Category Archives: Najmi Umar Bakkar

Sejauh Mana Pengorbananmu..?

Hakikat dari ibadah qurban yaitu untuk mengukur sejauh mana “KEIMANAN” seorang hamba kepada Allah, sejauh mana “KEPASRAHAN” hamba itu, sejauh mana “KETAATAN” hamba itu kepada-Nya, serta sejauh mana “KESABARAN” dan “KEIKHLASANNYA” dalam menjalani perintah Allah ‘Azza wa Jalla…

Hakikat dari ibadah qurban yaitu agar hamba tidak terlalu mencintai dunia sehingga melebihi cintanya kepada Allah. Karena cinta dunia, cinta harta, nafsu, syahwat dan cinta semu lainnya akan senantiasa menghalangi seorang hamba untuk taat kepada Allah Jalla Jalaaluh…

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridhoan Allah…” (QS. Al-Baqarah [2]: 207)

Saudaraku, coba tanyakan pada dirimu…

Sudahkah aku berkorban untuk Allah…?
Sejauh mana pengorbananku untuk Allah…?
Sudahkah aku menyembelih hawa nafsu, cinta dunia dll yang dapat menjauhkan diri dari cinta kepada Allah…?

Sudahkah aku menjadikan cinta kepada Allah merupakan cinta yang tertinggi, sehingga ikhlas dalam mengorbankan hawa nafsu yang berbeda dengan apa yang Allah inginkan…?

Sudahkah aku termasuk seorang mukmin sejati yang selalu mengorbankan waktu, tenaga, fikiran, harta, jiwa dll untuk Allah…?

Sudahkah aku mengamalkan ayat :

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS. Al-An’aam [6] : 162)

Barangsiapa yang ingin mengetahui bagaimana kedudukannya di sisi Allah, maka dia pun harus melihat bagaimana kedudukan Allah pada dirinya…

Mukmin sejati tidak hanya berqurban kambing, sapi dll yang hanya dilakukan setahun sekali, tetapi ia senantiasa berkorban dalam hidup dan kehidupannya yaitu dengan selalu menta’ati Allah dan Rasul-Nya…

Mukmin sejati selalu dapat merasakan hadirnya nikmat Allah di setiap desahan nafas, oleh karena itu ia pun memandang kecil semua ibadahnya…

Wahai saudaraku…

Sejauh mana kepedulianmu kepada Islam…?
Sejauh mana kepedulianmu kepada al-Qur’an…?
Sejauh mana kepedulianmu kepada Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam…?

Kapankah iri dengan seorang muslim yang bertambah imannya…?
Kapankah iri dengan seorang muslim yang bertambah hafalannya…?
Kapankah iri dengan seorang muslim yang bertambah ilmunya…?

Oh…betapa malunya diri yang selalu dipandang oleh Allah tidak bersyukur dan berkorban untuk-Nya, bahkan sedang bermaksiat kepada-Nya…

Oh…betapa sedikitnya ibadah dan PENGORBANAN yang dipersembahkan kepada Allah dalam keadaan ikhlas…

Oh…betapa malangnya hati yang buta, yang tidak sabar menahan kepahitan sesaat, dan lebih memilih kehinaan sepanjang abad dengan melakukan berbagai maksiat…

Ya Allah, jadikanlah kami selalu dapat berkorban untuk mendapatkan cinta-Mu dan ridho-Mu…

Ya Allah, jadikanlah kami selalu dapat berkorban untuk mendapatkan rahmat dan ampunan-Mu…

Ya Allah, berikanlah kepada kami taubat yang dapat memindahkan kami dari kehinaan maksiat menuju kepada kemuliaan taat kepada-Mu…

Aamiiin…

Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

 

Bisikan Untuk Pendosa…

Wahai hamba yang durhaka…
Bertaubatlah, karena maut semakin tiba…
Tinggalkanlah hawa nafsu yang selalu memfitnah…
Jasad-jasad akan hancur berkalang tanah…

Malam dan siang berlomba beradu kecepatan…
Berapa dosa dan keburukan yang telah dilakukan…
Sedang engkau senantiasa mengabaikan…

Sungguh mengherankan, bagaimana mungkin hamba yang mengetahui bahwa dirinya akan mati, lalu berani berbuat maksiat kepada Allah…?

