Kenapa Mesti Dibalas Dengan Jihad ?…

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, حفظه الله تعالى

Maaf, saya 16 tahun besar di Papua, di kota Jayapura, walau saya asli dan kelahiran Ambon Maluku.

Kerusuhan hal biasa yang saya sering dengar waktu saya besar di sana. Dulu ketika masa SMA, banyak tuntutan dari warga kalau Papua ingin merdeka. Seringkali kami ketika pulang sekolah khawatir dengan kerusuhan di masa-masa itu.

# Namun tolong dipahami itu cuma tuntutan kelompok atau orang tertentu.

Sama halnya juga dengan pembakaran masjid. Tak perlu kiranya kita besar-besarkan sampai mengatakan orang Papua non-muslim wajib diperangi dengan jihad.

Watak orang Papua itu rata-rata cinta damai, tak perlu mengajak mereka perang.

# Apa Islam tidak bisa mengajarkan kelemahlembutan?

Kalau kita ingin membalas, memang bisa. Namun membalas dengan kesabaran dan kelemahlembutan lebih baik. Buahnya, dakwah Islam akan semakin diterima, insya Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)

Sahabat yang mulia, Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– mengatakan, “Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.”

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.”

‪#‎KritikpadaPenggiatJihad‬

Baca selengkapnya > http://rumaysho.com/faedah-ilmu/balaslah-kejelekan-dengan-kebaikan-768.html

Iedul Fitri= Kembali Kepada Fitrah ? Salah Kali !

Ustadz Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى

Banyak khathib atau penceramah bahkan pejabat yang mengurusi masalah agama masyarakat beranggapan bahwa kata “al fithru/ الفطر” berarti fitrah yang salah satu artinya adalah asal mula penciptaan dan akhirnya diartikan dengan suci.

Sebatas yang pernah saya pelajari dan faktanya juga demikian arti kata “fithri” adalah lawan dari ” shaum”. Al fithru di sini artinya ialah makan pagi, sebagaimana kata ” as shaum” berarti menahan diri.

Dengan demikian iedul fithri arti bahasanya ialah = kembali makan pagi setelah sebelumnya dilarang.

Bila demikian apa istimewanya kembali makan pagi setelah sebelumnya dilarang? Bukankah akan lebih religi dan mantep bila diaryikan dengan fithrah alias asal muasal penciptaan yang identik dengan kesucian?

Oooh, sangat istimewa, karena dengan memahami arti kata ini maka anda dihadapkan pada satu fakta sederhana namun sarat dengan arti religius yang sangat mendalam. Anda dihadapkan pada satu fenomena bahwa makan, minum, melampiaskan syahwat atau menahannya benar benar karena perintah Allah dan keteladanan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Inilah arti keislaman yang sejati, yaitu ketika anda benar benar telah menyerahkan seluruh urusan anda kepada perintah Allah dan keteladanan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah ikrar yang sepatutnya anda jadikan pedoman dalam hidup anda sebagai seorang muslim
إن صلاتي ونسكي ومحيايى ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت

Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan kematianku seutuhnya aku persembahkan teruntuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintahkan. ( al an’am 162-163)

Ramadhan dan Iedul Fitri mengajarkan kepada anda bahwa Nilai suatu amalan bukanlah terletak pada makan atau mi um atau meninggalkan keduanya semata, namun terletak pada ketepatan alias keteladanan yang diiringi oleh ketulusan niat lillahi rabbil ‘alamiin. Apalah artinya menahan makan dan minum alias berpuasa bila menyelisihi tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, semisal orang yang berpuasa pada hari ied?

Dan sebaliknya betapa buruknya orang yang menurutkan hawa nafsunya dengan makan dan minum di siang hari bulan Ramadhan, karena itu tentu menyimpang dari tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Sobat, marilah kita pelajari sunnah sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam agar kita bisa beramal sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Bukan waktunya lagi bagi anda untuk hanya menuruti semangat, emosional, perasaan atau tradisi masyarakat dalam beramal, namun sudah tiba saatnya bagi anda untuk selalu memastikan legalitas setiap amalan anda ditinjau dari dalil dan uswah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Selamat merayakan IEDUL FITRI, semoga Allah menerima seluruh amalan ibadah saudara dan memberi umur yang panjang untuk dapat merayakannya kembali pada tahun tahun yang akan datang.
تقبل الله منا ومنكم صالح الاعمال

Pusat Indonesia Itu Jawa Bukan Papua…

Ustadz Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى

Pembakaran masjid di Papua menyita perhatian banyak ummat islam di berbagai belahan musantara, tanpa terkecuali di Jawa.

Berbagai luapan amarah, ungkapan patriotik terlontr dari banyak orang, terutama para pemuda yang oleh sebagian orang disebut dengan “Pemuda Bersumbu Pendek” alias mudah “duuaaaaaaar”.

