Amalkan Ilmu Anda

Ilmu agama jangan hanya dipraktekkan di majelis ta’lim belaka. Atau hanya sebagai pengetahuan..

Ia adalah pembimbing kita dalam kehidupan ini diwaktu dan tempat manapun anda berada..

Kata mutiara;
” Kebutuhan kita kepda ilmu lebih urgent dari pada sekedar butuhnya jasad ini kepda makanan..
Karena makanan bagi tubuh kita hanya diperlukan sehari beberapakali saja..
Namun ilmu yg bermanfaat. Ia dibutuhkan setiap saat..seperti paru paru yg membutuhkan udara.

Wahai saudaraku..
Perhatikan aqidah dan keyakinan anda..
Perhatikan fardhu dan kewajiban..
Perhatikan larangan larangan Allah Ta’ala
Perhatikan halal dan haram..

Wahai saudaraku.. Amalkan ilmu anda..
Itulah yg dimaksud dari doa’
Allahumma inni as’aluka ilman naafi’an…

Selamat beraktivitas.
www.abu-riyadl.blogspot.com

Menjadi Umat Terbaik

Ust. Fuad Hamzah Baraba’

Allah Ta’ala berfirman:

كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف و تنهون عن المنكر و تؤمنون بالله

“Kamu adalah umat Чαπƍ terbaik Чαπƍ dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada Чαπƍ ma’ruf, dan mencegah dari Чαπƍ mungkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran:110).

Umar bin Khathab رضي الله عنه berkata:

يا أيها الناس من سره أن يكون من تلك الأمة، فليؤد شرط الله منها

“Wahai manusia, barangsiapa Чαπƍ senang untuk menjadi umat ini (umat terbaik), maka hendaklah dia menunaikan syarat Чαπƍ ‎​δ¡syaratkan Allah padfa ayat ini.” (Fathul Qadir:1/453).

Jika kita ingin menjadi umat Чαπƍ terbaik, maka kita harus melaksanakan apa Чαπƍ diperintahkan Allah Ta’ala, yaitu dengan beramar ma’ruf nahi mungkar.

Dan diantara sifat Чαπƍ harus ada pada orang-orang Чαπƍ beramar ma’ruf dan nahi mungkar adalah:

1. Ikhlas

2. Berilmu

3. Teladan Чαπƍ baik

4. Kasihan kepada pelaku kemungkaran, dan takut kalau dia akan tertimpa adzab dari Allah Ta’ala

5. Tatsabut dalam setiap tindakan dan tidak dengan prasangka (zhann)

6. Lemah lembut

7. Mampu menimbang maslahat
dan mafsadat.

– – – – – – 〜✽〜- – – – – –

Sami’naa wa Atho’naa

Wahai ukhti muslimah, sudah sepatutnya bagi kita apabila telah datang perintah dan keputusan dari ALLAH سبحانه وتعالى kewajiban kita untuk terima! Dan tidak boleh bagi kita utk mencari-cari jalan agar kita dapat bebas/ terlepas dari kewajiban.

Ambil pelajaran dari firman ALLAH سبحانه وتعالى berikut ini wahai muslimahku!…

ALLAH سبحانه وتعالى berfirman:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula perempuan mukminah, apabila ALLAH dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yg lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa yg mendurhakai ALLAH dan RasulNya maka sungguh dia telah sesat, dengan sesat yang nyata. ( Al-Ahzab : 36)

Semoga سبحانه وتعالى memberikan kepada kita kemudahan untuk memahaminya dan diberikan keikhlasan hati untuk menerimanya dan melaksanakannya.

Akhukum Ahmad Ferry Nasution

Membaca Surat Apa Saja Dalam Sholat WITIR .?

Beberapa hadist menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surat-surat tertentu ketika shalat witir, akan tetapi ini hukumnya tidak wajib. Dan kita boleh membaca surat apa saja yang mudah bagi kita.

Diantara surat yang disunnahkan dibaca:
1. Jika shalat witirnya 3 rakaat, membaca surat Al-A’laa pada rakaat pertama, surat Al-Kafirun pada rakaat kedua, surat Al-Ikhlas pada rakaat ketiga.

