LAPORAN ZIS PLUS – 20 ROMADHON 1436 H ( 7 JULI 2015 )

بسـم الله الرحمن الرحيـم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Berikut ini adalah laporan ringkas dana ZIS Plus yang terkumpul dan tersalurkan hingga 20 ROMADHON 1436 H ( 7 JULI 2015 ) :

Zakat :
Masuk : 29.821.994
Keluar : 26.266.000
Saldo :      3.555.994

Riba :
Masuk : 111.808.959
Keluar : 105.252.000
Saldo :   6.556.959

Infaq :
Masuk : 10.871.626
Keluar : 7.103.000
Saldo :    3.768.626

Rincian pemasukan dan pengeluaran sampai dengan 20 Romadhon 1436 H (7 Juli 2015), dapat dilihat di : https://bbg-alilmu.com/archives/13690

Sedangkan rincian pemasukan dan pengeluaran sampai dengan 30 April 2015, dapat dilihat di : https://bbg-alilmu.com/archives/13058

Semoga Allahu Ta’ala memberikan ridho-Nya atas program ini dan menjadikannya wasiilah amal kebaikan bagi kita semua di akhirat kelak.

أميــــن يــارب العـالــمي

بارك الله فيكم

Laporan ZAKAT
Saldo Awal                6,581,994
Pemasukan
28/05/2015 08:09 Zakat Maal                  500,000
29/06/2015 10:03 Zakat Maal                3,500,000
Pengeluaran
biaya bank transfer                   (26,000)
Ust Fathul via Ust. Kholid Syamhudi              (4,000,000)
2 Janda miskin              (2,000,000)
1 klg miskin              (1,000,000)
Saldo Akhir                3,555,994
Laporan RIBA
Saldo Awal                  479,459
Pemasukan
01/05/2015 06:51 Ribaa 25,000
03/05/2015 08:52 Ribaa 125,000
28/05/2015 09:19 Ribaa 140,000
30/05/2015 14:51 Ribaa 6,000,000
01/06/2015 18:37 Ribaa 100,000
03/06/2015 09:08 Ribaa 25,000
04/06/2015 08:06 Ribaa 10,000,000
04/06/2015 08:34 Ribaa 15,000
15/06/2015 14:42 Ribaa 6,410,000
18/06/2015 10:14 Ribaa 250,000
02/07/2015 07:48 Ribaa 120,000
02/07/2015 08:47 Ribaa 5,000,000
03/07/2015 14:34 Ribaa 25,000
03/07/2015 16:08 Ribaa 5,000,000
03/07/2015 16:19 Ribaa 3,000,000
03/07/2015 17:28 Ribaa 100,000
06/07/2015 14:23 Ribaa 977,000
Pengeluaran
biaya bank transfer                   (74,500)
fasum/Jalan ke masjid Umar bin Khoththob Bandung/Rodja Bdg via. Ust. Abu Haidar            (10,000,000)
fasum/WC ma’had aly sa’ad bin abi waqash, Magelang, via Ust. M. Wujud            (10,000,000)
pengadaan tanki air bersih ke dusun miskin di Wonogiri/Wonosari @150 ribu via Ust. M. Wujud              (6,000,000)
pencetakan buku sesat sy’ah/MUI via Formas              (5,000,000)
biaya lain-lain                 (160,000)
 Saldo Akhir                6,556,959
Laporan INFAQ
Saldo Awal                3,488,580
Pemasukan
01/06/2015 16:45 Infaq 150,023
06/07/2015 13:28 Infaq 150,023
Pengeluaran
biaya adm bank                   (20,000)
 Saldo Akhir                3,768,626

Apakah Halaman Masjid Termasuk Masjid Sehingga Diperbolehkan I’tikaf Padanya?

muslim.or.id

Dalam kitab Fikih I’tikaf, yang ditulis oleh Syaikh Dr. Khalid bin Ali Al- Musyaiqih hafizhahullah , beliau menjelaskan perselisihan ulama dalam masalah ini, berikut intisari penjelasan beliau:

Istilah dan Definisi

Halaman masjid dalam istilah Fikih dinamakan dengan : Rahbatul Masjid. Ulama rahimahullah mendefinisikannya dengan definisi beraneka ragam.

Syaikh Dr. Khalid bin Ali Al- Musyaiqih hafizhahullah berkata,

الرحبة: بفتح الراء وسكون الحاء أو بفتحهما: الأرض الواسعة، ورحبة المكان: ساحته ومتسعه وجمعه: رحاب.
ورحبة المسجد: ساحته و صحنه

Rahbah adalah tanah yang luas. Rahbah suatu tempat adalah halaman yang luas dari tempat tersebut.

Adapun rahbah masjid adalah halaman masjid.9

Tiga pendapat ulama rahimahumullah

Ulama rahimahumullah berselisih pendapat tentang apakah halaman masjid itu termasuk bagian dari masjid atau tidak.

Syaikh Dr. Khalid bin Ali Al- Musyaiqih hafizhahullah menyebutkan ada tiga pendapat dalam maslah ini, berikut ringkasannya:

Pendapat pertama,

Jika halaman masjid tersebut bersambung dengan masjid dan berada di dalam pagar masjid, maka halaman masjid tersebut termasuk masjid.

Namun jika halaman tersebut tidak bersambung dengan masjid dan tidak berada di dalam pagar masjid, maka halaman tersebut bukan termasuk masjid.

Inilah pendapat para ulama bermazhab Syafi’i, salah satu pendapat Imam Ahmad dan pendapat yang dipilih oleh Qadhi Abu Ya’la salah seorang ulama bermazhab Hanbali.

Dalil pendapat ini adalah firman Allah,

{ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ}

(Tetapi) janganlah kalian campuri istri-istri kalian, ketika kalian sedang beri’tikaf dalam masjid. (QS. Al-Baqarah:187).

Jika halaman tersebut dikelilingi pagar masjid dan bersambung dengan bangunan masjid sehingga dikategorikan menyatu dengan masjid, maka hakekatnya halaman tersebut termasuk masjid.