Sekali lagi saya mengingatkan saudaaku sekalian, pusat negara kita ada di Jawa bukan di Papua.

Sebagaimana kemarin saya bersikap ” Pusat Negara Kita Di Jawa Bukan di Poso dan Ambon”.

Tenang sobat, jangan lupa ” Anda berada di pusat Negara” dan mereka ingin memancing anda keluar dari pusat dan pergi ke pinggir agar mereka semakin leluasa bermain di pusat negara kita.

Anda meluap luap berarti “mereka” menemukan alasan alasan baru untuk menggeser atau minimal membelenggu anda. Akhirnya anda tidak berdaya di pusat dan tidak pula di daerah.

Nampaknya saat ini, jelaga atau abu Poso dan Ambon sudah habis sehingga mereka butuh abu baru untuk bisa ditaburkan kepada siapa saja yang mereka mau, sehingga mereka mulai bakar bakar lagi.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Meninggalkan Kota Makkah…

Ustadz Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى

13 Tahun lamanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam berdakwah di kota Makkah, kota paling utama di muka bumi.

Darah beberapa sahabat beliau ditumpahkan dengan cara cara keji oleh orang orang musyrikin quraisy. Sahabat Yasir, Sumayyah, dan lainnya dibunuh dengan cara cara keji.

Bilal bin Rabah, Khabbab bin Al Arat, Ammar bin Yasir, Dan lainnya disiksa dengan cara cara yang sangat kejam.

Berbagai perilaku, intimidasi, penghinaan, pelecehan dan permusuhan dilakukan oleh Quraisy. Dan masih banyak lagi kejadian besar selama beliau berdakwah di kota Makkah.

Berbagai kejadian itu disikapi dengan tenang dan penuh perhitungan, dan tentunya semua itu atas bimbingan wahyu ilahi.

Diantara alasan beliau memilih sikap menahan diri ialah belum adanya kekuatan yang cukup untuk melawan apalagi menundukkan kekuatan musuh.

Dengan segala kesabarandan keyakinan beliau berhijrah meninggalkan kota paling mulia di muka bumi yaitu Makkah beserta Ka’bah dikuasai oleh orang orang kafir.

Beliah lebih memilih untuk mempertahankan keselamatan hidup sahabat sahabatnya dengan cara mengizinkan kepada mereka untuk berhijrah ke Etiopia, dan selanjutnya ke Madinah daripada melakukan perlawanan sebelum terwujudnya persiapan dan kekuatan yang matang dan mumpuni.

Semua itu beliau lakukan walau emosi dan amarah para sahabat kepada orang orang Quraisy seakan tidak terbendungkan lagi, sebagaimana yang tergambar pada pengakuan sahabat Khabbab bin Al Arat berikut:

Kami mengadu kepada Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam yang kala itu sedang berbaring dibawah naungan Ka’abah, berbantalkan bajunya. Kami berkata kepada beliau:

أَلاَ تَسْتَنْصِرُ لَنَا، أَلاَ تَدْعُو اللَّهَ لَنَا؟

Mengapa engkau tidak memohonkan pertolongan bagi kami? Mengapa engkau tidak berdoa kepada Allah untuk kami?

Menanggapi pertanyaan ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

: «كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ فِي الأَرْضِ، فَيُجْعَلُ فِيهِ، فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ، وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الحَدِيدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ، وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الأَمْرَ، حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ، لاَ يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ، أَوِ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ، وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ»

Dahulu pada ummat sebelum kalian, ada seseorang yang ditanam di tanah, lalu digergaji kepalanya hingga terbelah menjadi dua bagian, walau demikian, siksaan itu tidak mampu memalingkannya dari agamanya.

Ada pula orang yang kepalanya disisir dengan sisir besi, sehingga kulit dan urat uratnya terpisah dari tengkoraknya, walau demikian, siksaan itu tidak mampu memalingkannya dari agamanya.

Sungguh demi Allah, Ia pastilah menyempurnakan agama ini, hingga akan ada orang yang seorang diri bepergian dari kota San’a hingga ke Hadramaut, tanpa ada yang ia tukti selain Allah dan selain serigala yang mengancam domba dombanya. Namun sayang sekali kalian adalah orang orang yang tergesa gesa. ( Bukhari)

Menurut saudara, ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan para sahabat yang telah disiksa oleh Quraisy untuk bersabar, apakah beliau tidak berempati dengan penderitaan sahabatnya?

Menurut hemat saudara, mungkinkah Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersikap lemah dan kehilangan semangat juang dan pengorbanan demi ummatnya?

Sobat! Inilah hikmah dan kearifan sikap yang beliau contohkan di saat dalam kondisi lemah sedangkan musuh dalam kondisi kuat.

Beliau terus tegar pada jalur perjuangan yang benar yaitu membangun keyakinan/ iman kepada agama dan janji Allah dan menguatkan kesabaran para sahabatnya, karena kedua hal ini; IMAN DAN KESABARAN adalah modal utama sekaligus kekuatan utama untuk mengalahkan musuh.