Dalilnya:

عن أبي بن كعب قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يوتر بسبح اسم ربك الأعلى وقل يا أيها الكافرون وقل هو الله أحد

“Dari ‘Ubay bin Ka’ab beliau berkata: Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat witir dengan membaca (Sabbihismarabbikal a’laa),dan (Qul yaa ayyuhal kafirun), dan (Qul huwallahu ahad).” (HR. An-Nasai’y dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany)

2. Atau Membaca surat Al-A’laa pada rakaat pertama, surat Al-Kafirun pada rakaat kedua, surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas pada rakaat ketiga

Dalilnya:

عن عبد العزيز بن جريج قال: سألنا عائشة بأي شيء كان يوتر رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ قالت كان يقرأ في الركعة الأولى بسبح اسم ربك الأعلى . وفي الثانية قل يا أيها الكافرون . وفي الثالثة قل هو الله أحد والمعوذتين

“Dari Abdul Aziz bin Juraij beliau berkata: Kami bertanya kepada ‘Aisyah: Dengan apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat witir? Maka ‘Aisyah menjawab: Beliau membaca (sabbihismarabbikal a’la) pada rakaat pertama, dan (qul yaa ayyuhal kafirun) ada rakaat yang kedua, dan (qul huwallahu ahad) serta (al mu’awwidzatain/al-falaq dan An-Naas) pada rakaat yang ketiga.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzy, Ibnu Majah, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)

3. Ketika shalat witir satu rakaat , membaca seratus ayat dari surat An-Nisa

عن أبي مجلز أن أبا موسى كان بين مكة والمدينة فصلى العشاء ركعتين ثم قام فصلى ركعة أوتر بها فقرأ فيها بمائة آية من النساء ثم قال ما ألوت أن أضع قدمي حيث وضع رسول الله صلى الله عليه و سلم قدميه وأنا أقرأ بما قرأ به رسول الله صلى الله عليه و سلم

“Dari Abu Majliz bahwasanya Abu Musa Al-Asy’ary berada diantara Mekah dan Madinah, kemudian beliau shalat isya 2 rakaat, setelah itu shalat witir satu rakaat, membaca 100 ayat dari surat An-nisa, kemudian beliau mengatakan: Aku tidak akan meninggalkan untuk meletakkan kedua kakiku di tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan kedua kakinya, dan aku membaca apa yang dibaca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. An-nasa’I, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany)

Wallahu a’lam.

Ustadz Abdullah Roy, حفظه الله تعالى

Sumber: https://konsultasisyariah.com/803-surat-yang-dibaca-ketika-sholat-witir.html

Tiga Kelompok Yang Sholatnya Tidak Terangkat

Ustadz Syafiq Riza Basamalah

بسم الله الرحمن الرحيم

Akhiy / Ukhtiy,

Berapa tahun kita berislam???

Berapa tahun kita Beribadah???

Berapa banyak ibadah kita yg diterima???

Berapa banyak amalan kita yg tidak diterima???

Untuk yg pertama dan kedua, kita tahu…

Untuk yg ketiga, Wallahu A’lam

Untuk yg keempat, insyaAllah kita dapat mengetahuinya…

Bagaimana???

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

‫‫
‪))‬ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ‪((‬
‬‬

“Ada tiga kelompok yg shalatnya tidak terangkat walau hanya sejengkal di atas kepalanya (tidak diterima oleh Allah).

•Orang yg mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu membencinya

•Istri yg tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya

•Dua saudara yg saling mendiamkan (memutuskan hubungan).” (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al-Albani, al Misyakah no. 1128)

Kalau anda termasuk dari yg diatas, maka ketahuilah bahwa amalan anda tidaklah diangkat.

Untuk orang yg ketiga, ingatlah bahwa orang2 yg beriman itu saudara, bukan hanya yg dr satu kandung dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan, dalah hadits Riwayat Muslim yang atinya:‫‬

“Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yg tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa2nya, kecuali seseorang yg antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengam-punan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai”.

Maukah kita mejadi mereka???

Tauhid Menghapuskan Dosa

Ust Muhammad Abduh Tuasikal:
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Mentauhidkan Allah (tidak berbuat syirik, -pen) adalah sebab utama mendapatkan ampunan. Siapa yang tidak mentauhidkan Allah (terjerumus dalam kesyirikan dan tidak bertaubat sampai mati, -pen), maka ia akan luput dari ampunan Allah.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 416)

Kutipan artikel Rumaysho.com berikut:
http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/4284-terhapusnya-dosa-sepenuh-bumi-.html.

