Tj Berganti Pakaian Saat Ihram

313. BBG Al Ilmu – 171

Pertanyaan:
Ustadz, mau tanya, bolehkah akhwat mengganti pakaian ataupun pakaian dalam saat beliau baru sampai di Makkah sebelum thowaf ?

Jawaban:
Seseorang yang sedang ihram, baik laki-laki maupun wanita, TIDAK DIHARUSKAN mengenakan terus pakaian yang ia kenakan ketika ihram sepanjang ibadahnya. Dia DIBOLEHKAN menggantinya kapan dia suka dengan pakaian lain selama bisa dipakai untuk ihram.
والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://almanhaj.or.id/content/2252/slash/0/tata-cara-umrah/

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tj Seputar Fidyah

312. BBG Al Ilmu – 357

Pertanyaan:
Apakah ibu hamil/menyusui yang tidak berpuasa cukup dengan bayar fidyah saja atau diganti dengan fidyah dan puasa juga ? Mohon penjelasan dan dalilnya

Jawaban:
Wanita hamil dan menyusui –ketika tidak berpuasa- cukup mengqodho’ tanpa menunaikan fidyah berdasarkan dalil berikut. Dari Anas bin Malik, ia berkata,
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.”. (HR. An Nasai no. 2274 dan Ahmad 5/29. Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.)

Al Jashshosh rahimahullah menjelaskan, “ … Keringanan puasa bagi wanita hamil dan menyusui sama halnya dengan keringanan puasa bagi musafir. … Dan telah diketahui bahwa keringanan puasa bagi musafir yang tidak berpuasa adalah mengqodhonya, tanpa adanya fidyah. Maka berlaku pula yang demikian pada wanita hamil dan menyusui..” (Ahkamul Qur’an, Ahmad bin ‘Ali Ar Rozi Al Jashshosh, 1/224)

Kondisi ini berlaku bagi keadaan wanita hamil dan menyusui yang masih mampu menunaikan qodho’. Dalam kondisi ini dia dianggap seperti orang sakit yang diharuskan untuk mengqodho’ di hari lain ketika ia tidak berpuasa. Namun apabila mereka tidak mampu untukk mengqodho’ puasa, karena setelah hamil atau menyusui dalam keadaan lemah dan tidak kuat lagi, maka kondisi mereka dianggap seperti orang sakit yang tidak kunjung sembuhnya. Pada kondisi ini, ia bisa pindah pada penggantinya yaitu menunaikan fidyah, dengan cara memberi makan pada satu orang miskin setiap harinya. (Panduan Ibadah Wanita Hamil, Yahya bin Abdurrahman Al Khatib, hal. 46, Qiblatuna)
والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://rumaysho.com/hukum-islam/puasa/3085-perselisihan-ulama-mengenai-puasa-wanita-hamil-dan-menyusui.html

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tj Cara Shalat Maghrib Di Waktu ‘Isya

311. BBG Al Ilmu – 29

Pertanyaan:
Ustad, afwan ana mau nanya..
Jika kita safar dan baru nyampe rumah ketika waktu isya..
Lalu bagaimana dengan shalat magrib, isya dan tarawih kita?

Jawaban:
Jika anda tiba pada waktu ‘Isya dan mendapatkan orang orang di Masjid sedang melaksanakan sjalat ‘Isya, maka hendaknya
hendaknya anda mengikuti jama’ah dengan niat shalat maghrib. Tidak masalah jika niat imam berbeda dari orang yang shalat  di belakangnya, karena Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam  berkata: “Sesungguhnya setiap amal tergantung niatnya dan bagi setiap orang mendapatkan sesuai yang ia niatkan”.

Apabila jama’ah sudah memulai shalat rakaat kedua, hendaknya anda mengikuti jama’ah dengan niat shalat maghrib dan salam bersama imam, karena berarti ia telah melakukan 3 rakaat. Namun apabila ia gabung jamaah saat rakaat pertama, maka ia mengikuti jama’ah isya’ dengan niat shalat maghrib, di saat imam berdiri untuk melakukan rakaat ke empat, ia tetap duduk dan membaca tasyahud dan salam, kemudian berdiri untuk melakukan shalat isya’ bersama imam apabila belum selesai shalat isya’ berjamaah. Kemudian ikut shalat tarawih dan witir bersama imam agar mendapatkan keutamaannya.

Namun jika anda tidak sempat ke Masjid, maka tetap shalatl dengan tertib yaitu shalat Maghrib dahulu (jama’ ta’khir) dilanjutkan dengan shalat ‘Isya dan setelah itu shalat Tarawih.

والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://islamqa.com/en/40598

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tj Duduk Iftirosy Dan Tawarruk

310. BBG Al Ilmu

Pertanyaan:
Ustadz, manakah pendapat yang kuat mengenai tata cara duduk dalam tasyahud akhir shalat ?

Jawaban:
Permasalahan ini adalah permasalahan fiqhiyah yang seringkali diperdebatkan.

