Audio

KITAB FIQIH – Keutamaan Hari Jum’at

Dari pembahasan Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA – Haruskah NIAT Dan MUWALAH Dalam Jama’ Dan Qoshor..?  – bisa di baca di SINI

=======

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah…

Kita lanjutkan fiqihnya.. kita masuk ke pembahasan..

⚉ KEUTAMAAN HARI JUMA’T

Banyak sekali keutamaan-keutamaan yang disebutkan oleh Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam tentang hari Jum’at diantaranya ;

⚉ Hadits Abu Hurairah bahwa Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ.”

“Sebaik baik hari yang matahari terbit adalah hari Jum’at, dihari Jum’at Nabi Adam diciptakan, diihari Jum’at Nabi Adam dimasukan kedalam surga, dihari Jum’at juga Nabi Adam dikeluarkan dari dalam surga dan tidak tegak hari kiamat kecuali di hari Jum’at.” (HR. Muslim)

⚉ Hadits Abu Ulubabah bin Abi Mundzir ia berkata, Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُ

Sesungguhnya hari Jum’at itu adalah penghulunya hari, dia yang paling besar disisi Allah dan bahkan lebih agung disisi Allah daripada Idul Adha dan Idul Fitr. Pada hari Jum’at terdapat lima perkara, padanya Allah menciptakan Nabi Adam, dihari itu juga Allah menurunkan Nabi Adam ke bumi, dihari Jum’at juga Allah wafatkan Nabi Adam, dan dihari Jum’at juga terdapat sebuah waktu tidaklah seorang hamba minta kepada Allah padanya kecuali Allah pasti berikan selama tidak minta yang haram, dihari Jum’at juga ditegakkan hari kiamat,

tidak ada satupun malaikat yang didekatkan tidak juga langit, tidak juga angin, tidak juga gunung, tidak juga laut kecuali mereka semua merasa takut dengan datangnya hari Jum’at (maksudnya, dikhawatirkan akan tegaknya hari kiamat)”

(HR. Ibnu Majah dengan sanad yang hasan, dishohihkan oleh Syaikh al-Albani)

⚉ Hadits Anas bin Malik, ia berkata, Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam berkata,

أتاني جبريل وفي يده كالمرآة البيضاء فيها كالنكتة السوداء فقلت يا جبريل ما هذه قال الجمعة قال قلت وما الجمعة قال لكم فيها خير قال قلت وما لنا فيها قال يكون عيدا لك ولقومك من بعدك ويكون اليهود والنصارى تبعا لك قال قلت وما لنا فيها قال لكم فيها ساعة لا يوافقها عبد مسلم يسأل الله فيها شيئا من الدنيا والآخرة هو له قسم إلا أعطاه إياه أو ليس بقسم إلا ادخر له عنده ما هو أفضل منه أو يتعوذ به من شر هو عليه مكتوب إلا صرف عنه من البلاء ما هو أعظم منه قال قلت له وما هذه النكتة فيها قال هي الساعة هي تقوم يوم الجمعة وهو عندنا سيد الأيام ونحن ندعوه يوم القيامة ويوم المزيد قال قلت مم ذاك قال لأن ربك تبارك وتعالى اتخذ في الجنة واديا من مسك أبيض فإذا كان يوم الجمعة هبط من عليين على كرسيه تبارك وتعالى ثم حف الكرسي بمنابر من ذهب مكللة بالجواهر ثم يجيء النبيون حتى يجلسوا عليها وينزل أهل الغرف حتى يجلسوا على ذلك الكثيب ثم يتجلى لهم ربك تبارك وتعالى ثم يقول سلوني أعطكم قال فيسألونه الرضى فيقول رضائي أحلكم داري وأنيلكم كراسي فسلوني أعطكم قال فيسألونه قال فيشهدهم أنه قد رضي عنهم قال فيفتح لهم ما لم تر عين ولم تسمع أذن ولا يخطر على قلب بشر قال وذلكم مقدار انصرافكم من يوم الجمعة …. قال فليسوا إلى شيء أحوج منهم إلى يوم الجمعة ليزدادوا إلي ربهم نظرا وليزدادوا منه كرامة

“Hari Jum’at ditampakkan kepada Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam, dibawa oleh malaikat Jibril ditangannya bagaikan cermjn yang berwarna putih, dan ditengahnya seperti goresan hitam, Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “apa ini wahai Jibril ?” Ini adalah hari Jum’at, Allah menampakkannya kepadamu agar menjadi hari raya untukmu dan untuk kaummu setelahmu, dan untuk kalian padanya kebaikkan, dimana engkau mendapatkan yang pertama yaitu hari Jum’at sedangkan Yahudi dan Nasrani setelahmu.

