Category Archives: BBG Kajian

Perbanyaklah Do’a Ini…

Ustadz Ibnu Mukhtar, حفظه الله تعالى

Segala puji hanyalah milik اللّـﮧ. Sholawat dan salam untuk Rosululloh. Amma ba’du!

Saudaraku seislam yang saya muliakan, Saddad bin Aus ~rodhiyallohu ‘anhu~ mengatakan : Rosululloh ~shollallohu ‘alaihi wa sallam~ berkata kepadaku, ‘Wahai Syaddad bin Aus, apabila kamu melihat manusia telah menimbun emas dan perak maka perbanyaklah mengucapkan doa ini :

   اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ، وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبَاً سَلِيمَاً، وَلِسَانَاً صَادِقَاً، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ

Alloohumma innii as-alukats-tsabaat fil amri wal ‘aziimata ‘alar-rusydi. Wa as-aluka muujibaati rohmatika wa ‘azaa-ima maghfirotika. Wa as-aluka syukro ni’matika wa husna ‘ibaadatika. Wa as-aluka qolban saliiman wa lisaanan shoodiqon. Wa as-aluka min khoyri maa ta’lam wa a’uudzu bika min syarri maa ta’lam wa astaghfiruka limaa ta’lam innaka anta ‘allaamul ghuyub

Artinya :

Ya اللّـﮧ aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam perkara agama dan kekuatan tekad di atas jalan petunjuk. Aku memohon kepada-Mu semua perkara yang bisa menghasilkan rahmat dan ampunan-Mu. Aku memohon kepada-Mu untuk mensyukuri nikmat-Mu dan memperbagus ibadah kepada-Mu. Aku memohon kepada-Mu hati yang bersih dan lisan yang jujur. Aku memohon kepada-Mu semua kebaikan yang Engkau ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan yang Engkau ketahui. Dan aku memohon ampun kepada-Mu atas dosaku yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui segala perkara yang ghoib.

[Shohih lighoirihi, lihat Ash-Shohihah no. 3228]

Semoga bermanfaat

Wa shollallohu wa sallama ‘alaa Nabiyyina Muhammad

Hidayah Di Tangan Allah

SEKUAT apapun hujjah kita, tetap saja HIDAYAH itu di tangan Allah.. maka berusahalah semampunya, lalu serahkanlah hasilnya kepada Allah.

=======

Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan:

Pernah terjadi debat antara aku dengan seorang ulama ahli kitab, hingga diskusi itu sampai pada topik bahwa Kaum Nasrani telah mencela Robb semesta alam dengan celaan yang tidak pernah dilakukan oleh siapapun.

Ku katakan kepada mereka: “Dengan pengingkaran kalian kepada kenabian Muhammad -shollallohu ‘alaihi wasallam- berarti kalian telah mencela Allah ta’ala dengan celaan yang paling parah..”

Dia mengatakan: “Bagaimana bisa seperti itu..?”

Ku katakan:
“Karena kalian beranggapan bahwa Muhammad adalah raja lalim, bukan rosul tepercaya. Bahwa dia keluar menawarkan (agamanya) kepada manusia dengan pedangnya, lalu dia menghalalkan darah, wanita, dan anak-anak mereka.

Tidak hanya itu, bahkan hingga dia berdusta atas nama Allah dan mengatakan, ‘Allahlah yang menyuruhku melakukan ini dan membolehkannya untukku..’ padahal sebenarnya (menurut kalian) Allah tidak menyuruhnya dan tidak membolehkannya.

Dia (Muhammad -shollallohu ‘alaihi wasallam-) mengatakan, ‘Aku mendapatkan wahyu..’ padahal (menurut kalian) dia tidak mendapatkan wahyu sedikitpun.

Dia (Muhammad -shollallohu ‘alaihi wasallam-) mengganti sendiri syariat para nabi, membuang dari syariat itu apa yang dia kehendaki dan menetapkan darinya apa dia kehendaki. Dan dia menyandarkan semua itu kepada Allah.

Maka, ada dua kemungkinan, Allah ta’ala melihat dan mengetahui itu semua atau tidak.

Jika kalian katakan: ‘Itu semua tidak diketahui dan tidak dilihat Allah..’ berarti kalian menyandarkan sifat bodoh dan dungu kepada-Nya, dan itu termasuk celaan paling buruk.

