Pertanyaan: Ustadz ana menemukan fatwa syaikh utsaimin yang menganjurkan untuk tidak membawa anak2 ke masjid. Padahal di zaman Nabi kan ada kisah hasan husain ke masjid. itu bagaimana ya ustad ?
Jawab:
Bila memang anak-anak itu mengganggu dengan berlari-lari, atau berteriak-teriak, maka lebih baik tidak dibawa ke masjid.
Hendaknya mereka diajarkan adab-adab dalam masjid agar mereka memahami.
Tetapi bila mereka tidak mengganggu atau orang tuanya menjaganya agar tidak mengganggu, maka tidak apa-apa. Oleh karena itu Nabi sholat sambil menggendong Umamah.
Al Hafidz ibnu Abdil Barr berkata dalam kitab Attamhiid: “Dan telah diriwayatkan bahwa Umar bin Khathab apabila ia meriwayat anak kecil di dalam shoff, beliau mengeluarkannya. Diriwayatkan juga dari Zirr bin Hubaisy dan Abu Wail, mereka melakukan itu. Ahmad bin Hanbal tidak menyukai itu. Al Atsram berkata: “Aku mendengar Ahmad bin Hanbal tidak suka yang berdiri sholat di masjid kecuali orang telah baligh, atau telah tumbuh bulu kemaluannya atau telah berumur 15 tahun.” Lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Anas dan anak yatim. beliau menjawab: “Itu di sholat sunnah” selesai perkataan ibnu Abdil Barr.
Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam melarang suara gaduh di masjid. sabdanya:
ليلني منكم أولو الأحلام والنهى ثم الذين يلونهم ثلاثا وإياكم وهيشات الأسواق
“Hendaklah yang berada di belakangku orang orang yang baligh dan berilmu, kemudian setelahnya kemudian setelahnya. Dan jauhilah suara gaduh seperti di pasar.” (HR Muslim).
Hadits ini menunjukkan larangan gaduh di masjid. Maka jika kehadiran anak-anak tersebut menyebabkan kegaduhan, maka hendaknya mereka tidak diajak ke masjid.
Wallahu a’lam
Dijawab oleh, Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى
Pertanyaan: Ustadz, bolehkah berdo’a dengan bahasa indonesia ketika sujud ?
Jawab: Para ulama berbeda pendapat apakah boleh berdoa dalam sholat dengan selain bahasa arab.. Menjadi empat pendapat:
1️⃣ Tidak boleh berdoa dengan selain bahasa arab dan batal sholatnya. ini adalah pendapat sebagian hanafiyah, salah satu pendapat malikiyah, sebagian syafiiyah dan hanabilah.
2️⃣ Makruh hukumnya bagi yang mampu bahasa arab, dan boleh bagi yang tidak mampu berbahasa arab, ini adalah madzhab hanafi, maliki dan salah satu pendapat imam Ahmad. dasarnya karena Allah tidak memberikan beban kecuali sesuai kemampuannya.
3️⃣ Boleh bagi yang tidak mampu, dan batal sholat bagi yang mampu.
Ini adalah pendapat yang shohih dari syafiiyah dan salah satu pendapat hanabilah. Dan pendapat Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan dari hanafiyah.
4️⃣ Boleh bagi yang mampu berbahasa arab dan bagi yang tidak mampu. Ini adalah salah satu pendapat hanafiyah, malikiyah dan syafiiyah. (Lihat kitab Ikhtiyarot Syaikhul Islam karya Doktor Aidh Al Haritsi)
Yang rojih wallahu a’lam bahwa orang yang mampu berbahasa arab makruh hukumnya berdo’a dengan selain bahasa arab. Karena ia adalah syiar islam.
Adapun yang tidak mampu maka diperbolehkan. Karena dalil-dalil anjuran berdo’a bersifat umum.
