Syarah Kitab Tauhid : 97 – 98 – 99

Simak penjelasan berikut oleh Ustadz Mizan Qudsiyah MA, حفظه الله تعالى

97.

98.

99.

.
ARTIKEL TERKAIT
Syarah Kitab Tauhid : 100 – 101 – 102
Syarah Kitab Tauhid : KUMPULAN ARTIKEL

MUTIARA SALAF : Tanda Orang Yang Faqih

Fudhail bin ‘Iyadh rohimahullah berkata,

إنما الفقيه الذي أنطقته الخشية وأسكتته الخشية، إن قال قال بالكتاب والسنة وإن سكت سكت بالكتاب والسنة، وإن اشتبه عليه شيء وقف عنده ورده إلى عالمه

“Sesungguhnya orang yang faqih adalah seseorang yang ketika dia berbicara maka didasari oleh rasa takut (kepada Allah), dan ketika diam pun juga dikarenakan rasa takutnya (kepada Allah)..

Ketika dia berbicara, maka dia berbicara di atas Alqur’an dan as-Sunnah, dan ketika dia diam, maka diamnya pun juga di atas Alqur’an dan as-Sunnah..

Dan jika ada perkara yang samar baginya, maka dia berhenti dan mengembalikannya kepada ulama..”

[ Thobaqoot Al-Hanaabilah II – 150 ]

* FAQIH : adalah pemahaman tentang Tauhid yang benar, serta hal-hal yang berkaitan dengan syari’at Allah secara umum, berlandaskan Alqur’an dan Hadits yang shohih sesuai dengan pemahaman salaafush sholih, bukan hawa nafsu semata.

ARTIKEL TERKAIT
Mutiara Salaf – KOMPILASI ARTIKEL

MUTIARA SALAF : Pahala Sholat Anda

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah mengatakan,

وَالْعَبْدُ وَإِنْ أَقَامَ صُورَةَ الصَّلَاةِ الظَّاهِرَةَ فَلَا ثَوَابَ إلَّا عَلَى قَدْرِ مَا حَضَرَ قَلْبُهُ فِيهِ مِنْهَا، كَمَا جَاءَ فِي السُّنَنِ لِأَبِي دَاوُد، وَغَيْرِهِ: عَنْ {النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: إنَّ الْعَبْدَ لَيَنْصَرِفُ مِنْ صَلَاتِهِ وَلَمْ يُكْتَبْ لَهُ مِنْهَا إلَّا نِصْفُهَا، إلَّا ثُلُثُهَا، إلَّا رُبْعُهَا، إلَّا خُمُسُهَا، إلَّا سُدُسُهَا، إلَّا سُبُعُهَا، إلَّا ثُمُنُهَا، إلَّا تُسْعُهَا، إلَّا عُشْرُهَا}. وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لَيْسَ لَك مِنْ صَلَاتِك إلَّا مَا عَقَلْتَ مِنْهَا

“Seorang hamba, meskipun dia telah melakukan bentuk sholat secara lahiriah, namun dia tidak mendapatkan pahala kecuali sesuai kadar kehadiran kalbunya saat sholat..

Sebagaimana diriwayatkan dalam Sunan Abi Dawud dan selainnya, dari Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Seorang hamba, dia selesai dari sholatnya, padahal tidak dituliskan pahala baginya kecuali :
– setengahnya,
– sepertiganya,
– seperempatnya,
– seperlimanya,
– seperenamnya,
– sepertujuhnya,
– seperdelapannya,
– sepersembilannya, atau
– sepersepuluhnya..”

Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhumaa juga mengatakan, “Engkau tidak mendapatkan pahala dari sholatmu kecuali apa yang engkau pahami..”

[ Majmu’ Fatawa Syaikhil Islam 32 – 217 ]

ARTIKEL TERKAIT
Mutiara Salaf – KOMPILASI ARTIKEL

MUTIARA SALAF : Zaman Tidak Akan Tetap Di Atas Satu Keadaan

Ibnul Jauzi rohimahullah berkata,

اعلم أن الزمان لا يثبت على حال،كما قال الله عز وجل: ﴿وتلك الأيام نداولها بين الناس﴾
‏فتارة فقر،
‏وتارة غنى،
‏وتارة عز،
‏وتارة ذل،
‏وتارة يفرح الموالي،
‏وتارة يشمت الأعادي،
‏فالسعيد من لازم أصلًا واحدًا على كل حال وهو تقوى الله عز وجل”

“Ketahuilah bahwa zaman itu tidak akan tetap di atas satu keadaan.. Sebagaimana firman Allah, ‘Itulah hari-hari Kami silih bergantikan kepada manusia..’

terkadang fakir..
terkadang kaya..
terkadang mulia..
terkadang terhina..
terkadang gembira..
terkadang ditertawakan musuh..