Simak firman Allah Ta’ala berikut:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Dan Kami jadikan mereka sebagai pemimpin pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, berkat kesabaran mereka dan mereka beriman/percaya dengan ayat ayat Kami. ( As Sajdah 24)

Sobat! Bila anda peduli dengan keterpurukan ummat Islam, maka mari kita bersama sama mengasah iman kita dan iman ummat kita, sebagaimana kita juga bersama sama menguatkan kesabaran atau ketabahan ummat kita agar tidak emosional dalam menghadapi setiap tahap perjuangan yang kita lalui.

Selamat berjuang.

Mengapa Puasa 6 Hari Syawwal Sebaiknya Setelah Hari-Hari Ied..?

Syeikh Muhammad Mukhtar Asy-Syinqithi -hafizhohulloh- mengatakan:

“Lebih Afdholnya.. hendaknya seseorang menjadikan hari-hari iednya untuk kebahagiaan dan kesenangan (dengan tidak berpuasa).

Oleh karena itu, telah valid dalam sebuah hadits yang shohih dari Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau mengatakan untuk hari-hari (tasyriq) di Mina: ‘itu adalah hari-hari makan dan minum.. maka janganlah kalian berpuasa di dalamnya..’

Apabila hari-hari Mina yang tiga, karena dekat dengan hari Idul Adha mengambil hukum ini, tentunya hari-hari idul fitri tidak jauh keadaannya dari hukum ini.

Oleh karena itulah, kamu dapati orang-orang akan menjadi ‘tidak enak’ apabila mereka diziarahi oleh seseorang di hari raya, lalu dia menolak hidangan yang disuguhkan dan mengatakan ‘aku sedang berpuasa..’ sebaliknya mereka senang bila hidangan itu dinikmati tamunya.

Dan telah datang keterangan dari Nabi -‘alaihis sholatu wassalam- bahwa ketika beliau diundang oleh seorang sahabatnya dari kalangan Anshor untuk menikmati hidangan bersama sebagian sahabatnya, lalu ada sahabatnya yang menjauh dan mengatakan: ‘sungguh aku sedang berpuasa (sunnah)..’

Maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam- mengatakan kepadanya: ‘Sungguh saudaramu telah bersusah payah untukmu, jadi BATALKAN puasamu dan berpuasalah di hari lainnya..’

Ketika tamu masuk pada hari-hari ied, terutama hari kedua dan ketiga, tentu seseorang akan senang dan lega ketika melihat tamunya menikmati hidangannya. Jadi, keadaan seseorang bersegera untuk berpuasa pada hari kedua dan ketiga, ini perlu ditinjau lagi.

Sehingga lebih afdhol dan lebih sempurna bila seseorang menyenangkan perasaan orang lain (dengan tidak berpuasa). Bisa jadi di hari kedua dan ketiga ini ada acara-acara undangan, bisa jadi dia menjadi tamu mereka, dan mereka senang bila dia ada dan ikut menikmati hidangan mereka.

Maka perkara-perkara seperti ini; mementingkan silaturrahim dan membahagiakan kerabat, tidak diragukan lagi di dalamnya terdapat keutamaan yang lebih afdhol dari amalan (puasa) sunnah.

Ada sebuah kaidah mengatakan: ‘Jika ada dua keutamaan yang sama bertabrakan, dan salah satunya bisa dilakukan di waktu lain… maka hendaknya keutamaan yang bisa dilakukan di waktu lain diakhirkan’. Bahkan, silaturrahim tidak diragukan lagi termasuk diantara amalan taqorrob yang paling utama.

Di sisi lain, syariat telah melapangkan untuk para hambanya dalam puasa 6 hari Syawwal ini, dia menjadikannya ‘mutlak’ (tidak terikat), boleh dilakukan di seluruh hari bulan syawwal, maka pada hari apapun puasa itu dilakukan di bulan syawwal; ia dibolehkan selain pada hari ied.

Berdasarkan keterangan ini, maka tidak ada alasan bagi seseorang untuk mempersulit dirinya dalam bersilaturrahim dan membahagiakan kerabatnya dan orang yang menziarahinya pada hari ied.

Oleh karena itu, hendaknya dia mengakhirkan puasa 6 hari syawal ini, sampai setelah hari-hari yang dekat dengan ied, karena orang-orang membutuhkan hari-hari ied itu untuk menciptakan nuansa bahagia dan memuliakan tamu, dan tidak diragukan bahwa mementingkan hal itu akan mendatangkan pahala, yang bisa saja melebihi pahala sebagian amal ketaatan (puasa)..”

[Kitab: Syarah Zadul Mustaqni’, 107/5].

