795. Tj Proses Aqad Nikah

795. BBG Al Ilmu – 87

Tanya:
Dalam prosesi akad nikah yang Syar’i dan sesuai sunnah, bagaimana rentetan acaranya? Apakah pembacaan ayat2 al-qur’an di sunnahkan? Mohon bimbingan, apa saja yang dan bagaimana prosesinya dalam akad nikah ?

Jawab:
Pembahasan cukup panjang dan dikarenakan keterbatasan tempat, penanya disarankan membaca artikel berikut:

http://almanhaj.or.id/content/3229/slash/0/walimatul-urus-pesta-pernikahan/

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

794. TJ Shalat Sunnah Mutlak

794. BBG Al Ilmu – 87

Tanya:
Apa ada sholat sunnah mutlak, kalau ada dikerjakan pada waktu apa ?

Jawab:
Shalat sunnah ada dua macam: mutlak dan muqayad
Shalat sunah muqayad adalah shalat sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan pada waktu tertentu atau pada keadaan tertentu dan terikat jumlah raka’at tertentu. Seperti tahiyatul masjid, dua rakaat seusai wudhu, shalat sunnah rawatib, dst.

Sedangkan shalat sunah mutlak: semua shalat sunah yang dilakukan tanpa terikat waktu, sebab tertentu, maupun jumlah rakaat tertentu. Sehingga boleh dilakukan kapanpun, di manapun, dengan jumlah rakaat berapapun, selama tidak dilakukan di waktu atau tempat yang terlarang untuk shalat (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 27:154). Termasuk shalat sunah mutlak adalah: tahajjud, dhuha dan tarawih.

Tata cara shalat sunah mutlak sama dengan shalat biasa. Tidak ada bacaan khusus, maupun doa khusus. Sama persis seperti shalat pada umumnya.

Untuk bilangan rakaatnya, bisa dikerjakan dua rakaat salam – dua rakaat salam. Bisa diulang-ulang dengan jumlah yang tidak terbatas.

والله أعلم بالصواب

Sumber:

http://www.konsultasisyariah.com/apa-itu-shalat-sunah-mutlak/

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

793. Tj Kapan Shalat Janazah ?

793. BBG Al Ilmu – 49

Tanya:
Terkait dengan pelaksanaan sholat jenazah. Apakah sholat jenazah dilakukan seusai zikir atau bahkan ba’da sholat sunnat Dhuhur ? Bukankah ada haditsnya menyegerakan hak jenazah ketimbang yang sunnah ? (Dzikir dan sholat sunnah)

Jawab:
‪Iya, setelah dzikir dan shalat sunnah.

As-Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya: “Apabila saya mengerjakan sholat jenazah setelah maghrib, apakah saya langsung mengerjakan sholat rawatib setelah selesai sholat jenazah ataukah menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian sholat rawatib?

Jawaban beliau rahimahullah: “Yang lebih utama adalah duduk untuk menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian menunaikan sholat rawatib. Maka perkara ini disyariatkan baik ada atau tidaknya sholat jenazah. Maka dzikir-dzikir yang ada setelah sholat fardhu merupakan sunnah yang selayaknya untuk dijaga dan tidak sepantasnya ditinggalkan. Maka jika anda memutus dzikir tersebut karena menunaikan sholat jenazah, maka setelah itu hendaknya menyempurnakan dzikirnya ditempat anda berada, kemudian mengerjakan sholat rawatib yaitu sholat ba’diyah. Hal ini mencakup rawatib ba’diyah dzuhur, maghrib maupun ‘isya dengan mengakhirkan sholat rawatib setelah berdzikir”. (Al-Qoul Al-Mubin fii Ma’rifati Ma Yahummu Al-Mushollin, hal. 471).

والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/tuntunan-shalat-sunnah-rawatib.html

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

792. Tj Berdoa Setelah Shalat

792. BBG Al Ilmu – 425

Tanya:
Apa Hukum berdoa setelah shalat ?

Jawab:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

“Dianjurkan bagi setiap hamba sesudah shalat dan setelah membaca dzikir semacam istigfar, tahlil, tasbih, tahmid dan takbir, lalu dia bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia boleh berdo’a sesuai yang dia inginkan. Karena berdo’a sesudah melakukan aktivitas ibadah semacam ini adalah waktu yang tepat untuk terkabulnya do’a, apalagi sesudah berdzikir kepada-Nya dan menyanjung-Nya, juga setelah bershalawat kepada Nabi-Nya. Ini adalah sebab yang sangat ampuh untuk tercapainya manfaat dan tertolaknya mudhorot (bahaya).”

