Tata Cara Sholat ‘Ied Sesuai Sunnah…

Prof. Dr. Syaikh ‘Abdurrazzaq Al-Badr, حفظه الله تعالى

Adapun tata cara pelaksanaan sifat shalat ‘īd, yaitu dilakukan 2 raka’at. Rakaat pertama dengan 7 takbir dan rakaat kedua dengan 5 takbir karena sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya, dari ‘Āisyah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhā bahwasanya

وعن عائشة رضي الله عنها: “أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يكبر في الفطر والأضحى في الأولى سبع تكبيرات، وفي الثانية خمساً” (رواه أبو داود والحاكم والبيهقي، وقال الشيخ الألباني: حديث صحيح. انظر (إرواء الغليل 3/107)).

Dan telah tsabit juga dari sebagian shahābat tentang pelaksaan hal ini.

Namun Syaikh mengingatkan, bertakbir 7 kali dirakaat pertama dan 5 kali dirakaat kedua hukumnya sunnah saja, bukan wajib. Artinya apabila seseorang lupa untuk bertakbir 7 kali atau 5 kali maka tidak jadi masalah karena yang dia tinggalkan adalah sunnah, namun kita berusaha melaksanakan sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Adapun yang kita baca diantara 2 takbir, kata Syaikh tidak diriwayatkan dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adanya dzikir khusus yang harus dibaca, akan tetapi diriwayatkan dari Ibnu Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu dia berkata:

بين كل تكبيرتين حمد لله عز وجل , وثناء على الله

“Diantara 2 takbir itu ada pujian terhadap Allāh dan ada tsanā (Pujian) kepada Allāh.”

Alhamdu yaitu dengan kita mengucapkan “alhamdulillāh”, adapun tsanā yaitu pujian dengan menyebutkan nama-nama Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Jadi, tatkala menunggu takbir berikutnya kita mengatakan alhamdulillāh dan nama-nama asmaul husna yang dimiliki oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

* Kemudian, setelah shalat ‘īd, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkhutbah. Dan hukum orang yang mendengarkan khutbah tidak wajib, boleh bagi dia untuk pergi dan boleh untuk mendengarkan. Karena disebutkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam: “Barangsiapa yang ingin duduk maka silakan dan barangsiapa yang ingin pergi maka silakan.” Akan tetapi kita berusaha melaksanakan sunnah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan duduk mendengarkan khutbah setelah pelaksanaan shalat ‘īd.

Hari ‘īd merupakan hari yang penuh barakah dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla, hari dimana kaum mu’minin bergembira menyambut kemenangan yang telah mereka dapatkan, maka merekapun memenuhi hari tersebut dengan melaksakan shalat ‘īd.

Kemudian tatkala bertemu dengan saudara-saudara mereka sesama kaum muslimin maka mereka mendo’akan sesama saudara mereka.

Dan do’a yang terbaik tatkala seorang muslim bertemu saudaranya dihari ‘īd adalah mengucapkan:

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ 

“Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menerima amalan shālih kami dan menerima amalan shālih kalian.”

Demikianlah yang dibaca oleh para shahābat tatlala mereka bertemu dengan saudara-saudara mereka dihari yang penuh barakah.

Setiap dari kita berusaha untuk mendo’akan saudara kita, setiap bertemu kita do’akan. Semoga ibadah yang mereka lakukan selama ini diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Demikianlah, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menerima amalan ibadah kita, menerima shalat dan puasa kita. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla membebaskan kita dari api neraka.
_______________

Sungguh Beruntungkah Anda ?

Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه الله تعالى

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

طُوْبَى ِلمَنْ وَجَدَ فِي صَحِيْفَتِهِ اسْتِغْفَارًا كَثِيْرًا.

“Sungguh beruntung seseorang yang mendapati pada catatan amalnya istighfar yang banyak” (HR Ibnu Maajah no 3818, dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani rahimahullah)

Istighfar amalan yang mudah…akan tetapi tidak semua orang rajin melakukannya. Perbanyaklah beristighfar dan bertaubat kepada Allah… Terutama pada waktu-waktu mustajab, diantaranya di waktu sahur.
Allah berfirman :

الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ

“(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur. (QS Ali Imron : 17)

1363. Jika titip uang zakat fitrah ke panitia, kemungkinan berasnya beda dari yang biasa di konsumsi harian

1363. BBG Al Ilmu

Tanya :
Ustadz, ana dengar boleh titipkan uang ke panitia untuk dibelikan beras untuk kemudian disalurkan ke fakir miskin. Jika saya biasa makan beras jenis A yang harganya, misalnya 15.000/kg, dan panitia mematok 30.000 untuk 2.5 kg beras, itu kan berarti jenis beras yang dibelikan panitia tidak sama dengan jenis beras yang saya dan keluarga biasa konsumsi. Bagaimana ustadz hukumnya ? Syukran

Jawab :
Ust. Rochmad Supriyadi, حفظه الله تعالى

Inilah efek dari menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena didalam sunnah, diajarkan untuk memberikan zakat berupa barang. Bukan berbentuk uang kemudian di wujudkan dengan barang.

