Pengaruh Yang Luar Biasa

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

Kata ini (Laa haula walaa quwwata illaa billah) memiliki pengaruh yang ajaib dalam :

– menghadapi situasi sulit agar tahan banting,
– tatkala menemui para penguasa dan orang-orang yang ditakuti,
– menghadapi keadaan pelik, dan juga
– mempunyai pengaruh yang menakjubkan dalam menghindari kefaqiran.

( Al Wabilus Shoib hal.77 )

Nasehatilah Aku

Harim bin Hayyan pernah berkata kepada Uwais Al Qorni rohimahullah, ‘nasehatilah aku..’ maka beliau menjawab,

تَوَسَّدِ الْمَوْتَ إِذَا نِمْتَ، وَاجْعَلْهُ نَصْبَ عَيْنَيْكَ، وَإِذَا قُمْتَ فَادْعُ اللّٰهَ أَنْ يُصْلِحَ لَكَ قَلْبَكَ وَنِيَّتَكَ، فَلَنْ تُعَالِجَ شَيْئَا أَشَدُّ عَلَيْكَ مِنْهُمَا، بَيْنَا قَلْبُكَ مَعَكَ وَنِيَّتُكَ إِذَا هُوَ مُدْبِرٌ، وَبَيْنَا هُوَ مُدْبِرٌ إِذَا ه‍ُوَ مُقْبِلٌ، وَلَا تَنْظُرْ فِيْ صِغَرِ الْخَطِيْئَةِ، وَلَكِنِ انْْظُرْ إِلَى عَظَمَةِ مَنْ عَصَيْتَ

– Jadikanlah kematian sebagai bantalmu saat engkau tidur, dan jadikan ia di pelupuk matamu.

– Jika engkau bangun, berdo’alah kepada Allah untuk memperbaiki hati dan niatmu. Engkau tidak akan pernah mampu mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati hati dan niat.

Adakalanya hatimu bersamamu tetapi niatmu berpaling darimu, dan adakalanya hatimu berpaling namun niatmu datang menghampiri.

– Janganlah engkau melihat pada kecilnya dosa tetapi lihatlah kepada keagungan Dzat yang engkau maksiati.

( Shifat Ash-Shofwah – 111/55 )

Ucapan Bila Melihat Hal Yang Menakjubkan

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahullah berkata,

● Jika seseorang melihat sesuatu yang menakjubkan pada hartanya, hendaknya ia mengucapkan,

ما شاء الله لا قوة إلا بالله .

MAASYAA ALLAH LAA QUWWATA ILLAA BILLAAH | Ini adalah kehendak Allah, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah..”

Seperti kisah pemilik dua kebun (dalam surat Al-Kahfi 39) ketika berkata kepada sahabatnya,

“Duhai seandainya tatkala kamu masuk kebunmu kamu mengatakan,

ما شاء اللهُ لا قوَّة إلاَّ بالله

Maasyaa Allah laa quwwata illaa billah | Sungguh atas kehendak Allah semua itu terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah..”

Ini diucapkan ketika melihat sesuatu (yang menakjubkan) dalam hartanya.

● Jika melihat sesuatu yang menakjubkan pada harta orang lain hendaknya ia mengucapkan,

بارك الله عليه

BAAROKALLAHU ‘ALAYHI | Semoga Allah memberkahi atasnya..”

● Jika ia melihat sesuatu yang menakjubkan dari perkara dunia, hendaknya mengucapkan,

لبيك إن العيش عيش الآخرة

LABBAYKA INNAL ‘AISYA ‘AISYUL AAKHIROH | Saya penuhi panggilan-Mu, sesungguhnya tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat..”