Dan dihari Jum’at terdapat waktu tidaklah seorang hamba berdo’a pada Robbnya dengan kebaikkan kecuali pasti Allah akan berikan, atau ia berlindung dari keburukan kecuali pasti akan dilindungi dengan sesuatu yang lebih agung darinya, sementara kami menyebutnya dihari akhirat sebagai hari tambahan”

(HR. ath-Thabrani dengan sanad yang jayid dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani)

⚉ Hadits Abu Musa Al Asy’ari ia berkata, Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

“Allah mengutus hari-hari pada hari kiamat sesuai dengan keadaannya, dan Allah mengutus hari Jum’at dalam keadaan ia bercahaya dan bersinar, dimana ahlinya mengelilinginya bagaikan pengantin yang dikirim kepada suaminya yang akan memberikan cahaya untuk mereka dimana mereka akan berjalan dibawah cahaya Jum’at tsb.

warna mereka bagaikan salju (putihnya) sementara wanginya mereka bagaikan harum semerbak bagaikan kasturi, mereka berada digunung gunung wewangian, dimana manusia dan jin melihat kepada mereka, mereka tidak mengedipkan mata karena saking kagumnya sampai mereka masuk surga, tidak ada yang sama dengan mereka kecuali orang orang yang adzan yang berharap pahala”

(HR. Ibnu Khuzaimah, Al Hakim dan lainnya dan Syaikh al-Albani menilainya shohih)
.
Wallahu a’lam 🌻
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى 
.
.
Dari Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
.
ARTIKEL TERKAIT
Pembahasan Fiqih Mausu’ah Muyassaroh…
.
.
WAG Al Fawaid Al Ilmiyyah

Apa Yang Dibaca Setelah Sholat Witir..?

Simak penjelasan Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc حفظه الله تعالى berikut ini : (tunggu hingga audio player muncul dibawah ini:

ARTIKEL TERKAIT
Tanya-Jawab Seputar Ramadhan…

Ikuti terus channel :
https://t.me/bbg_alilmu
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://t.me/kaidah_ushul_fiqih

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Hakikat Iman Menurut Firqoh-Firqoh Menyimpang #1

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Hakikat Iman Menurut Murji’ah) bisa di baca di SINI

=======
.
🌿 Hakikat Iman Menurut Firqoh-Firqoh Menyimpang #1 🌿

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan kitab At Takfiir wa Dhowabithhu..

Kemudian Beliau (penulis kitab) menyebutkan pendapat khowarij dan mu’tazilah seputar iman. Kata Beliau,

“Orang-orang khowarij dan mu’tazilah mempunyai keyakinan bahwa iman yang sempurna itu (iman yang mutlak) adalah harus mencakup SELURUH keta’atan dan meninggalkan SELURUH keharaman.”

Maka kapan saja sebagiannya hilang maka batallah keimanan, maka pada waktu itu pelakunya kafir, murtad dari agama Islam dan kekal dalam api neraka. Walaupun terdapat perbedaan antara khowarij dan mu’tazilah dalam menamai orang seperti ini.

Orang khowarij mengatakan dia kafir, orang mu’tazilah mengatakan ia berada ditempat diantara dua tempat.

Namun keduanya bersepakat bahwa mereka tidak akan masuk kedalam surga.

Dan asal-muasal kesalahan firqoh-firqoh yang menyimpang ini, karena mereka mempunyai pendapat bahwa iman itu sesuatu yang satu, tidak terbagi-bagi, dan tidak bercabang-cabang.

Kemudian setelah itu mereka berbeda didalam mengungkapkannya, didalam konsekuensinya (maksudnya).

Murji’ah berkata, kalau ada sebagian ada seluruhnya.
Khowarij berkata apabila hilang sebagian, hilang seluruhnya.

Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah,
“ini adalah merupakan asal-muasal bercabangnya bid’ah dalam keimanan (artinya munculnya kebid’ahan dalam iman), karena mereka menyangka bahwa apabila sebagian iman hilang, hilang seluruhnya, tidak tersisa sama sekali.

Kemudian orang khowarij dan mu’tazilah berkata (kata Beliau),
iman yang mutlak (iman yang sempurna) adalah harus mencakup seluruh perintah dan menjauhi larangan, maka kata mereka, apabila sebagiannya hilang, maka tidak tersisa lagi keimanan pada dia dan kekal pelakunya dalam neraka.”

Akhirnya mereka mengkafirkan pelaku dosa besar. Ini asal muasal daripada munculnya kebid’ahan dalam masalah iman.

Kemudian Beliau menyebutkan tentang perbedaan-perbedaan Ahlussunnah dengan firqoh-firqoh yang sesat.

Kata Beliau, perbedaan Ahlussunnah dengan murji’ah ada pada tiga poin

1⃣ Ahlussunnah berkeyakinan amal bagian dari iman, sementara murji’ah tidak.

2⃣ Ahlussunnah tidak memastikan bagi seorangpun dari kaum muslimin bahwa imannya telah sempurna, namun tidak pula meniadakan pokok imannya.

sementara murji’ah menyebutkan bahwa siapa yang melakukan pokok iman, imannya sempurna, walaupun ia berbuat dosa besar.
Sehingga akhirnya mereka menjadikan orang yang suka berbuat dosa besar sebagai orang yang sempurna imannya.

3⃣ Ahlussunnah wal Jama’ah memperbolehkan istitsnaa’ (ucapan in-syaa Allah) dalam iman, dengan mengatakan in-syaa Allah saya mukmin, bukan karena ragu tapi karena kita tidak memastikan bahwa kita sudah melaksanakan kewajiban-kewajiban secara sempurna. Sedangkan murji’ah mengharamkan istitsnaa’ dalam iman.