Diterjemahkan oleh,
Ustadz Dr. Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

ARTIKEL TERKAIT
Serba Serbi Masalah Seputar Syawwal

Siapa Faqir Dan Siapa Miskin…

Ustadz Firanda Andirja, حفظه الله تعالى

Ada khilaf diantara para ulama, mana yang lebih parah, faqir atau miskin. Kebanyakan para ulama berpendapat faqir lebih parah dari miskin karena Allāh menyebutkan faqir terlebih dahulu.

Adapun definisi faqir dan miskin,
• Faqir adalah orang yang memiliki penghasilan tetapi kurang dari setengah kebutuhan dia.

Contoh: Seseorang tinggal di Jakarta, dia menyewa rumah, anaknya sekolah, harus bayar listrik, bayar air dan lainnya, total kebutuhannya 5 juta/bulan. Ternyata penghasilannya hanya 2 juta/bulan. Dia tidak bisa memenuhi setengah kebutuhannya atau dia tidak punya penghasilan sama sekali. Maka ini disebut faqir. Intinya seseorang yang penghasilannya hanya mampu memenuhi kebutuhan setengahnya atau dibawahnya.

• Miskin adalah orang yang memiliki penghasilan lebih dari setengah kebutuhannya tapi tidak sampai memenuhi seluruh kebutuhannya.

Contoh: Kebutuhannya 5 juta, sementara penghasilannya 4.5 juta.

Meskipun tidak ada dalil tentang hal ini, ini hanya sekedar perkataan para ulama. Kenyataannya masalah faqir dan miskin ini relatif, sehingga faqir miskin di Saudi tidak sama dengan faqir miskin di Indonesia. Sebagai contoh di Saudi, orang bisa jadi sudah punya mobil dan tempat tinggal tapi masih disebut miskin. Bahkan mahasiswa dianggap miskin seluruhnya, saat malam lebaran, pintu-pintu mahasiswa penuh dengan beras, padahal mahasiswa nya ingin membayar zakat fithr tapi diberi zakat fithr oleh penduduk Saudi karena bingung mau diberikan ke siapa.

Artinya faqir miskin ini relatif, miskin sedikit, tetapi kebutuhan terpenuhi, artinya tidak kekurangan, makan ada, anak-anak bisa dibelikan kue atau es krim, tidak kaya tetapi kebutuhan terpenuhi. Tetapi karena tidak ada yang lain maka itulah yang diberi zakat.

Namun secara umum kata para ulama, faqir dan miskin adalah yang kebutuhannya tidak terpenuhi.

Perisai…

Ustadz Syafiq Basalamah, حفظه الله تعالى

Akhi Ukhti…

Ramadan telah berlalu
Namun ternyata perjalanan masih harus dilanjutkan

* Moga Allah menerima amalan kita dan mengampuni dosa2 kita

Aku ingin mengajakmu merenung sejenak…

Pernah menyaksikan peristiwa kebakaran?

Api yang membara dan membakar tidak hanya pakaian bahkan besi-besi menjadi leleh seperti lilin

Bila dirimu seorang konglomerat yang memiliki cash milyaran rupiah di rumah

perhiasan emas yang banyak

perabotan rumah yang antik dan mahal

Pakaian branded yang berjejer di dalam lemari

Keluarga yang menjadi penyejuk mata

Bila suatu saat terjadi kebakaran dahsyat di rumahmu, (moga itu tidak terjadi)

Kira-kira apa saja yang akan kau selamatkan dari kekayaanmu, yang puluhan tahun kau kumpulkan?

Atau kau hanya akan menyelamatkan dirimu dan keluargamu?

Aku yakin engkau akan memilih yang kedua…bahkan engkau siap menjadikan semua hartamu sebagai perisai untuk menyelamatkan kulitmu dari sentuhan api

Ingatlah…bahwa ada kebakaran yang lebih dahsyat dan pasti terjadi telah menanti…(api neraka)

Namun ternyata engkau lebih sibuk menyelamatkan hartamu yang pasti akan kau tinggalkan dari pada dirimu dan keluargamu…

Bahkan sebagian ortu membiarkan anaknya dalam kebakaran tersebut sambil tertawa dan bersenda gurau

Saatnya manusia sadar…bahwa dunia ini menipu dan melalaikan

Allah jalla jalaluh berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga-keluarga kalian dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 6)

NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM BERSABDA

اِتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمَنْ لَـمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Jagalah kalian dari api neraka, walaupun dengan bersedekah sepotong kurma. Namun siapa yang tidak mendapatkan sesuatu yang bisa disedekahkannya maka dengan (berucap) kata-kata yang baik.” (HR. Al-Bukhari Muslim )

Kewajiban Menahan Pandangan… (Nasihat Untuk Ukhti Muslimah)

Di ambil dari kitab ‘Al Jamaal’ (ketampanan), yaitu kumpulan dari tulisan-tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim rohimahumallah tentang ketampanan.