Sungguh mengherankan, bagaimana mungkin hamba berani makan rezeki Allah supaya kuat untuk berbuat kemaksiatan…?

Wahai para pendosa…
Sampai kapan kelalaian ini akan terus berlanjut…?
Kapan engkau akan mempersiapkan diri…?

Wahai hamba yang banyak dosa, dimanakah air mata yang mengalir…?
Wahai hamba yang memperlihatkan keburukan, dapatkah engkau bertahan menerima siksaan Neraka Hawiyah…?

Wahai hamba yang menjadi tawanan kemaksiatan, tangisilah dosa-dosa yang telah lalu dengan air mata yang mengalir deras…sesungguhnya air mata orang yang menangisi dosa-dosanya dapat memadamkan lautan api pada hari kiamat…

Wahai para pendosa…

Pernahkah memikirkan keadaan di akhirat…?

Pernahkah membayangkan berada dihadapan Allah untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatan…?

Pernahkah merenungkan bagaimana nasibmu ketika menerima kitab catatan amal…?

Ingatlah, bahwa suatu saat nanti akan datang masa dimana engkau menyesali segala perbuatan yang telah dilakukan…

Ingatlah, bahwa Nabi Adam dikeluarkan dari Surga karena satu dosa, sedangkan engkau melakukan dan memperbanyak berbagai dosa, dan kau ingin masuk Surga…?!

Ingatlah, bahwa hari perhitungan sudah di ambang pintu, maka jauhilah segala perbuatan maksiat…
Sungguh adzab Allah telah dipersiapkan jika engkau tidak kembali kepada-Nya…

Janganlah engkau merasa bersedih dengan besarnya dosa, sehingga menghalangimu untuk kembali kepada Dzat Yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib…

Karena segunung dosa bisa dilelehkan oleh taubat…
Maaf Allah itu lebih besar daripada dosa-dosa…
Ampunan-Nya itu lebih luas daripada kesalahan…
Dan rahmat-Nya lebih cepat daripada adzab-Nya…

Manusia yang paling bodoh adalah orang yang menghabiskan hidupnya dengan lupa kepada Allah, dan mengisi hari yang dilewati dengan perbuatan tanpa manfaat…

اللهم أعزني بطاعتك، ولا تذلني بمعصيتك ، وَعُمْرِي نَاقِصٌ فيِ كُلِّ يَوم وَذَنْبيِ زَئِدٌ
إِلهِي عَبْدُكَ العَاصِي أَتاكَ ، مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَاكَ ، فَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ ارْجُو سِوَاكَ

Ya Allah, muliakanlah diriku dengan mentaati-Mu, dan janganlah Engkau hinakan aku dengan bermaksiat kepada-Mu, umurku berkurang setiap hari, sedangkan dosaku selalu bertambah…

Ya Allah, hamba-Mu yang durhaka telah datang kepada-Mu dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada-Mu, tetapi jika Engkau menolak, lalu kepada siapa lagi aku mengharap selain kepada Engkau…?

Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

Apa Yang Kita Ucapkan Di Hari Idul Adha..?

PERTANYAAN:

Apakah disyariatkan mengucapkan ucapan: taqobbalallahu minna wa minkum setelah sholat iedul adha yaa Ustadz ?
Syukron.

JAWABAN:

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :

فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن .

“Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bertemu pada hari ‘ied (‘Iedul Fithri atau ‘Iedul Adha), satu sama lain saling mengucapkan : “Taqabbalallahu minnaa wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amalmu)”

(lihat Fathul Bari II/446 oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani, Imam al-Albani dalam Tamaamul Minnah hal 354, Ahkaamul ‘Idain oleh Syaikh Ali Hasan hal 61, Fathul Baari oleh Imam Ibnu Rajab VI/167-168, Imam Ibnu Qudamah dalam al-Mughni II/259 dll).

Najmi Umar Bakkar,  حفظه الله تعالى

Do’a Di Hari Arafah…

PERTANYAAN:

Ustadz, amalan utama apa ataukah ada do’a khusus di hari Arofah ini yang diajarkan Rasulullah shallallahu’alayhi wasallam ? dan apakah ada waktu utama di hari ini untuk berdo’a ? Syukron

JAWABAN:

Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

“Sebaik-baik do’a adalah do’a di hari Arafah, dan sebaik-baik dzikir yang aku ucapkan, dan juga diucapkan para Nabi sebelumku adalah :

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

(HR. At-Tirmidzi, hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, lihat Shahihut Targhib wat Tarhiib no. 1536)

Waktu untuk membacanya bagi yang tidak berhaji yaitu ketika masuk tanggal 9 dzulhijjah sampai terbenamnya matahari (Maghrib).

Allahu a’lam

Ustadz Najmi Umar Bakkar,  حفظه الله تعالى 

Ringkasan 12 Adab Bertanya Di Group WA, BB, Facebook, Telegram dll…

Ringkasan 12 Adab Bertanya Di Group WA, BB, Facebook, Telegram dll 

(1). Ikhlaskanlah diri karena Allah dalam bertanya dan niatkan itu sebagai ibadah kepada-Nya.

(2). Tidak bertanya kecuali kepada orang yang berilmu atau menurut dugaannya yang kuat ia mampu untuk menjawab.

(3). Memulai pertanyaan dengan ucapan salam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Ucapan salam sebelum bertanya. Barangsiapa yang bertanya kepadamu sebelum ia mengucapkan salam, maka janganlah kalian menjawabnya” (HR. Ibnu an-Najar, hadits dari Jabir, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no.3699 dan HR. Ibnu ‘Adi dalam al-Kaamil II/303, hadits dari Ibnu Umar, lihat Silsilah ash-Shahiihah no.816 serta Zaadul Ma’aad II/379).

Para sahabat pernah bertanya tanpa ucapan salam, tapi tetap dijawab oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dipahami bahwa mengucapkan salam sebelum bertanya bukanlah sesuatu yang wajib, tetapi sangat dianjurkan dan telah menghidupkan sunnah.

(4). Hendaknya memperbagus pertanyaan tentang ilmu yang bermanfaat, yang menunjukkan kepada berbagai kebaikan dan mengingatkan dari segala kejelekan.

(5). Gunakanlah cara yang baik dalam bertanya dan berdiskusi, dengan bahasa yang penuh sopan santun, lemah lembut dan tidak mengandung penghinaan serta kemarahan.

(6). Ketika telah selesai menulis pertanyaan maka sampaikanlah perkataan terima kasih dan mendoakan ustadz yang akan menjawabnya.

(7). Janganlah mengadu domba diantara ahli ilmu. Seperti berkata : “Tapi ustadz fulan telah berkata begini dan begitu”, dan cara seperti ini termasuk kurang beradab dan sangat tidak sopan. Hati-hatilah terhadap hal seperti ini.

(8). Hendaknya bersabar dalam menunggu jawaban yang telah diajukan. Karena bisa jadi ustadz tersebut sedang sibuk dengan berbagai aktivitasnya atau sedang beristirahat, sakit, melayani tamu, safar dll.

(9). Janganlah menceritakan aib atau dosa yang pernah dilakukan sendiri, keluarga atau orang lain sehingga diketahui oleh semua anggota group.

Jika masalah itu harus juga disampaikan karena ingin mendapatkan solusi dan pencerahan, maka hendaknya disampaikan secara pribadi saja kepada ustadz tertentu yang dianggap bisa memberikan solusi dan menyimpan rahasia.