Pendapat terkuat adalah yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i. Ketika tasyahud awal, duduknya adalah iftirosy. Ketika tasyahud akhir –baik yang dengan sekali atau dua kali tasyahud- adalah dengan duduk tawarruk, baik dia 1 rakaat, 2 rakaat, 3 rakaat, maupun 4 rakaat.

والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3191-cara-duduk-tasyahud-iftirosy-atau-tawarruk.html

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tj Cara Jamak Shalat Maghrib Di Waktu ‘Isya

309. BBG Al Ilmu – 349

Pertanyaan:
Ana mau tanya ustadz.. Ketika kita dalam keadaan safar, setibanya di tempat tujuan, kita medatangi masjid, yang saat itu telah memulai sholat isya, sementara kita pada saat itu belum sholat maghrib. Bagaimanakah cara kita mengqodho sholat kita sesuai sunnah ?

Jawaban:
Syaikh Ibnu ‘Uthaymin rahimahullah menjelaskan bahwa jika seseorang datang ke Masjid untuk shalat dan mendapatkan orang-orang sedang shalat isya’, maka hendaknya dia mengikuti jama’ah dengan niat shalat maghrib. Tidak masalah jika niat imam adalah berbeda dari orang yang shalat di belakangnya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: “Sesungguhnya setiap amal tergantung niatnya dan bagi setiap orang mendapatkan sesuai yang ia niatkan”.

Apabila jama’ah sudah memulai shalat rakaat kedua, hendaknya ia mengikuti jama’ah dengan niat shalat maghrib dan salam bersama imam, karena berarti ia telah melakukan 3 rakaat. Namun apabila ia masuk pada jama’ah saat rakaat pertama, maka ia mengikuti jama’ah isya’ dengan niat shalat maghrib, di saat imam berdiri untuk melakukan raka’at ke empat, ia tetap duduk dan membaca tasyahud dan salam, kemudian berdiri untuk melakukan shalat isya’ bersama imam apabila belum selesai shalat isya’ berjamaah.

والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://islamqa.com/en/40598

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tj Batas Waktu I’tikaf

308. BBG Al Ilmu – 235

Pertanyaan:
Ustadz. Mau tanya, Apakah boleh kita niat/melaksanakan itikaf ’10 malam terakhir ramadhan’ tapi pagi-sorenya pergi ke kantor utk bekerja, baru malam-subuh masuk/menetap itikaf di masjid (karena cuti terbatas) ? Syukron

Jawaban:
Ulama berbeda pendapat tentang rentang waktu minimal seseorang diam di masjid, sehingga bisa disebut melakukan i’tikaf (Fiqhul I’tikaf, 18), dan kita harus berlapang dalam masalah khilaf.

As Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah dalam Majmu’ Fatawanya (15: 441) berkata:
“I’tikaf adalah berdiam di masjid dalam rangka melakukan ketaatan pada Allah Ta’ala baik berdiam lama atau sebentar. Karena tidak ada dalil dalam hal ini sejauh yang kuketahui yang menunjukkan batasan waktu minimal baik dalil yang menyatakan sehari, dua hari atau lebih dari itu. I’tikaf adalah ibadah yang disyari’atkan. Jika seseorang berniatan untuk bernadzar, maka i’tikaf yang dinadzarkan menjadi wajib. I’tikaf itu sama antara laki-laki dan perempuan.”

Al Mardawi rahimahullah mengatakan, “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat).” (Al Inshof, 6: 17). Sehingga jika ada yang bertanya, bolehkah beri’tikaf di akhir-akhir Ramadhan hanya pada malam hari saja karena pagi harinya mesti kerja? Jawabannya, boleh. Karena syarat i’tikaf hanya berdiam walau sekejap, bisa di malam atau di siang hari.
والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://rumaysho.com/hukum-islam/puasa/4022-batasan-waktu-minimal-itikaf-.html

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tj Batas Talak

307. BBG Al Ilmu – 287

Pertanyaan:
Ana mau tanya ustadz…bila dalam suatu Rumah Tangga sang suami menceraikan (dengan kata”/tulisan diatas materai) namun mereka tetap 1 rumah karena pertimbangan beberapa faktor ;soal anak/tidak mampunya suami cari rumah kontrakan, dan dia selama 3 bulan 10 hari tidak melakukan hubungan suami istri…apakah dihari ke 3 bln 11 hari’nya si istri sudah bisa dikatakan sebagai janda??

Jawaban:
Ust. Fuad Hamzah Baraba’ Lc

Selama masih talak roj’I, maka istri tidak boleh keluar, atau dikeluarkan dari rumah suaminya selama masa iddah, agar suami bisa merujuknya, atau berkesempatan merujuknya.

Apabila sampai habis masa iddah suami tidak juga merujuknya, maka status mereka sudah bukan suami istri lagi, dan tidak boleh tinggal satu atap.

‘Iddah roj’i bagi wanita yang sudah dukhul dengan suaminya, jika dia sudah pernah haidh, maka ‘iddahnya adalah 3 kali masa haidh (quru). al-Baqarah:228.