Maka alangkah indahnya mencukupkan diri dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tatkala meninggalkan-nya, disana terdapat celah yang akan menimbulkan berbagai permasalahan baru.

Maka sebaiknya anda memberikan zakat dengan berbentuk barang yaitu beras yang setiap hari anda gunakan untuk kebutuhan makan.

والله أعلم بالصواب

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Katanya Zakat Fitri Pakai UANG Lebih Afdhol

Memang kelihatan logis dan masuk akal, karena dengan uang mereka bisa membeli apa yang mereka inginkan.

Penuturan berikut ini, insyaAllah sangat membuka wawasan kita dalam hal ini.

Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani -rohimahulloh- mengatakan:

“Jika ada orang mengatakan:

‘Tidak, kita akan mengeluarkan (zakat fitri dalam bentuk) uang saja, karena ini lebih bermanfaat bagi si fakir..’

Orang ini salah DUA kali.

Yang pertama: bahwa dia menyelisihi nash, padahal masalah ini adalah masalah ibadah. Ini yang paling ringan dikatakan kepadanya.

Namun ada sisi keduanya yang sangat berbahaya sekali:
Karena perkataan itu berarti; bahwa Sang Pembuat Syariat yang Maha Hikmah -dialah Robb semesta alam-, ketika mewahyukan kapada Nabinya yang mulia agar mewajibkan kepada umat untuk berzakat dari bahan makan ini sebanyak satu sho’, Dia tidak tahu maslahat para fakir miskin sebagaimana telah diketahui oleh mereka yang menganggap bahwa mengeluarkan (zakat fitri) dengan uang lebih afdhol..”

[Silsilah Huda Wannur, kaset 274, menit 18, detik 12].

Ya… jika kita menelisik kembali ke zaman Nabi shollallohu alaihi wasallam, ternyata sudah ada uang, ada jenis dirham, ada juga jenis dinar.

Tapi ternyata Allah tetap memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah dengan bahan makanan, bukan dengan uang.

Kalau saja zakat fitri ini boleh menggunakan uang, bukankah seharusnya ada satu nash yang menerangkannya, atau satu saja sahabat yang menerapkannya..?! Tidak cukup..?!

Jika logika mereka benar, apakah mereka juga akan mengeluarkan zakat kambing, sapi, dan unta dengan uang… begitu pula zakat panen beras dengan uang..?!

Jadi apa syariat zakat ini jika sandarannya lebih bertumpu pada logika, bukan dikembalikan pada nash..?!

Ayo kaum muslimin, jika mau ibadah yang diajarkan Nabi shollallohu alaihi wasallam, ikutilah cara beliau dalam mengamalkannya.

Semoga bermanfaat…

Ditulis oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

Ingin Dakwah Diterima ?! Penuhilah SATU Syarat Ini…

Ustadz Musyaffa Ad Dariny,  حفظه الله تعالى

Tumbuhkanlah rasa TAKUT kepada Allah dan Hari Akhir dalam hati manusia.

Inilah diantara rahasia mengapa ayat-ayat yang turun di masa awal dakwah Nabi -shollallohu alaihi wasallam- (ketika di Makkah) banyak membicarakan tentang Neraka dan adzab Allah di hari kiamat.

Ini juga yang diisyaratkan Allah dalam banyak perintahNya kepada hambaNya yang paling mulia; Muhammad shollallohu alaihi wasallam, diantaranya:

فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ

Maka, berilah peringatan dengan Al Quran ini orang yang TAKUT dengan ancaman-Ku. [QS. Qof:45]

إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَخْشَاهَا

Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang TAKUT kepada hari kiamat. [QS. An Nazi’at:45]

فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَىٰ * سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَىٰ * وَيَتَجَنَّبُهَا الْأَشْقَى * الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَىٰ * ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَىٰ

Berilah peringatan (kepada kaummu), karena peringatan itu pasti bermanfaat.

Orang yang TAKUT (kepada Allah) akan mendapat pelajaran.

Sedang orang-orang yang celaka akan menjauhinya, yaitu orang yang akan memasuki api (NERAKA) yang paling besar.