Sebagaimana dahulu Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam mengucapkan,

لبيك

“labbayka | Kami penuhi panggilan-Mu..” lalu beliau mengucapkan,

إن العيش عيش الآخرة

“Innal ‘aisya ‘aisyul aakhiroh | Sesunguhnya tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat..” (HR. Al Bukhari no. 2834)

Agar bisa menentramkan jiwanya bahwasanya dunia ini bagaimanapun (indahnya) ia pasti akan sirna. Tidak ada kehidupan (hakiki) padanya. Sesungguhnya kehidupan hakiki hanyalah di akhirat.

( Fatawa Nur ala Ad-Darbi 623 )

Jangan Membenci Orang Yang Mengingatkan Kekeliruanmu

Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi rohimahullahu ta’ala berkata,

Adalah Salafush-sholih itu, mereka sangat mencintai orang-orang yang mengingatkan kepada mereka atas dosa dan keburukan yang mereka kerjakan.

Sedangkan kita saat ini pada umumnya, manusia yang paling kita benci adalah seseorang yang memberi tahu kepada kita aib dan dosa yang kita kerjakan..!

Ini adalah pertanda lemahnya iman..!
Karena akhlak yang buruk -dan dosa- itu seperti kalajengking..!

Kalaulah ada seseorang yang memberi tahu kepada kita bahwa dibalik pakaian kita ada seekor kalajengking, niscaya akan kita beri kepadanya sanjungan (atas perhatiannya kepada kita) dan akan segera kita bunuh hewan tersebut.

Padahal akhlak yang jelek -dan dosa- itu lebih berbahaya daripada kalajengking..! sebagaimana (bahaya dosa itu sendiri) tidak lagi tersembunyi lagi bagi kita.

( Mukhtashor Minhajil Qoshidin 196 )

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

قَــالَ بن قدامة المقدسي – رحمه الله -:

« وقد كان السلف يحبون من يُنبههم على عيوبهم، ونحن الآن في الغالب أبغض الناس إلينا من يعرفنا عيوبنا.

←وهذا دليل على ضعف الإيمان، فإن الأخلاق السيئة كالعقارب، لو أن منبهاً نبهنا على أن تحت ثوبِ أحدنا عقربــاً لتقلدنــا له منة، واشتغلنا بقتلها، والأخلاق الرديئة أعظم ضرراً من العقــرب على ما لا يخــفى “

[مختصر منهاج القاصدين(ص196)]

Manakah Diantara Kedua Dzikir Ini Yang Dibaca Sebelum Tidur..?

PERTANYAAN

Assalamu’alaykum Ustadz, semoga Allah menjaga antum dan keluarga, aamiin.

Afwan Ustadz, izin bertanya, ada 2 poster dzikir sebelum tidur berdasarkan hadits yang sama .. namun ada sedikit perbedaan diantara ke 2 dzikir tersebut .. di salah satu dzikir, setelah kalimat LAA HAWLA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAH ada tambahan AL ‘ALIYYIL ‘AZHIIM .. sedangkan yang satunya tidak ada.

Manakah diantara keduanya yang dibaca sebelum tidur..?

JAWABAN

Berikut adalah jawaban Ustadz Dr. Sufyan Baswedan MA, حفظه الله تعالى

Sebagaimana yang dijelaskan dalam audio diatas, DZIKIR SEBELUM TIDUR YANG LEBIH SESUAI SUNNAH –> YANG ADA TAMBAHAN –> AL ‘ALIYYIL ‘AZHIIM ⬇️

Memuji Allah Sebelum Tidur Dengan Pujian Seluruh Makhluk

Simak penjelasan haditsnya berikut ini oleh Ustadz Mizan Qudsiyah MA, حفظه الله تعالى .. Lafazh dzikirnya bisa dilihat dibawahnya.