Pendapat kedua

Halaman masjid itu bukan termasuk masjid, sehingga i’tikaf di halaman tersebut tidaklah sah.

Inilah pendapat yang terkenal di antara para ulama bermazhab Maliki 10 Ini juga merupakan pendapat yang paling tepat diantara para ulama bermazhab Hanbali11

Mereka berdalil dengan perkataan Aisyah,

“كنّ المعتكفات إذا حضنّ أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بإخراجهن من المسجد وأن يضربن الأخبية في رحبة المسجد حتى يطهرن“

“Para wanita yang sedang beri’tikaf, jika sedang haid, diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar keluar dari masjid dan memasang bilik-bilik i’tikaf mereka di halaman masjid sampai mereka suci dari haid”12.

Bantahan: Dibawakan kepada kemungkinan bahwa halaman masjid tersebut tidak berada di dalam pagar masjid.

Pendapat ketiga

Beri’tikaf di halaman masjid itu sah jika bilik i’tikaf dipasang di halaman masjid.

Inilah pendapat Imam Malik.

Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Seorang yang sedang beri’tikaf hanya boleh menginap di dalam masjid yang dia pergunakan untuk i’tikaf saja, kecuali jika bilik i’tikafnya berada di halaman masjid ”13.

Mungkin dalil Imam Malik adalah perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas.

Pendapat yang terkuat

Pendapat yang terkuat adalah pendapat pertama, berdasarkan dalil yang telah disebutkan. Wallahu a’lam.

Kesimpulan

Halaman masjid yang terletak di dalam pagar masjid adalah bagian dari masjid, sehingga berlaku semua hukum-hukum masjid.
Konsekwensinya, halaman masjid yang terletak di dalam pagar masjid itu sah digunakan untuk tempat i’tikaf, sehingga orang yang sedang i’tikaf, jika keluar dari ruang utama masjid, kemudian berpindah ke halaman masjid yang terletak di dalam pagar masjid tersebut, maka tidak menyebabkan i’tikafnya batal.
***

(sumber: muslim.or.id)

Hak Orang Yang Lanjut Usia…

Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

Alhamdulillah, was sholaatu was salaamu ala Rosulillah, wa ba’du :

Sesungguhnya agama islam yang lurus datang untuk menyempurnakan adab, akhlak, dan muamalah bagi para manusia, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

 ((إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ))

” Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang terpuji “.

Dan diantara akhlak yang terpuji yang dianjurkan dalam agama islam adalah menjaga kedudukan orang yang lebih tua, mengenal hak-hak mereka dan menunaikan kewajiban kepada mereka.
Agama Islam memerintahkan kita agar menghormati, memuliakan dan mengagungkan  orang yang lebih tua, terlebih jika seseorang tersebut telah lemah membutuhkan perhatian dalam kesehatan, ekonomi dan sosial.
Banyak dijumpai dalil yang memerintahkan agar memberikan penghormatan dan anjuran agar menunaikan hak hak mereka serta memuliakan nya.

Diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Amrin radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

((مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرِنَا فَلَيْسَ مِنَّا))

” Barangsiapa yang tidak memiliki kasih sayang terhadap yang kecil dan tidak mengenal hak-hak yang lebih tua, sungguh ia bukan termasuk golongan kami “.

Dalam hadist ini terdapat ancaman bagi mereka yang meremehkan hak orang tua dan tidak menuaikan kewajiban semestinya bahwasanya ia tidak berada diatas petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan tidak mengikuti jalannya.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Musa Al-Asy’Ary radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

((إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ ، وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ

وَالْجَافِي عَنْهُ ، وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ)) 

”  Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah Ta’ala adalah menghormati orang yang telah beruban dari kaum muslimin, dan orang-orang yang menghafal Al-Qur’an dengan tanpa berlebihan atau mengurangi serta memuliakan penguasa yang

وعن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم

قال : ((أَرَانِي فِي الْمَنَامِ أَتَسَوَّكُ بِسِوَاكٍ فَجَذَبَنِي رَجُلَانِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ

الْآخَرِ ، فَنَاوَلْتُ السِّوَاكَ الْأَصْغَرَ مِنْهُمَا فَقِيلَ لِي كَبِّرْ ، فَدَفَعْتُهُ إِلَى الْأَكْبَرِ))

Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ” Aku diperlihatkan dalam mimpi bersiwak, kemudian dua orang menariknya, salah satu dari keduanya lebih tua dari lainnya, kemudian aku berikan kepada yang paling muda, kemudian dikatakan kepada ku, ” Dahulukan yang paling tua ” , maka aku berikan kepada yang tua “.

وعن ابن عمر رضي الله عنهما قال : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

وَهُوَ يَسْتَنُّ ، فَأَعْطَى أَكْبَرَ الْقَوْمِ وَقَالَ : ((إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

أَمَرَنِي أَنْ أُكَبِّرَ))

Dari Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata, Aku melihat Rosulillah shallallahu alaihi wa sallam bersiwak, kemudian memberikan kepada seseorang yang tertua dari kaum tersebut, seraya bersabda, ” Sesungguhnya Malaikat Jibril alaihi salaam memerintahkan kepada ku agar memberikan kepada yang paling tua “.

Dan masih banyak dalil beraneka ragam dari As-Sunnah yang menunjukkan tentang anjuran agar memuliakan dan menghormati orang yang lebih tua dari kaum muslimin, mengenal hak-hak mereka dan beradab kepada mereka, bersikap sopan dan ramah, memberikan perhatian khusus yang lemah diantara mereka, yang tidak mampu, menjaga perasaan dan hati mereka, mendahulukan mereka dalam berbicara dan yang lainnya dari segala bentuk adab, sopan santun dan akhlak Karimah terhadap mereka.