Kemudian dia “mati tidak, hidup pun tidak” di dalamnya. [QS. Al A’la:9-13]

Dan masih banyak ayat lain yang senada dengannya.

Oleh karena itu, berikanlah perhatian khusus pada hal ini dalam berdakwah… dan yang paling membantu untuk menumbuhkan rasa takut ini adalah materi akidah dan tauhid, wallohua’lam.

Laylatul Qodr Bisa Terjadi Pada Malam Genap…

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, حفظه الله تعالى

Kita ketahui bahwa lailatul qadar terjadi sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dan banyak yang kita pahami pula bahwa malam ganjil itu lebih mungkin terjadi lailatul qadar. Dari sini banyak yang mengisi masjid pada malam-malam ganjil saja. Padahal seperti ini tidaklah tepat. Karena malam genap pun bisa terjadi lailatul qadar. Mengapa bisa? Perhatikan penjelasan berikut dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
U
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
Lailatul qadar sudah diketahui di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Inilah yang disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau,

هِيَ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Malam lailatul qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Malam tersebut lebih mungkin ditemukan pada malam ganjil.
Akan tetapi, ganjil tersebut bisa dihitung dari awal bulan, maka malam yang dicari adalah malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Namun bisa jadi pula lailatul qadar dihitung dari malam yang tersisa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لِتَاسِعَةٍ تَبْقَى لِسَابِعَةٍ تَبْقَى لِخَامِسَةٍ تَبْقَى لِثَالِثَةٍ تَبْقَى

“Bisa jadi lailatul qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa, bisa juga pada tiga hari yang tersisa” (HR. Bukhari). Oleh karena itu, jika bulan Ramadhan ternyata 30 hari, berarti malam ketiga puluh adalah malam yang menggenapi. Jika dihitung dari hari terakhir, malam ke-22 berarti sembilan hari yang tersisa. Malam ke-24 berarti tujuh hari yang tersisa. Inilah yang ditafsirkan oleh Abu Sa’id Al Khudri dalam hadits shahih. Inilah yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa memilah-milah hari ganjil dan genap.

Jika bulan Ramadhan ternyata 29 hari, maka berarti hitungan malam dari awal dan akhir Ramadhan itu sama.

Jika memang maksudnya seperti di atas, maka sudah sepatutnya bagi setiap mukmin mencari lailatul qadar di keseluruhan dari sepuluh hari yang ada (tanpa memilah-milah mana yang ganjil dan genap, -pen). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

تَحَرَّوْهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ

Bersemangatlah mencari lailatul qadar di sepuluh hari terakhir” (HR. Bukhari dan Muslim). Akan tetapi, pada malam ke-27 lebih sering terjadi. Kenyataannya demikian sebagaimana Ubay bin Ka’ab itu bersumpah bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ke-27. Ada yang bertanya padanya, “Dari mana engkau bisa tahu bahwa lailatul qadar terjadi pada malam tersebut?” “Yaitu dari ayat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan pada kami bahwa pagi harinya matahari akan terbit dengan sinar yang tidak begitu menyorot”, jawab Ubay.

Demikian fatwa dari Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdil Halim Al Harroni yang ma’ruf dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25: 284-285.
Semoga Allah memudahkan kita meraih malam penuh kemuliaan tersebut.

Referensi:
Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan keempat, tahun 1432 H.

BERJALAN KAKI Untuk Sholat Jum’at… Sunnah Yang Dapat Mendatangkan Pahala Besar, Tapi Sering Dilewatkan…

Ustadz Musyaffa Ad Dariny, حفظه الله تعالى

Perhatikanlah hadits yang agung berikut ini, Nabi shollallohu alaihi wasallam telah bersabda:

“Barangsiapa:

1. Membasuh (kepala) dan mandi di hari jumat.
2.kemudian datang awal dan mendapati khutbah dari awalnya.
3. dia BERJALAN dan TIDAK NAIK tunggangan.
4. dia mendekati imam, mendengarkan, dan tidak berbuat sia-sia.

Maka baginya dengan setiap langkahnya amalan setahun; pahala puasanya dan sholat malamnya”.

[HR. Abu Dawud, Attirmidzi, dan yang lainnya. Hadits ini dishohihkan oleh Albani].

Subhanallah… betapa besarnya pahala ini.

Oleh karenanya… mari hidupkan sunnah BERJALAN ke masjid di hari jumat… dan amalkan semua syarat yang disebutkan Nabi shollallohu alaihi wasallam dalam hadits di atas.

Semoga bermanfaat.

———-

Kalau di tengah Anda berjalan ada tawaran boncengan, berarti iman Anda sedang diuji… 😊

Menebar Cahaya Sunnah