(10). Hendaknya yang bertanya tidak marah atau tersinggung ketika diluruskan pemahamannya atau cara bertanyanya yang salah dll.

(11). Janganlah bertanya hanya sekedar untuk menambah wawasan tanpa mau mengamalkan, atau sekedar mencari-cari keringanan hukum.

Misalnya, penanya bertanya kepada seorang ustadz, lalu karena jawabannya tidak berkenan dalam hatinya, lalu ia pun bertanya lagi ke ustadz lainnya, dan jika jawabannya sesuai dengan hawa nafsunya maka ia pun menerimanya. Ini merupakan bukti bahwa penanya tidak menghendaki syariat kecuali yang sesuai dengan hawa nafsunya.

(12). Jangan merendahkan dan melecehkan ustadz jika suatu saat ia tidak bisa menjawab pertanyaan.

Dari Haitsam bin Jamil, ia berkata : “Aku menyaksikan Malik bin Anas pernah ditanya tentang 48 pertanyaan. Ia menjawab 32 pertanyaan dengan berkata : “Aku tidak tahu” (Adabul Mufti wal Mustafti hal 79 oleh al-Hafizh Ibnu Shalah).

Adapun contoh cara bertanya yang terbaik seperti :

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Afwan ustadz, saya mau bertanya mengapa diri ini selalu cenderung kepada dosa dan maksiat serta sulit diajak untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya, padahal saya sudah berusaha untuk senantiasa menghadiri majelis ilmu dan berdoa kepada Allah agar dikuatkan iman ? Semoga ustadz beserta keluarga selalu dirahmati dan diberkahi Allah Ta’ala…

شكرا و جزاك الله خيرا

Wahai Saudaraku…
Sudahkah engkau mengamalkan 12 macam adab bertanya yang benar dan berpahala ini ?

Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

 

Sudut Pandang Islam Terhadap Istri Yang Bekerja Di Luar Rumah…

PERTANYAAN :

Ustadz, apa saja syarat-syarat yang menyebabkan seorang istri dibolehkan oleh syariat untuk bekerja di luar rumah (mencari nafkah) ?

JAWABAN:

(1). Hukum asalnya wanita shalihah itu tugasnya di rumah untuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya. Tetapi jika darurat, yang mana mungkin suami tidak bisa memberikan nafkah atau karena sakit, maka usahakanlah semaksimal mungkin pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib.

(2). Harus dengan izin suaminya, karena istri wajib mentaati suaminya.

(3). Menerapkan adab-adab Islami, seperti : menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahram dll.

(4). Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, seperti: mengajar, dokter, perawat, penulis artikel, buku dll.

(5). Tidak ada ikhtilat (bercampur baur dengan pria) di lingkungan kerjanya. Hendaklah ia mencari lingkungan kerja yang khusus wanita, misalnya : sekolah wanita, perkumpulan wanita, kursus wanita dll.

(6). Hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Jika tidak ada, baru mencari pekerjaan di luar rumah yang khusus di kalangan wanita. Jika tidak ada, maka ia tidak boleh mencari pekerjaan di luar rumah yang bercampur antara pria dan wanita, kecuali jika keadaannya darurat atau keadaan sangat mendesak sekali, misalnya suami tidak mampu menafkahi kehidupan keluarganya atau suaminya sakit, dll

Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

 

 

Panduan Ringkas Bagi Para Orangtua…

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Apabila datang seseorang melamar putrimu kepadamu yang kalian ridhoi AGAMA dan AKHLAKNYA, maka nikahkanlah. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar”. Dalam suatu riwayat Nabi mengulanginya 3 kali. (HR.At-Tirmidzi no.1084, Ibnu Majah no.1967, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir no.762, lihat Irwaa-ul Gholiil no.1668).