Etika tersebut menjadi lebih ditekankan jika orang yang lebih tua tersebut adalah kakek, ayah, paman atau para tetangga, hal ini dikarenakan mencakup hak orang dekat, kerabat, dan tetangga, sebagaimana ia berbuat maka ia pun akan mendapatkan balasan yang serupa, dan sebagaimana ia telah menunaikan hak-hak orang lain di masa mudanya maka tatkala ia telah menjadi tua niscaya Allah Ta’ala akan jaga dan tunaikan  hak-hak untuk dirinya.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :

((مَا أَكْرَمَ شَابٌّ شَيْخًا لِسِنِّهِ إِلَّا قَيَّضَ اللَّهُ لَهُ مَنْ يُكْرِمُهُ عِنْدَ سِنِّهِ ))

Diriwayatkan dari Anas ibnu Ma’lik radhiyallahu berkata, bersabda Rosulillah shallallahu alaihi wa sallam, ” Tidaklah seseorang pemuda memuliakan orang yang lebih tua, kecuali Allah Ta’ala berikan balasan untuk nya ketika ia telah tua “.

وفي معناه ما رواه يحي بن سعيد المدني قال : : بلغنا أنه من أهان ذا شيبة

لم يمت حتى يبعث الله عليه من يهين شيبته إذا شاب .

Dan diriwayatkan semisalnya oleh Yahya ibnu Saiid Al-Madany, ia berkata, ” Telah sampai kepada kita bahwasanya barang siapa yang menghinakan orang yang lebih tua, sungguh ia tidak akan mati hingga Allah Ta’ala mengutus seseorang untuk menghinakan dirinya ketika ia tua “.

Sesungguhnya orang-orang yang telah udzur dan diberikan umur yang panjang mereka berada di hadapan kehidupan akhirat, perasaan akan mendekati kematian lebih sensitif dibandingkan lainnya, maka ketaatan lebih dominan bagi mereka, kebajikan lebih banyak mereka kerjakan, dan ketenangan lebih nampak baginya.

روى ابن أبي الدنيا قال : دخل سليمان بن عبد الملك المسجد فرأى شيخاً

كبيراً فدعا به ، قال : يا شيخ أتحب الموت ؟ قال : لا ، قال : بمَ ؟ قال : ذهب

الشباب وشره وجاء الكبر وخيره ، فإذا قمت قلت بسم الله ، وإذا قعدت قلت

الحمد لله ، فأنا أحب أن يبقى لي هذا .

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya, suatu hari Kholifah Sulaiman ibnu Abdul Malik memasuki masjid dan melihat seseorang yang sangat tua kemudian memanggil nya, wahai kakek, apakah engkau lebih suka kepada kematian? , kemudian ia berkata, tidak. Kemudian dikatakan, kenapa? , ia berkata, ” Telah berlalu masa muda dan segala keburukan, dan datang masa tua yang membawa banyak kebaikan, jika aku masih di berikan umur panjang maka Bismillah dan jika aku di wafatkan maka Alhamdulillah dan aku lebih suka dalam keadaan seperti ini “.

وعن عبد الله بن بُسْر رضي الله عنه : أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ خَيْرُ

النَّاسِ ؟ قَالَ : (( مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ))

Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Bisrin radhiyallahu anhu, bahwasanya seseorang a’roby bertanya, wahai Rasulullah, siapakah orang yang terbaik? , maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”  Orang-orang yang dianugerahi umur yang panjang dan baik amalannya “.

Sepantasnya bagi para pemuda agar bertakwa kepada Allah Ta’ala  untuk memuliakan, menghormati dan menjaga hak-hak mereka orang-orang baik, utama, mulia, yang mana mereka menghabiskan waktunya untuk ibadah, ketaatan, rukuk, sujud, puasa, sholat malam, takbir, tasbih, tahlil, tahmid dan banyak ibadah.

Diantara perkara yang sangat menyesalkan adalah menerjang dan menyia nyiakan hak-hak mereka yang dilakukan oleh para pemuda yang tidak ber moral yang menghabiskan waktu mereka untuk perbuatan sia-sia dan lalai, mereka kepada ayah ayah mereka tidak menghormati, kepada orang-orang tua tidak menghargai, terhadap hak-hak yang telah diwajibkan tidak di tegakkan, bahkan terhadap Allah Ta’ala mereka tidak merasa di awasi, bahkan sebagian dari mereka telah melakukan penganiayaan dan penyiksaan yang terkutuk di luar etika kemanusiaan dan rasa malu yang menunjukkan bahwa mereka tidak ber akhlak, dan orang-orang yang dzalim kelak pasti akan merasakan balasan yang setimpal.

ألا فليتق الله هؤلاء بمعرفة حقوق آبائهم وأكابرهم وحفظ أقدارهم ومراعاة

واجباتهم ، وإنا لنسأل الله أن يهدي شباب المسلمين وأن يردَّهم إلى الحق

رداً . ونسأله سبحانه أن يمتِّع كبار السن بالصحة والعافية ، وأن يرزقهم

صلاح الذرية وحسن العاقبة ، وأن يختم لنا ولهم بالخير والإيمان .

Sepantasnya bagi mereka para pemuda untuk mengetahui hak-hak ayah ayah mereka dan orang-orang yang lebih tua, menjaga dan menunaikan kewajiban mereka sebagai mana mestinya, dan kita berdoa kepada Allah Ta’ala agar senantiasa memberikan petunjuk kepada para pemuda kaum muslimin dan mengembalikan mereka kepada jalan yang benar dan kita memohon kepada Allah Ta’ala agar memberikan limpahan kesehatan dan kesembuhan bagi orang-orang yang lanjut usia dan memberikan rizki keturunan keturunan yang saleh dan husnul khotimah dan menutup usia mereka dengan kebaikan dan iman.