Jika kalian katakan: ‘Itu semua diketahui Allah..’ (maka ada dua kemungkinan): Allah mampu untuk menghentikan dan melarangnya dari tindakannya itu atau tidak.

Jika kalian katakan: ‘Allah tidak mampu menghentikannya..’ berarti kalian menyandarkan sifat lemah kepada-Nya.

Jika kalian katakan: ‘Allah mampu menghentikannya, tapi tidak melakukannya..’ berarti kalian menyandarkan sifat tolol dan zalim kepada-Nya.

Dan inilah keadaan beliau (Muhammad -shollallohu ‘alaihi wasallam-), dari semenjak dia muncul (sebagai nabi) hingga Robbnya mewafatkannya, Dia mengabulkan do’anya, memberikan hajat-hajatnya, bahkan tidaklah ada musuh melainkan Allah menjadikan beliau menang atasnya.

Dan inilah keadaan beliau (Muhammad -shollallohu ‘alaihi wasallam-), dari semenjak dia muncul (sebagai nabi) hingga Allah ta’ala mewafatkannya, seiring berjalannya siang dan malam beliau semakin tenar, semakin tinggi, dan semakin mulia. Sebaliknya keadaan musuhnya semakin hari semakin hina dan sirna. Semakin hari kecintaan para hamba kepada beliau semakin bertambah, dan Robbnya menguatkannya dengan berbagai macam cara.

Inilah orang yang menurut kalian termasuk musuh Allah yang paling jahat, dan paling berbahaya bagi manusia. Celaan apa yang melebihi ini terhadap Robbul alamin..?! Penghinaan apa yang lebih parah dari ini semua..?!

Maka, orang tersebut menerima sebagian dari keterangan ini, dan dia mengatakan:
“Tidak mungkin kami mengatakan terhadap Allah ini semua, bahkan beliau (Muhammad) adalah seorang nabi tepercaya, siapapun yang mengikutinya menjadi bahagia, dan setiap orang yang obyektif dari kami akan berikrar seperti ini dan mengatakan: para pengikutnya adalah orang-orang yang berbahagia di dunia dan di akherat..”

Aku pun mengatakan: “Lalu apa yang menghalangimu untuk ikut mendapatkan kebahagiaan itu..?”

Dia mengatakan: “Begitu pula pengikut seluruh nabi, para pengikut Nabi Musa juga bahagia..”

Aku katakan: “Jika kamu mengakui bahwa beliau (Muhammad -shollallohu ‘alaihi wasallam-) adalah nabi tepercaya, dan dia telah mengkafirkan siapapun yang tidak mengikutinya, maka bila kamu membenarkannya dalam hal ini, harusnya kamu mengikutinya.

Tapi jika kamu mendustakannya dalam hal ini, berarti dia bukanlah nabi tepercaya, lalu bagaimana para pengikutnya adalah orang-orang yang bahagia..?!

Maka dia pun tidak bisa menjawab, dan mengatakan: “Kita bicarakan yang lain saja..”

[Mukhtasor Showa’iq Mursalah, hal: 56]

Diterjemahkan oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny Lc, حفظه الله تعالى

Tidak Peduli Dengan Kenaikan Harga ??

Konsultasi Syariah

Jaga shalat, semahal apapun harga pangan maupun BBM, Allah menjamin rizki anda,

Allah berfirman,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

“Perintahkahlah keluargamu untuk shalat dan bersabarlah dalam menjaga shalat. Aku tidak meminta rizki darimu, Aku yang akan memberikan rizki kepadamu. Akibat baik untuk orang yang bertaqwa.” (QS. Thaha: 132)

Di masa silam, terjadi kenaikan harga pangan sangat tinggi. Merekapun mengadukan kondisi ini kepada salah seorang ulama di masa itu. Kita lihat, bagaimana komentar beliau,

والله لا أبالي ولو أصبحت حبة الشعير بدينار! عليَّ أن أعبده كما أمرني، وعليه أن يرزقني كما وعدني

“Demi Allah, saya tidak peduli dengan kenaikan harga ini, sekalipun 1 biji gandum seharga 1 dinar! Kewajibanku adalah beribadah kepada Allah, sebagaimana yang Dia perintahkan kepadaku, dan Dia akan menanggung rizkiku, sebagaimana yang telah Dia janjikan kepadaku.”