Salah seorang Sahaabat yang paling tampan adalah Dihyah bin Kholiifah Al Kalbi rodhiyallahu ’anhu, oleh karena sangking tampannya beliau, (malaikat) Jibriil ’alayhissalam kalau datang menemui Nabi shollallahu ’alayhi wasallam menjelma dalam bentuk manusia, paling suka menjelma dalam bentuk wajah Dihyah bin Kholiifah rodhiyallahu ’anhu.

Selain tampan dan gagah, Dihyah juga pandai berdiplomasi sehingga dijadikan oleh Rasulullah sebagai utusan untuk membawa surat-surat Rasulullah kepada raja-raja dunia ketika itu seperti Heraclius, Muqawkis (penguasa Mesir), dll.

Tapi Dihyah ini karena sangat tampannya, disebutkan dalam satu riwayat, wanita hamil kalau melihat Dihyah terperanjat dan mengakibatkan keguguran. Akhirnya, dikarenakan banyaknya wanita yang terkena fitnah, ’Umar bin Khoththob rodhiyallahu ’anhu memerntahkan Dihyah untuk bercadar.

Setelah Dihyah memakai cadar, matanya menjadi indah dan banyak lagi orang yang terfitnah sehingga ’Umar rodhiyallahu ’anhu memerintahkan Dihyah untuk mengungsi keluar kota Madiinah agar orang tidak lagi terfitnah.

Ustadz Abu Zubair Al Hawaary, hafizhohullah ta’ala

Ref : https://bbg-alilmu.com/archives/10348

_______________

Faedah :

Allah berfirman (yang artinya) : ” Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya…”

Ukhty muslimah tentunya sudah tidak asing lagi mendengar terjemahan ayat di atas, yaitu firman Allah yang terdapat pada Al-Qur’an surat an-Nur ayat 31 yang menjelaskan tentang beberapa hal, diantaranya kewajiban untuk menahan pandangan (godhul bashor).

Apa yang salah dengan pandangan? Bukannya kita diberi mata untuk memandang??  Kita memang diberi mata untuk melihat ciptaan Allah, namun semua itu ada aturannya. Kita diminta untuk memalingkan pandangan dari hal-hal yang Allah haramkan, seperti lawan jenis yang bukan mahrom.

Lalu, kenapa ya kita harus menjaga pandangan ini? Berikut ini beberapa alasannya, yaitu:

1)  Pandangan yang liar  adalah sarana menuju yang haram.
Tentang keharamannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Ali, janganlah pandangan pertama kau ikuti dengan pandangan berikutnya. Untukmu pandangan pertama, tetapi bukan untuk berikutnya.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al-Hakim sesuai dengan syarat Muslim)

2)  Membiarkan pandangan lepas adalah bentuk kemaksiatan kepada Allah.
Allah berfirman dalam Al Qur’an surat An-Nur ayat 30, yang artinya, “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman, agar mereka menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”

3)  Masuknya setan ketika seseorang itu memandang.           Masuknya setan  lewat jalan ini melebihi kecepatan aliran udara ke ruang hampa. Parahnya, setan akan menjadikan wujud yang dipandang sebagai berhala tautan hati, mengobral janji dan angan-angan. Lalu ia menyalakan api syahwat dan ia lemparkan kayu bakar maksiat. Pintarnya lagi, setan  akan menyesatkan manusia secara bertahap. Ada pepatah yang mereka pegangi; berawal dari pandangan, lalu berubah menjadi senyuman, kemudian beralih menjadi percakapan, kemudian berganti menjadi janjian, yang pada akhirnya berubah menjadi pertemuan. Begitu hebatnya setan  melemparkan panah beracun pada diri kita  dan setan  melemparkannya secara bertahap sehingga kadang kita tidak menyadarinya. Astaghfirullah…Tidak percaya? Masih ingat dengan kisah Yusuf dan para bangsawati yang mengiris-ngiris jari ‘kan?

4)  Pandangan tersebut akan menyibukkan hati.
Seseorang yang hatinya sibuk akan menyebabkannya lupa akan hal-hal yang bermanfaat baginya. Akhirnya, ia akan selalu lalai dan hanya mengikuti hawa nafsunya.

5) Kita dapat merusak hati orang lain.
Seringkali, pandangan seorang wanita kepada laki-laki tak hanya merusak hati si pemandang. Ketika dicampur dengan senyum, tunduk atau berbisik dengan rekannya sesama perempuan, lalu bayangan ini tertangkap oleh laki-laki yang dipandang atau yang merasa GR (gede rasa) karena merasa dipandang, pasti ada lagi hati yang rusak. Wah, hanya menambah dosa saja!!

Para pakar akhlak pun bertutur bahwa antara mata dan hati ada kaitan eratnya. Bila mata telah rusak dan hancur, maka hatipun akan rusak dan hancur. Hati ini bagaikan tempat sampah yang berisikan segala najis. Kalau kita membiarkan pandangan lepas, berarti kita memasukkan kegelapan di dalam hati. Sebaliknya, bila kita menundukkan pandangan karena Allah berarti kita memasukkan cahaya ke dalamnya.