Panduan Praktis Menghitung Dan Mengeluarkan Zakat Perhiasan…

Ustadz Muhammad Wasitho, حفظه الله تعالى

Perhiasan yang biasa digunakan oleh para wanita itu beraneka ragam bentuk dan sifatnya. Jika perhiasan tersebut terbuat dari permata, zamrud dan mutiara, selain emas dan perak, maka tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para Ulama bahwa itu semua tidak wajib dikeluarkan zakatnya, kecuali kalau itu dijadikan barang perdagangan, maka wajib dizakati dengan zakat perdagangan.[1]

Lalu dengan perhiasan wanita yang terbuat dari emas dan perak, apakah wajib dikeluarkan zakatnya ataukah tidak ?

Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat di antara para Ulama menjadi beberapa pendapat.

Pendapat Pertama : Mengatakan bahwa tidak ada kewajiban zakat pada perhiasan emas dan perak yang biasa dipakai oleh kaum wanita. Ini adalah pendapat mayoritas Ulama.[2]

Pendapat Kedua : Mengatakan bahwa perhiasan emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya secara mutlak, jika telah mencapai nishab dan telah berlalu satu tahun, baik dipakai, disimpan maupun dipersiapkan untuk perdagangan.[3]

Pendapat Ketiga : Mengatakan bahwa wajib dizakati sekali saja untuk selamanya, sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu.

Pendapat Keempat : Ada yang berpendapat bahwa zakat perhiasan emas adalah dengan cara meminjamkannya kepada orang lain. Demikian riwayat dari Asma` Radhiyallahu anhuma dan juga Anas Radhiyallahu anhu.[4]

Inilah beberapa pandangan para Ulama tentang zakat perhiasan, namun pendapat terpopuler di kalangan para Ulama dan diperkuat dengan dalil-dalil syar’i adalah dua pendapat pertama. Berikut perinciannya.

PENDAPAT PERTAMA
Yaitu tidak ada kewajiban zakat pada perhiasan emas dan perak yang biasa dipakai oleh kaum wanita. Ini adalah pendapat mayoritas Ulama.

Untuk memperkuat pendapat ini, mereka melandasinya dengan beberapa hujjah (argumentasi) dari hadits, atsar (perkataan) para sahabat dan qiyas.

1. Dalil Dari Hadits:

لَيْسَ فِى الْحُلِىِّ زَكَاةٌ

Tidak ada zakat pada perhiasan.

Namun riwayat ini mauquf dari perkataan Jabir bin Abdullâh Radhiyallahu anhu.[5]

2. Dalil Dari Atsar Para Sahabat Radhiyallahu Anhum :
• Diriwayatkan dari Nâfi’ rahimahullah, bahwa Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma memakaikan perhiasan emas kepada anak-anak perempuan dan budak-budak wanitanya, kemudian beliau Radhiyallahu anhuma tidak mengeluarkan zakatnya.[6]

• Perkataan Abdullâh bin Umar Radhiyallahu anhuma, “Tidak ada kewajiban zakat pada perhiasan.”[7]

• Perkataan Jâbir bin Abdullâh Radhiyallahu anhuma, ketika ditanya tentang perhiasan, apakah ada zakatnya ? Beliau Radhiyallahu anhu menjawab, “Tidak ada.” Beliau Radhiyallahu anhu ditanya lagi, “Meskipun harganya mencapai seribu dinar ?” Beliau Radhiyallahu anhu menjawab, “Walaupun banyak.”[8] Dalam riwayat lain disebutkan, “(Perhiasan itu) kadang dipinjamkan dan kadang dipakai.”

• Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, bahwasanya ia memakaikan perhiasan pada anak perempuan saudaranya (keponakannya) yang yatim, yang berada dalam pengasuhannya, dan ia tidak mengeluarkan zakat dari perhiasan mereka.[9]

• Diriwayatkan dari Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu anhuma, bahwa ia tidak mengeluarkan zakat perhiasannya.”[10]

3. Dalil Qiyas
Menurut mereka, bahwa zakat hanya diwajibkan pada harta yang bisa berkembang. Adapun perhiasan mubah yang tidak bisa berkembang, maka hukumnya seperti pakaian yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya meskipun pakaian tersebut mahal harganya. Hal ini berbeda kalau emas tersebut memang untuk di simpan, atau dipersiapkan untuk perniagaan, maka ada zakatnya.

PENDAPAT KEDUA
Perhiasan emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya secara mutlak, jika telah mencapai nishabnya dan telah berlalu satu tahun, baik dipakai, disimpan maupun dipersiapkan untuk perdagangan.

Untuk memperkuat pendapatnya ini, mereka melandasinya dengan beberapa dalil, di antaranya :

1. Keumuman dalil-dalil al-Qur’ân tentang zakat emas dan perak, seperti firman Allâh Azza wa Jalla :

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ﴿٣٤﴾يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepaa mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam , lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” [At-Taubah/9:34-35]

2. Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersifat umum tentang zakat emas dan perak, seperti sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ

Tidaklah seorang pemilik emas dan perak lalu tidak menunaikan kewajibannya, kecuali nanti pada hari kiamat akan di jadikan lempengan dari api neraka lalu di panaskan dan di setrikakan kepada lambung, dahi dan punggung mereka.[11]

3. Hadits-hadits khusus tentang zakat perhiasan dan ancaman bagi yang tidak mengeluarkannya. Di antaranya :

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وَمَعَهَا ابْنَةٌ لَهَا وَفِي يَدِ ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ غَلِيظَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَهَا أَتُعْطِينَ زَكَاةَ هَذَا قَالَتْ لَا قَالَ أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّهُ بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ قَالَ فَخَلَعَتْهُمَا فَأَلْقَتْهُمَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَتْ هُمَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ

Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasannya ada seorang wanita yang datang kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama putrinya, sedangkan ditangan putrinya terdapat dua gelang besar yang terbuat dari emas. Lalu Rasûlullâh bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah mengeluarkan zakat ini ?” Dia menjawab, “Belum.” Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau mau bila Allâh Azza wa Jalla akan memakaikan kepadamu pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka?” Wanita itupun melepas keduanya dan memberikannya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Keduanya untuk Allâh dan Rasul-Nya.”[12]