Ref : https://www.facebook.com/KonsultasiSyariah/posts/804081509638345

Apa Susahnya ?!

Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه الله تعالى

Sambil ngantri beristighfar 100 kali atau lebih dari itu…, sambil bertasbih…, bertahlil…, bertakbir…dan dzikir-dzikir lainnya…

Detik-detik jangan sampai berlalu sia-sia…

Tentu sangat tidak susah, akan tetapi menjadi sangat susah tatkala tangan gatal ingin baca berita di internet…, karena waktu menunggu paling asyik buat ngenet..atau nge-FB, atau nge-Twitt.., nge-BB, nge-WA, dll…,
Tidak dilarang sih, akan tetapi jangan lupa diselingi dengan dzikir…

أَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (QS Ar-Ro’du : 28)

Bekas Darah Haid Yang Mengering

Konsultasi Syariah

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum. Saya mohon penjelasan mengenai bekas darah haid di kursi (bangku bambu) yang diduduki, tetapi bekasnya sudah kering. Apakah harus dibersihkan? Masihkah najis bekas darah haid yang sudah mengering itu? Kalau pun harus dibersihkan, bolehkah membersihkannya hanya dengan tisu basah? Terima kasih atas penjelasannya.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.

Bismillah. Bekas darah haid yang sudah mengering, baik yang menempel di celana atau di tempat lainnya, cukup dicuci dan statusnya sudah suci, meskipun setelah itu masih meninggalkan bekas.

Kesimpulan ini berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah, bahwa Khaulah binti Yasar bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah, saya hanya memiliki satu pakaian, dan saya haid dengan menggunakan pakaian tersebut.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Jika haidmu telah berhenti, cucilah bagian pakaianmu yang terkena darah haid, kemudian shalatlah dengan menggunakan pakaian tersebut.” Khaulah bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, meskipun bekas darah itu tidak hilang?” Beliau menjawab, “Cukup kamu cuci dengan air, dan tidak usah pedulikan bekasnya.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Allahu a’lam.

Ref : http://www.konsultasisyariah.com/bekas-darah-haid-yang-mengering/

 

Jangan GANTUNGKAN Kebenaran Kepada Manusia, Tapi Gantungkanlah Kebenaran Kepada KITAB Dan SUNNAH

Suatu saat Syeikh ‘Utsaimin -rohimahulloh- dipuji oleh muridnya dengan syair yang isinya:

“Wahai umatku, sungguh (kelamnya) malam ini akan disusul oleh fajar yang sinarnya menyebar di muka bumi. Kebaikan akan datang dan kemenangan tinggal menunggu.

Kebenaran akan menang bagaimanapun keburukan itu diusahakan.. selama di tengah-tengah kita ada Ibnu Sholih (Al-‘Utsaimin) yang menjadi syeikh kebangkitan kita..”

Mendengarnya Syeikh langsung menghentikannya dan mengatakan:

“Aku tidak setuju dengan bait ini, aku tidak setuju MENGGANTUNGKAN kebenaran kepada orang per-orang, karena setiap orang akan mati, maka jika kita gantungkan kebenaran kepada orang per-orang, artinya jika orang itu mati, manusia akan menjadi putus asa (dari kebenaran) karena kematiannya.

Oleh karena itu, jika kamu sekarang bisa mengubah bait itu, (gantilah dengan redaksi) : “selama di tengah-tengah kita ada KITABULLAH dan SUNNAH Rosul-Nya..”

Aku nasehatkan kepada kalian untuk saat ini dan seterusnya, janganlah kalian menggantungkan kebenaran kepada orang per-orang, karena:

● PERTAMA: Orang itu bisa tersesat.

sampai-sampai Ibnu Mas’ud mengatakan: ‘Barangsiapa ingin mengikuti seseorang, maka ikutilah orang yang sudah meninggal, karena orang yang masih hidup itu tidak aman dari fitnah (kesalahan)..’

Jika kebenaran digantungkan kepada orang per-orang, ada kemungkinan orang tersebut terlena dengan dirinya sendiri sehingga dia meniti jalan yang salah -na’uudzu billah min dzaalik- .. Aku memohon kepada Allah semoga Dia meneguhkan kami dan kalian (di atas kebenaran).

● KEDUA: Orang itu akan mati, tidak ada seorang pun yang kekal.