Rumaysho.com, 5 Jumadil Ula 1434 H

RENUNGAN UNTUKMU WAHAI SAUDARIKU MUSLIMAH

Saudariku muslimah yang berbahagia diatas hidayah dan rahmat ALLAH Subhaanahu wa Ta’ala…cobalah sejenak kita merenungi dari sebuah hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم , agar kita bisa mengambil manfaat darinya…

Haditsnya yang diriwayatkan oleh Nu’man bin basyir رضي الله عنه, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم :

“Sesungguhnya Penghuni Neraka yang paling ringan adzabnya nanti pada hari kiamat ialah seseorang yang diletakkan di tengah kedua telapak kakinya dua bara api, yang dengan sebab dari dua bara api tersebut otaknya mendidih, sebagaimana periuk yang mendidih dalam bejana besar yang dipanggang oleh api. (Riwayat bukhary : 6562)

Coba engkau perhatikan saudariku khususnya dan umumnya para pelaku maksiyat !!

Jika seperti ini azab YANG PALING RINGAN pada hari kiamat kelak, lalu bagaimana adzab bagi orang yang diancam oleh ALLAH dengan azab yang sangat pedih !!

Coba camkan wahai pelaku syirik!!
Camkan wahai orang-orang yang terbiasa meninggalkan sholat!!!
Camkan wahai para peminum khomr !!!

Camkan wahai muslimah yang masih menampakkan Auratmu dihadapkan laki-laki yang tidak halal bagimu !!!

Wahai ukhtii…
Coba renungkan hadits yang dimulia ini, guna akal sehatmu…
Tanyakan hatimu yang paling dalam dalam menentukan pilihan ini…

Apakah hanya demi penampilanmu yang indah, kecantikanmu yang menawan serta tubuhmu yang elok, lalu engkau rela menjual akhiratmu dan engkau siap menerima azab yang pediih ???

Ingat wahai para pelaku maksiyat….

Sebelum engkau mengerjakan ma’siyat apakah engkau sanggup mencelupkan tanganmu ke dalam lilin yang dinyalakan apinyaa ????

Semoga pelajaran kita yang singkat ini memberikan manfaat untuk saya pribadi dan untuk kaum muslimin yang mau mengambil pelajaran.

Akhirnya kita memohon kepada ALLAH agar diberikan rasa takut kepadaNYA baik dalam kita sendiri maupun dihadapan manusia.

Akhukum Ahmad Ferry Nasution

Wanita Berkabung

Kematian merupakan sunatullah yang pasti menimpa setiap makhluk yang bernyawa, sebagaimana firman Allah:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan (QS. Al Ankabut: 57)
Dan firman Allah:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al Mulk: 2)
Sehingga sudah menjadi satu keharusan bagi kita untuk mengetahui hukum dan adab seputar masalah ini. Diantara masalah yang belum banyak diketahui masyarakat kita, khususnya di Indonesia adalah permasalahan berkabung.

Berkembang dewasa ini atau sebelumnya realita yang menyelisihi syariat islam dalam permasalahan berkabung ini. Diantaranya berkabung dengan menaikkan bendera setengah tiang untuk wafatnya seorang pemimpin atau tokoh besar selama sehari atau tiga hari atau tujuh hari atau lebih. Hal ini jelas tidak ada dasarnya dalam islam.

Demikian juga kaum laki-laki berkabung atas kematian salah seorang keluarga atau kerabatnya merupakan satu hal yang tidak disyariatkan, sebab Islam hanya menetapkan berkabung kepada wanita jika suaminya meninggal dunia atau salah satu keluarganya dengan cara-cara tertentu yang telah ditetapkan syari’at dengan istilah Al Hadaad. Sehingga perlu sekali kita mengetahui hukum seputar Al hadaad yang telah ditetapkan syari’at Islam.

Lebih lanjut baca di http://klikuk.com/hukum-berkabung-bagi-istri/

KEMUNGKARAN ACARA MAULID YANG DIINGKARI OLEH PENDIRI NU KIYAI MUHAMMAD HASYIM ASY’ARI RAHIMAHULLAH

Ust. Firanda Andirja

Tidak diragukan lagi bahwa melaksanakan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perkara yang tidak dikenal oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Tholib tidak pernah merayakannya, bahkan tidak seorang sahabatpun. Padahal kecintaan mereka kepada Nabi sangatlah besar…mereka rela mengorbankan harta bahkan nyawa mereka demi menunjukkan cinta mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikian pula tidak diragukan lagi bahwasanya para imam 4 madzhab (Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam As-Syafi’i, dan Al-Imam Ahmad) juga sama sekali tidak diriwayatkan bahwa mereka pernah sekalipun melakukan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Karenanya sungguh aneh jika kemudian di zaman sekarang ini ada yang berani menyatakan bahwa maulid Nabi adalah sunnah, bahkan sunnah mu’akkadah??!! (Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang tokoh sufi Habib Ali Al-Jufri, ia berkata, “Maulid adalah sunnah mu’akkadah, kita tidak mengatakan mubah (boleh) bahkan sunnah mu’akkadah, silahkan lihat di https://­www.youtube.com/­watch?v=q8S5hoER­nsc)