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادِ بْنِ الْهَادِ أَنَّهُ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَرَأَى فِي يَدَيَّ فَتَخَاتٍ مِنْ وَرِقٍ فَقَالَ مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ فَقُلْتُ صَنَعْتُهُنَّ أَتَزَيَّنُ لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَتُؤَدِّينَ زَكَاتَهُنَّ قُلْتُ لَا أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ قَالَ هُوَ حَسْبُكِ مِنَ النَّارِ

Diriwayatkan dari Abdullah bin Syadad bin Hadi, ia berkata, “Kami masuk menemui Aisyah istri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemuiku lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat di tanganku ada beberapa cincin dari perak, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apa itu, wahai Aisyah ?” Maka aku jawab, “Aku memakainya untuk berhias diri di depanmu, wahai Rasûlullâh !” Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah sudah engkau keluarkan zakatnya ?” Aku jawab, “Belum” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah itu untuk memasukkanmu ke dalam api neraka.”[13]

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ دَخَلْتُ أَنَا وَخَالَتِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وَعَلَيْهَا أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَنَا أَتُعْطِيَانِ زَكَاتَهُ قَالَتْ فَقُلْنَا لَا قَالَ أَمَا تَخَافَانِ أَنْ يُسَوِّرَكُمَا اللَّهُ أَسْوِرَةً مِنْ نَارٍ أَدِّيَا زَكَاتَهُ

Diriwayatkan dari Asma’ binti Yazid Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Saya masuk bersama bibiku menemui Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan saat itu bibiku memakai beberapa gelang terbuat dari emas. Lalu Rasûlullâh bertanya kepada kami, ‘Apakah kalian berdua sudah mengeluarkan zakatnya?’ Kami menjawab, ‘Tidak.’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidakkah kalian takut kalau bila Allâh akan memakaikan kepada kalian gelang-gelang dari api neraka, tunaikanlah zakatnya!”[14]

4. Atsar-atsar yang diriwayatkan dari sebagian sahabat, di antaranya :
• Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, bahwasanya ada seorang wanita yang bertanya kepada beliau Radhiyallahu anhu tentang zakat perhiasan, maka beliau Radhiyallahu anhu menjawab, “Jika telah mencapai 200 (dua ratus) dirham maka keluarkanlah zakatnya.” Wanita itu bertanya lagi, “Sesungguhnya di rumahku ada beberapa anak yatim (dalam pengasuhanku), apakah aku boleh memberikan zakatnya kepada mereka?” Beliau menjawab, “Boleh.”[15]

• Dari Abdulllah bin Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu, bahwasannya beliau menulis surat kepada bendaharanya, Salim agar mengeluarkan zakat perhiasan putri-putrinya setiap tahun.[16]

• Dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu, ia menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu , yang isinya: “Perintahkan rakyatmu dari kalangan kaum wanita agar mengeluarkan sedekah dari perhiasan-perhiasan mereka, (dalam riwayat lain: Agar mengeluarkan zakat perhiasan). Janganlah mereka menjadikan hadiah dan kelebihan sebagai pertentangan di antara mereka.”[17]

• Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma , ia berkata, “Tidak mengapa memakai perhiasan, asalkan dikeluarkan zakatnya.”[18]

• Pendapat tentang wajibnya zakat perhiasan juga diriwayatkan dari sejumlah Ulama tabi’in, diantaranya : atsar dari Sa’id bin Musayyib, Sa’id bin Jubair, Ibrahim An Nakha’i, Atha’ bin Abi Rabah, Zuhri, Abdullah bin Syadad, Sufyan ats-Tsauri dan selainnya.[19]

PENDAPAT YANG RAJIH
Setelah memaparkan berbagai pendapat para Ulama beserta dalil-dalilnya, maka pendapat yang nampak rajih menurut kami adalah pendapat kedua yang menyatakan bahwa hukum mengeluarkan zakat perhiasan emas dan perak adalah wajib jika telah mencapai nishab dan genap berlalu satu tahun. Karena lebih kuat dalilnya dan lebih selamat untuk diamalkan serta dapat membebaskan seseorang dari perselisihan. Wallahu a’lam bish-shawab. Alasan lain yang menjadikan pendapat kedua ini lebih rajih ialah karena beberapa hal berikut:

1. Keumuman dalil-dalil yang mewajibkan zakat emas dan perak, dan perhiasan juga terbuat dari emas dan perak. Dan di dalam ilmu ushul fiqih ditetapkan bahwa sebuah lafadz umum harus dibawa pada maknanya umum sampai ada dalil yang mengkhususkan. Dan ternyata tiada dalil dari al-Quran maupun hadits shahih yang mengkhususkan kewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak. Adapun hadits yang dijadikan hujjah bagi pendapat pertama derajatnya dha’if (lemah). Demikian juga atsar atau perkataan para sahabat tidak bisa dijadikan sebagai pengkhusus bagi keumuman makna al-Qur’ân dan as-Sunnah.

2. Adanya dalil-dalil khusus yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kewajiban mengeluarkan zakat perhiasan emas dan perak.

3. Mengeluarkan zakat perhiasan emas dan perak merupakan sikap yang lebih hati-hati dan lebih selamat dalam menjalankan perintah syariat.

4. Lemahnya dalil-dalil yang dipegangi oleh pendapat pertama yang menyatakan tidak wajib mengeluarkan zakat perhiasan emas dan perak. Demikian pula atsar atau perkataan para sahabat tidak bisa dijadikan landasan dalam beramal karena bertentangan dengan al-Qur’ân dan as-Sunnah yg shahih, disamping itu juga bertentangan dengan atsar/perkataan para sahabat lainnya. Wallahu a’lam bish-shawab.

