :
Category Archives: BBG Kajian
Yang Menentukan BESAR atau KECIL-nya Pahala #4… Waktu dan Tempat yang Utama
Simak penjelasan Ustadz Badru Salam, حفظه الله تعالى berikut ini :
Yang Menentukan BESAR atau KECIL-nya Pahala #3… Kuatnya Keimanan
Simak penjelasan Ustadz Badru Salam, حفظه الله تعالى berikut ini :
Yang Menentukan BESAR atau KECIL-nya Pahala #2… Sesuai Dengan Petunjuk
Simak penjelasan Ustadz Badru Salam, حفظه الله تعالى berikut ini :
2. Sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam
Yang Menentukan BESAR atau KECIL-nya Pahala #1… Ikhlas
Simak penjelasan Ustadz Badru Salam, حفظه الله تعالى berikut ini :
Jadilah Jama’ah Haji Terbaik Tahun Ini..!
Tepat tanggal 8 Dzulhijjah, saudara-saudara kita akan memulai rangkaian ibadah haji tahun ini.
Hari yang paling dinanti oleh calon jamaah haji.
Rasa haru, bahagia, harap dan cemas bercampur menjadi satu.
Selamat beribadah saudaraku!
Mintalah pertolongan kepada ALLAH!
Tancapkan di dalam hati nilai-nilai tauhid dalam talbiyah anda!
Ikutilah tuntunan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-!
Jadilah jamaah haji terbaik tahun ini!
Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- ditanya siapakah jamaah haji terbaik?
Beliau menjawab:
“Yang paling banyak berdzikir kepada ALLAH.”
(HR. Thabrani 20 / No. 407 dengan 2 jalur penguat)
Muhammad Nuzul Dzikri, حفظه الله تعالى
Mengapa Seakan Anda Ingin Mengaudit Malaikat..?
Sobat! Sadarkah anda bahwa apapaun yang anda ucapkan atau lakukan pasti dicatat oleh Malaikat pencatat amalan? Mungkinkah ada satu ucapan atau amalan anda yang luput dari catatan Malaikat?
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ َصغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun” (Al Kahfi 49)
Bila semua sudah dicatat, dan kelak di hari qiyamat anda pasti mempertanggung jawabkannya kepada Allah, lalu mengapa saat ini seakan anda merasa perlu untuk membuat catatan atau mendokumentasikan amalan anda ? Mungkinkah anda kawatir ada yang terselip dari catatan malaikat atau luput dari perhitungannya ?
Kalau anda berkata: aah, inikan untuk kenang-kenangan, sekedar untuk bercerita kepada karib kerabat dan teman.
Luar biasa, alasan yang terkesan cerdas dan manusiawi, namun coba sesaat anda merenung: sebenarnya anda beribadah untuk bercerita atau menjadi kenangan ? bukankah anda beribadah untuk mencari ridha Allah Ta’ala? lalu mengapa tanpa anda sadari ada niat lain, kenangan, atau bahan cerita kepada orang ? apakah anda tidak kawatir terperangkap dalam riya’ ? ataukah anda telah merasa memiliki proteksi yang ampuh dari penyakit riya’?
Kalau mau menghitung dan mengenang, maka kenanglah dosa anda, agar anda selalu rajin beristighfar dan memohon ampunan, bukan untuk dibanggakan atau diceritakan.
Sahabat Abdullah bin Mas’ud berkata:
عدوا سيئاتكم؛ فأنا ضامن أن لا يضيع من حسناتكم شيء
“Hendaknya kalian menghitung dosa dosa kalian, dan aku jamin bahwa tiada satupun kebaikan kalian yang terluputkan.” (At Tirmizy, Ad Darimy dll)
Sadar sobat, tata kembali niat anda, jangan sampai budaya selfie merusak ibadah anda tanpa anda sadari, akibatnya hanya selfie yang anda dapatkan dari ibadah anda, sedangkan pahala bisa saja sirna, karena ternyata ada niat lain, yaitu kenangan atau bahan cerita kepada kerabat atau teman.
Ya Allah limpahkan keikhlasan kepada hamba-Mu yang lemah ini.
Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى
Kita Masih Di Hari-hari Yang Istimewa…
Jangan pernah engkau remehkan sekecil apapun kebaikan…
Jika engkau melihat seekor semut terpeleset dan jatuh di air, maka angkat dan tolonglah ia…barangkali itu menjadi penyebab ampunan bagimu di akherat.
Jika engkau menjumpai batu kecil di jalan yang bisa menggangu jalannya kaum muslimin, maka singkirkanlah ia, barangkali itu menjadi penyebab dimudahkannya jalanmu menuju syurga.
Jika engkau menjumpai anak ayam terpisah dari induknya, maka ambil dan susulkan ia dengan induknya, semoga itu menjadi penyebab Allah mengumpulkan dirimu dan keluargamu di surga.
Jika engkau melihat orang tua membutuhkan tumpangan, maka antarkanlah ia…barangkali itu mejadi sebab kelapangan rezekimu di dunia.
Jika engkau bukanlah seorang yang mengusai banyak ilmu agama, maka ajarkanlah alif ba’ ta’ kepada anak2 mu, setidaknya itu menjadi amal jariyah untukmu.. yang tak akan terputus pahalanya meski engkau berada di alam kuburmu.
JIKA ENGKAU TIDAK BISA BERBUAT KEBAIKAN SAMA SEKALI, MAKA TAHANLAH TANGAN DAN LISANMU DARI MENYAKITI….SETIDAKNYA ITU MENJADI SEDEKAH UNTUK DIRIMU.
Al-Imam Ibnul Mubarak Rahimahullah berkata:
رُبَّ عَمَلٍ صَغِيرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ
“Berapa banyak amalan kecil, akan tetapi menjadi besar karena niat pelakunya. Dan berapa banyak amalan besar, menjadi kecil karena niat pelakunya”
Jangan pernah meremehkan kebaikan, bisa jadi seseorang itu masuk surga bukan karena puasa sunnahnya, bukan karena panjang shalat malamnya tapi bisa jadi karena akhlak baiknya dan sabarnya ia ketika musibah datang melanda
Rasulullah bersabda:
« لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ ».
“Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun (hanya) kamu bertemu dengan saudaramu dalam keadaan tersenyum.” HR. Muslim.
Jangan meremahkan kebaikan sedikitpun….
Fadlan Fahamsyah, حفظه الله تعالى
Jangan Dekati Masjid Kami..!!
Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Barangsiapa yang mampu dan tidak berkurban maka janganlah ia mendekati masjid kami.”
(HR. Ibnu Majah)*
Saudaraku,
Memang mayoritas ulama menjelaskan bahwa kurban sebuah ibadah sunnah, namun tidakkah hadits diatas menjelaskan betapa tingginya kedudukan berkurban ?
Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang setiap orang yang mampu tapi dia tidak berkurban untuk mendekati masjid beliau (baca: masjid Nabawi).
Jika dia ditolak di rumah ALLAH, kemana lagi ia dapat berteduh dari badai kehidupan?
Siapa yang mau menerima dia jika Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang penuh kasih dan sayang tidak mau lagi menerimanya ?
Seakan ibadahnya di masjid tidak berguna tanpa berkurban.**
Bagi pencari syafaat Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
Bagi pencinta Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
Keluarkan sebagian rizki anda untuk berkurban!
Ini 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, sebuah keberuntungan jika kita dapat berkurban di dalamnya.
Dan bagi anda yang tidak mampu,
anda sangat beruntung, karena anda memiliki Nabi yang sangat penyayang nan perhatian.
Beliau mengikutsertakan anda dalam kurbannya,
sehingga andapun mendapatkan pahala berkurban.
Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda saat memotong hewan kurban:
“Bismillah wallahu akbar, ini dariku dan orang yang tidak mampu berkurban dari umatku.”
(HR. Abu Daud)
Bukankah kita semua umat beliau walaupun kita hadir ke dunia ini setelah 15 abad dari kehidupan beliau? Maka redaksi sabda beliau diatas mencakup seluruh umat islam setelah beliau wafat.***
Terakhir,
Teladan kita, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- selalu berkurban setiap tahun, walaupun beliau dan keluarga tidak pernah merasakan rasa kenyang dengan roti gandum selama 2 hari berturut-turut selama berada di kota madinah.****
Bagaimana dengan anda ?