Tentu hal ini menunjukkan kejahilan Habib Al-Jufri, karena sunnah mu’akkadah menurut ahli fikih adalah : sunnah yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ditekankan oleh Nabi serta dikerjakan oleh Nabi secara kontinyu, seperti sholat witir dan sholat sunnah dua raka’at sebelum sholat subuh. Jangankan merayakan maulid berulang-ulang,­ sekali saja tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pernyataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah sunnah mu’akkadah melazimkan kelaziman-kelaz­iman yang buruk, diantaranya :

Baca Selengkapnya di : http://firanda.com/index.php/artikel/lain-lain/404-kemungkaran-acara-maulid-yang-diingkari-oleh-pendiri-nu-kiyai-muhammad-hasyim-asy-ari-rahimahullah

Kafirkah Negara Yang Tidak Berhukum Dengan Hukum Allah ?

Ust. Badru Salam Lc

Gegabah dalam memvonis sebagai negara kafir seringkali membawa sikap yang merugikan islam, sehingga konskwensinya adalah munculnya pemberontakan dan huru hara, dan yang menjadi korban adalah rakyat jelata yang tak berdosa.

Ketahuilah saudaraku, berhukum dengan selain hukum islam adalah dosa besar yang mendatangkan kemurkaan Allah dan adzabnya, namun tidak setiap yang berhukum dengan hukum selain islam itu dikafirkan kecuali apabila disertai istihlal (meyakini bahwa Allah menghalalkan berhukum dengan selain hukum islam) atau juchud (mengingkari kewajiban berhukum dengan hukum Allah), atau ‘ienad (menentang disertai dengan sombong dan melecehkan).

Adapun apabila ia berhukum dengan selain hukum islam dalam keadaan ia meyakini haramnya perbuatan tersebut tidak dikafirkan sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul islam terdahulu,”Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan dosa disertai keyakinan bahwa Allah telah mengharamkannya dan meyakini bahwa ketundukan hanya kepada Allah dalam apa yang Dia haramkan dan mewajibkan untuk tunduk kepadanya, maka orang seperti ini tidak dihukumi kafir.”[1]

Dan ini adalah pendapat yang dipegang oleh para ulama islam dari zaman ke zaman kecuali kaum khawarij yang di zaman sekarang ini membawakan perkataan-perkataan para ulama yang bersifat global untuk membela pendapat mereka. Berikut ini saya bawakan sebagian perkataan para ulama islam.

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari ibnu ‘Abbas ketika menafsirkan firman Allah “Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka ia kafir.” (QS Al Maidah : 44) beliau berkata,”Barang siapa yang juchud kepada apa yang Allah turunkan maka ia telah kafir, dan barang siapa yang menetapkan (kewajibannya) namun ia tidak berhukum dengannya maka ia dzalim dan fasiq.”[2]

Dan dalam riwayat Thawus, ibnu Abbas berkata,”Sesungguhnya ia bukan kufur seperti yang mereka (kaum khowarij) fahami, ia kufur yang tidak mengeluarkan dari millah, kufur dibawah kufur.”[3]

Al Qurthubi berkata,” ibnu Mas’ud dan Al Hasan berkata,” ayat ini umum untuk setiap orang yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan yaitu yang meyakini (tidak wajibnya) dan menganggap halal (berhukum dengan selain hukum Allah).”[4]

Mujahid berkata,” Barang siapa yang meninggalkan berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena menolak[5] kitabullah maka ia kafir dzalim fasiq.”[6]

‘Ikrimah berkata,” Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena juchud kepadanya maka ia kafir, dan barang siapa yang menetapkan (kewajiban berhukum dengannya) namun ia tidak berhukum dengannya maka ia zalim fasiq.”[7]