Allah lagi-lagi mengingatkan, masih pada surah An Nur, di ayat 35, Allah berfirman, yang artinya, “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus , yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) , yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Bila hati ini telah bersinar, berbagai amal kebaikan akan berdatangan dari berbagai penjuru, untuk dilaksanakan. Jangan sampai kita masih terus melanggar perintah-Nya karena tidak merasa diawasi oleh Allah. Bukankah Allah Maha Mengetahui apa yang kita perbuat?? Jadi, kita tinggal memilih, ingin memiliki pandangan yang terjaga atau tidak ?? Tentunya, dengan segala konsekuensi yang ada.

Ref : http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/nikmatnya-godhul-bashor.html

1366. Seputar do’a dalam sujud…

1366. BBG Al Ilmu – 73

Tanya :
Apakah dalam berdo’a kala sujud itu boleh dibaca secara siir atau hanya dalam hati saja?

Kalau boleh dibaca, apakah itu tidak menambah-nambah bacaan sholat ?

Lalu, apakah boleh berdoa dengan bahasa Indonesia ? Diucapkan atau dalam hati saja? Mohon pencerahan.

Jawab :

Bolehkah do’a dalam sujud ?
KLIK :
https://bbg-alilmu.com/archives/13490

Apakah do’a harus dalam bahasa Arab ?
KLIK :
https://bbg-alilmu.com/archives/3883

Amalan lIsan atau hati ?
KLIK :
https://bbg-alilmu.com/archives/11142

⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Amalan Yang Tetap Menghasilkan Pahala…

Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr, حفظه الله تعالى

عَنْ أَنَسٍ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ : سَبْعٌ يَجْرِي لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ وَهُوَ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ : مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أَوْ أَجْرَى نَهْرًا أَوْ حَفَرَ بِئْرًا أَوْ غَرَسَ نَخْلاً أَوْ بَنَى مَسْجِدًا أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفًا أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ

Dari Anas Radhiyallahu anhu , beliau mengatakan, ” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ada tujuh hal yang pahalanya akan tetap mengalir bagi seorang hamba padahal dia sudah terbaring dalam kuburnya setelah wafatnya (yaitu) : Orang yang yang mengajarkan suatu ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanamkan kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampun buatnya setelah dia meninggal

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Kasyful Astâr, hlm. 149. hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam shahihul Jami’, no. 3602

Sungguh di antara nikmat agung Allâh yang diberikan kepada para hamba-Nya yang beriman adalah Allâh Azza wa Jalla menyediakan pintu-pintu kebaikan yang sangat banyak bagi mereka. Pintu-pintu kebaikan yang bisa dikerjakan oleh seorang hamba yang mendapatkan taufiq semasa hidupnya di dunia, namun pahalanya akan terus mengalir sepeninggal si pelaku. (Aliran pahala ini sangat dibutuhkan oleh orang yang sudah meninggal.) Karena orang yang sudah meninggal itu tergadai, mereka tidak bisa lagi beramal dan mereka akan diminta pertanggungan jawab lalu diberi balasan dari perbuatan-perbuatan yang pernah mereka lakukan dalam hidup mereka. (Berbahagialah !) orang yang mendapatkan taufiq (dalam hidupnya, karena) di dalam kuburnya kebaikan-kabaikan, pahala dan keutamaan akan terus mengalir baginya. Dia sudah tidak lagi beramal akan tetapi pahalanya tidak terputus, derajatnya bertambah, dan kebaikannya semakin berkembang, serta pahalanya berlipat ganda padahal dia sudah terbaring kaku dalam kuburnya.

Alangkah mulianya; Alangkah indah dan alangkah nikmatnya. (Semogga Allâh Azza wa Jalla menganugerahkan akhir kehidupan yang baik bagi kita semua).

(Bagaimanakah menggapai harapan setiap insan beriman itu ?) Dalam hadits di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir kepada seorang hamba setelah ia meninggal.

Wahai saudaraku ! Renungkanlah sejenak amalan-amalan ini lalu berusahalah untuk mendapatkan bagian darinya selama engkau masih diberi kesempatan di dunia. Bergegaslah untuk mengerjakannya sebelum umurmu habis dan ajal datang menjemput !

Berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang amalan-amalan tersebut :

1. Mengajarkan Ilmu.
Kata ilmu yang dimaksudkan disini adalah ilmu bermanfaat yang bisa mengantarkan seseorang agar mengerti tentang agama mereka, bisa mengenalkan Rabb dan sesembahan mereka; ilmu yang bisa menuntun mereka ke jalan yang lurus; Ilmu yang dengannya bisa membedakan antara petunjuk dan kesesatan, kebenaran dan kebathilan, serta halal dan haram. Dari sini, nampak jelas besarnya keutamaan para Ulama yang selalu mamberi nasehat dan para da’i yang ikhlas. Merekalah (ibarat) pelita bagi manusia, penyangga negara, pembimbing umat dan sumber hikmah. Hidup mereka merupakan kekayaan dan kematian mereka adalah musibah. Karena mereka mengajari orang-orang yang tidak tahu, mengingatkan yang lalai, serta menerangkan petunjuk kepada orang yang sesat. Ketika salah seorang dari para Ulama meninggal dunia, maka ilmunya akan tetap abadi terwariskan di tengah masyarakat, buku karya dan perkataannya akan senantiasa beredar. Masyarakat bisa memanfaatkan dan mengambil faidah dari buah karya mereka. (Dengan sebab inilah) pahala akan terus mengalir, meski mereka sudah berada dalam kuburan.

Dahulu banyak orang mengatakan, “Seorang yang berilmu meninggal dunia sementara kitabnya masih ada.” Namun sekarang, suaranya (pun) terekam dalam pita-pita kaset (atau kepingan CD) yang berisi pelajaran-pelajaran ilmiyah, muhadharah dan khuthbah-khuthbah yang sarat dengan manfaat, sehingga generasi-generasi yang datang setelahnya bisa mengambil manfaat darinya.

Orang yang berpartisipasi dalam mencetak buku-buku yang bermanfaat, dan menyebarkan buku-buku karya para Ulama yang sarat dengan faedah serta membagikan kaset-kaset ilmiyyah maka dia juga mendapatkan pahala yang besar dari sisi Allâh Azza wa Jalla .

2. Mengalirkan Sungai
Maksudnya adalah membuat aliran-aliran sungai dari mata air dan sungai induk, supaya airnya bisa sampai ke pemukiman masyarakat serta sawah ladang mereka. Dengan demikian, manusia akan terhindar dari dahaga, tanaman tersirami, serta binatang ternak mendapatkan air minum.

Betapa pekerjaan besar ini akan menghasilkan begitu banyak kebaikan bagi manusia dengan membuat kemudahan bagi dalam mengakses air yang merupakan unsur terpenting dalam kehidupan. Semisal dengan ini yaitu mengalirkan air ke pemukiman masyarakat melalui pipa-pipa, begitu pula menyediakan tandon-tandon air di jalan-jalan dan tempat-tempat yang mereka butuhkan.

3. Menggali Sumur
Ini sama dengan penjelasan di atas. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنْ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ بِي فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ مَاءً فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا فَقَالَ نَعَمْ فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

Suatu ketika ada seorang lelaki yang menahan dahaga yang teramat berat berjalan di jalan, lalu dia menemukan sumur. Dia turun ke sumur itu lalu meminum kemudian keluar. Sekonyong-konyong dia mendapati seekor anjing terengah menjulurkan lidahnya menjilat tanah karena saking hausnya. (Melihat pemandangan ini,) lelaki itu mengatakan, ‘Anjing ini telah dahaga yang sama dengan yang aku rasakan.’ Lalu dia turun ke sumur itu dan memenuhi sepatunya dengan air lalu diminumkan ke anjing tersebut. Maka (dengan perbuatannya itu) Allâh Azza wa Jalla bersyukur untuknya dan memberikan maghfirah (ampunan)-Nya. Para shahabat bertanya, “Apakah kita bisa mendapatkan pahala dalam (pemeliharaan) binatang ?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, pada setiap nyawa itu ada pahala.” [2]

Ini pahala yang didapatkan oleh orang yang memberikan minum, lalu bagaimana dengan orang yang menggali sumur yang dengan keberadaannya akan tercukupi kebutuhan minum banyak orang dan bisa dimanfaatkan oleh banyak orang.

4. Menanam Pohon Kurma
Telah diketahui bersama bahwa pohon kurma merupakan pohon termulia dan memiliki banyak manfaat buat manusia. Maka barangsiapa menanam pohon kurma dan mendermakan buahnya untuk kaum Muslimin, maka pahalanya akan terus mengalir setiap kali ada orang memakan buahnya atau setiap kali ada yang memanfaatkannya baik manusia maupun hewan. Ini juga berlaku bagi siapa saja yang menanam segala macam pohon yang bermanfaat bagi manusia. Penyebutan kurma dalam hadits di atas secara khusus disebabkan keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki oleh pohon kurma.