Seseorang berkata kepada Hasan al-Bashri :

“Saya memiliki seorang putri yang telah menginjak usia nikah, sudah banyak orang yang melamarnya, kepada siapakah saya harus menikahkannya ?”

Hasan al-Bashri menjawab : “Nikahkanlah dia dengan seorang yang takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya. Sebab, jika ia mencintainya, maka ia akan memuliakannya dan apabila ia membencinya maka ia tidak akan menzhaliminya” (Uyunul Akhbar oleh Ibnu Qutaibah IX/17).

Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

 

Pahala Haji Bagi Yang…

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ فِي الجَمَاعَةِ فَهِيَ كَحَجَّةٍ وَ مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ تَطَوُّعٍ فَهِيَ كَعُمْرَةٍ نَافِلَةٍ

“Barangsiapa berjalan menuju masjid untuk shalat wajib secara berjama’ah, maka itu setara dengan haji. Dan barangsiapa berjalan (menuju masjid) untuk shalat sunnah, maka itu setara dengan umrah sunnah”  (HR. Ath-Thabrani dan Ahmad, hadits dari Abu Umamah, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 5665)

مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ

“Barangsiapa yang keluar dari rumahnya menuju masjid dalam keadaan bersuci untuk melakukan shalat fardhu (berjamaah), maka pahalanya seperti pahala orang yang melaksanakan haji yang berihram”  (HR. Abu Dawud no. 554 dan Ahmad V/268, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 6228)

Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

Kesalahan Dalam Ber-Qurban..

Kesalahan ini termasuk tingkat kesalahan yang paling banyak di dapatkan setiap tahun. Dimana ketika menyembelih tidak menenangkan hewan dengan menyembunyikan pisau (tetapi justru mengasah pisau di depannya), bahkan menyembelih dan menguliti hewan qurban di hadapan hewan-hewan qurban lain yang masih hidup.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

(1). “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan bersikap ihsan (berbuat baik) terhadap segala sesuatu. Maka jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang di antara kalian “Menajamkan Pisaunya dan Menenangkan Hewan Sembelihannya” (HR. Muslim no. 1955, Abu Dawud no. 2815, at-Tirmidzi no. 1430, an-Nasaa’i no. 4405 dan Ibnu Majah no. 3170, hadits dari Syaddad bin Aus)

(2). Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau sampai tajam dan “Membelakangi (Menutupi) Dari Hewan-Hewan Ternak Lainnya”, seraya bersabda : “Jika salah seorang dari kalian akan menyembelih qurban, maka hendaklah ia mempersiapkan segala keperluannya” (HR. Ibnu Majah no. 3172 dan Ahmad no. 5830, lihat Shahiihut Targhiib wat Tarhiib no. 1091)

(3). Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati seorang lelaki yang meletakkan kakinya pada seekor domba sambil dia menajamkan pisaunya dan domba itu memandang kepadanya dengan matanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Mengapa tidak (diasah) dulu sebelumnya ? Ataukah Engkau Ingin Mematikannya Berkali-Kali ?” (HR. Ath-Thabrani dalam al-Kabiir dan al-Ausath), dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Mengapa engkau tidak menajamkan pisaumu sebelum engkau membaringkannya ?” (HR. Al-Hakim IV/257 dan al-Baihaqi IX/280, lihat Shahiihut Targhiib wat Tarhiib no. 1090)

KESIMPULAN :

Di antara melakukan kebajikan dalam penyembelihan adalah hendaknya orang yang menyembelih hewan ternak atau burung tidak melakukan penyembelihan, Sementara Binatang Sejenis Menyaksikannya.

Sesungguhnya binatang sejenis juga merasakan hal serupa di mana kemudian mereka menjadi takut yang berakibat pada ketersiksaan batin dan rasa pedih di dalam hati.