Ini adalah 3 poin perbedaan antara Ahlussunnah wal Jama’ah dan Murji’ah.

Adapun perbedaan antara Ahlussunnah dengan khowarij nanti kita akan sebutkan.
.
Wallahu a’lam 🌴
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KITAB FIQIH – Haruskah NIAT Dan MUWALAH Dalam Jama’ Dan Qoshor..?

Dari pembahasan Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA – Menjama’ Dua Sholat  – bisa di baca di SINI

=======

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah…

Kita lanjutkan fiqihnya..

⚉ APAKAH DISYARATKAN NIAT DAN MUWALAH DALAM MENJAMA’ DAN MENG-QOSHOR ?

Muwalah yang dimaksud yaitu, tidak boleh ada jeda yang panjang antara misalnya kalau kita menjama’ zhuhur dan ashar, apakah setelah zhuhur langsung ashar atau jika dijeda misalnya satu jam boleh atau tidak ?
Kata beliau tidak ada dalil yang melarang akan hal itu, dan itu tentunya dari bab pemberian kemudahan.

Maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah (dalam Majmu’ Fatawa jilid 24 hal 50 – 54), Beliau mengatakan tentang tidak disyariatkan niat dalam jama’ dan qoshor yaitu adalah pendapat jumhur para ulama. Beliau berkata,
“Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam ketika sholat bersama para sahabatnya jama’ dan qoshor, Nabi tidak pernah memerintahkan seorang diantara mereka untuk meniatkan jama’ dan qoshor sebelumnya, bahkan beliau keluar dari kota Madinah menuju kota Mekah dan beliau terus sholat dua roka’at tanpa menjama’, kemudian di Arofah Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam sholat zhuhur dua roka’at.

Tapi Nabi tidak memberitahukan kepada mereka bahwa beliau akan sholat ashar setelahnya secara jama’, kemudian beliau sholat ashar dan mereka juga tidak berniat/tidak tahu kalau ternyata Nabi mau menjama’, dan yang beliau lakukan di Arofah itu adalah jama’ taqdim (jama’nya diwaktu zhuhur), demikian pula ketika Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam keluar dari Madinah, beliau sholat mengimami mereka di Dzulhulaifah sholat ashar dua roka’at saja, dan saat itu Nabi tidak memerintahkan sebelumnya untuk qoshor.

Adapun muwalah antara dua sholat maka beliau berkata, yang benar dan shohih bahwa tidak disyaratkan harus muwalah, tidak diwaktu yang pertama dan tidak juga diwaktu yang kedua karena tidak ada batasannya dalam syar’iat, karena kalau ternyata harus muwalah itu menggugurkan maksud tujuan memberikan keringanan.”

Disini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa, yang shohih tidak disyari’kan muwalah. Maka kalau misalnya kita jam 12 atau diawal waktu zhuhur kita sholat, kemudian jam 1 kita ingat bahwa kita mau safar nanti jam 2 misalnya, maka jam 1 kita langsung sholat ashar dengan niat jama’ dengan zhuhur diwaktu zhuhur, maka yang seperti ini diperbolehkan.

Beliau juga berkata,
⚉ SHOLAT DI PERAHU, KAPAL LAUT DAN DI PESAWAT

Dari Ibnu Umar, ia berkata,

ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻓﻘﺎﻝ : ‏( ﺻﻞ ﻓﻴﻬﺎ ﻗﺎﺋﻤﺎ ﺇﻻ ﺃﻥ ﺗﺨﺎﻑ ﺍﻟﻐﺮﻕ

“Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam ditanya tentang sholat di perahu (kapal laut), maka Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, sholatlah kamu dalam keadaan berdiri kecuali kalau kamu takut tenggelam”
(HR. Imam Al bazzar, Daaruquthni dan dishohihkan oleh Al Hakim dan disetujui oleh Ad Dzahabi)

Ini menunjukkan bahwa sholat dipesawat, demikian juga dikapal laut, selama kita masih mampu untuk berdiri wajib berdiri tapi kalau kita tidak mampu untuk berdiri maka diberikan rukshoh silahkan duduk.

Dari Abdullah bin Abi ‘Uthbah ia berkata,
“aku menemani Jabir bin ‘Abdillah dan Abu Said Al Khudri dan Abu Hurairah, ketika berlayar sebuah kapal maka mereka sholat dalam keadaan berdiri dan mereka sholat berjama’ah dan salah satunya mengimami mereka”

Ini menunjukkan bahwa selama masih bisa berdiri wajib berdiri dan atsar Abdullah bin Abi ‘Utbah tadi dikeluarkan oleh Said bin Mansur dan Abdurrozzaq dan sanadnya shahih.
.
Wallahu a’lam 🌻
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى 
.
.
Dari Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
.
ARTIKEL TERKAIT
Pembahasan Fiqih Mausu’ah Muyassaroh…
.
.
WAG Al Fawaid Al Ilmiyyah

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Hakikat Iman Menurut Murji’ah

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah #2) bisa di baca di SINI

=======
.
🌿 Hakikat Iman Menurut Murji’ah 🌿

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan kitab At Takfiir wa Dhowabithhu..