(sebagaimana firman Allah): ‘Kami tidak jadikan manusia sebelummu hidup kekal, apakah jika kamu mati mereka akan akan kekal..?!’ [Al-Anbiya’: 34].

● KETIGA: Sesungguhnya anak cucu Adam adalah manusia.

mungkin saja dia akan terlena bila melihat orang-orang mengagungkannya, memuliakannya, dan mengerumuninya. Mungkin saja dia terlena lalu mengira dan mengaku dirinya maksum, bahwa semua yang dilakukannya itu yang benar, dan setiap jalan yang dipilihnya itulah yang disyariatkan, sehingga dengan begitu datang kebinasaan.

Oleh karena itu, ketika ada seseorang memuji orang lain di depan Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam-, beliau (ingkari dengan) mengatakan: ‘Celaka kamu, kamu telah memotong leher sahabatmu..’ [Muttafaq ‘Alaih]

Kemudian Syeikh mengatakan kepada muridnya tersebut:

“Aku berbaik sangka kepadamu, tapi aku tidak suka (isi syair) ini. Aku akan memberimu beberapa hadiah insyaa Allah, semoga Allah ta’ala membalasmu dengan kebaikan..”

Diterjemahkan oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny, حفظه الله تعالى

Kulit Yang Disamak…

Ustadz Badru Salam, Lc, حفظه الله تعالى
Hadits 16.

Dari ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila kulit telah di samak, maka ia menjadi suci.” Dikeluarkan oleh Muslim, dan dalam riwayat yang empat: “Kulit mana saja yang disamak”.

Hadits 17.

Dari Salamah bin Al Muhabbiq, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “penyamakan Kulit bangkai adalah pensucian untuknya.” Dishahihkan oleh ibnu Hibban.

Fawaid hadits:

Hadits ini menunjukkan bahwa kulit apabila telah disamak maka ia menjadi suci, namun apakah semua kulit binatang menjadi suci bila disamak? Yang rajih adalah bahwa yang menjadi suci hanya kulit binatang yang halal di makan dagingnya.

Adapun binatang yang tidak halal dimakan, tidak menjadi suci dengan disamak, berdasarkan riwayat: “Penyamakan kulit binatang adalah penyembelihan untuknya”. (HR Muslim).

Dalam hadits ini, Nabi menyamakan penyamakan dengan penyembelihan, sedangkan binatang buas tetap tidak halal walaupun disembelih.

Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa hadits penyamakan kulit sudah dimansukh oleh hadits: “Abdullah bin Ukaim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menulis surat ke kabilah Juhainah: Dahulu aku memberikan keringanan kepada kalian mengenai kulit bangkai, apabila suratku ini telah sampai maka janganlah kalian menggunakan ihab.” (Abu Dawud).

Namun hadits ini dijawab: bahwa yang dilarang oleh Nabi adalah ihab, dan ihab adalah kulit yang belum disamak.”

Mereka Mengira PASAR FATWA Itu Seperti Pasar Barang Dagangan…

Ustadz Musyaffa Ad Dariny, Lc, MA حفظه الله تعالى

Syeikh Utsaimin -rohimahulloh- mengatakan:

“Menjadi syarat bagi seorang mufti: dia harus mujtahid.

Dan betapa banyak mufti-mufti yang tidak mujtahid! Ada yang hanya bertaklid, dan ada yang masih kerdil (ilmunya) hanya tahu satu dua hadits, lalu memberanikan diri untuk berfatwa.

Mereka mengira PASAR FATWA itu seperti pasar barang dagangan, sehingga setiap orang bisa masuk di dalamnya dan bisa untung!

Mereka tidak tahu bahwa ‘pasar fatwa’ itu termasuk pasar yang paling membahayakan… Dahulu para ulama salaf -rohimahulloh- saling menolak untuk berfatwa, setiap dari mereka mengatakan (saat ditanya): ‘pergilah kepada si fulan’ dan yang lain mengatakan: ‘pergilah kepada si fulan’.”

[Syarah Nazhom Waroqot, hal: 219].

———

Sungguh fatwa itu punya konsekuensi yang sangat berat, karena saat berfatwa sebenarnya seseorang sedang berkata atas nama Allah sebagai pembuat syariat… Jika berkata atas nama RAJA saja seseorang harus extra hati-hati, bagaimana bila dia berkata atas nama RAJANYA PARA RAJA?!