Wallahu a’lam
Dijawab oleh, Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى
“Ada seorang perempuan datang bersama dua orang putrinya meminta-minta, namun dia tidak mendapatkan sesuatu pun di rumahku selain sebutir kurma, maka aku pun memberikan kepadanya, lalu dia membaginya menjadi dua untuk kedua putrinya tersebut dan dia tidak memakan sedikit pun darinya, kemudian dia bangkit dan beranjak pergi. Kemudian Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam pun datang kepada kami, lalu aku mengabarkannya kepada beliau, maka Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
‘Barangsiapa yang diberi ujian dari anak-anak perempuan seperti itu (lalu dia bersabar), maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka..’ (HR. Bukhari: 1418)
Dalam hadits ini ada hal-hal yang menakjubkan, diantaranya :
PERTAMA :
Rumah Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam adalah rumah yang paling mulia dan utama, apalagi rumah ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha, yang digelari ash-Shiddiqoh bintu ash-Shiddiq, walaupun demikian tidak didapati di rumah tersebut melainkan hanya satu butir kurma, (bandingkan) bagaimana dengan kondisi rumah kita.
KEDUA :
‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri, dimana beliau menyedekahkan kurma tersebut, sehingga tidak ada sesuatu yang tersisa di rumahnya, dan ini salah satu keistimewaan yang sangat agung yang beliau miliki semoga Allah meridhoinya.
KETIGA :
Kasih sayang yang begitu besar yang dimiliki oleh wanita tersebut (yang datang kepada ‘Aisyah).. satu butir kurma itu ia belah menjadi dua bagian, ia lebih mengutamakan kedua putrinya daripada dirinya sendiri, ini sesuatu yang sangat mengagumkan, oleh karena itu ketika Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam masuk menemuinya, ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha menceritakan kepada beliau dengan penuh rasa kagum, sehingga Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
“barangsiapa diberikan sedikit ujian dari anak-anak perempuan itu (lalu ia bersabar), maka mereka menjadi penghalang baginya dari api neraka”.
jangan anda sangka hal tersebut merupakan keburukan, tapi maknanya adalah barangsiapa yang ditakdirkan dengan hal tersebut, dan Allah berfirman : “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian..” (QS. Al-Anbiya : 35).
Bisa jadi seorang wanita lebih baik daripada seribu laki-laki.
(Kemudian Syekh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin rohimahullah menuturkan) :
“Kami pernah menjumpai seorang ‘ajuz (wanita tua), yang memiliki anak laki-laki, dan anak laki-laki tersebut memiliki banyak anak dengan kondisi yang baik, sedangkan wanita itu fakir, dan wanita tua fakir ini juga memiliki seorang putri yang selalu berkhidmat kepadanya, tidak ada yang bermanfaat bagi wanita itu kecuali anak perempuannya, jadi anak perempuan ini lebih baik daripada anak laki-lakinya, terkadang anak-anak perempuan lebih baik daripada anak-anak laki untuk orang orangtua mereka…”
(Lihat : At-Ta’liq ala Shahihil Bukhari , Syekh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin rohimahullah : 5/43-44.)
Indahnya berbagi…
Ditulis oleh,
Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, حفظه الله تعالى
Suatu ketika istri seorang ulama sejarah yang bernama Al Maqrizi meninggal dunia..
Maka beliaupun menulis beografinya dalam kitabnya yang berjudul “Durorul Uqud Al Mufidah.”
Beliau berkata di kitab tsb :
“Aku banyak memohonkan ampun untuknya setelah ia meninggal. Hingga suatu malam aku bermimpi melihatnya sama dengan keadaan saat aku mengkafaninya.
Aku bertanya, “Wahai ummu Muhammad, apakah sampai kepadamu hadiah yang aku kirimkan kepadamu..?”
Ia menjawab, “Iya, sampai.. Setiap hari sampai kepadaku..”
Lalu ia menangis dan berkata, “Kamu tahu bahwa aku tidak bisa membalasmu apa-apa..”
Aku berkata, “Tidak apa-apa sebentar lagi kita akan bertemu..”
Beliau berkata, “Istriku walaupun usianya masih belia namun ia termasuk wanita terbaik di zamannya dalam iffah (menjaga kehormatan), agamanya, amanahnya, dan kecerdasannya. Aku tidak mendapatkan ganti yang sama dengannya..”