⚉ Kata Beliau (penulis kitab), “dan diantara mahzab Ahlussunnah tentang masalah iman yaitu boleh memberikan pengecualian padanya. Itu dengan mengatakan (ana) “saya mukmin in-syaa Allah”

apabila ada orang yang bertanya tentang itu, apakah kamu mukmin ? Kemudian kita katakan, “saya mukmin in-syaa Allah”
Maksudnya “in-syaa Allah” disini bukan karena ragu, tapi karena kita tidak mengaku-ngaku bahwa iman kita sudah sempurna.

⚉ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata,

‎وأما مذهب السلف أصحاب الحديث ، كابن مسعو دوأصحابه ، والثوري ، وابن عيينة ، وأكثر علما ء الكوفة ، ويحيى بن سعيد القطان فيما ير و يه عن علماء أهل البصرة ، وأحمد بن حنبل ، وغيره من أئمة أهل السنة ، فكانوا يستثنو ن في اﻹيما ن وهذا متوا تر عنهم

“Keyakinan as-salaf ashhaabul hadits, seperti Ibnu Mas’ud dan para muridnya, juga keyakinan Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin Uyaynah dan kebanyakan Ulama Kuffah, Yahya bin Said Alkhoththon juga dari Ulama Bashroh Ahmad bin Hambal dan yang lainnya dari para Ulama Ahlussunnah, mereka memberikan istitsnaa’ (ucapan in-syaa Allah)
dalam iman, dan ini mutawatir dari mereka.

‎لكن ليس في هؤلا ء من قال : أنا أستثني لأ جل الموا فاة ، وأن اﻹيمان هو اسم لما يوا في به العبد ربه ، بل صرح أئمة هؤ لا ء بأ ن الا ستثنا ء إنما هو لأن اﻹيما ن يتضمن فعل الوا جبات فلا يثهدون لأ نفسهم بذلك

Akan tetapi tidak ada seorangpun diantara mereka yang mengatakan, bahwa “saya mukmin in-syaa Allah” karena merasa ragu, akan tetapi, “saya mengatakan mukmin in-syaa Allah” karena iman itu mengandung kewajiban-kewajiban dan saya tidak menyaksikan terhadap diri saya bahwa saya sudah melaksanakan semuanya, saya sudah sempurna imannya” (dalam Majmu Fatawa jilid 7/hal 439).

➡️ Inilah keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah secara global tentang iman.

⚉ Kita bahas keyakinan murji’ah tentang iman.

Orang-orang murji’ah mempunyai keyakinan bahwa amal tidak termasuk iman, dan bahwasanya iman itu tidak terbagi-bagi, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang, akan tetapi ia sesuatu yang satu, tidak terbagi-bagi dan tidak bertambah dan tidak berkurang.

Ini adalah merupakan pokok daripada mahzab mereka.
Karena mereka disebut murji’ah dari kata,

أرجأ – ير جئ

Artinya, “mengakhirkan amal dari iman”

Kemudian orang-orang murji’ah itu terbagi menjadi 3 kelompok.

1⃣ Kelompok Jahmiyyah
Mereka mengatakan bahwa iman itu sebatas pengetahuan atau keyakinan dengan hati saja. Adapun ucapan dengan lisan dan amalan dengan anggota badan tidak termasuk iman.

Mereka menganggap yang penting YAKIN walaupun tidak bersyahadat LAA ILAAHA ILLALLAH MUHAMMAD ROSUULULLAH, walaupun tidak beramal, tidak sholat dan yang lainnya.. dianggap mukmin yang sempurna… na’uudzubillah.

2⃣ Kelompok al-Karromiyyah
Mereka mengatakan iman itu ucapan lisan saja, bukan pembenaran dengan hati.. yang penting seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat walaupun hatinya kafir tetap disebut sebagai iman, mukmin yang sempurna.

Sehingga konsekuensinya tentunya orang munafik menurut mereka mukmin… na’uudzubillah.

3️⃣ Kelompok Murji’atul Fuqoha
Yang mengatakan iman itu pembenaran dengan hati, ucapan dengan lisan.

Dan mereka mengingkari iman itu berderajat bertingkat-tingkat dan mereka mengingkari juga bahwa amal itu termasuk iman, mereka juga mengharamkan mengucapkan “saya mukmin in-syaa Allah”.
Ini adalah pendapat Abu Hanifa, demikian pula Ahmad bin Abi Sulaiman daripada Fuqoha Kuffah, dan semua ini adalah pendapat yang bathil.

➡️ Maka inilah keyakinan kaum murji’ah didalam masalah iman secara global.
.
Wallahu a’lam 🌴
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KITAB FIQIH – Menjamak Dua Sholat

Dari pembahasan Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA – Sholat Sunnah Dalam Safar  – bisa di baca di SINI

=======

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah…

Kita melanjutkan..

⚉ MENJAMAK DUA SHOLAT

Keadaan – keadaan yang membolehkan untuk menjamak dua sholat.

Kata beliau boleh menjamak antara zhuhur dan ‘ashar baik jamak takdim maupun jamak takhir demikian pula antara maghrib dan isya’.

Ada beberapa keadaan berikutnya ini

1️⃣ Menjamak di Arofah dan Musdalifah, berdasarkan hadits Abu Ayub Al Anshori bahwa, “Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam ketika haji wada’ menjamak maghrib dengan isya’ di Musdalifah.”