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rosulullah shollallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

“Barangsiapa mengucapkan ketika hendak tidur (menuju kasur/tempat tidurnya) :

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ كَفَانِيْ وَآوَانِيْ ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِيْ وَسَقَانِيْ ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ مَنَّ عَلَيَّ فَأَفْضَلَ

ALḤAMDU LILLAAHIL-LADZII KAFAANII WA AAWAANII (segala puji bagi Allah yang telah mencukupi diriku dan melindungiku)

ALḤAMDU LILLAAHIL-LADZII ATH-‘AMANII WA-SAQOONII (segala puji bagi Allah yang telah memberikan kepadaku makan dan memberikan kepadaku minum)

ALḤAMDU LILLAAHIL-LADZII MANNA ʿALAYYA FA-AFḌHOLA (segala puji bagi Allah yang telah memberikan kepadaku karunia yang penuh dengan keutamaan dan kelebihan)

Maka sungguh ia telah memuji Allah dengan pujian seluruh makhluk..”

(HR. Al Baihaqi – hadits hasan)

===

Dalam riwayat lainnya, dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, bahwa apabila Rosulullah shollallahu ‘alayhi wasallam akan tidur, beliau mengucapkan,

الحَمْدُ للهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا ، وكفَانَا وآوانَا ، فَكَمْ مِمَّنْ لاَ كَافِيَ لَهُ وَلاَ مُئْوِيَ

ALHAMDU LILLAAHIL-LADZII ATH-’AMANAA WA-SAQOONAA (segala puji bagi Allah yang telah memberikan kepada kami makan dan memberikan kepada kami minum)

WA KAFAANAA WA AAWAANAA
(dan telah mencukupi kami dan melindungi kami)

FAKAM MIMMAN LAA KAAFIYA LAHU WA LAA MU’WIYA (betapa banyak orang yang tidak memiliki kecukupan dan perlindungan)

(HR. Muslim no. 2715)

Hukum Mengganti Hutang Puasa Orang Yang Telah Wafat

PERTANYAAN

Assalamu’alaykum Ustadz, shobaahul khayr, semoga Allah menjaga antum serta keluarga, aamiin.

Afwan Ustadz mengganggu waktunya, izin bertanya, ada teman yang mungkin 10 tahun terakhir puasa Romadhon nya bolong bolong bahkan mungkin gak puasa Romadhon sama sekali.

Setelah sakit parah sebulan lalu, setelah keluar RS, dia terlihat taubat, dia minta maaf ke ibunya, saudara-saudaranya dan keluarganya, ia rajin sholat berjama’ah di masjid dekat rumahnya .. lalu dia wafat beberapa hari lalu.

Pertanyaannya, bagaimana dengan hutang puasa Romadhon nya yang selama ini ditinggalkan, apakah harus di qodho oleh ahli warisnya atau bayar fidyah..?

Syukron Ustadz.

JAWABAN

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Shobahun nuur, jazakallahu khair atas do’anya. Semoga Allah juga senantiasa menjaga Anda dan keluarga, aamiin.

Pertanyaan ini penting dan semoga Allah memberikan keberkahan kepada Anda yang peduli dengan keadaan teman Anda yang telah wafat. Berikut penjelasannya:

HUTANG PUASA RAMADHAN YANG DITINGGALKAN

1. Hukum Mengganti Puasa Orang yang Telah Wafat

Para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana menyelesaikan hutang puasa orang yang telah wafat:

– Pendapat mayoritas ulama (termasuk madzhab Syafi’i, Hambali, dan sebagian Hanafiyah): Disunnahkan bagi ahli waris untuk mengganti puasa yang ditinggalkan almarhum jika memungkinkan, berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam:

“Barangsiapa meninggal dunia dan masih memiliki hutang puasa, maka walinya (ahli warisnya) boleh menggantikan puasanya..” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Namun, ini tidak wajib, melainkan bersifat anjuran.

– Pendapat Madzhab Maliki dan sebagian ulama Hanafiyah: Hutang puasa tidak dapat diganti oleh orang lain, tetapi cukup dengan membayar fidyah.

2. Ketentuan Praktis dalam Kasus Ini
Mengingat teman Anda telah meninggalkan banyak puasa dalam waktu yang lama (sekitar 10 tahun):

Jika ahli waris merasa berat untuk menggantikan seluruh puasanya, maka solusinya adalah membayar fidyah.