APAKAH WAJIB DIKELUARKAN ZAKAT PADA PERHIASAN YANG TERBUAT DARI MUTIARA DAN BATU-BATUAN BERHARGA?
Jawaban dari pertanyaan diatas adalah tidak ada kewajiban zakat pada perhiasan selain emas dan perak, seperti mutiara, marjan, yaqut dan batu berharga lainnya berdasarkan kesepakatan para Ulama. Karena tidak ada dalil yang mewajibkannya.[20]

Akan tetapi jika batu-batu mulia tersebut dipersiapkan untuk diperdagangkan, maka wajib dikeluarkan zakatnya seperti barang-barang perdagangan lainnya. Dan ini merupakan pendapat mayoritas Ulama.

NISHAB DAN KADAR ZAKAT PERHIASAN
Nishab Perhiasan emas adalah sama seperti nishab emas, yaitu 20 dinar/mitsqal atau seberat 85 gram emas murni (24 karat). Sedangkan nishab perhiasan perak adalah sama seperti nishab perak, yaitu 200 dirham atau seberat 595 gram perak murni.

Adapun rincian nishab emas dan perak berdasarkan ukuran modern hasil penelitian sebagian Ulama seperti syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam kitabnya asy-Syarhul Mumti’ VI/103 adalah sebagai berikut :

1 Dinar = 4,25 gr, 1 Dirham = 2,975 gr.
Berdasarkan data ini, maka nishab emas adalah: 4,25 gr x 20 = 85 gram. Dan nishab perak adalah: 2,975 gr x 200 = 595 gram.

Adapun kadar atau persentase zakat yang wajib dikeluarkan dari perhiasan emas dan perak adalah 2,5% (dua setengah persen). Ketentuan-ketentuan tersebut di atas telah dijelaskan di dalam hadits-hadits berikut ini:

عَنْ عَلِىٍّ z عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : « فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَىْءٌ – يَعْنِى فِى الذَّهَبِ – حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ »

Dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu , bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau memiliki 200 dirham dan telah melewati 1 tahun (haul), maka zakatnya adalah 5 dirham dan engkau setelah itu tidak ada kewajiban apapun atas 200 dirham tersebut; Sampai engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati masa 1 tahun, maka zakatnya adalah ½ dinar. Adapun kelebihan dirham atau dinar, maka patokannya adalah seperti tersebut di atas.” [HR. Abu Daud I/493 no.1573. dan hadits ini di-shahih-kan oleh syaikh al-Albâni]

Dan diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ مِنَ الْوَرِقِ صَدَقَةٌ ،

Tidak ada kewajiban zakat pada wariq/perak yang kurang dari 5 uqiyah (1 uqiyah berjumlah 40 dirham)”. [HR. Bukhari II/529 no. 1390, dan Muslim II/675 no. 980]

Dan dalam sebuah surat Abu Bakar Radhiyallahu anhu yang ditulisnya kepada Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu dinyatakan :

وَفِى الرِّقَةِ رُبْعُ الْعُشْرِ

Dan pada perak, ada kewajiban zakat sebesar 2,5% (dua setengah persen).” [HR. Bukhari II/527 no. 1386].

CARA MENGHITUNG DAN MENGELUARKAN ZAKAT PERHIASAN
Untuk membayar zakat perhiasan emas dan perak ada dua cara.

Cara Pertama : Yaitu dengan membeli perhiasan emas atau perak sebesar atau seberat zakat yang harus ia bayarkan, lalu memberikannya langsung kepada orang yang berhak menerimanya. Cara ini berlaku jika pemilik perhiasan tersebut tidak mempersiapkannya untuk perniagaan, tetapi hanya untuk dipakai saja.

Cara Kedua : Yaitu dengan membayar zakat perhiasan emas atau perak dengan uang yang berlaku di negerinya sesuai dengan jumlah harga zakat (perhiasan emas atau perak) yang harus ia bayarkan pada saat itu. Sehingga yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah menanyakan harga beli emas atau perak per gram saat dikeluarkannya zakat. Jika ternyata telah mencapai nishab dan haul, maka dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% (1/40) dari berat perhiasan emas atau perak yang dimiliki dan disetarakan dalam mata uang di negeri tersebut. Cara ini berlaku jika pemilik perhiasan telah mempersiapkannya untuk perniagaan.

Sebagai contoh.
Bila harga perhiasan emas murni Rp.550.000,-/gram, dan perhiasan perak murni 8.000,-/gram. Maka cara mengetahui nishab dan kadar zakatnya dalam bentuk emas atau uang (nilainya) adalah sebagai berikut:
Nishab emas = 85 gram x Rp.550.000,-/gram = Rp.46.750.000,-
Nishab perak = 595 gram x Rp.8.000,-/gram = Rp.4.760.000,-

Contoh 1.
Perhiasan yang dimiliki adalah 100 gram emas murni (24 karat) dan telah berputar selama setahun. Berarti dikenai wajib zakat karena telah melebihi nishab.

Zakat yang dikeluarkan (kalau dengan emas) = 2,5 % x 100 gram emas = 2,5 gram emas
Zakat yang dikeluarkan (kalau dengan uang) = 2,5 gram emas x Rp.550.000,-/gram = Rp.1.375.000,-

Contoh 2.
Perhiasan yang dimiliki adalah 700 gram perak murni dan telah berputar selama setahun. Berarti dikenai wajib zakat karena telah melebihi nishab.