2️⃣ Ketika Safar, dan ini haditsnya banyak yang menunjukkan pada hal itu. Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam sa’at Safar menjamak
Diantaranya adalah hadits Mu’adz bin Jabal bahwa,
“Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam ketika perang Tabuk, apabila berangkat sebelum matahari tergelincir beliau mengakhirkan zhuhur dan dijamak diwaktu ‘ashar, dan apabila berangkat setelah tergelincir matahari beliau sholat zhuhur dan ‘ashar secara jamak diwaktu zhuhur kemudian baru berangkat, dan apabila beliau berangkat sebelum maghrib beliau akhirkan maghrib sampai sholat isya’ diwaktu isya (jamak takhir) dan apabila berangkat setelah maghrib beliau mempercepat isya di waktu maghrib (yaitu jamak takdim).” (HR Imam Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan lainnya)

Ini menunjukkan bahwa Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam senantiasa meng-qoshor demikian pula menjamak sa’at Safar.

3️⃣ Sa’at hujan, diperbolehkan untuk menjamak dua sholat. Disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas bahwa,
“Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam sholat dikota Madinah 7 atau 8 hari zhuhur dan ‘ashar, maghrib dan isya yaitu di malam hujan.” (HR. Imam Bukhori dan Muslim)

Dari Ibnu ‘Abbas juga bahwa, “Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam pernah menjamak antara zhuhur dan ‘ashar, maghrib dan isya di Madinah tanpa ada rasa takut dan tanpa ada hujan.”

Kata tanpa ada hujan menunjukkan bahwa diperbolehkan untuk menjamak dua sholat karena adanya hujan.

4️⃣ Sa’at sakit, apabila sakitnya berat dan menyusahkan ia kalau ia sholat pada waktunya masing masing, boleh pada waktu itu untuk menjamak (disebutkan Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa jilid 24 hal 28 atau sebaliknya 28 hal 24)

Menurut Imam Ahmad demikian pula Imam Malik dan sebagian AsSyatiri, Imam Syafi’i, boleh menjamak untuk orang yang sakit juga.

5️⃣ Ada keperluan yang mendadak maka yang seperti ini boleh juga menjamak

Dari Salim bin Abdillah dari ayahnya ia berkata, Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Apabila hadir kepada kalian suatu urusan yang ia khawatir terluput maka silahkan ia sholat dengan menjamak dua sholat” (HR Imam Nasa’i)

Ini menunjukkan apabila ada keperluan mendadak, boleh kita untuk menjamak.

Menjamak tidak khusus ketika dalam perjalanan saja bahkan ketika sudah sampai ditempat Safar misalnya kita pergi ke Bandung dua hari disana boleh disana kita menjamak

Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari jilid 2 hal 583 berkata, dan dalam hadits Anas terdapat sunnahnya pembedaan/pemisahan saat jamak yaitu ;

dibedakan antara ketika dalam perjalanan ketika kita sudah sampai dan tinggal ditempat safar, dimana sebagian ulama kata beliau berdalil bahwa jamak itu khusus ketika dalam perjalanan

Akan tetapi dalam hadits Mu’adz bin Jabal dalam kitab Muwathok Imam Malik ada hal yang tidak sesuai dengan pendapat tsb yaitu bahwa,
“Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam mengakhirkan sholat diperang Tabuk kemudian beliau keluar untuk sholat zhuhur dan ‘ashar secara jamak kemudian beliau masuk lagi, kemudian beliau keluar lagi untuk sholat maghrib dan isya secara jamak.”

Imam Syafi’i berkata dalam kitab Al Umm ucapan beliau disini bahwa, “Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam masuk kemudian keluar, pasti itu bukan keadaan dalam perjalanan, maka orang yang musafir boleh menjamak baik dalam perjalanan maupun bukan dalam perjalanan.”

Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “ini dalil bantahan kepada orang yang berkata bahwa jamak ada pada sa’at perjalanan saja.”
.
Wallahu a’lam 🌻
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى 
.
.
Dari Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
.
ARTIKEL TERKAIT
Pembahasan Fiqih Mausu’ah Muyassaroh…
.
.
WAG Al Fawaid Al Ilmiyyah

KITAB FIQIH – Sholat Sunnah Dalam Safar

Dari pembahasan Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA – Tempat Mulainya Qoshor  – bisa di baca di SINI

=======

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah…

Kita lanjutkan fiqihnya..

⚉ SHOLAT SUNNAH DALAM SAFAR

Berkata Imam Bukhori, BAB orang yang tathowwu’ dalam safar selain sholat sebelum atau setelah sholat 5 waktu, dan Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam tetap melakukan sholat dua roka’at sholat fajar qobliyah subuh didalam safar.

Maksud Imam Bukhori, bahwa didalam safar tidak disyariatkan sholat sunnah rowatib kecuali qobliyah subuh karena Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam tidak pernah melakukan sholat sunnah rowatib didalam safar, terlebih bahwa Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam meng-qoshor wajibnya. Adapun sholat qobliyah subuh Nabi tidak pernah tinggalkan baik safar maupun tidak safar, sedangkan sholat sunnah lainnya seperti sholat dhuha, sholat tahajud sholat mutlak maka itu diperbolehkan untuk dilakukan tetap disyariatkan saat didalam safar.