والله أعلم بالصواب

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tj Sikat Gigi Saat Berpuasa

306. BBG Al Ilmu – 157

Pertanyaan:
Apa hukumnya sikat gigi atau menngunakan obat kumur pada saat berpuasa ??

Jawaban:
Yang menjadi permasalahan adalah apakah ada (dari proses sikat gigi dengan pasta gigi) yang masuk atau ditkawatirkan masuk ke dalam perut tanpa disadari.

Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa yang lebih utama adalah tidak menggunakan pasta gigi karena pada pasta gigi terdapat rasa yang begitu kuat yang bisa jadi masuk ke dalam perut seseorang tanpa dia sadari. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Laqith bin Shobroh,
بَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), kecuali bila engkau sedang berpuasa.” (HR.
Abu Daud no. 2366. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Jika orang yang berpuasa
tersebut tidak menggunakan pasta gigi hingga waktu berbuka, maka berarti dia telah menjaga dirinya dari perkara yang dikhawatirkan merusak ibadah puasanya.” (Fatawa Ramadhan, Juz 2, nomor fatwa. 446, hlm. 496).
والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://www.konsultasisyariah.com/sikat-gigi-saat-puasa/

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tj Adab Berdo’a

305. BBG Al Ilmu – 29

Pertanyaan:
Bagaimana adab berdoa yang sesuai sunnah ?

Jawaban:
1. Memulai dengan memuji Allah lalu bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, dan juga menutup doanya dengan ini.

2. Senantiasa berdoa kepada Allah baik dalam keadaan lapang maupun dalam kesulitan.

3. Mengulangi doa sebanyak tiga kali.

4. Menghadap ke arah kiblat.

5. Mengangkat kedua tangan ketika berdoa.

6. Berwudhu sebelum berdoa, jika memungkinkan.

7. Jika dia mendoakan orang lain maka hendaknya dia mulai dengan mendoakan dirinya sendiri.

8. Merendahkan suara ketika berdoa, tidak di dalam hati tapi juga tidak menjaharkannya. Karena hal itu bisa membantu dia untuk khusyu’ dan sekaligus menunjukkan ketundukan dan kerendahan dia di hadapan Allah Ta’ala.

9. Tadharru’ (merendah) kepada Allah ketika berdoa kepada-Nya.

10. Menggunakan doa-doa yang Nabi -alaihishshalatu wassalam- pernah berdoa dengannya.

11. Tidak mendoakan kejelekan untuk diri, keluarga, dan harta benda, karena mungkin saja Allah Ta’ala akan mengabulkannya.

12. Memastikan permintaannya dan tidak mengembalikannya kepada masyi`ah (kehendak) Allah, karena hal itu menunjukkan kurang perhatiannya dia kepada doanya dan dia tidak terlalu berharap kalau Allah akan mengabulkan doanya.

Diatas ini hanyalah beberapa adab dalam berdoa karena keterbatasan tempat.

Sumber:
http://rumaysho.wordpress.com/category/hukum-islam/adab-berdoa/

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tj Tata Cara Do’a Dan Hukum Mengangkat Tangan

304. BBG Al Ilmu – 29

Pertanyaan:
Bagaimana tata cara doa yang benar dan doa setelah shalat dengan sendiri2 dalam hati itu apakah salah (dengan mengangkat tangan) ? Lalu salah tidak jika ana gak hafal doa dari tuntunan Rasul dalam suatu urusan tapi ana berdoa menurut ana sendiri dengan niat minta ridho  الله ?

Jawaban:
Syaikh Ibnu Baz menjelaskan bahwa dibolehkan berdo’a (setelah shalat fardhu-tj) ASALKAN tanpa mengangkat tangan dan tidak bareng-bareng (jama’i) karena terdapat dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a sebelum atau sesudah salam. Untuk shalat sunnah, boleh berdo’a setelahnya karena tidak ada dalil yang menunjukkan larangan hal ini walaupun dengan mengangkat tangan karena mengangkat tangan adalah salah satu sebab terkabulnya do’a. Mengangkat tangan tidak dilakukan selamanya, namun dilakukan hanya dalam beberapa keadaan saja karena tidak diketahui dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau selalu mengangkat tangan dalam setiap nafilah dan setiap perkara kebaikan.

Mengenai bacaan doa, Syaikh Sholih Al Munajid hafizhohullah menjelaskan bahwa doa dalam shalat harus dalam bahasa Arab kecuali ia belum mampu bahasa Arab, dibolehkan sambil terus mempelajari bahasa Arab (agar semakin baik ibadahnya, -pen).

Adapun do’a di luar shalat, dibolehkan memakai bahasa non Arab apalagi jika hatinya semakin hadir (semakin memahami) do’a yang ia panjatkan.
والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3068-sekali-lagi-tentang-hukum-berdoa-sesudah-shalat.html

http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3115-hukum-berdoa-dengan-bahasa-non-arab.html

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«

̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Menebar Cahaya Sunnah