Zakat yang dikeluarkan (dengan perak) = 2,5% x 700 gram perak = 17,5 gram perak
Zakat yang dikeluarkan (dengan uang) = 17,5 gram perak x Rp.8.000,-/gram perak = Rp.140.000,-

Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan tentang cara menghitung dan mengeluarkan zakat perhiasan. Semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Wallahu ta’ala a’lam bish-showab.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Lihat al-Umm oleh Imam Syafi’i II/36, Jami’ ahkamin Nisa’ Syaikh Mushthafa al-Adawi II/143-165, Shahîh Fiqhis Sunnah oleh Syaikh Abu Malik II/26.
[2]. Lihat ad-Durr al-Mukhtar II/41, Bidâyatu al-Mujtahid I/242, al-Majmu’ VI/29, dan al-Mughni III/9-17. Dan ini juga merupakan pendapat Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, Aisyah dan Asma’ binti Abu Bakr Ash-Shiddiq. Dan Ini adalah mazhab imam Malik, imam Ahmad, dan imam asy-Syafi’i dalam salah satu pendapatnya.
[3]. Ini adalah madzhab Hanafiyyah, satu riwayat dari imam Ahmad, dan Ibnu Hazm. Lihat Fathul Qadîr I/524, ad-Durr al-Mukhtar II/41, al-Muhalla VI/78. Ini juga merupakan pendapat Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Khathab, Abdullah bin Umar dan astu riwayat dari Aisyah x .
[4]. Lihat Subulus Salam, imam ash-Shan’âni IV/42-43.
[5]. Ibnul jauzi dalam at-Tahqiq, dan dinilai oleh al-Baihaqi serta selainnya sebagai hadits batil. (Lihat Irwâ’ul Ghalîl oleh Syaikh al-Albani no. 817)
[6]. Shahih. Diriwayatkan oleh imam Mâlik no. 585, al-Baihaqi IV/138 dengan sanad yang shahih.
[7]. Shahih. Diriwayatkan dari Abdur Razzaq IV/82, Ibnu Abi Syaibah III/138, Ad-Daruquthni 2/109 dengan sanad yang shahih.
[8]. Shahîh. Diriwayatkan dari Abdur Razzâq IV/82, Al-Baihaqi IV/148 dengan sanad shahih. Dan riwayat Ibnu Abi Syaibah III/155.
[9]. Shahîh. Diriwayatkan oleh Malik no.584, dan Abdur Rozzaq 4/83. Hadits ini shahih.
[10]. Shahîh. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf III/155 dengan sanad shahih.
[11]. Shahîh. Diriwayatkan imam Muslim II/680 no. 987, dan Abu Dawud no.1642.
[12]. Shahîh, dengan beberapa riwayat penguatnya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud no.1563, an-Nasa’i V/38, at-Tirmidzi no.637, dan Ahmad II/178.
[13]. Hasan, dengan beberapa riwayat penguatnya. Diriwayatkan oleh Abu Daud no.1565, Ad-Daruquthni II/105, Al-Hakim I/389, dan Al-Baihaqi IV/139.
[14]. HR. Ahmad VI/461, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir XXIV/181 dengan sanad hasan karena dikuatkan dengan riwayat-riwayat sebelumnya.
[15]. Shahîh Li Ghairihi. Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq IV/83, Thabrani 9/371, dan ath-Thabrani IX/371.
[16]. Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dalam sunannya II/107 dengan sanad hasan.
[17]. Dha’îf. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah III/ , Bukhari dalam at-Târîkhull-Kabir IV/217, dan al-Baihaqi IV/139. Sanad hadits ini Mursal.
[18]. Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni II/107, dan al-Baihaqi IV/139 dengan sanad hasan.
[19]. Lihat Jami’ Ahkamin Nisa’ II/156-157.
[20]. Lihat al-Muwaththo’ karya imam Mâlik I/250, al-Umm karya imam Asy-Syafi’I II/36, dan al-Majmu’ karya imam an-Nawawi VI/6, Jami’ Ahkâmin nisa’ Syaikh Mushthofa al-‘Adawi II/143-165, Shahih fiqhis sunnah oleh Syaikh Abu Malik II/26.

Ref : http://almanhaj.or.id/content/3684/slash/0/panduan-praktis-menghitung-dan-mengeluarkan-zakat-perhiasan/

Bolehkah Zakat Fitrah Dibayar di Awal atau Pertengahan Ramadhan ?…

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, حفظه الله تعالى

Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan karena kaum muslimin tidak lagi berpuasa. Itulah mengapa zakat fitrah disebut dengan kata fithri karena ada kaitannya dengan perayaan Idul Fithri. Namun masih dibolehkan jika zakat fitrah ditunaikan sehari atau dua hari sebelum hari raya. Lantas bagaimana dengan pendapat sebagian ulama yang membolehkan zakat fitrah di awal atau pertengahan bulan? Apakah seperti itu benar?

Berikut kami nukil penjelasan dari Ibnu Qudamah Al Maqdisi dalam kitab beliau Al Mughni. Beliau rahimahullahberkata,

Jika zakat fithri dibayarkan satu atau dua hari sebelum Idul Fithri, itu sah.

Ringkasnya, boleh saja mendahulukan pembayaran zakat fithri satu atau dua hari sebelum Idul Fithri, namun tidak diperkenankan lebih daripada itu.

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كَانُوا يُعْطُونَهَا قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ

Mereka (para sahabat) dahulu menyerahkan zakat fithri satu atau dua hari sebelum Idul Fithri. (HR. Bukhari dan Abu Daud).

Sebagian ulama Hambali berpendapat boleh menyerahkan zakat fitrhi lebih segera, yaitu setelah pertengahan bulan Ramadhan. Sebagaimana boleh menyegerakan adzan Shubuh atau keluar dari Muzdalifah (saat haji, pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah wukuf di Arafah, -pen) setelah pertengahan malam.

Adapun Imam Abu Hanifah, beliau berpendapat boleh menunaikan zakat fithri dari awal tahun. Karena zakat fithri pun termasuk zakat, sehingga serupa dengan zakat maal (zakat harta).

Imam Syafi’i berpendapat boleh menunaikan zakat fithri sejak awal bulan Ramadhan sebab adanya zakat fithri adalah karena puasa dan perayaan Idul Fithri. Jika salah satu sebab ini ditemukan, maka sah-sah saja jika zakat fithri disegerakan sebagaimana pula zakat maal boleh ditunaikan setelah kepemilikan nishob.