Disebutkan didalam hadits, bahwa Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam pernah sholat dhuha saat fathul Mekah 8 roka’at dan didalam hadits Abdullah bin ‘Amir bahwasanya ia melihat Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam sholat malam diwaktu safar diatas kendaraannya dimana saja, kemana saja beliau menghadap. (HR Imam Muslim)

Dan Ibnu ‘Umar mengatakan bahwa, Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam sholat diatas kendaraannya kemana saja menghadap, beliau memberi syarat dengan kepalanya dan Ibnu ‘Umar pun melakukannya.

Ini menunjukan bahwa yang tidak disyariatkan untuk melakukan sholat sunnah saat safar hanyalah sholat sunnah rowatib saja, itupun sholat qobliyah subuh tetap dilakukan juga.. adapun sholat sholat yang lainnya seperti sholat dhuha dan sholat tahajjud, sholat witir dan sholat yang lainnya yang selain sunnah rowatib diperbolehkan atau disyariatkan.

⚉ BOLEHKAH SAFAR PADA HARI JUM’AT?

Jawab: Boleh bersafar dihari Jum’at.

Kenapa ? Karena tidak ada satupun dalil yang menunjukkan terlarangnya safar dihari Jum’at.

Syaikh Albani berkata, “tidak ada dalam sunnah yang melarang safar pada hari Jum’at secara mutlak”

Imam Baihaqi meriwayatkan dari al-Aswat bin Qoyis dari ayahnya ia berkata, bahwa ‘Umar melihat seorang laki laki sedang siap-siap safar lalu ia berkata kalau bukan karena hari ini hari Jum’at aku akan pergi safar, maka ‘Umar berkata, Pergilah karena Jum’at tidak menghalangi safar sama sekali.”

Jadi saat kita mau safar dihari Jum’at tetap diperbolehkan tidak ada dalil yang menunjukkan itu terlarang walaupun memang kebiasaan Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam, beliau safar dihari kamis.

Bagi mereka yang bersafar dihari Jum’at, maka hendaklah ia pergi sebelum terdengar adzan Jum’at jika sudah terdengar wajib dia ikut sholat Jum’at terlebih dahulu.

Bagi musafir tidak wajib dan tidak ada kewajiban untuk jum’atan.

Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairoh Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

لَيْسَ عَلَى الْمُسَافِرِ جُمُعَةٌ

“Tidak ada atas musafir Jum’atan” (tidak wajib)

Artinya orang yang musafir tidak diwajibkan sholat Jum’at. Maka kalau dia musafir kemudian dia tidak jum’atan tidak berdosa akan tetapi wajib diganti dengan sholat zhuhur.

Orang yang safar dianjurkan untuk meng-qoshor sholat dan boleh juga menjamak dua sholat kalau memang itu dibutuhkan dan ada kerepotan.
.
Wallahu a’lam 🌻
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى 
.
.
Dari Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
.
ARTIKEL TERKAIT
Pembahasan Fiqih Mausu’ah Muyassaroh…
.
.
WAG Al Fawaid Al Ilmiyyah

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah #2

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah #1) bisa di baca di SINI

=======
.
🌿 Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah #2 🌿

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan..

⚉ Beliau berkata membawakan perkataan Abu Zur’ah dan Abu Hatim Arrozi, “kami mendapati para Ulama diseluruh negeri baik di Hijaz, di Iraq, di Syam, di Yaman, maka keyakinan mereka adalah iman itu perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”
(Dalam Kitab Aqidah Arroziyan)

⚉ Imam Al Ajurri berkata (dalam Kitab asy-Syari’ah jilid 2/ hal 611),
“Sesungguhnya aqidah yang dipegang oleh para Ulama kaum muslimin, bahwa iman itu wajib atas seluruh makhluk, yaitu ia adalah
🔸 pembenaran dengan hati
🔸 pengakuan dengan lisan
🔸 dan amalan dengan anggota badan”

⚉ Demikian pula Albaghowiy dalam Kitab Syarhussunnah jilid 1/hal 78 berkata, “para sahabat, para tabi’in dan Ulama setelahnya bersepakat, bahwasanya amal itu termasuk bagian dari iman. Mereka juga berkata, bahwa iman itu ucapan, perbuatan dan keyakinan, bertambah dengan keta’atan dan berkurang dengan kemaksiatan”

⚉ Jadi kata Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili (penulis kitab),
“Iman itu menurut Ahlussunnah terdiri dari tiga bagian yang sangat pokok:
1⃣ Keyakinan dengan hati.
2⃣ Ucapan dengan lisan.
3⃣ Amalan dengan anggota badan.”

Maka dari tiga bagian inilah, kemudian bercabang-cabang iman tersebut.

⚉ Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari jilid 1/ hal 52,
“cabang-cabang ini bercabang dari amalan hati dan amalan lisan dan amalan badan”

Kemudian Beliau menyebutkan bahwa,
🔸Amalan hati mencakup 24 cabang.
🔸Amalan lisan ada 7 cabang.
🔸Amalan anggota badan ada 38 cabang.

Kemudian Beliau meyebutkan secara terperinci cabang-cabang tersebut, lalu Beliau berkata ini semua ada 69 cabang, dan juga bisa dihitung sebagai 79 cabang.