Lalu beliau bersyair:
Mataku berlinang karena berpisah dengan mereka…
Sesungguhnya perpisahan itu terasa menyedihkan…
Semoga Allah mengumpulkan ku dengannya di surga-Nya. Dan Allah memberikan kepada kami ampunan dan maaf-Nya…”
[Durorul Uqud 2/99]
Banyaklah memohonkan ampunan untuk orang-orang yang engkau cintai yang telah mendahuluimu ..
karena itu sangat bermanfaat untuk mereka..
Penterjemah,
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى
Dari pembahasan Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى . PEMBAHASAN SEBELUMNYA – Berkumpulnya Hari Raya dan Jum’at Di Satu Hari – bisa di baca di SINI
Kata beliau (penulis kitab), “sholat 2 hari raya hukumnya wajib..”
Alasannya apa ? Karena Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam senantiasa melakukannya, dan Nabi memerintahkan laki laki dan wanita semuanya untuk keluar menuju lapangan.
Dari Ummu ‘Atiyah ia berkata, “Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan para wanita dihari raya Iedul Fitri dan Iedul Adha baik itu wanita pingitan, wanita haidh, wanita yang masih gadis. Adapun wanita haidh kata beliau, mereka meninggalkan sholat (artinya tidak sholat) namun tetap menyaksikan kebaikan dan menyaksikan seruan kaum muslimin, lalu aku berkata kepada Rosulullah, “salah seorang dari kami hai Rosulullah tidak mempunyai jilbab..?” Maka Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “hendaklah saudarinya memakaikan dari jilbabnya..” (HR. Bukhori)
➡️ Hadits ini menunjukkan bahwa sholat Ied hukumnya wajib.
Kenapa ? Karena Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam menyuruh semua orang untuk keluar bahkan wanita haidh pun diperintahkan untuk keluar, bahkan wanita yang tidak punya jilbabpun tidak diberikan udzur oleh Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam bahkan memerintahkan supaya saudarinya meminjamkannya.
Memang para ulama berbeda pendapat tentang hukum sholat Ied. Jumhur mengatakan hukumnya sunnah mu’akkadah, madzhab Syafi’iyah mengatakan hukumnya wajib fardhu kifayah dan sebagian ulama mengatakan fardhu ‘ain dan saya condong kepada pendapat bahwa hukumnya fardhu ‘ain.
Kenapa ? Karena seperti disebutkan hadits tadi, Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam menyuruh untuk seluruhnya semuanya untuk keluar, kalaulah fardhu kifayah tentu wanita-wanita haidh tidak perlu untuk menyaksikan.. demikian pula wanita wanita yang tidak punya jilbab.. karena sudah dicukupi oleh yang lain.. tapi ketika Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam memerintahkan semuanya untuk keluar itu menunjukkan hukumnya fardhu ‘ain dan bukan fardhu kifayah.
⚉ ADAB ADAB HARI RAYA
1️⃣ Memakai pakaian yang indah/bagus. Dari Ibnu Abbas ia berkata, “adalah Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam pada hari Ied beliau memakai baju burdah berwarna merah..” (HR Atthabroni dengan sanad jayid)
2️⃣ Disunahkan saat Iedul fitri untuk makan terlebih dahulu, adapun diwaktu Iedul Adha maka tidak disunnahkan untuk makan terlebih dahulu, karena demikian dalam hadits Anas bin Malik. (HR Bukhori)
3️⃣ Keluar menuju lapangan, dimana sholat Ied disunnahkan dilapangan dan Nabi tidak pernah melakukannya dimasjid (kecuali jika tidak ada lapangan) dan disunnahkan berjalan kaki tidak berkendara, disunnahkan juga melalui jalan yang berbeda pada saat berangkat dan pulang, berdasarkan hadits Jabir bin Abdillah, “adalah Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam melalui jalan yang berbeda pada hari raya..” (HR Bukhori)
.
. Wallahu a’lam 🌻
. Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى
.
. Dari Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
. ARTIKEL TERKAIT Pembahasan Fiqih Mausu’ah Muyassaroh…
.