Adapun menurut pendapat kami, sebagaimana diriwayatkan dari Al Juzajani, ia berkata, telah menceritakan pada kami Yazid bin Harun, ia berkata, telah mengabarkan pada kami Abu Ma’syar, dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu memerintahkan pada hari Idul Fithri (kata Yazid) di mana beliau bersabda,

أَغْنَوْهُمْ عَنْ الطَّوَافِ فِي هَذَا الْيَوْمِ

Cukupilah mereka (fakir miskin) dari meminta-minta pada hari ini (Idul Fithri).(HR. Ad Daruquthniy dalam sunannya dan Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro). Perintah mencukupi fakir miskin di sini bermakna wajib.Jika zakat fithri tersebut diajukan jauh-jauh hari, maka tentu maksud untuk mencukupi orang miskin pada hari raya Idul Fithri tidak terpenuhi. Karena sebab wajibnya zakat fithri karena adanya Idul Fithri. Itulah mengapa zakat fithri disandarkan pada kata fithri.

Sedangkan zakat maal dikeluarkan karena telah mencapai nishob. Maksud zakat maal juga adalah untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin setahun penuh. Jadi, zakat maal sah-sah saja dikeluarkan sepanjang tahun. Adapun zakat fithri itu berbeda karena maksudnya adalah mencukupi fakir miskin di waktu tertentu. Oleh karenanya, zakat fithri tidak boleh didahulukan dari waktunya.

Jika mendahulukan zakat fithri satu atau dua hari sebelumnya, itu masih dibolehkan. Sebagaimana ada riwayat dari Bukhari dengan sanadnya dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ .

وَقَالَ فِي آخِرِهِ : وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dari bulan Ramadhan.” Disebutkan di akhir hadits, “Mereka para sahabat menunaikan zakat fithri sehari atau dua hari sebelum hari raya.” Perkataan ini menunjukkan bahwa inilah waktu yang dipraktekkan oleh seluruh sahabat, sehingga hal ini bisa disebut kata sepakat mereka (baca: ijma’). Karena mendahulukan zakat fithri seperti itu tidak menghilangkan maksud penunaian zakat fithri. Karena harta zakat fithri tadi masih bisa bertahan keseluruhan atau sebagian hingga hari ‘ied. Sehingga orang miskin tidak sibuk keliling meminta-minta (untuk kebutuhan mereka) pada hari ‘ied. Itulah zakat, boleh saja didahulukan beberapa saat dari waktu wajibnya seperti zakat maal. Wallahu a’lam. [Al Mughni, 4: 300-301]

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Ref : http://rumaysho.com/zakat/bolehkah-zakat-fitrah-dibayar-di-awal-atau-pertengahan-ramadhan-3522.html

Siapakah Yang Mendapatkan Keutamaan Laylatul Qodr ?…

Ustadz Abu Riyadl, حفظه الله تعالى

Kapan lailatul qodar?
Di 10 hari terakhir pada bulan ramadhan..

Seringnya terjadi di malam ganjil. Walaupun tidak menutup kemungkinan di malam genap.

Berapa lama rentang waktunya?
lailatul qadar terjadi sepanjang malam, sejak maghrib hingga subuh.
Allah ta’ala berfirman

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr: 3 – 5)

Karena lailatul qadar berada pada rentang dari maghrib sampai subuh, maka peristiwa apapun yang terjadi sepanjang rentang itu berarti terjadi pada lailatul qadar.

Sehingga :

1. Orang yang shalat maghrib di malam itu berarti dia shalat maghrib ketika lailatul qadar

2. Orang yang shalat isya di malam itu berarti dia shalat isya ketika lailatul qadar

3. Orang yang shalat tarawih di malam itu berarti dia shalat tarawih ketika lailatul qadar

4. Orang yang sholat sunnah apa saja dimalam itu berarti ia sholat sunnah dimalam lailatulqodar

5. Orang yang membaca Alqur’an dimalam itu maka ia berarti membaca Alqur’an dimalam lailatulqodar.

6. Orang yang sedekah atau wakaf di malam itu berarti dia sedekah atau wakaf ketika lailatul qadar

7. Dll

Sungguh Menakjubkan begitu besar kasih sayang Allah kepada kaum muslimin…

Beramal sekali tapi pahalanya SERIBU (1000) bulan setara dengan 83 tahun lebih

Berapa tahun umur anda ? Apa jika diberi umur 83th pasti bisa beramal selama rentang waktu sepanjang itu?

Rahmat Allah disini bukanlah hanya omong kosong belaka namun ini langsung Allah firmankan dalam Alqur’an surat Al Qodar..

Berfikirlah kawan.. apa saja yang akan engkau siapkan untuk 10 hari terakhir itu.

Kumpulan Sebagian Text Do’a Dari Hadits Shohiih/Hasan… Silahkan Download Dan Cetak…

Kumpulan sebagian do’a dari hadits shohiih/hasan yg pernah diposting… silahkan download dan cetak… semoga bermanfaat.

KHUSUS do’a-do’a dari Al Qur’an, jika ingin membacanya saat dalam sholat (seperti saat sujud atau sebelum salam) yang lebih aman adalah merubah awalannya dari ROBBIGH-FIR-LII  menjadi ALLAHUMMAGH-FIR-LII .. ini dikarenakan adanya larangan dari Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam membaca Al Qur’an saat ruku dan sujud. Wallahu a’lam.

Kumpulan Sebahagian Do’a-Do’a Dari Hadits Shohiih dan Hasan

 

kumpulan doa

Seputar Ucapan ‘BISMILLAH’ Sebelum Masuk Rumah Dan Makan…

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah berkata,

“Jika seseorang menyebut nama Allah ketika memasuki rumah, namun tidak menyebutnya saat makan, maka setan akan berserikat dengannya saat makan. Jika seseorang menyebut nama Allah ketika makan, namun tidak saat memasuki rumahnya, maka setan akan berserikat dengannya di tempat bermalamnya. Sedangkan jika saat masuk rumah dan saat makan malam, ia menyebut nama Allah, maka setan akan menjauhi tempat bermalam dan jatah makannya. Wallahul muwaffiq.”

(Syarh Riyadhis Sholihin, 4: 191).

Menebar Cahaya Sunnah