Syaikh para mufassir Abu ja’far Ath Thobari berkata,” Sesungguhnya Allah ta’ala menjadikan ayat itu umum untuk orang yang juchud (mengingkari) hukum Allah, Allah mengabarkan bahwa mereka menjadi kafir karena meninggalkan berhukum (dengan hukum Allah) sesuai keadaan ketika mereka meninggalkannya (yaitu juchud), demikian pula setiap orang yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena juchud maka ia kafir kepada Allah sebagaimana yang dikatakan oleh ibnu ‘Abbas, karena juchudnya kepada hukum Allah setelah ia mengetahui bahwa itu termasuk apa yang Allah turunkan sama dengan juchudnya kepada kenabian nabi-Nya setelah ia mengetahui bahwa ia adalah Nabi.”[8]

Abul ‘Abbas Al Qurthubi berkata,” Firman Allah “Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka ia kafir”. Sebagian orang berhujjah dengan lahiriyah ayat ini untuk mengkafirkanorang yang berbuat dosa (besar), mereka adalah kaum khowarij. Padahal sama sekali bukan hujjah untuk mereka, karena ayat ini turun mengenai orang-orang Yahudi yang merubah-rubah kalam Allah sebagaimana tertera dalam hadits, mereka adalah orang-orang kafir, maka hukumnya sama dengan orang yang menyerupai sabab turunnya ayat tersebut. Penjelasan adalah sebagai berikut :

Seorang muslim apabila mengetahui hukum Allah secara pasti dalam suatu perkara[9] kemudian ia tidak berhukum dengannya, jika perbuatan tersebut berasal dari juchud, ia menjadi kafir tanpa ada perselisihan. Dan jika bukan karena juchud, ia dianggap berbuat maksiat melakukan dosa besar, karena ia membenarkan asal hukum tersebut dan mengetahui kewajiban berhukum dengannya, akan tetapi ia berbuat maksiat dengan meninggalkan perbuatan tersebut, demikian pula setiap hukum yang diketahui secara pasti sebagai hukum syari’at seperti sholat dan lain-lain dari kaidah-kaidah yang telah diketahui, dan ini adalah madzhab Ahlussunnah…

Maksud pembahasan ini adalah bahwa yang dimaksud ayat-ayat ini adalah ahli kufur dan ‘ienad, dan ayat tersebut walaupun lafadznya berbentuk umum, namun keluar darinya kaum muslimin, karena meninggalkan berhukum disertai keimanan kepada asal hukumnya adalah dibawah kesyirikan, sedangkan Allah berfirman :

إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni untuk dipersekutukan dan mengampuni dosa yang lebih rendah dari syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.” (An Nisaa : 48).

Dan meninggalkan berhukum dengan (hukum Allah) tidak termasuk syirik dengan kesepakatan ulama, dan bisa diampuni, sedangkan kufur itu tidak bisa diampuni (jika ia mati diatasnya. Pen), sehingga meninggalkan berhukum itu bukan kufur (yang mengeluarkan pelakunya dari islam.pen).”[10]

Abu Abdillah Al Qurthubi berkata,” artinya (ia kafir) karena meyakini (tidak wajibnya) dan menganggapnya halal, adapun orang yang tidak berhukum (dengan hukum Allah) sementara ia meyakini bahwa dirinya telah melakukan keharaman maka ia termasuk muslimyang fasiq, dan urusannya diserahkan kepada Allah Ta’ala, jika berkehendak Allah akan adzab dan jika tidak Allah akan ampuni.”[11]

Syaikhul islam ibnu taimiyah berkata,”Mereka itu apabila mengetahui bahwa tidak boleh berhukum kecuali dengan apa yang llah turunkan namun mereka tidak beriltizam dengannya, bahkan meyakini halal berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan maka mereka kafir dan jika tidak demikian maka mereka adalah orang-orang bodoh (yang tidak kafir).”[12]

Ibnu Qayyim Al jauziyyah berkata,” Yang shahih bahwa berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan mencakup dua kufur : kufur besar dan kecil sesuai dengan keadaan hakim tersebut, jika ia meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang Allah turunkan dalam kejadian ini, dan ia menyimpang darinya dan berbuat maksiat disertai pengakuannya bahwa ia berhak mendapatkan adzab, maka ini adalah kufur ashgor (kecil), dan jika ia meyakini bahwa berhukum dengan hukum Allah itu tidak wajib dan bahwa ia diberi kebebasan padanya, disertai keyakinan bahwa itu adalah hukum Allah maka ini kufur akbar, jika ia tidak tahu atau salah maka ia dihukumi sebagai orang yang beralah (tidak kafir).”[13]