—–|||—–
* dihasankan Albani namun sebagian ulama lebih mengarah ke mauquf, seperti Ibnu Hajar.
** keterangan Syaukani dalam Nailil Authar 5/171.
*** Al Multaqo Syarh Al Muwaththo’ 3/113, Durus Syaikh Albani 24/8.
Redaksi umatku dalam hadits di atas adalah salah satu redaksi yang bersifat umum dan universal dalam ilmu usul fiqh.
**** 1. Hadits beliau berkurban setiap tahun diriwayatkan Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad.
Imam Tirmidzi menghasankan namun ulama yg lain melemahkan.
Hanya saja banyak ulama yang menyimpulkan bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkurban setiap tahun.
2. Hadits ‘Aisyah tentang laparnya beliau diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri Lc, حفظه الله تعالى
Ucapan “Maasyaa Allah” dan “Subhaanallah”…
Maasyaa Allah
Yang satu ini, seringkali penulis dengar dilafalkan bukan pada tempatnya. Maasyaa Allah memiliki makna “Atas kehendak Allah”. Lafadz ini diucapkan ketika kita takjub melihat kelebihan yang dimiliki oleh orang lain, baik berupa harta, kondisi fisik atau yang lainnya. Dalam surat Al Kahfi, terdapat tambahan,
“Maasyaa Allah laa quwwata illa billah”
“Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan bantuan Allah.”
Lafadz ini juga berkaitan dengan penyakit ‘ain. Dengan melafadzkan “Maasyaa Allah” ketika kita mengaggumi kelebihan yang dimiliki orang lain, diharapkan orang tersebut tidak terkena penyakit ‘ain disebabkan pandangan kita. Karena penyakit ‘ain ini dapat terjadi baik kita sengaja ataupun tidak.
Nah…yang sering menarik pandangan seseorang adalah tingkah dan fisik anak kecil yang menggoda. Pipinya yang lucu, matanya yang nakal dan lain sebagainya. Lalu datanglah pujian dari sanak, saudara atau teman sekitar kita. Namun kita mungkin lupa, bahwa anak juga merupakan anugrah yang dapat terkena ‘ain. Maka, ingatkanlah orang-orang sekitar untuk mengucapkan masya Allah ketika memberikan pujian kepada anak kita. Begitupula dengan kita sendiri ketika memuji anak atau benda milik seseorang, maka ucapkanlah ‘maasyaa Allah’ ini.
https://muslimah.or.id/238-lafadz-lafadz-yang-ringan-di-lidah.html
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
وينبغي للإنسان إذا أعجبه شيء من ماله أن يقول: “ما شاء الله لا قوة إلَّا بالله” حتى يفوض الأمر إلى الله لا إلى حوله وقوته، وقد جاء في الأثر أن من قال ذلك في شيء يعجبه من ماله فإنه لن يرى فيه مكروهاً
Selayaknya bagi seseorang, ketika dia merasa kagum dengan hartanya, agar dia mengucapkan, “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah” sehingga dia kembalikan segala urusannya kepada Allah, bukan kepada kemampuannya. Dan terdapat riwayat, bahwa orang yang membaca itu ketika merasa heran dengan apa yang dimilikinya, maka dia tidak akan melihat sesuatu yang tidak dia sukai menimpa hartanya. (Tafsir Surat al-Kahfi, ayat: 39).
Doakan Keberkahan
Disamping bacaan di atas, ketika kita melihat sesuatu yang mengagumkan dimiliki oleh orang lain, kita dianjurkan untuk mendoakan keberkahan untuknya. Misalnya dengan mengusapkan, Baarakallahu laka fiih, semoga Allah memberkahi anda dengan apa yang anda miliki.
Dari Abdillah bin Amir bin Rabiah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ
Apabila kalian melihat ada sesuatu yang mengagumkan pada saudaranya atau dirinya atau hartanya, hendaknya dia mendoakan keberkahan untuknya. Karena serangan ain itu benar. (HR. Ahmad 15700, Bukhari dalam at-Tarikh 2/9 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Kapan Dianjurkan Mengucapkan Subhanallah?
Terdapat beberapa keadaan, dimana kita dianjurkan mengucapkan subhanallah. Diantaranya,
Pertama, ketika kita keheranan terdapat sikap.