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata :

“Disukai agar pisau tidak ditajamkan (diasah) di hadapan hewan yang akan disembelih, dan hendaklah hewan tidak disembelih di hadapan hewan lainnya” (lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram VII/64 oleh Syaikh Abdullah al-Bassam)

Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

Harta Anak Adalah Harta Orangtua…

Pertanyaan :

Afwan ustadz, jika orang tua ana meminjam uang kepada ana dalam jumlah yang cukup besar dan itu untuk keperluan pendidikan adik menuntut ilmu kebidanan. Apakah umi dan abi ana ada hak untuk tidak mengembalikan uang tersebut ustadz ? karena beliau meminjam uang dari anak kandungnya sendiri ? mohon arahannya ustadz, jazzakullah Khair.

Jawaban :

Jika orang tua mengambil harta anak, maka tidak boleh bagi anak untuk menuntut orang tuanya agar mengembalikannya. Jika ternyata orang tua mengembalikannya, maka alhamdulillah, namun jika tidak mengembalikan harta tersebut, maka itu adalah hak orang tua.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

” ولد الرجل من كسبه من أطيب كسبه فكلوا من أموالهم “

(1). “Anak seseorang itu termasuk jerih payah orang tersebut bahkan termasuk jerih payahnya yang paling bernilai, maka makanlah sebagian harta anak” (HR. Abu Dawud no.3529, hadits dari Aisyah)

إن من أطيب ما أكل الرجل من كسبه وولده من كسبه

(2). “Seenak-enak makanan yang dimakan oleh seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri dan anak adalah termasuk jerih payahnya” (HR. Abu Dawud no. 3528)

عن جابر بن عبد الله أن رجلا قال يا رسول الله إن لي مالا وولدا. وإن أبي يريد أن يجتاح مالي. فقال: ( أنت ومالك لأبيك )

(3). “Ada seorang berkata kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak namun ayahku ingin mengambil habis hartaku”. Rasulullah bersabda : “Engkau dan semua hartamu adalah milik ayahmu” (HR. Ibnu Majah no. 2291, hadits dari Jabir bin Abdillah)

Hadits ini menunjukkan bahwa sang anak dalam hal ini sudah berkeluarga, bahkan sudah memiliki anak, meski demikian Nabi tetap mengatakan : “Semua hartamu adalah milik ayahmu”

جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال إن أبي اجتاح مالي. فقال:( أنت ومالك لأبيك ) وقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( إن أولادكم من أطيب كسبكم . فكلوا من أموالهم )

(4). “Ada seorang yang menemui Nabi lalu mengatakan : “Sesungguhnya ayahku itu mengambil semua hartaku”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Engkau dan semua hartamu adalah milik ayahmu”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya anak-anak kalian adalah termasuk jerih payah kalian yang paling berharga. Makanlah sebagian harta mereka” (HR. Ibnu Majah, no. 2292, hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash).

Perlu diketahui bahwa kebolehan orang tua untuk mengambil harta milik anak, baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak itu memiliki “beberapa syarat”, yaitu :

?Tidak memberikan mudharat bagi sang anak dan tidak mengambil harta yang berkaitan dengan kebutuhan sang anak.

?Orang tua tidak menghambur-hamburkan harta tersebut dan tidak berbuat mubadzir (membelanjakan harta dalam hal yang tidak jelas manfaatnya dari sisi dunia atau pun dari sisi agama).

?Orang tua membutuhkan atau berhajat dengan harta anaknya yang dia ambil.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إنّ أولادكم هبة الله لكم “يهب لمن يشاء إناثا ويهب لمن يشاء الذكور”فهم وأموالهم لكم إذا احتجتم إليها

“Sesungguhnya anak-anak kalian adalah pemberian Allah kepada kalian sebagaimana firman Allah : “Dia memberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki anak perempuan dan Dia memberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki anak laki-laki” (QS. Asy-Syura: 49). Oleh karena itu, maka mereka dan harta mereka adalah hak kalian jika kalian membutuhkannya” (lihat Silsilah ash-Shahihah no.2564, hadits dari Aisyah)

Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

Courtesy of MT Cahaya Sunnah