Syeikh Sholeh Fauzan -hafizhohulloh- mengatakan:

“Seorang mufti haruslah takut kepada Allah, jangan sampai dia berkata tanpa ilmu, dan jangan sampai dia berfatwa dengam kejahilan atau hawa nafsu. Harusnya dia takut kepada Allah, karena dia akan menanggung dosa orang yang dia beri fatwa.

Adapun orang yang meminta fatwa: Jika dia tidak tahu bahwa si mufti itu telah berfatwa tanpa ilmu atau tanpa kebenaran, maka si peminta fatwa itu diberi uzur, dan dosanya ditanggung si mufti.

Tapi bila si peminta fatwa itu tahu bahwa si mufti itu berfatwa tanpa ilmu dan tanpa kebenaran, maka dia tidak boleh (mengamalkan fatwanya) lalu mengatakan bahwa ini dalam tanggungan si mufti.

Jika memang si peminta fatwa tahu hal itu, maka (dosanya) itu ditanggung si peminta fatwa juga, dua-duanya menanggung dosa, baik si mufti maupun si peminta fatwa”.

Ngapain Sih Ngeributin Bid’ah…

Ustadz Badru Salam, Lc, حفظه الله تعالى
Celetukan yang selalu menghiasi banyak orang yang belum memahami hakikat bid’ah dan bahayanya..
Padahal, tiap hari kita membaca al
fatehah: “Ghairil maghdluubi ‘alaihim waladlaalliin”.
Bukan jalannya orang-orang yang dibenci bukan jalan orang yang sesat..

Yang sesat adalah nashrani, karena mereka suka beramal tanpa dasar ilmu..alias suka berbuat bid’ah dalam agama mereka..

Dalam Riwayat Muslim, acapkali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah, selalu bersabda:
“Sebaik-baik perkataan adalah kitabullah, sebaik-baik petunjuk Rasulullah, seburuk-buruk perkara adalah yang dibuat-buat (muhdats), dan setiap muhdats adalah bid’ah.”

Jadi yang pertama kali meributkan bid’ah siapa??

Kenapa harus diributkan?
Karena bid’ah merusak kesempurnaan Islam..

Tanyakan kepada pelaku bid’ah:
Apakah Islam baru sempurna dengan perbuatan bid’ah anda?
Ataukah sudah sempurna tanpa perbuatan bid’ah anda?

Jawaban yang pasti: sudah sempurna.. Jadi buat apa mengada ada?

Karena bid’ah sama saja menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhianat..

Imam Malik berkata: “Siapa yang membuat sebuah bid’ah, maka ia telah menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhianat..

Karena kewajiban Nabi adalah menyampaikan risalah..
Dan lisan pelaku bid’ah seakan berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam belum menyampaikan semua jalan kebaikan dan keburukan..
Sehingga saya butuh membuat sebuah ibadah yang mengantarkan ke surga..

Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’uun.. Musibah..

Dua Panutan Kebaikan…

Ustadz Badru Salam, Lc, حفظه الله تعالى
(Fawaid kitab I’lamul muwaqqi’in karya ibnu Qayyim rahimahullah)

Beliau berkata:
“Para umaro (pemimpin) hanyalah ditaati sesuai dengan ilmu. Mentaati mereka mengikuti ketaatan kepada ulama. Karena ketaatan hanya dalam yang ma’ruf saja.”

Ketaatan pada ulama mengikuti ketaatan kepada Rasul, dan ketaatan kepada umaro mengikuti ketaatan kepada ulama.

Tegaknya Islam dengan dua kelompok: ulama dan umaro. Kebaikan dan keburukan alam mengikuti kedua kelompok ini.

Abdullah bin Mubarok dan ulama salaf lain berkata, “Dua golongan manusia apabila keduanya baik, maka manusia akan baik. Apabila keduanya rusak, maka manusia akan menjadi rusak.”
Ditanya, “Siapa mereka?”
Beliau menjawab, “Ulama dan umaro.”

Beliau bersya’ir:
“Aku melihat dosa mematikan hati..
melanggengkannya mewariskan kehinaan..
Meninggalkan dosa adalah kehidupan hati..
Memaksiati nafsu adalah kebaikan..
Bukankah yang merusak agama adalah para raja..
Juga para ahli ibadah dan ulama yang buruk..

(Hal 18-19).