Tidak kaitannya dengan keheranan terhadap harta atau fisik atau apa yang dimiliki orang lain. Tapi keheranan terhadap sikap.
Misalnya, terlalu bodoh, terlalu kaku, terlalu aneh, dst.
Kita lihat beberapa kasus berikut,
Kasus pertama, Abu Hurairah pernah ketemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi junub. Lalu Abu Hurairah pergi mandi tanpa pamit. Setelah balik, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, mengapa tadi dia pergi. Kata Abu Hurairah, “Aku junub, dan aku tidak suka duduk bersama anda dalam keadaan tidak suci.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ الْمُسْلِمَ لاَ يَنْجُسُ
Subhanallah, sesungguhnya muslim itu tidak najis. (HR. Bukhari 279)
Kasus kedua, ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan bagaimana cara membersihkan bekas haid setelah suci. Beliau menyarankan, “Ambillah kapas yang diberi minyak wangi dan bersihkan.”
Wanita ini tetap bertanya, “Lalu bagaimana cara membersihkannya.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa malu untuk menjawab dengan detail, sehingga beliau hanya mengatakan,
سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِى بِهَا
“Subhanallah.., ya kamu bersihkan pakai kapas itu.”
Aisyah paham maksud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliaupun langsung menarik wanita ini dan mengajarinya cara membersihkan darah ketika haid. (HR. Bukhari 314 & Muslim 774)
Kasus ketiga, Aisyah pernah ditanya seseorang,
“Apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Allah?”
Aisyah langsung mengatakan,
سُبْحَانَ اللَّهِ لَقَدْ قَفَّ شَعْرِى لِمَا قُلْت
Subhanallah, merinding bulu romaku mendengar yang kamu ucapkan. (HR. Muslim 459).
an-Nawawi mengatakan,
أن سبحان الله في هذا الموضع وأمثاله يراد بها التعجب وكذا لااله إلا الله ومعنى التعجب هنا كيف يخفى مثل هذا الظاهر الذي لايحتاج الإنسان في فهمه إلى فكر وفي هذا جواز التسبيح عند التعجب من الشيء واستعظامه
Bahwa ucapan subhanallah dalam kondisi semacam ini maksudnya adalah keheranan. Demikian pula kalimat laa ilaaha illallah. Makna keheranan di sini, bagaimana mungkin sesuatu yang sangat jelas semacam ini tidak diketahui. Padahal seseorang bisa memahaminya tanpa harus serius memikirkannya. Dan dalam hadis ini terdapat dalil bolehnya membaca tasbih ketika keheranan terhadap sesuatu atau menganggap penting kasus tertentu. (Syarh Shahih Muslim, 4/14).
Kedua, Keheranan ketika ada sesuatu yang besar terjadi
Misalnya melihat kejadian yang luar biasa.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang tersentak bangun di malam hari, karena keheranan melihat sesuatu yang turun dari langit.
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, bahwa pernah suatu malam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbangun dari tidurnya.
سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الْفِتَنِ
“Subhanallah, betapa banyak fitnah yang turun di malam ini.” (HR. Bukhari 115).
Dalam kasus lain, beliau juga pernah merasa terheran ketika melihat ancaman besar dari langit. Terutama bagi orang yang memiliki utang,
Dari Muhammad bin Jahsy radhiallahu ‘anhu, “Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ke arah langit, kemudian beliau bersabda,
سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا نُزِّلَ مِنَ التَّشْدِيدِ
“Subhanallah, betapa berat ancaman yang diturunkan ….”
Kemudian, keesokan harinya, hal itu saya tanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, ancaman berat apakah yang diturunkan?’
Beliau menjawab,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ
‘Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya ada seseorang yang terbunuh di jalan Allah, lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), sementara dia masih memiliki utang, dia tidak masuk surga sampai utangnya dilunasi.’” (HR. Nasa’i 4701 dan Ahmad 22493; dihasankan al-Albani).
Kata Ali Qori, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan subhanallah karena takjub (keheranan) melihat peristiwa besar yang turun dari langit. (Mirqah al-Mafatih, 5/1964).
Demikian,
Allahu a’lam