. WAG Al Fawaid Al Ilmiyyah
Dari pembahasan Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى . PEMBAHASAN SEBELUMNYA – Adab Sholat Jum’at #12 – bisa di baca di SINI
⚉ Dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syami ia berkata, “aku menyaksikan Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arkom, “apakah engkau menyaksikan bersama Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam dua Ied bertemu di satu hari ?” Kata Zaid, “iya,.” kata Mu’awiyah, “lalu apa yang dilakukan oleh Rosulullah ?” Kata beliau, “beliau sholat Ied kemudian memberikan keringanan untuk Jum’at, beliau bersabda, “siapa yang mau sholat Jum’at silahkan,.” (HR Imam Abu Daud)
⚉ Dan dari hadits Abu Hurairoh, dari Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda,
“Telah berkumpul pada kalian ini dua hari raya maka siapa yang sholat Ied maka itu sudah mencukupi dari sholat jum’at (artinya – jika ia tidak jum’atan tidak mengapa), adapun kami (kata Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam) tetap melaksanakan sholat jum’at..” (HR Abu Daud)
➡️ Hadits ini menunjukkan bahwa apa bila hari raya dan hari jum’at bertemu maka jum’atnya tidak wajib atas pendapat yang rojih, adapun pihak dkm masjid tetaplah menyelenggarakan dan mengadakan jum’atan.
Kenapa ? Karena Rusulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan dalam hadits ini, “adapun kami, kami tetap melaksanakan sholat jum’at..”
Adapun yang dilakukan sebagian masjid mereka mengumumkan jum’atnya libur ini tidak benar.. akan tetapi hendaklah pihak masjid tetap melaksanakan sholat jum’at, dan bagi mereka yang tidak jum’atan maka mereka tetap diwajibkan sholat Zhuhur, walaupun ada sebagian kecil ulama mengatakan bahwa kalau jum’atan tidak wajib maka Zhuhur pun tidak wajib.
Namun yang rojih dari pendapat hampir seluruh ulama bahwa ia TETAP sholat Zhuhur.
.
. Wallahu a’lam 🌻
. Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى
.
. Dari Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
. ARTIKEL TERKAIT Pembahasan Fiqih Mausu’ah Muyassaroh…
.
. WAG Al Fawaid Al Ilmiyyah
Dari pembahasan Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى . PEMBAHASAN SEBELUMNYA – Adab Sholat Jum’at #11 – bisa di baca di SINI
⚉ KALAU SESEORANG MASBUK DAN HANYA MENDAPATKAN SATU ROKA’AT SAJA, apa yang ia lakukan?
⚉ Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Siapa yang mendapatkan dari sholat jum’at satu roka’at maka hendaklah ia tambahkan satu roka’at lagi..” (HR Ibnu Majah)
Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang mendapatkan satu roka’at berarti ia cukup menambahkan satu roka’at lagi.
Adapun jika ia mendapatkan imam misalnya sedang sujud diroka’at yang kedua maka hendaklah ia sholat 4 roka’at Zhuhur.
⚉ Ini berdasarkan atsar Ibnu Mas’ud ia berkata, “Siapa yang mendapatkan sholat Jum’at satu roka’at hendaklah ia tambahkan satu roka’at lagi, dan siapa yang terluput dari dua roka’at maka hendaklah ia sholat 4 roka’at..” (HR Imam Baihaqi dan begitu pula yang dikatakan oleh Ibnu ‘Umar)
⚉ SHOLAT DALAM KEADAAN SANGAT SESAK/ PADAT
⚉ Dari Umar bin Khottob ia berkata, “apabila sangat padat hendaklah seseorang sujud diatas punggung temannya..”
⚉ Dari Ibnu Munzir dalam al-Awsath ia berkata dan dengan pendapat ‘Umar bin Khottob, “inilah kami berpendapat (yaitu seseorang sujud sesuai kemampuannya sa’at sangat padat)..”
⚉ ADAKAH QOBLIYAH JUM’AT ?