5. Membangun Masjid
Masjid merupakan tempat yang paling dicintai Allâh Azza wa Jalla. Sebuah tempat yang Allâh perintahkan untuk diangkat dan disebut nama-Nya di sana. Apabila masjid telah dibangun maka di sana akan dilaksanakan shalat, dibaca ayat-ayat al-Qur’ân, nama-nama Allâh Azza wa Jalla akan disebut, ilmu-ilmu akan diajarkan, serta bisa menjadi tempat berkumpulnya kaum Muslimin, masih banyak faedah-faedah yang lain. Masing-masing poin itu bisa menghasilkan pahala.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يَقُوْلُ مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ

Dari Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu, beliau mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang membangun masjid untuk mencari wajah Allâh Azza wa Jalla, maka Allâh Azza wa Jalla akan membangunkannya rumah yang sama di surga.[3]

6. Mewariskan al-Qur’ân
Ini bisa dilakukan dengan cara mencetak atau membeli mushaf al-Qur’an lalu mewakafkannya di masji-masjid dan majlis-majlis ilmu agar bisa dimanfaatkan oleh kaum Muslimin. Orang yang mewakafkan mushaf al-Qur’an akan mendapatkan pahala setiap kali ada orang yang membacanya, mentadabburi maknanya dan mengamalkan kandungannya.

7. Mendidik Anak-anak
Memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anak serta berusaha maksimal membesarkan mereka dalam ketaqwaan dan kebaikan. Sehingga diharapkan, mereka akan menjadi anak-anak yang berbakti dan shalih, yang mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua mereka, dan memohonkan rahmat serta ampunan buat kedua orang tua mereka. Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa sesungguhnya ini termasuk hal-hal yang masih bermanfaat bagi seseorang meski ia sudah menjadi mayit.

Senada dengan hadits di awal yaitu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

Sesungguhnya diantara amal dan kebaikannya yang akan menyertai seorang Mukmin setelah meninggalnya adalah ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mushaf yang diwariskannya, masjid yang dibangun, rumah persinggahan yang dibangun bagi orang yang sedang menempuh perjalanan, sungai yang dialirkannya, sedekah yang dia keluarkan dari hartanya saat masih sehat dan hidup akan menyertainya sampai meninggalnya [4]

Juga hadits dari Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أَرْبَعَةٌ تَجْرِي عَلَيْهِمْ أُجُوْرُهُمْ بَعْدَ الْمَوْتِ : مَنْ مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيْلِ اللهِ وَ مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أُجْرِيَ لَهُ عَمَلُهُ مَا عَمِلَ بِهِ وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَجْرُهَا يَجْرِي لَهُ مَا وُجِدَتْ وَرَجُلٌ تَرَكَ وَلَدًا صَالِحًا فَهُوَ يَدْعُوْ لَهُ

Ada empat hal yang pahalanya tetap mengalir bagi pelakunya setelah meninggalnya (yaitu) orang yang meninggal saat menjaga perbatasan dalam jihad fi sabilillah, orang yang mengajarkan ilmu dia akan tetap diberi pahala selama ilmunya itu diamalkan; Orang yang bersedekah maka pahalanya akan tetap mengalir selama sedekah itu masih ada; dan orang yang meninggalkan anak shalih yang mendo’akannya[5]

Juga hadits yang sangat populer yaitu hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Apabila seseorang sudah meninggal maka seluruh amalannya terputus kecuali dari tiga perkara (yaitu) dari sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak shalih yang mendo’akannya[6]

Ketika menjelaskan maksud dari shadaqah jariyah, sekelompok para Ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah wakaf. Sebagian besar dari perkara-perkara yang dipaparkan di atas termasuk shadaqah jariyah.

Dan sabdanya : ((أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ )) yang artinya rumah yang dibangun untuk orang yang sedang melakukan perjalanan.

Di dalam potongan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini terdapat isyarat keutamaan membangun rumah dan mewaqafkannya agar bisa dimanfaatkan oleh kaum Muslimin secara umum, baik ibnu sabîl, para penuntut ilmu, anak-anak yatim, para janda ataupun orang-orang fakir dan miskin. Alangkah banyak kebaikan dan kemaslahan yang terealisasi dengan hal ini.

Terkadang hal-hal tersebut di atas memancing munculnya berbagai amalan-amalan yang penuh barakah yang akan tetap menghasilkan pahala bagi pelakunya meskipun dia sudah meninggal dunia.

Akhirnya, kita memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar Allâh Azza wa Jalla memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk melakukan semua kebaikan dan agar Allâh Azza wa Jalla senantiasa membantu kita dalam melakukan berbagai aktifitas kebaikan dan senantiasa membimbing kita dalam meniti jalan petunjuk.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Diterjemahkan dari al-Fawâid al-Mantsûrah, hlm. 11-15
[2]. HR. Bukhari, no. 2466 dan Muslim, no. 2244
[3]. HR. Bukhari, no. 450 dan Muslim, no. 533
[4]. HR. Ibnu Majah, no. 242. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahîh Sunan Ibni Majah, no. 198
[5]. HR. Ahmad (5/260-261); ath-Thabrani, no. 7831. Hadits ini dinilai hasan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahîh al-Jâmi, no. 877
[6]. HR. Muslim, no. 1631

Ref : http://almanhaj.or.id/content/3820/slash/0/amalan-yang-tetap-menghasilkan-pahala/

Menebar Cahaya Sunnah