➡️ Maka atas dasar ini, Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini bahwa iman itu bercabang-cabang, berbagi-bagi, dimana bisa sebagiannya hilang tapi sebagiannya lagi masih ada.

⚉ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata (dalam Majmu’ Fatawaa jilid 18/hal 270), “..dan keyakinan Ahlussunnah, bahwa iman itu berbagi-bagi, bercabang-cabang, dimana sebagiannya bisa hilang tapi sebagian lagi masih ada,
Sebagaimana dalam Hadits Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, 

يخرج من النار من كان في قلبه مثقال ذرة من إيمان

“akan keluar dari api neraka orang yang ada dihatinya sebesar biji sawi dari keimanan” (HR. Imam Bukhori dan Muslim)

Oleh karenanya, bahwa keyakinan Ahlussunnah, iman itu bertingkat-tingkat dan bercabang-cabang, dan inilah keyakinan Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad serta Ulama-Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang lainnya.”

➡️ Berarti cabang-cabang iman ini tidak satu derajat, tapi bertingkat-tingkat,
🔸ada yang merupakan pokok iman
🔸ada yang merupakan kewajiban iman
🔸ada yang merupakan kesempurnaan iman.

⚉ Ibnul Qoyyim rohimahullah berkata,
“cabang-cabang iman tersebut ada yang apabila hilang, hilanglah seluruhnya, seperti cabang dua kalimat syahadat, diantaranya ada yang tidak hilang dengan hilangnya cabang/sebagian tersebut, seperti menyingkirkan gangguan dari jalan.. dan ada juga diantara keduanya cabang-cabang yang derajatnya berbeda-beda..

Ada yang lebih mendekati cabang dua kalimat syahadat, ada yang lebih mendekati cabang menyingkirkan gangguan dari jalan, ada juga yang tengah-tengah” (Dalam Kitab Assholah hal 34)

➡️ Oleh karena itu keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah dalam masalah iman, iman itu bertambah dan berkurang.

Kita lanjutkan, in-syaa Allah..
.
Wallahu a’lam 🌴
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah #1

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Ini adalah pembahasan pertama dari kitab ini.
.
=======
.
🌿 Hakikat Iman Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah #1 🌿

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita sekarang masuk ke kitab baru..  yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, yang ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.

Kitab ini membahas tentang masalah kafir-mengkafirkan dan batasan-batasan serta kaidah-kaidahnya.

Sebuah kitab yang sangat kita butuhkan dizaman ini, karena dizaman ini kita lihat banyak orang yang sangat mudah mengkafirkan tanpa melihat batasan-batasannya.

Disini Beliau membuka dengan, pembahasan yang pertama, “yaitu tentang selayang pandang tentang hakikat iman menurut ahlussunnah dan firqoh-firqoh yang sesat, agar kita mengetahui perbedaan masalah iman menurut ahlussunnah dengan firqoh-firqoh sesat.”

Beliau akan memulai pembahasan dari sini dulu.
Beliau berkata, “manusia berbeda pendapat tentang hakikat iman yang Syar’i menjadi beberapa pendapat”

1⃣ Yang pertama adalah pendapat ahlussunnah wal jama’ah yang wajib kita yakini. Karena inilah yang diyakini oleh Rosulullah dan para sahabatnya, dan para Ulama-Ulama yang mengikuti mereka.

Kata Beliau:
“Ahlussunnah wal jama’ah meyakini bahwa iman adalah keyakinan dengan hati, ucapan dengan lisan dan amalan dengan anggota badan”

⚉ Imam Ahmad berkata, “Iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang” (Dalam Kitab Assunnah yang ditulis oleh Abdullah bin Imam Ahmad jilid 1 hal 307)

Disini Imam Ahmad mengatakan bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan. Ucapan adalah ucapan hati dan lisan. Sedangkan perbuatan mencakup perbuatan hati, perbuatan lisan dan perbuatan anggota badan.

⚉ Berkata Abu Bakar Ajurri dalam Kitab Beliau Assyari’ah Babul Iman (bab Al Iman).
Beliau menyebutkan dalam bab iman itu sebuah Bab keyakinan, “bab keyakinan bahwa iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, mengamalkan dengan anggota badan, dan tidak menjadi mukmin (maksudnya mukmin yang sempurna) kecuali dengan berkumpul padanya tiga perkara tersebut.” (Dalam Kitabu Syari’ah jilid 2, hal 611)

⚉ Berkata Al Hafiz Abu Bakar Al Ismail, ketika mensifati keyakinan ahlussunnah, beliau berkata, “Ahlusunnah berkeyakinan
Iman adalah ucapan, perbuatan dan keyakinan (pengetahuan).
Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.”
(Dalam Kitab ‘Itikot Ahlissunnah hal 39)

⚉ Berkata Abu Utsman Ismail Ashabuuny dalam Kitab Aqidatulsalaf wa Sahabul Hadits hal 264,
“Bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan dan ma’rifah.
(Ma’rifah yaitu pengetahuan atau keyakinan), bertambah dengan keta’atan dan berkurang dengan kemaksiatan.”