Orang yang bahagia itu (adalah) orang yang selalu memegang satu keadaan..
Yaitu takwa kepada Allah ‘Azza wajalla..”

(Shoidul Khothir hal 137)

Diterjemahkan oleh,
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى

ARTIKEL TERKAIT
Mutiara Salaf – KOMPILASI ARTIKEL

Biasakanlah Berterima Kasih Kepada Saudara Sesama Muslim Yang Telah Berbuat Baik Kepada Kita

Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

“Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih pada manusia..”

[ HR. Abu Daud no. 4811 ]
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1. Siapa yang biasa tidak tahu terima kasih pada manusia yang telah berbuat baik padanya, maka ia juga amat sulit bersyukur pada Allah.

2. Allah tidaklah menerima syukur hamba sampai ia berbuat ihsan (baik) dengan berterima kasih pada orang yang telah berbuat baik padanya.

3. Perintah untuk pandai bersyukur.

4. Pemberi nikmat hakiki adalah Allah dan manusia yang berbuat baik adalah sebagai perantara dalam sampainya kebaikan.

Maka, jadilah manusia yang pandai berterima kasih, lebih-lebih kepada orang tua, guru dan setiap yang telah memberikan berbagai kebaikan pada kita.

ref : https://rumaysho.com/3406-tidak-tahu-berterima-kasih.html

● Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda,

“Barangsiapa diberi suatu kebaikan, lalu ia mengucapkan kepada orang yang memberi kebaikan tersebut, ‘jazaakallahu khoyron (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sesungguhnya hal itu sudah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya..”

[ HR. at-Tirmidzi ]
Shohiih at-Targhib wat-Tarhib 969

● ‘Umar bin Al Khoththob rodhiyallahu ‘anhu mengatakan,

“Seandainya salah seorang dari kalian mengetahui apa yang dia dapatkan ketika mengucapkan kepada saudaranya ‘jazaakallahu khoyron’ (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan),
niscaya sebagian kalian akan banyak mengucapkannya kepada yang lain..”

[ Mushonnaf Ibni Abi Syaibah no 27050 ]

Kalimat terima kasih serta do’anya dalam syari’at itu berbeda tergantung gender dan jumlah, sbb :

jazaakallahu khoyron – kepada satu pria

jazaakillahu khoyron – kepada satu wanita

jazaakumallahu khoyron – kepada 2 laki atau 2 wanita

jazaakumullohu khoyron – kepada lebih dari 2 pria

jazaakunnallahu khoyron – kepada lebih dari 2 wanita

contoh:
– saat ayah/suami memberikan nasehat/uang belanja, atau saat anak laki mengerjakan perintah kita, maka ucapkanlah ‘jazaakallahu khoyron..’

– saat ibu/istri/anak perempuan kita menyiapkan sarapan, membersihkan rumah dll, maka ucapkanlah ‘jazaakillahu khoyron..’

namun janganlah dipotong jadi “jazaakallahu” saja karena:

1. kalimat tsb belum lengkap dan belum sesuai yang diajarkan oleh Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam, sebagaimana yang terdapat dalam hadits yaitu mengucapkan “jazaakallahu khoyron” yang artinya “semoga Allah membalasmu dengan kebaikan/khoyron”

2. kalimat “jazaakallah” saja itu artinya “semoga Allah membalasmu..” tapi membalasmu itu dengan apa..? keburukan atau kebaikan.. tentunya kita ingin mendo’akan kebaikan, maka ucapkanlah sesuai yang diajarkan oleh Rosulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam, yaitu “jazaakallahu khoyron..”