Namun yang perlu diperhatikan sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawanya (11/168) bahwa do’a sesudah shalat boleh dilakukan, namun tanpa mengangkat tangan dan tidak bareng-bareng (jama’i).
والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://rumaysho.com/shalat/mengupas-hukum-berdoa-sesudah-shalat-1044

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

791. Tj Apakah Jidat Hitam Indikator Kealiman ?

791. BBG Al Ilmu – 419

Tanya:
Fenomena jidat hitam lebam, apakah itu indikator keimanan dan kealiman ?

Jawab:
Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat dalam surat Al Fath: 29.

Ada yang mengira bahwa
dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan.

Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.

Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah
kekhusyukan. Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah
shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).

Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah
ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).

Oleh karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsonal jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi.

والله أعلم بالصواب
Sumber:

Hitam di Dahi Perlu Diwaspadai

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

790. Tj Meng-Adzan-kan Bayi

790. BBG Al Ilmu – 207

Tanya:
Apakah ada hadits yang mengadzankan bayi yang baru di lahirkan ?

Jawab:
Memang dalam masalah adzan di telinga bayi terdapat khilaf (perselisihan pendapat).

Sebagian ulama menyatakan dianjurkan dan sebagiannya lagi mengatakan bahwa amalan ini tidak ada tuntunannya. Yang tepat adalah hadits-hadits tentang dianjurkannya adzan di telinga bayi adalah hadits yang lemah bahkan maudhu’ (palsu), sehingga amalan tersebut tidak dianjurkan.
والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/kritik-anjuran-adzan-di-telinga-bayi.html

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

789. Tj Perlukah Pen Dilepas Ketika Seseorang Meninggal ?

789. BBG Al Ilmu – 49

Tanya:
Jika ada Orang yang meninggal, terus orang tersebut menggunakan pen selama masa hidupnya karena tangannya patah. Apakah wajib pennya itu dibuka/dilepas?

Jawab:
Ust. Irfan Helmi, حفظه الله

Orang yang menggunakan pen di dalam tubuhnya karena alasan medis maka tatkala meninggal TIDAK WAJIB melepas/membuka pen tersebut karena sudah menyatu dengan jaringan otot di dalam tubuhnya.

Sebab, jika diambil pen tersebut maka dikhawatirkan terkena hadits berbunyi “mematahkan tulang mayit (hukumnya) seperti mematahkannya ketika hidup” [HR Abu Dawud, Ibnu Majah dll, dishahihkan al-Albani dlm al-Irwa’]
والله أعلم بالصواب

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

788. Tj Bolehkah DP Dalam Jual Beli Kendaraan Bermotor ?

788. BBG Al Ilmu – 425

Tanya:
Ada BMT yang punya produk kredit untuk akad jual beli kendaraan. Karena kedangkalan ilmu, ana mau tanya apakah kredit ini sesuai syari, mekanismenya: motor second yang mau dibeli diinformasikan ke BMT, lalu setelah BMT ok dan mencari barang tersebut ada, maka ana memberikan “DP” sekian % sebagai pengikat mau membeli motor dengan spesifikasi tersebut (belum ada akad). Setelah itu, BMT akan mbeli motor sesuai spek dan dibawa ke kantor. Setelah ana lihat barang sesuai spek maka terjadi akad jual beli kredit dengan BMT. Apakah seperti ini diperbolehkan? Yang ana mengganjal adalah DP.

Jawab:
Yang diperbolehkan istilahnya bukan DP tapi adalah “dhomaan/hamish jiddiyah” yaitu semacam ‘komitmen’ TAPI harus dengan “bil khiyaar” (hak pilih).

Maksudnya, bahwa ‘komitmen’ / “dhomaan jiddiyah” itu tidak mengikat. Jika setelah motor dibeli BMT dan anda tidak jadi membelinya, maka ‘komitmen’ tadi harus dikembalikan dan tidak ada penalti.
والله أعلم بالصواب
Sumber:
Diskusi dengan Ust. Erwandi Tarmizi, حفظه الله

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

787. Tj Usaha Percetakan Buku Surat Yasin

787. BBG Al Ilmu – 423

Tanya:
Saat ini maju pesat usaha percetakan, khususnya mencetak Buku Yasin dalam rangka untuk peringatan atau mengenang hari-hari tertentu meninggalnya seseorang. Hasil dari rezeki tersebut sangat menggiurkan dan spektakuler. PERTANYAANNYA : bagaimana hukumnya punya usaha seperti itu ?