Kata Beliau,
“Ini adalah pendapat seluruh Ulama Salaf dari sahabat dan tabi’in
Dan juga pendapat para Ulama al Muhaqqiqin (yang mengikuti mahzab salaf).

Sebagaimana banyak diantara mereka menyatakan bahwa ini adalah ijma’, seperti Imam asy-Syafi’i rohimahullah. Beliau berkata, sebagaimana dinukil oleh Imam Ala Likail dalam syarah kitab Ushul Syarah Ushul Al ‘Itiqot Ahlissunnah jilid 5, hal 886-887,

⚉ Imam asy-Syafi’i berkata,
“Dan menjadi ijma para sahabat, tabi’in dan Ulama setelah mereka yang kami temui, bahwa iman adalah ucapan, perbuatan dan niat, dan tidak mencukupi salah satu dari yang lainnya.” artinya tidak mencukupi satu saja tanpa tiga tersebut, artinya tiga-tiganya harus terpenuhi.

Ini adalah merupakan keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah.

Dan kita lanjutkan nanti, in-syaa Allah
.
Wallahu a’lam 🌴
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul At Takfiir wa Dhowabithhu, tentang Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran, ditulis oleh Syaikh DR. Ibrahim ar-Ruhaili, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

.
Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – At Takfiir wa Dhowabithhu – Kaidah-Kaidah Dalam Pengkafiran
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

KITAB FIQIH – Tempat Mulainya Qoshor

Dari pembahasan Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA – Berapa Jarak Yang Boleh Kita Meng-Qoshor Sholat  – bisa di baca di SINI

=======

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah…

Kita lanjutkan..

⚉ TEMPAT YANG MULAI IA MENG-QOSHOR DARINYA

Jumhur ulama berpendapat bahwa meng-qoshor sholat itu dimulai ketika kita sudah berpisah dengan bangunan-bangunan kota, dia sudah mulai keluar kota dan bahwasanya itu adalah syarat.

Ibnul Mundzir berkata, “kami tidak mengetahui bahwa Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam meng-qoshor pada sesuatupun dari safarnya kecuali setelah keluar dari kota Madinah.”

Berkata Anas, “aku sholat zhuhur bersama Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam di Madinah 4 roka’at dan di Dzulhulaifah 2 roka’at.” (HR Bukhori)

Hal ini menunjukkan bahwa misalnya ketika kita misalnya mau pergi ke Bandung, kemudian kita sudah keluar dari kota Jakarta maka saat itu kita sudah boleh untuk mulai meng-qoshor.

Seorang musafir apabila pergi safar karena ada keperluan dan dia tidak tahu akan berapa lama tinggal disana dan diapun juga tidak ada niat untuk menetap disana, maka ia boleh terus meng-qoshor sampai pulang.

Berbeda tentunya kalau dia sudah tahu bahwa dia akan tinggal disana misalnya selama dua bulan atau selama setahun maka yang seperti ini hukumnya seperti hukum mukim kata para ulama, adapun kalau kita tidak tahu akan selesainya kapan makanya seperti ini hukumnya musafir.

Dari Jabir ia berkata, “Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam pernah tinggal di Tabuk 20 hari dan beliau terus meng-qoshor sholat selama 20 hari itu.” (HR Imam Ahmad)

Ibnu Qoyyim berkata, “Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam tidak pernah berkata kepada umatnya, jangan meng-qoshor sholat apabila tinggal lebih dari sekian sekian.. akan tetapi kebetulan Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam tinggal di Tabuk 20 hari dan beliau terus meng-qoshor sholat disana.”

Dari Ibnu ‘Abbas bahwa, “Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam pernah tinggal 19 hari dan beliau meng-qoshor dan kami apabila safar 19 hari kami meng-qoshor apabila lebih dari itu kami menyempurnakan” (ini pendapat Ibnu ‘Abbas).

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar pernah ke Adzarbaijan untuk berjihad di jalan Allah selama 6 bulan beliau meng-qoshor disana.

Disebutkan dalam kitab Ar-raudhotunnadiyyah jilid 1 hal 383, “dan pendapat kebanyakan para ulama bahwa seseorang terus meng-qoshor selama ia tidak ada niat untuk menetap”

Maka dari itu pendapat yang rojih/sh0hih tidak ada batasan selama seseorang mau pergi safar dimana ia tidak tahu akan berapa lama selesainya kebutuhan dia, maka pada waktu itu ia terus meng-qoshor diperbolehkan.
Misalnya seseorang mau pergi ke Eropa karena ada keperluan dan ia tidak tahu selesainya berapa hari, maka pada waktu itu ia terus meng-qoshor.

Adapun kalau ia mau pergi ke Jepang misalnya ia tahu ia akan tinggal disana misalnya selama setahun karena ditugaskan oleh kantornya maka seperti ini hukumnya hukum mukim, maka semenjak ia sampai disana ia tidak boleh meng-qoshor lagi.
.
Wallahu a’lam 🌻
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى 
.
.
Dari Kitab Fiqih Mausu’ah Muyassaroh, yang ditulis oleh Syaikh Hussain Al Uwaisyah, حفظه الله تعالى
.
.
ARTIKEL TERKAIT
Pembahasan Fiqih Mausu’ah Muyassaroh…
.
.
WAG Al Fawaid Al Ilmiyyah