Lalu bagaimana kalimatnya bila orang yang berbuat baik sama kita TIDAK berada dihadapan kiita..? kita ucapkan (do’akan) sbb:

jazaahullahu khoyron – kepada satu pria

jazaahallahu khoyron – kepada satu wanita

jazaahumallahu khoyron – kepada 2 laki atau 2 wanita

jazaahumullohu khoyron – kepada lebih dari 2 pria

jazaahunnallahu khoyron – kepada lebih dari 2 wanita

Wallaahu ta’ala a’lam

Syarah Kitab Tauhid : 94 – 95 – 96

Simak penjelasan berikut oleh Ustadz Mizan Qudsiyah MA, حفظه الله تعالى

94.

95.

96.

.
ARTIKEL TERKAIT
Syarah Kitab Tauhid : 97 – 98 – 99
Syarah Kitab Tauhid : KUMPULAN ARTIKEL

MUTIARA SALAF : Pandai Debat Bukanlah Tanda Berilmu

Ibnu Rojab Al Hambali rohimahullah berkata,

وقد فتن كثير من المتأخرين بهذا فظنوا أن من كثر كلامه وجداله وخصامه في مسائل الدين فهو أعلم ممن ليس كذلك. وهذا جهل محض. وانظر إلى أكابر الصحابة وعلمائهم كأبي بكر وعمر وعلي ومعاذ وابن مسعود وزيد بن ثابت كيف كانوا. كلامهم أقل من كلام ابن عباس وهم أعلم منه وكذلك كلام التابعين أكثر من كلام الصحابة والصحابة أعلم منهم وكذلك تابعوا التابعين كلامهم أكثر من كلام التابعين والتابعون أعلم منهم. فليس العلم بكثرة الرواية ولا بكثرة المقال ولكنه نور يقذف في القلب يفهم به العبد الحق ويميز به بينه وبين الباطل ويعبر عن ذلك بعبارات وجيزة محصلة للمقاصد.

Banyak dari orang-orang belakangan terjerumus ke dalam kesalahan ini. Mereka menyangka bahwa orang yang banyak bicara, debat, dan argumentasi pada masalah agama, maka mereka ini lebih berilmu daripada yang tidak. Ini adalah murni kebodohan.

● Lihatlah kepada para senior dan ulama shahabat, seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Ali, Mu’adz, Ibnu Mas’ud, dan Zaid bin Tsabit, bagaimana kondisi mereka..? Ucapan mereka lebih sedikit daripada ucapan Ibnu ‘Abbas, padahal mereka lebih berilmu daripada Ibnu ‘Abbas.

● Begitu pula, ucapan para tabi’in lebih banyak daripada ucapan para shahabat, padahal para shahabat lebih berilmu dari mereka.

● Begitu pula, ucapan tabiut tabi’in lebih banyak daripada ucapan para tabi’in, padahal para tabi’in lebih berilmu dari mereka.

Ilmu itu tidak diukur dari banyaknya riwayat atau banyaknya ucapan. Akan tetapi, itu adalah sebuah cahaya yang Allah berikan pada kalbu.

Dengannya, seorang hamba bisa mengetahui kebenaran. Dengan itu juga, dia bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Dan dia ungkapkan dengan ungkapan yang ringkas namun menyampaikan maksudnya.

(Bayan Fadhli Ilmis Salaf – Ibnu Rojab 57-58)

ARTIKEL TERKAIT
Mutiara Salaf – KOMPILASI ARTIKEL

Jangan Fitnah Diri Sendiri

Allah Ta’ala berfirman:

يُنَادُونَهُمْ أَلَمْ نَكُن مَّعَكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ وَلَـٰكِنَّكُمْ فَتَنتُمْ أَنفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَارْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ حَتَّىٰ جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ وَغَرَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ’

“Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin), “Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kalian..?” Mereka menjawab: “Benar, tetapi kalian menfitnah diri kalian sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kalian ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kalian telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu..” (Al-Hadid – 14)

Ibnu Katsir rohimahullah berkata,

“Sebagian salaf menafsirkan makna memfitnah diri kalian sendiri yaitu memfitnah diri dengan kelezatan dunia, maksiat dan syahwat..” (Tafsir Ibnu Katsir)

Namun kita lebih senang memfitnah diri kita sendiri..
Dengan kenikmatan syahwat dunia..
Sehingga menunda nunda taubat..
Membuat jiwa lebih tentram dengan kelezatan syahwat dibanding kelezatan taat..

Maka jagalah diri kita dari api neraka..
Jangan campakkan ia dalam fitnah dunia..

Penulis,
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى

Ketika Allah Menginginkan Kebaikan Kepada Seorang Hamba

Sungguh kagum melihat seorang yang banyak kebaikannya dan jasanya untuk umat namun ia tak pernah mengungkitnya di hadapan manusia apalagi di sosial media..

Jadi ingat perkataan Ibnul Qoyyim rohimahullah, beliau berkata:

فإن الله إذا أراد بعبد خيراً سلبه رؤية أعماله الحسنة من قلبه والإخبار بها من لسانه ، وشغله برؤية ذنبه ، فلا يزال نصب عينيه حتى يدخل الجنة ، فإن ما تقبل من الأعمال
رفع من القلب رؤيته ومن اللسان ذكره .

“Sesungguhnya Allah apabila menginginkan kebaikan kepada seorang hamba, dijadikan hatinya tak mengingat amal amal kebaikannya, dan dijadikan lisannya tak ingin mengabarkan amalnya kepada manusia. Allah jadikan ia sibuk mengingat dosa dosanya..

Senantiasa dosa itu berada di pelupuk matanya hingga ia masuk surga. Karena tanda amal diterima itu adalah menjadikan hati tak mengingatnya dan lisan tak mengabarkannya..”

(Lihat kitab Thoriqul Hijrotain hal. 169-172)

Ditulis oleh,
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى

ARTIKEL TERKAIT
Mutiara Salaf – KOMPILASI ARTIKEL

Status Puasa 11 Al Muharrom

● Imam an-Nawawi rohimahullah berkata :

“Para sahabat kami dan lainnya berpendapat sunnah puasa ‘Asyuro (hari ke 10 Al Muharrom) dan puasa Tasu’a (hari ke 9 Al Muharrom)..”
(lihat al-Majmu’ VI/383).

Adapun untuk hadits “Berpuasalah sehari sebelumnya (tanggal 9) dan sehari sesudahnya (tanggal 11)..” ADALAH HADITS YANG DHO’IIF karena ada rowi yang bernama Dawud bin Ali.

● Ibnu Hibban rohimahullah berkata : “Dia sering keliru..”

At-Tirmidzi rohimahullah meriwayatkan 1 hadits darinya dan ia menjadikan haditsnya hadits yang ghorib.

● Imam adz-Dzahabi rohimahullah berkata : “Haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah..” dan cacat yang lain yaitu adanya rowi yang bernama Muhammad bin Abdurrohman bin Ali Ya’la.

● Imam Ahmad rohimahullah berkata : “Dia perowi yang buruk hafalannya dan haditsnya muththorib (tidak menentu pada matannya).,” begitu pula perkataan Syu’bah, Ibnu Hibban dll.

Hadits ini telah dianggap dho’iif oleh Imam al-Albani rohimahullah di dalam kitabnya Dho’iiful Jaami’ ash-Shoghiir no.3506, Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam Ta’liq Musnad Imam Ahmad IV/52, al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaaid III/191, asy-Syaukani dalam Nailul Author IV/330, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolaani dll.

👉 Oleh karena itu, maka TIDAK ADA PENAMBAHAN PUASA 11 AL MUHARROM SEBAGAI RANGKAIAN PUASA ‘ASYURO, tetapi cukup hanya tanggal 9 dan 10 Al Muharrom saja sebagaimana pendapat mayoritas ulama.

👉 Namun lemahnya hadis yang menganjurkan puasa tanggal 11 Al Muharrom, tidaklah menunjukkan bahwa puasa di tanggal ini hukumnya terlarang. Puasa di bulan Al Muharrom secara umum sangat dianjurkan, jadi bila seandainya ingin puasa juga tanggal 11 Al Muharrom, MAKA NIATNYA UNTUK PUASA AL MUHARROM SAJA SECARA UMUM..’ Wallahu a’lam

Definisi para Ulama tentang Hadits munkar :

PERTAMA : yaitu sebuah hadits dengan perowi tunggal yang banyak kesalahan atau kelalaiannya, atau nampak kefasiqannya atau lemah ke-tsiqahannya.

KEDUA : yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat perowi yang tsiqah (terpercaya).

  • ref : Ustadz DR. Sufyan Baswedan MA, حفظه الله تعالى 

Menebar Cahaya Sunnah