Jangan GANTUNGKAN Kebenaran Kepada Manusia, Tapi Gantungkanlah Kebenaran Kepada KITAB Dan SUNNAH

Suatu saat Syeikh ‘Utsaimin -rohimahulloh- dipuji oleh muridnya dengan syair yang isinya:

“Wahai umatku, sungguh (kelamnya) malam ini akan disusul oleh fajar yang sinarnya menyebar di muka bumi. Kebaikan akan datang dan kemenangan tinggal menunggu.

Kebenaran akan menang bagaimanapun keburukan itu diusahakan.. selama di tengah-tengah kita ada Ibnu Sholih (Al-‘Utsaimin) yang menjadi syeikh kebangkitan kita..”

Mendengarnya Syeikh langsung menghentikannya dan mengatakan:

“Aku tidak setuju dengan bait ini, aku tidak setuju MENGGANTUNGKAN kebenaran kepada orang per-orang, karena setiap orang akan mati, maka jika kita gantungkan kebenaran kepada orang per-orang, artinya jika orang itu mati, manusia akan menjadi putus asa (dari kebenaran) karena kematiannya.

Oleh karena itu, jika kamu sekarang bisa mengubah bait itu, (gantilah dengan redaksi) : “selama di tengah-tengah kita ada KITABULLAH dan SUNNAH Rosul-Nya..”

Aku nasehatkan kepada kalian untuk saat ini dan seterusnya, janganlah kalian menggantungkan kebenaran kepada orang per-orang, karena:

● PERTAMA: Orang itu bisa tersesat.

sampai-sampai Ibnu Mas’ud mengatakan: ‘Barangsiapa ingin mengikuti seseorang, maka ikutilah orang yang sudah meninggal, karena orang yang masih hidup itu tidak aman dari fitnah (kesalahan)..’

Jika kebenaran digantungkan kepada orang per-orang, ada kemungkinan orang tersebut terlena dengan dirinya sendiri sehingga dia meniti jalan yang salah -na’uudzu billah min dzaalik- .. Aku memohon kepada Allah semoga Dia meneguhkan kami dan kalian (di atas kebenaran).

● KEDUA: Orang itu akan mati, tidak ada seorang pun yang kekal.

(sebagaimana firman Allah): ‘Kami tidak jadikan manusia sebelummu hidup kekal, apakah jika kamu mati mereka akan akan kekal..?!’ [Al-Anbiya’: 34].

● KETIGA: Sesungguhnya anak cucu Adam adalah manusia.

mungkin saja dia akan terlena bila melihat orang-orang mengagungkannya, memuliakannya, dan mengerumuninya. Mungkin saja dia terlena lalu mengira dan mengaku dirinya maksum, bahwa semua yang dilakukannya itu yang benar, dan setiap jalan yang dipilihnya itulah yang disyariatkan, sehingga dengan begitu datang kebinasaan.

Oleh karena itu, ketika ada seseorang memuji orang lain di depan Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam-, beliau (ingkari dengan) mengatakan: ‘Celaka kamu, kamu telah memotong leher sahabatmu..’ [Muttafaq ‘Alaih]

Kemudian Syeikh mengatakan kepada muridnya tersebut:

“Aku berbaik sangka kepadamu, tapi aku tidak suka (isi syair) ini. Aku akan memberimu beberapa hadiah insyaa Allah, semoga Allah ta’ala membalasmu dengan kebaikan..”

Diterjemahkan oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny, حفظه الله تعالى

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.