Ibnu Katsir berkata,” (Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka ia kafir) karena mereka juchud kepada hukum Allah, ‘ienad dan sengaja.” [14]

Syaikh Al ‘Allamah Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata,” Barang siapa yang berhukum dengannya (yaitu undang-undang buatan manusia) dengan keyakinan bolehnya berbuat itu maka ia kafir keluar dari millah, dan jika ia melakukan itu dengan tanpa keyakinan tadi maka ia kafir kufur amali yang tidak mengeluarkannya dari millah.”[15]

Dan ulama-ulama lainnya seperti ibnu daqiq Al ‘ied, ibnul jauzi, Al Baidlawi, Abu Su’ud, Al Jashshosh, dan lain-lain bahkan Abul ‘Abbas Al Qurthubi menyatakan bahwa ini adalah kesepakatan para ulama ahlussunnah sebagaimana telah kita sebutkan tadi.



[1] Ibnu Taimiyah, Ash Sharimul maslul hal 521.

[2] Dikeluarkan oleh ibnu Jarir dalam tafsirnya 4/333 cet. Dar ibnu Hazm. Periwayatan Ali bin AbiThalhah dari ibnu Abbas adalah riwayat yang shahih, walaupun Ali tidak mendengar dari ibnu ‘Abbas, akan tetapi perantaranya telah diketahui yaitu Mujahid dan Ikrimah yang keduanya adalah imam yang tsiqah.

[3] HR Al Hakim dalam mustadrok no 3219 tahqiq Abdul Qadir ‘Atho, Al Hakim berkata “Shahih” dan disetujui oleh imam Adz Dzahabi. Qultu : hadits ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Albani rahimahullah, semua perawinya tsiqah kecuali Hisyam bin Hujair, ibnu Hajar berkata,” Shoduq lahu auhaam”. Sehingga sanad atsar ini hasan, tetapi ia tidak bersendirian namun dimutaba’ah oleh Abdullah bin Thawus dari ayahnya dari ibnu ‘Abbas sebagaimana yang dikeluarkan oleh ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya, dan Abdullah bin Thawus dikatakan oleh ibnu Hajar,” Tsiqah.” Sehingga atsar ini menjadi shahih, bagaimana jadinya bila digabungkan lagi dengan jalan Ali bin Abi Thalhah di atas, tentu menjadi semakin shahih. Maka sungguh sangat aneh bila riwayat ini berusaha dilemahkan oleh sebagian khowarij di zaman ini, selain ia bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan ulama) untuk menshahihkan atsar ini. Demikianlah bila orang bodoh berbicara, akan melahirkan keajaiban dunia !!

[4] Al jami’ liahkamil qur’an 6/190.

[5] Kata “menolak” disini maknanya adalah ‘ienad.

[6] Mukhtashor tafsir Al Khozin 1/310.

[7] Ibid.

[8] ibnu Jarir dalam tafsirnya 4/334.

[9] Perkataan beliau ini membantah orang yang berkata bahwa maksud kufur duuna kufrin adalah untuk hakim yang tidak berhukum dalam satu atau dua kejadian namun ia tetap berhukum dengan hukum Allah. dan perkataan para ulama tidak membedakan apakah dalam satu kejadian atau seratus kejadian, bahkan pendapat tadi menjerumuskan kepada aqidah murji’ah yang mengatakan bahwa maksiat tidak mempengaruhi kesempurnaan iman, karena apabila seorang hakim berhukum dengan semua hukum islam kecuali dalam satu kejadian karena juchud dan ‘ienad maka ia kafir dengan ijma’ ulama. Dan apabila ia berhukum dengan selain apa yang llahturunkan bukan karena juchud tidak pula ‘ienad dan istihlal, ia meyakini wajibnya berhukum dengan hukum Allah dan ia mengakui bahwa ia berhak mendapatkan adzab, maka orang ini menjadi fasiq dan tidak kafir walaupun dalam banyak kejadian dengan ijma’ ulama juga.

[10] Al Mufhim 5/117-118.

[11] Al jami’ liahkamil qur’an 6/190.

[12] Minhajussunnah 5/130.

[13] Madarijussalikin 1/337.

[14] Tafsir ibnu Katsir 3/87 tahqiq Hani Al haj.

[15] Majmu’ fatawa 1/80.

http://cintasunnah.com/kafirkah-negara-yang-tidak-berhukum-dengan-hukum-allah/

Menebar Cahaya Sunnah