Jawab:
Ust. M Wasitho, حفظه الله

Membuat buku yang berisi surat Yasin pada dasarnya tidak apa2 (Boleh) jika niat mencetaknya adalah untuk dibagikan kepada kaum muslimin atau para penuntut ilmu agar memudahkan mereka menghafalnya. Karena sebagian penerbit mushaf ada yang mencetaknya per Juz Al-Qur’an dalam ukuran buku saku dengan tujuan memudahkan para penuntut ilmu menghafalnya.

Akan tetapi jika seorang muslim/muslimah membuat buku Yasin dengan tujuan untuk dibagikan kepada kaum muslimin agar mereka
membacanya secara rutin pada setiap malam Jum’at, atau bertepatan dengan hari kematian seseorang, maka hukumnya DILARANG, karena hal tersebut termasuk mendukung dan tolong menolong di atas perbuatan bid’ah yang tidak pernah dicontohkan dan diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah ta’ala berfirman:
(Walaa Ta’aawanuu ‘alal itsmi wal ‘udwaan)
Artinya: “Dan janganlah kamu saling tolong menolong diatas perbuatan dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah)

Demikian pula, mencetak atau membuat buku Tahlil hukumnya DILARANG, karena buku tersebut akan dibaca pada hari-hari kematian seseorang, atau waktu yang bertepatan dengan kematiannya. Dan ini semua menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Nabi bersabda yang artinya:
“Sebaik2 petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Dan bersabda pula yang artinya:
“Waspadalah kamu dari perkara baru yang diada-adakan (dlm urusan agama), karena setiap
perkara baru (dalam urusan agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.”
والله أعلم بالصواب

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

786. Tj Batasan Berpakaian Dalam Shalat

786. BBG Al Ilmu – 423

Tanya:
Mau tanya batasan batasan berpakaian dalam sholat karena ada sebagian ikhwan saya liat sudah memakai celana panjang. (Tidak ketat dan tidak transparan) kemudian dia menambahkan lagi memakai sarung dengan alasan menutup auratnya pada waktu sujud dan rukuk katanya apakah ini tdak berlebihan dalam berpakaian.

Jawab:
Pada asalnya hukum memakai pakaian apapun dibolehkan dalam Islam, kecuali pakaian-pakaian tertentu yang termasuk dalam dalil-dalil yang menunjukkan pelarangan. Selain itu Islam tidak menetapkan model pakaian tertentu untuk shalat. Selama pakaian tersebut memenuhi syarat maka boleh dipakai untuk shalat, apapun modelnya.

Dengan demikian, yang perlu kita pegang adalah bahwa hukum asal memakai celana panjang adalah mubah.

Ketika ditanya mengenai hukum shalat memakai sarowil/bantholun (celana), Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin bin Baz rahimahullah mengatakan:

“Jika bantholun/sarowil (celana) tersebut –bagi laki-laki– menutupi pusar hingga lutut, lalu longgar dan tidak sempit (tidak ketat), shalatnya sah. Namun yang afdhol di luar celana tersebut juga terdapat pakaian lainnya (pakaian jubah) yang menutupi pusar hingga lutut. Lalu celana yang di dalam pakaian tersebut dipakai hingga setengah betis atau hingga mata kaki. Karena seperti ini lebih sempurna dalam menutup aurat. Shalat dalam keadaan memakai izar (sarung) lebih baik daripada shalat dalam keadaan hanya memakai celana yang di luarnya tidak ada  pakaian lainnya (semacam jubah). Karena izar (sarung) lebih sempurna dalam menutupi aurat dibanding hanya memakai celana panjang saja”

Fatwa diatas yang tampaknya diikuti oleh sebahagian ikhwan.

والله أعلم بالصواب
Sumber:
http://www.konsultasisyariah.com/bolehkah-sholat-memakai-celana-panjang/#

http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3348-hukum-shalat-dengan-bantholun-celana-panjang.html

»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Menebar Cahaya Sunnah