Khilaf para ulama, namun yang shohih dan rojih bahwa qobliyah Jum’at itu tidak ada, yang ada adalah sholat intidhor, berdasarkan hadist Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Siapa yang mandi jum’at kemudian mendatangi jum’at lalu ia sholat sesuai yang ditakdirkan kepadanya kemudian ia mendengarkan khutbah sampai selesai kemudian sholat bersama imam maka akan diampunilah dosanya antara jum’at itu dengan jumat berikutnya ditambah 3 hari..” (HR Imam Muslim)
⚉ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata, “adapun Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam maka sesungguhnya beliau tidak pernah sholat sebelum jum’at setelah adzan jum’at sama sekali, tidak pula ada sahabat yang menukilnya karena Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam ketika duduk diatas mimbar Bilal segera adzan, ketika Bilal selesai beliau segera khutbah sehingga tidak ada kesempatan untuk sholat qobliyah..”
⚉ Demikian juga yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim rohimahullah dalam kitab Zaadul Ma’aad jilid 1 hal 432 beliau berkata, “bahwa Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam keluar dari rumahnya segera naik mimbar, segeralah Bilal adzan jum’at, apabila beliau telah selesai adzan Nabi segera khutbah.. kalau seperti itu kapan waktunya para sahabat sholat sunnah ?”
Maka ini menunjukkan tidak ada qobliyah walaupun sebagian kecil ulama dari mazhab Syafi’i dan Hambali mengatakan disunnahkan qobliyah Jum’at, tetapi pendapat mereka lemah karena tidak ada dalil atau kalau kita lihat bertabrakan dengan dalil yang telah disebutkan Ibnul Qoyyim tadi.
Adapun ba’diyahnya maka dibolehkan 2 roka’at, 4, roka’at bahkan boleh 6 roka’at
▪️Adapun 2 roka’at disebutkan dalam hadits Ibnu Umar, bahwasanya, “Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam sholat jum’at kemudian pulang kerumahnya lalu sholat dirumahnya dua roka’at.. (HR Imam Muslim)
▪️Adapun 4 roka’at disebutkan dalam hadits, kata Rasulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam, “siapa yang sholat jum’at hendaklah sholat setelahnya sholat 4 roka’at..” (HR Imam Muslim)
▪️Adapun 6 roka’at dari Ibnu ‘Umar, “adalah Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam apabila ada di Mekah beliau sholat jum’at.. setelah selesai sholat jum’at beliau maju lalu sholat 2 roka’at kemudian beliau maju lagi lalu beliau sholat 4 roka’at, namun kalau beliau sholat di Madinah beliau sholat jum’at kemudian pulang kerumahnya dan sholat 2 roka’at dirumahnya, dan beliau berkata demikianlah Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam melakukannya..” (HR Abu Daud)
.
. Wallahu a’lam 🌻
. Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى
.
. Dari Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
. ARTIKEL TERKAIT Pembahasan Fiqih Mausu’ah Muyassaroh…
.
. WAG Al Fawaid Al Ilmiyyah
Dahulu sekitar 7 tahun yang silam… Pernah setelah sholat isya saat melangkah keluar dari masjid ada seorang wanita memanggilku, “Ustadz..”
Ku menengok, ternyata wanita setengah baya.. “Ada apa bu..?” Tanyaku.
ia berkata, “Ustadz, sebenarnya Allah itu ada apa tidak..?”
Ku tertegun mendengar pertanyaannya. “Mengapa ibu bertanya begitu..?”Tanyaku lagi.
Ia berkata, “Sudah 16 tahun saya sakit. Dan saya sudah berobat kemana-mana dan terus berdo’a. Ternyata tak kunjung datang pengabulan doaku. Jadi sebenarnya Allah ada atau tidak..?”
Aku terdiam sambil menghela nafas panjang… Lalu aku berkata kepadanya: “Boleh saya bertanya..?”
“Silahkan..”Jawabnya.
“Dosa apa yang dahulu ibu pernah lakukan..?”
Ia tertunduk. Dengan malu ia berkata, “Dahulu saya pelacur..”
“Subhanallah.. dahulu ibu sabar di atas dosa mengapa sekarang tidak sabar dengan cobaan sakit yang ibu derita..
Ibu masih diberikan kasih sayang oleh Allah, karena diberikan derita penyakit untuk menggugurkan dosa-dosa..”
Setelah itu aku pergi sambil berdo’a: “Ya Allah jangan berikan aku ujian yang meluluh lantakan keimananku kepadaMu..”
Ditulis oleh, Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى