Dukun..?

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Amma ba’du

Untuk mewujudkan keinginan, manusia menempuh beraneka ragam cara, sebagian dari mereka ada yang menempuh metode yang dibenarkan agama, dan adapula dari mereka yang rela menempuh metode apapun untuk mewujudkannya.

Diantara metode haram yang tidak jarang ditempuh adalah dengan memohon bantuan kepada makhluk lain, yaitu jin, melalui perantaraan sihir, perdukunan dan tukang ramal. Mereka berkeyakinan bahwa dengan cara ini, keinginannya dapat segera tercapai. Allah Ta’ala berfirman:

  وَيَوْمَ يِحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم مِّنَ الإِنسِ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ الإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِيَ أَجَّلْتَ لَنَا 

“Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpun mereka semua, (dan Allah berfirman): “Hai golongan jin (syetan) sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia”, lalu berkatalah: kawan-kawan mereka dari golongan manusia: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan dari sebagian yang lain, dan kami telah sampai pada hari yang telah Engkau tentukan bagi kami.” (Al An’am 128).

Syeikh Abdurrahman As Sa’dy berkata: “Sebagian dari jin dan manusia saling memanfaatkan sebagian lainnya. Jin mendapatkan manfaat berupa ketaatan, penyembahan, pengagungan dan permohonan pertolongan dari manusia kepadanya. Sedangkan manusia mendapatkan manfaat berupa terwujudnya sebagian dari keinginan dan kepentingan dunianya atas bantuan jin.” (Tafsir As Sa’dy 273).

Pada ayat lain Allah berfirman:

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا 

“Dan bahwasanya ada beberapa laki-laki diantara manusia yang meminta perlindungan kepada bebe rapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah mereka rasa takut ..“ (Al Jin 6)

Ulama’ ahli tafsir menyatakan: “Dahulu sebagian manusia bila hendak melintas di suatu lembah atau hamparan padang pasir atau yang serupa, mereka berkata: kami berlindung kepada ketua jin penunggu lembah itu dari kejahatan anak buahnya. Tatkala bangsa jin menda patkan perilaku manusia yang demi kian itu, mereka menjadi semakin sombong dan semena-mena. Seba liknya manusia semakin ketakutan kepada mereka..” (Tafsir Ibnu Katsir 4/428).

Demikianlah fenomena hubungan sebagian manusia dengan syetan melalui perdukunan, tukang ramal dan sihir, yaitu hubungan saling menguntungkan. Jin merasa diuntungkan dengan penyembahan, pengagungan dan sesajian manusia untuk mereka. Dan sebaliknya manusia merasa diuntungkan dengan terwujudnya sebagian dari keinginannya atas bantuan syetan. Dari ayat di atas, jelaslah bahwa tidak mungkin manusia memohon bantuan kepada syetan melainkan setelah ia memberikan imbalannya, yaitu berupa tumbal atau pemujaan kepada mereka.

Bila demikian adanya, mungkin anda akan bertanya: Apakah manusia benar-benar diuntungkan dari hubu-ngan timbal balik ini..?

Dari pengkajian terhadap berbagai dalil dari Al Qur’an dan Hadits, serta fenomena yang terjadi di masyarakat, maka kita dapatkan bahwa manusia adalah pihak yang paling merugi dari hubungan ini. Berikut beberapa kerugian yang akan ditanggung oleh manusia dari interaksi dengan jin melalui sihir, perdukunan dan ramalan:

1. Keimanan manusia akan runtuh, hal ini karena jin atau syetan tidaklah akan melayani manusia, melainkan bila manusia telah menyajikan sesajian, atau tumbal berupa sembelihan, atau berbuat kekufuran atau dengan menghi nakan syari’at agamanya, merubah ayat Al Qur’an dll. Allah Ta’ala telah menceritakan hal ini pada firman-Nya:

وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَـكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ 

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman itu tidak kafir, hanya syetan-syetanlah yang kafir (mengerjakan sihir); mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” (Al Baqarah 102). Dan Rasulullah juga menegaskan:

مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ r. رواه أحمد وابن ماجة

“Barang siapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia mempercayai perkataan mereka, maka ia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada Muhammad..(riwayat Ahmad dan Ibnu Majah). Ini adalah balasan orang yang percaya kepada dukun atau tukang ramal.

2. Ibadah sholat manusia tidak diterima oleh Allah. Rasulullah bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً. رواه مسلم

“Barang siapa yang mendatangi peramal, lalu ia bertanya kepadanya tentang suatu hal, niscaya tidak akan diterima ibadah sholatnya selama empat puluh hari.” (riwayat Muslim) Ini adalah balasan orang yang bertanya kepada dukun atau tukang ramal, sedangkan ia tidak mempercayainya.

3. Manusia menjadi semakin lemah, dirundung ketakutan kepada jin dan syetan, hal ini sebagaimana ditegaskan pada ayat 6 surat Al Jin di atas.

4. Sihir adalah usaha yang diharamkan lagi sia-sia, yang demikian ini dikarenakan rizqi dan segala kejadian di dunia ini telah ditentukan oleh Allah Ta’ala, sehingga sihir tidak mungkin dapat merubah ketentuan takdir Allah. Allah Ta’ala berfirman:

  قَالَ مُوسَى أَتقُولُونَ لِلْحَقِّ لَمَّا جَاءكُمْ أَسِحْرٌ هَـذَا وَلاَ يُفْلِحُ السَّاحِرُونَ  

“Musa berkata: Apakah kamu mengatakan terhadap kebenaran waktu ia datang kepadamu: sihirkah ini..?Padahal ahli-ahli sihir itu tidaklah mendapat kemenangan.” (Yunus 77).

Imam As Syaukani berkata: “Tukang-tukang sihir itu tidak akan berhasil mendapatkan keinginannya, tidak juga mendapatkan kebaikan, dan juga tidak dapat terhindar dari petaka.” (Fathul Qadir 3/403). Pada ayat lain Allah berfirman:

)وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ(

“Dan mereka mempelajari sesuatu yang merugikan mereka dan tidak menguntungkannya” (Al Baqarah 102)

Rasulullah bersabda:

لا تستبطئوا الرزق ، فإنه لن يموت العبد

حتى يبلغه آخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب: أخذ الحلال، وترك الحرام.

“Janganlah kamu merasa bahwa rizqimu telat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya rizqi terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil yang halal dan mening galkan yang haram.” (Riwayat Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim).

Ini adalah sebagian dari kerugian yang pasti diderita oleh manusia bila ia berinteraksi dengan jin melalui sihir, perdukunan dan rama- lan.

Bila demikian adanya, maka menjadi jelas mengapa Allah berfirman tentang orang yang mempelajari sihir sebagai berikut:

) وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُواْ يَعْلَمُونَ (

“Dan mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang mempelajari sihir itu tiada baginya keuntungan di akhirat. Dan sangat buruk apa (sihir) yang dengannya mereka menggadaikan dirinya, jikalau mereka mengetahui.” (Al Baqarah 102). Sebagaimana jelas pulalah, mengapa sihir, perdukunan dan ramalan diharamkan.

Saudaraku seiman dan seakidah..! relakah anda menanggung segala akibat dan dosa sihir di atas, hanya demi mencari sesuatu yang belum tentu berhasil anda peroleh..?

Saudaraku! Sebagai penggantinya, kobarkanlah iman anda, dan gantungkan harapan anda kepada Allah, Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji, niscaya anda akan menemu kan jawaban-Nya:

 أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاء الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَّعَ اللَّهِ قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ 

“Atau siapakah yang memperkenankan do’a orang yang dalam kesulitan, apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menyirnakan kesusahan dan yang menjadikanmu sebagai pemimpin di bumi..? Apakah di sisi Allah ada tuhan lain? Sangat sedikitlah engkau mengingat-Nya.” (Yunus 62)

Rasulullah bersabda:

يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي.

“Do’a salah seorang darimu pasti dikabulkan, asalkan ia tidak terburu-buru; ia berkata, ‘Aku telah berdo’a, akan tetapi belum juga dikabulkan..” (Muttafa\qun’alaih).

Pada akhirnya, semoga melalui uraian singkat ini, telah jelas bagi kita jalan kebenaran dari jalan kesesatan, sehingga kita terhindar dari perangkap syetan terkutuk. Wallahu a’alam bis showab.

Ditulis oleh,
Ustadz Muhammad Arifin Badri MA, حفظه الله تعالى

1323. Pergi Umroh Tanpa Suami

1323. BBG Al Ilmu – 153

Tanya :
Apakah diperbolehkan jika seorang wanita yang sudah bersuami, pergi umroh tanpa ada mahromnya..? dan saat ini di indonesia seorang wanita bisa pergi umroh dengan membeli surat izin mahrom, dan apa itu ada di syari’at..?

Jawab :

Sebagian Ahlul ilmi berkata: “Tidak wajib bagi wanita tersebut, karena mahram termasuk As-sabiil (perjalanan ke baitullah) berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

“(Bagi) Orang yang sanggup mengadakan perjalan ke baitullah..” [Ali Imaran 97]

Mereka (ahlul ilmi) berkata: “Apabila tidak ada mahram yang menyertainya berarti wanita tersebut tidak sanggup mengadakan perjalan ke Baitullah..” Itu adalah pendapat Sufyan Ats-Tsauri dan penduduk Kufah.

Imam Nawawy rohimahullah berkata menukil ucapan Imam Baihaqi rohimahullah : “Kesimpulannya setiap yang dinamakan safar, maka seorang wanita dilarang mengerjakannya tanpa disertai suami atau mahram, sama saja baik sejauh tiga hari, dua hari, satu hari, satu bariid atau selainnya, berdasarkan riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu secara mutlak dan merupakan riwayat terakhir dari Imam Muslim rohimahullah:

لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Janganlah seorang wanita safar melainkan disertai oleh mahramnya..”

Ini mencakup seluruh apa yang dinamakan safar..” [Syarhu Muslim IX/102]

Benar ada pendapat yang membolehkan safar wanita tanpa mahrom, namun pendapat ini terbantahkan oleh dalil-dalil sebagaimana bisa dibaca dalam artikel berikut :

Ref : http://almanhaj.or.id/content/2848/slash/0/hukum-safar-bagi-wanita-tanpa-mahram/

والله أعلم بالصواب

 

Mencampur Air ZAMZAM Dengan Air Biasa

IslamQA

Tanya :                                                                                                                         Apakah diperbolehkan untuk mencampur Zamzam dengan air biasa dari keran dan apakah air biasa itu berubah menjadi Zamzam setelah dicampur..?

Jawab :
Alhamdulillah.
Jika air zamzam dicampur dengan air lainnya, maka campuran tersebut akan memiliki berkah Zamzam sebanyak rasio Zamzam di dalam air. Itu karena orang yang minum campuran tersebut pasti akan minum air Zamzam yang telah dicampur dengan air lainnya, sehingga benar untuk mengatakan bahwa ia telah meminumnya (Zamzam).

Al-Kaasaani (rohimahullah) berkata: “Jika seseorang bersumpah bahwa ia tidak akan minum air Zamzam, lalu air biasa dalam jumlah yang banyak dicampurkan hingga rasio air Zamzam menjadi lebih kecil, dan ia meminumnya, ia telah melanggar sumpahnya..” (Badaa’i ‘al-Sanaa’i’, 3/63).

Syekh Ibnu Jibrin (rohimahullah) ditanya:
Jika air zamzam dicampur dengan air biasa, apakah masih masuk dalam hukum air Zamzam..?

Dia menjawab:
“Lebih baik minum air Zamzam sendiri (jangan dicampur); jika dicampur dengan air lainnya, faedah kebaikan (yang terdapat dalam Zamzam) masih berlaku dan diperbolehkan untuk mengobati penyakit dengan itu, meskipun berkurang dari (faedah kebaikan) yang didapat apabila itu murni air Zamzam..” (website Syekh Ibnu Jibrin).

Wallahu a’lam bish-showaab

Hindari Niat Buruk Dan Tujuan Tercela Dalam Menuntut Ilmu Agama

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam rahimahullah, bahwa Luqman Al-Hakim pernah berwasiat kepada putranya: “Wahai anakku, Janganlah engkau mempelajari ilmu (agama) karena tiga perkara. Dan janganlah kau tinggalkan (kewajiban) menuntut ilmu karena tiga perkara pula.

Janganlah kau pelajari ilmu (agama) dengan niat dan tujuan untuk:
1. Berdebat,
2. Berbangga-banggaan, dan
3. Pamer dengan (ilmu)nya.

Dan janganlah kau tinggalkan (kewajiban) menuntut ilmu karena:
1. Zuhud (merasa tidak butuh ilmu),
2. Malu kepada orang lain, dan
3. Merasa ridho dengan kebodohan.

(Lihat Shohih Jami’ Bayan Al-‘Ilmi Wa Fadhlihi, karya Al-Hafizh Ibnu Abdul Barr, hal.123).

(*) Termasuk niat buruk dan tujuan tercela dalam menuntut ilmu agama ialah menuntut ilmu agama dengan tujuan mendapatkan hal-hal berikut:

» Kedudukan dan jabatan yang tinggi.
» Harta benda yang banyak.
» Popularitas.
» Dll.

Di dalam hadits yang shohih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan bahwa salah satu golongan yang pertama kali diadili oleh Allah pada hari Kiamat kelak, lalu dicampakkan ke dalam api Neraka ialah orang yang menuntut ilmu agama bukan karena Allah, tapi supaya dipuji dan dikenal sebgai seorang yang ‘alim (banyak ilmunya).

Dan di dalam hadits yang lain, Beliau bersabda (yang artinya): “Barangsiapa mempelajari suatu ilmu (agama) yang semestinya diniatkan karena mencari wajah Allah, namun justru ia mempelajarinya karena ingin mendapatkan suatu kepentingan dunia, maka pada hari Kiamat ia tidak akan mencium bau harum Surga.”

Demikian faedah ilmiyah dan mau’izhoh hasanah yang dapat kami share pada hari ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Allah menganugerahkan kepada kita keikhlasan dalam menuntut ilmu, mengamalkan dan mendakwahkannya, serta dalam melaksanakan ibadah lainnya.

Ditulis oleh,
Ustadz Muhammad Wasitho MA, حفظه الله تعالى

(Klaten, 11 Maret 2015).

ARTIKEL TERKAIT
Mutiara Salaf – KOMPILASI ARTIKEL

Jadilah Da’i Dengan Harta Anda

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda dalam haditsnya:

لا حَسَدَ إِلا فِي اثْنَيْنِ. رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي حَقٍّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak ada hasad kecuali pada 2 orang:

1. Seseorang yang Allah berikan harta kemudian dia salurkan harta tersebut untuk perkara-perkara yang benar

2. Seseorang yang Allah berikan kepada dia hikmah (ilmu) maka dia berhukum dengan ilmu tersebut dan dia mengajarkan ilmu tersebut.

Inilah 2 orang yang berhak kita cemburui.

Ada apa gerangan dengan orang tersebut..?

Dua orang ini kalau kita perhatikan adalah 2 komponen penting dalam dakwah.

Dakwah membutuhkan 2 model manusia, yaitu:

❶ manusia yang berilmu yang kemudian menyampaikan dakwahnya

❷ manusia yang memiliki harta sebagai donasi untuk menyokong harta tersebut.

Oleh karenanya lihatlah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam diawal dakwahnya, Allah mentakdirkan Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam menikah dengan seorang wanita yang kaya raya.

Dialah Khadijah radhiyallahu Ta’ala ‘anha yang dengan harta Khadijah tersebut digunakan seluruhnya untuk menyokong dakwah suaminya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Dan juga dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah menjadikan orang dewasa yang pertama kali masuk Islam adalah Abu Bakr radhiyallahu Ta’ala ‘anhu, diapun seorang yang kaya raya.

Oleh karenanya harta Abu Bakr sangat bermanfaat dizaman Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Oleh karenanya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
“Tidak ada manfaat yang diberikan sebagaimana manfaatnya harta Abu Bakr radhiyallahu Ta’ala ‘anhu.”

Abu Bakr, dialah yang telah membebaskan budak-budak yang masuk Islam ketika mereka disiksa, seperti Bilal bin Rabah ketika disiksa oleh Umayyah bin Khallaf.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam ketika itu tidak mampu membebaskan Bilal, yang mampu membebaskan Bilal tatkala itu adalah Abu Bakr radhiyallahu Ta’ala ‘anhu.

Dengan hartanya dia infaqkan untuk membebaskan Bilal dari perbudakan yang dia rasakan.

Sampai-sampai ayah dari Abu Bakr mengatakan:
“Wahai Abu Bakr, kalau engkau hendak membebaskan budak maka pilihlah budak-budak yang kuat, jangan engkau bebaskan budak-budak yang lemah.”

Tapi kata Abu Bakr :
“Aku ingin mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Karenanya, donasi dalam berdakwah adalah perkara yang sangat penting. Dengan adanya 2 komponen ini maka berjalanlah dakwah.

Bahkan terkadang seorang da’i cemburu kepada pemilik harta karena yang bersusah payah untuk menyampaikan ilmu, yang berhadapan langsung dengan masyarakat, yang terkadang dicerca dan dicela adalah da’i tsb.

Sementara pemilik harta, terkadang dia hanya duduk dirumahnya. Dia hanya menyalurkan hartanya sebagai donasi untuk dakwah.

Tatkala ternyata ada orang-orang yang berhasil didakwahi oleh sang da’i maka pahalanya mengalir kepada sang da’i dan juga mengalir kepada pemilik harta tersebut yang telah memberi donasi dalam dakwah.

Padahal yang bersusah payah adalah sang da’i, yang berjalan jauh, yang berhadapan dengan masyarakat, dicerca, dimaki, dikatakan bodoh, dituduh dengan tuduhan yang tidak-tidak adalah sang da’i, bukan pemilik harta.

Tapi pahalanya mengalir kepada sang da’i dan juga mengalir kepada pemilik harta yang dia mungkin, tatkala sang da’i sedang bersusah payah, dia (pemilik harta) sedang duduk dan bercanda dengan anak dan istrinya namun pahala terus mengalir.

Oleh karenanya, anda yang diberikan kelebihan harta oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, jadilah anda seorang da’i.. bukan dengan ilmu, tapi dengan harta. Anda juga bisa berperan sebagai seorang da’i.

Jangan meremehkan diri anda, ingat tadi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menyamakan antara 2 orang ini (tidak ada hasad kecuali pada 2 orang ini, yang berilmu dan berharta).

Jika keduanya dimanfaatkan untuk dakwah maka ini 2 orang yang sangat mulia disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan jangan khawatir, harta anda akan diganti oleh Allāh Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadits disebutkan:

أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْك.

“Wahai bani adam, berinfaqlah, Allah akan ganti infaqmu hartamu.”

Ini hadits umum berkaitan dengan infaq dalam segala perkara.

Barangsiapa berinfaq maka akan diganti oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.. bagaimana lagi dengan berinfaq dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, disuatu amalan yang sangat dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang Allah berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (33)

“Dan perkataan siapa yang lebih indah daripada menyeru dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan perkataan siapa yang lebih baik daripada orang yang berdakwah dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala..” (Fushilat 33)

Infaq yang anda keluarkan pada tempatnya (dakwah), menyeru manusia untuk mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengingat akhirat, mengingatkan bahwa dunia ini hanya sementara.

Ini adalah perkataan yang sangat indah.

Maka, para da’i membutuhkan partisipasi saudara-saudara sekalian yang diberikan kelebihan harta oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jadilah anda seorang da’i dengan harta yang diberikan Allah kepada anda, niscaya anda diberkahi dan dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dunia dan akhirat.

Dan ingatlah betapa banyak pahala yang akan mengalir kepada anda karena sebab harta anda tersebut.

Ditulis oleh,
Ustadz Firanda Andirja MA, حفظه الله تعالى

Sampai Kapan Anda Bertaubat..?

Ada seorang ulama ditanya:

“Sungguh ada seorang yang jatuh dalam kesalahan, lalu dia bertaubat… Lalu dia jatuh lagi dalam kesalahan, dan bertaubat lagi… Kemudian dia jatuh dalam kesalahan lagi dan bertaubat lagi… Sampai kapan..?!”

Dia menjawab: “Sampai setan putus asa menggodanya..”

———

Jadikanlah setan putus asa untuk menggoda Anda… Jangan sebaliknya, Anda malah dijadikan putus asa untuk bertaubat kepada-Nya.

Allah ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:

“Katakanlah: Wahai orang yang melampaui batas terhadap dirinya (dengan dosa), janganlah kalian BERPUTUS ASA dari rahmat Allah (dengan meminta ampun kepadaNya), karena Allah akan mengampuni dosa-dosa semuanya, sungguh Dia maha pengampun lagi maha penyayang..” [QS. Azzumar: 53].

Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- juga bersabda dalam hadits qudsi, bahwa Allah berfirman:

“Wahai hamba-hambaKu, sungguh kalian akan terus melakukan kesalahan, baik di malam hari maupun siangnya, sedang Aku akan mengampuni dosa-dosa semuanya, maka mintalah ampun kepadaKu, niscaya Aku ampuni kalian..” [HR. Muslim: 2577]

Ditulis oleh,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

WASIAT EMAS IMAM ASY-SYAFI’I Kepada Muridnya…

Ustadz Muhammad Wasitho, Lc, MA حفظه الله تعالى

وعظ الشافعي تلميذه المزني فقال له: اتق الله, ومثل الآخرة في قلبك, واجعل الموت نصب عينك, ولا تنس موقفك بين يدي الله، وكن من الله على وجل، واجتنب محارمه, وأد فرائضه, وكن مع الحق حيث كان، ولا تستصغرن نعم الله عليك وإن قلت, وقابلها بالشكر, وليكن صمتك تفكراً، وكلامك ذكراً، ونظرك عبره، واستعذ بالله من النار بالتقوى .(مناقب الشافعي 2/294)

» Imam Asy-Syafi’i rahimahullah pernah memberikan beberapa nasehat yang sangat agung nan penuh hikmah kepada salah seorang muridnya yang bernama Al-Muzani rahimahullah dengan mengatakan kepadanya :

1. Bertakwalah engkau kepada Allah,

2. Gambarkan kehidupan AKHIRAT di dalam hatimu,

3. Jadikan kematian ada di depan matamu,

4. Janganlah lupa bahwa engkau akan berdiri di hadapan Allah ‘azza wajalla,

5. Takutlah engkau kepada Allah,

6. Jauhilah larangan-larangan-Nya,

7. Tunaikanlah apa-apa yang Dia wajibkan atasmu,

8. Ikutilah KEBENARAN kapan dan dimana pun engkau berada,

9. Janganlah engkau meremehkan nikmat-nikmat Allah yang dilimpahkan kepadamu meskipun sedikit. Tetapi,

10. Sikapilah nikmat-nikmat tersebut dengan bersyukur kepada-Nya,

11. Hendaknya engkau jadikan diammu untuk berfikir, ucapanmu sebagai dzikir, dan pandanganmu kepada sesuatu untuk mengambil pelajaran darinya.

12. Dan hendaknya engkau memohon perlindungan kepada Allah dari siksa api neraka dengan selalu bertakwa kepada-Nya.”

(Lihat Manaaqibu Asy-Syafi’i II/294).

Semoga kita semua dapat mengamalkannya dengan istiqomah hingga akhir hayat.

آمِيْنَ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Jangan Berputus Asa Terhadap Sesuatu yang Luput Darimu…

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, حفظه الله تعالى

Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 22-23)

Berikut beberapa faedah yang bisa diperoleh dari ayat di atas:

Faedah pertama

Yang dimaksud dengan “lauh” adalah lembaran dan “mahfuzh” artinya terjaga. Kata Ibnu Katsir, Lauhul Mahfuzh berada di tempat yang tinggi, terjaga dari penambahan, pengurangan, perubahan dan penggantian.[1]Di dalam Lauhul Mahfuzh dicatat takdir setiap makhluk. Lauhul Mahfuzh dalam Al Qur’an biasa disebut denganAl Kitab, Al Kitabul Mubin, Imamul Mubin, Ummul Kitab, dan Kitab Masthur.[2]

Faedah kedua

Setiap musibah dan bencana apa pun itu yang menimpa individu atau menimpa khalayak ramai, baik itu gempa bumi, kekeringan, kelaparan, semua itu sudah dicatat di kitab Lauhul Mahfuzh. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.[3]

Dalam hadits lainnya disebutkan,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ

“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin[4]) adalah qolam (pena), kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena berkata, “Apa yang harus aku tulis”. Allah berfirman, “Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya”[5]

Faedah ketiga

Takdir yang dicatat di Lauhul Mahfuzh tidak mungkin berubah sebagaimana maksud dari ayat yang kita bahas. Begitu pula disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ

Pena telah diangkat dan lembaran catatan (di Lauhul Mahfuzh) telah kering”.[6]

Al Mubarakfuri rahimahullah berkata,

كُتِبَ فِي اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ مَا كُتِبَ مِنْ التَّقْدِيرَاتِ وَلَا يُكْتَبُ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْهُ شَيْءٌ آخَرُ

“Dicatat di Lauhul Mahfuzh berbagai macam takdir. Ketika selesai pencatatan, tidaklah satu pun lagi yang dicatat.”[7]

Intinya, al kitabah (pencatatan) ada dua macam: (1) pencatatan yang tidak mungkin diganti dan dirubah, yaitu catatan takdir di Lauhul Mahfuzh; (2) pencatatan yang dapat diubah dan diganti, yaitu catatan di sisi para malaikat. Allah Ta’ala berfirman,

يَمْحُوا اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ

Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar Ro’du: 39). Catatan yang terakhir yang terjadi itulah yang ada di Lauhul Mahfuzh.

Dari sini kita bisa memahami berbagai hadits yang membicarakan bahwa silaturahmi (menjalin hubungan dengan kerabat) bisa memperpanjang umur dan melapangkan rizki, atau do’a bisa menolak takdir. Di sisi Allah, yaitu ilmu-Nya, Allah mengilmui bahwa hamba-Nya menjalin hubungan kerabat dan berdo’a kepada-Nya. Ini di sisi ilmu Allah. Lantas Allah Ta’ala mencatatnya di Lauhul Mahfuzh keluasan rizki dan bertambahnya umur.[8]

Artinya di sini, Allah Ta’ala telah mengilmi bahwa hamba-Nya melakukan silaturahmi atau berdo’a kepada-Nya. Demikian yang Allah catat di Lauhul Mahfuzh yaitu adanya keluasan rizki dan bertambahnya umur.

Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika ditanya apakah rizki yang telah ditakdirkan bisa bertambah dan berkurang, beliau rahimahullah menjawab, “Rizki itu ada dua macam. Pertama, rizki yang Allah ilmui bahwasanya Allah akan memberi rizki pada hamba sekian dan sekian. Rizki semacam ini tidak mungkin berubah. Kedua, rizki yang dicatat dan diketahui oleh Malaikat. Ketetapan rizki semacam ini bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan sebab yang dilakukan oleh hamba. Allah akan menyuruh malaikat untuk mencatat rizki baginya. Jika ia menjalin hubungan silaturahmi, Allah pun akan menambah rizki baginya.”[9]

Jadi sama sekali takdir yang ada di Lauhul Mahfuzh tidak berubah, yang berubah adalah catatan yang ada di sisi Malaikat, dan itu pun sesuai ilmu Allah Ta’ala.

Faedah keempat

Musibah yang terjadi di muka bumi dan terjadi pada diri manusia, itu telah dicatat di kitab sebelum diciptakannya makhluk. Inilah tafsiran yang lebih baik pada firman Allah,

إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا

melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya”, yang dimaksud dengan menciptakannya di sini adalah penciptaan makhluk. Demikian dipilih oleh Ibnu Katsir rahimahullah. Pendapat ini didukung dengan riwayat dari Ibnu Jarir, dari Manshur bin ‘Abdirrahman, ia berkata, “Setiap musibah di langit dan di bumi telah dicatat di kitab Allah (Lauhul Mahfuzh) sebelum penciptaan makhluk.[10]

Faedah kelima

Tidaklah suatu musibah itu terjadi kecuali disebabkan karena dosa. Qotadah rahimahullah mengatakan, “Telah sampai pada kami bahwa tidaklah seseorang terkena sobekan karena terkena kayu, terjadi bencana pada kakinya, atau kerusakan menimpa dirinya, melainkan itu karena sebab dosa yang ia perbuat. Allah pun dapat memberikan maaf lebih banyak.”[11]

Faedah keenam

Ayat ini adalah di antara dalil untuk menyanggah pemahaman Qodariyah yang menolak ilmu Allah yang telah dulu ada[12]. Artinya, Qodariyah meyakini bahwa Allah baru mengilmui setelah kejadian itu terjadi. Padahal sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash,” Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” [13]

Faedah ketujuh

Maksud firman Allah,

إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” Yaitu Allah mengetahui segala sesuatu sebelum penciptaan sesuatu tersebut. Allah pun telah mencatatnya. Ini sungguh amat mudah bagi Allah karena Allah Maha Mengetahui sesuatu yang telah terjadi, sesuatu yang tidak terjadi dan mengetahui sesuatu yang tidak terjadi seandainya ia terjadi.[14] Sungguh Maha Luas Ilmu Allah.

Faedah kedelapan

Segala sesuatu yang telah ditakdirkan akan menimpa seseorang, tidak mungkin luput darinya. Segala sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya, tidak mungkin akan menimpanya. Inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ

Hendaklah engkau tahu bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu. Dan segala sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, pasti tidak akan menimpamu.[15]

Jika demikian, tidak perlu seseorang merasa putus asa dari apa yang tidak ia peroleh. Karena jika itu ditakdirkan, pasti akan terjadi.[16] Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ

(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu

Jika memang engkau kehilangan Hpmu yang berharga, tidak perlu bersedih karena inilah takdir yang terbaik untukmu. Siapa tahu engkau kelak akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Engkau belum kunjung diangkat jadi PNS, jadi khawatir pula karena memang itu belum takdirmu. Engkau belum juga diterima di universitas pilihanmu, jangan pula khawatir karena takdir Allah sama sekali tidaklah kejam. Tidaklah perlu bersedih terhadap apa yang luput darimu.

Faedah kesembilan

Jangan pula terlalu berbangga dengan nikmat yang kita peroleh karena itu sama sekali bukanlah usaha kita. Itu semua adalah takdir yang Allah tetapkan dan rizki yang telah Allah bagi[17]. Oleh karena itu, Allah Ta’alaberfirman,

وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ

Dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu

Faedah kesepuluh

Janganlah menjadikan nikmat Allah sebagai sikap sombong dan membanggakan diri di hadapan lainnya. Itulah selanjutnya Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri

Sebagai penutup dari sajian ini, ada penjelasan yang amat bagus dari Asy Syaukani rahimahullah. Beliaumengatakan, “Janganlah bersedih dengan nikmat dunia yang luput darimu. Janganlah pula berbangga dengan nikmat yang diberikan padamu. Karena nikmat tersebut dalam waktu dekat bisa sirna. Sesuatu yang dalam waktu dekat bisa sirna tidak perlu dibangga-banggakan. Jadi tidak perlu engkau berbangga dengan hasil yang diperoleh dan tidak perlu engkau bersedih dengan sesuatu yang luput darimu. Semua ini adalah ketetapan dan takdir Allah … Intinya, manusia tidaklah bisa lepas dari rasa sedih dan berbangga diri.”[18]

Jadi tidak perlu berbangga diri dan bersedih hati atas nikmat Allah yang diperoleh dan luput darimu. Pahamilah bahwa itu semua adalah takdir Allah, tak perlu sedih. Itu semua adalah yang terbaik untuk kita, mengapa harus terus murung. Itu semua pun sewaktu-waktu bisa sirna, mengapa harus berbangga diri.

Semoga sajian tafsir ini bisa bermanfaat bagi kita dan semakin menenangkan hati yang sedang sedih.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Sungguh menenangkan jika kita terus mengkaji firman-firman Allah.

 

[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 14/314.

[2] Al Qodho’ wal Qodar, Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asyqor, Darun Nafais, cetakan ke-13, 1425H, hal. 31.

[3] HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash.

[4] Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Al Mubarakfuri Abul ‘Ala’, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, 6/307

[5] HR. Tirmidzi no. 2155. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[6] HR. Tirmidzi no. 2516. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[7] Tuhfatul Ahwadzi, 7/186.

[8] Penjelasan Syaikh Sholih Al Munajjid dalam Fatawa Al Islam Sual wa Jawab, no. 43021,http://islamqa.com/ar/ref/43021

[9] Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H, 8/540.

[10] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/430.

[11] Idem.

[12] Idem.

[13] HR. Muslim no. 265.

[14] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/431.

[15] HR. Ahmad 5/185. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy (kuat).

[16] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/431.

[17] Idem.

[18] Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ Al Islam, 7/158.

Ref : http://rumaysho.com/tafsir-al-quran/jangan-berputus-asa-terhadap-sesuatu-yang-luput-darimu-1215

Sebaik-Baik Shalat Wanita di Rumah…

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, حفظه الله تعالى

Sebaik-baik shalat wanita adalah di rumahnya. Karena Allah memerintahkan pada wanita untuk berdiam diri di rumah. Namun tidak mengapa ia keluar asalkan memperhatikan aturan seperti menutup aurat dan tidak menggoda pria.

Dalam ajaran Islam, shalat wanita lebih baik di rumah. Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ

Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا

Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di pintu-pintu rumahnya, dan shalat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di rumahnya” (HR. Abu Daud no. 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Kenapa sampai wanita lebih bagus shalat di rumahnya, bahkan lebih bagus di ruangan di kamarnya yang lebih khusus untuknya? Karena seperti itu akan lebih menutupi dirinya (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 2: 195).

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Shalat jama’ah bagi wanita itu lebih baik di rumahnya daripada mendatangi masjid. … Dan shalat wanita di rumahnya itu lebih menutupi dirinya dan lebih afdhol” (Al Majmu’, 4: 198).

Shalat wanita di rumah adalah pengamalan dari perintah Allah agar wanita diam di rumah. Allah Ta’alaberfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki” (HR. Tirmidzi no. 1173, shahih).

Namun jika wanita ingin melaksanakan shalat berjama’ah di masjid selama memperhatikan aturan seperti menutupi aurat dan tidak memakai harum-haruman, maka janganlah dilarang. Dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin ‘Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا

Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia” (HR. Muslim no. 442).

Sekali lagi, dilarang memakai harum-haruman ketika keluar rumah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلاَ تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الآخِرَةَ

Wanita mana saja yang memakai harum-haruman, maka janganlah dia menghadiri shalat Isya’ bersama kami” (HR. Muslim no. 444).

Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Jika setiap wanita memperhatikan shalatnya dan menjaga kehormatan dirinya, maka ia akan mendapatkan keutamaan sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Wallahu waliyyut taufiq.

Ref : http://remajaislam.com/337-sebaik-baik-shalat-wanita-di-rumah

Bercanda Menyembunyikan Sendal Teman…

Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, حفظه الله تعالى

Bolehkah menyembunyikan sendal, jam tangan, barang yang ia lupa namun hanya sekedar bercanda? Seperti ini kerjaan sebagian kita dahulu. Kadang cuma bercanda dan sekedar lelucon, namun sampai membuat orang lain susah dan sedih.

Dari ‘Abdullah bin As Sa’ib bin Yazid, dari bapaknya, dari kakeknya, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا

“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” (HR. Abu Daud no. 5003 dan Tirmidzi no. 2160. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Orang yang mengambil hendaklah mengembalikan barang yang disembunyikan lalu meminta maaf. Dalam riwayat lain disebutkan,

وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا

“Siapa yang mengambil tongkat saudaranya, hendaklah ia mengembalikannya” (HR. Abu Daud no. 5003)

Dalam ‘Aunul Ma’bud karya Al ‘Azhim Abadi disebutkan, “Kalau mengambil barang orang lain bukan dalam rangka bercanda, jelas terlarang karena termasuk dalam kategori mencuri. Adapun jika mengambilnya hanya ingin bercanda saja, maka seperti itu tidak bermanfaat. Bahkan seperti ini hanya menimbulkan kemarahan dan menyakiti orang yang punya barang.” (‘Aunul Ma’bud, 13: 250-251)

Yang dahulu pernah melakukan seperti itu, maka minta maaflah pada saudaranya dan banyaklah bertaubat.

Ref : http://rumaysho.com/akhlaq/bercanda-menyembunyikan-sendal-teman-10499

Menebar Cahaya Sunnah