Fidyah dibayarkan dengan memberikan makanan kepada fakir miskin, satu mudd (sekitar 0,75 kg bahan pokok seperti beras) untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.

3. Bagaimana Jika Tidak Diketahui Jumlah Pastinya..?

Jika tidak diketahui secara pasti jumlah hari puasa yang ditinggalkan, maka ahli waris memperkirakan dengan sebaik-baiknya. Contoh: jika dalam 10 tahun dia hanya berpuasa 1-2 tahun, maka diasumsikan dia meninggalkan sekitar 8 tahun puasa (8 × 30 hari = 240 hari).

Maka fidyah yang harus dikeluarkan adalah sebanyak 240 × 0,75 kg = 180 kg beras, yang dibagikan kepada fakir miskin.

4. Bagaimana Jika Tidak Ada Ahli Waris yang Mampu..?

Jika ahli waris tidak mampu membayar fidyah atau menggantikan puasanya, maka hal ini dikembalikan kepada Allah ﷻ. Semoga amal taubat dan kebaikan almarhum diterima oleh Allah, dan kekurangan-kekurangan ibadahnya dimaafkan.

NASIHAT TAMBAHAN

Perubahan yang dilakukan oleh teman Anda sebelum wafat menunjukkan tanda-tanda husnul khatimah, insyaAllah. Allah Maha Penerima Taubat, sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang..” (QS. Az-Zumar: 53)

Semoga Allah menerima amal ibadahnya dan mengampuni kekurangannya. Wallahu a’lam bish-shawab.

Dijawab oleh,
Ustadz Dr. Sufyan Baswedan MA, حفظه الله تعالى

Sifat Orang Yang Bahagia Dan Orang Yang Celaka

Ibnul Qoyyim rohimahullah berkata,

والله سبحانه وصف أهل السعادة بالإحسان مع الخوف، ووصف الأشقياء بالإساءة مع الأمن .
‏ومن تأمل أحوال الصحابة رضي الله عنهم وجدهم في غاية العمل مع غاية الخوف .
‏ونحن جمعنا بين التقصير – بل التفريط – والأمن !

Allah mensifati orang yang bahagia sebagai orang yang selalu berbuat ihsan disertai rasa takut.

Dan mensifati orang yang celaka sebagai orang yang berbuat buruk disertai rasa aman.

Siapapun yang memperhatikan keadaan para shahabat akan mendapati bahwa mereka berada pada puncak amal disertai rasa takut.

Sedangkan kita mengumpulkan sikap meremehkan dengan merasa aman.

(Addaa Waddawaa 1/91)

Diterjemahkan oleh,
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى

Saudara Yang Sebenarnya

Al-Imam Ibnu Hibban rohimahullah berkata,

والإخوان يُعرفون عند الحوائج؛ لأن كل الناس في الرخاء أصدقاء، وشرُّ الإخوان الخاذل لإخوانه عند الشدة والحاجة.

Saudara yang sebenarnya diketahui pada saat dia memiliki banyak kebutuhan (tuntutan masalah). Sebab, semua orang menjadi teman ketika dalam keadaan senang.

Seburuk-buruk saudara adalah yang menelantarkan saudaranya ketika dia sedang kesusahan dan membutuhkan.

( Roudhotul Uqola’ – hlm. 221 )

Jangan Balas Kenikmatan Dengan Keburukan

Al-Imam Ibnul Qoyyim rohimahullah berkata,

فإن الكريم لا يعامل بالإساءة من أحسن إليه. وإنما يفعل هذا لئام الناس. فليمنعه مشهد إحسان الله ونعمته عن معصيته حياء منه أن يكون خير الله وإنعامه نازلا إليه، ومخالفاته ومعاصيه وقبائحه صاعدة إلى ربه. فملك ينزل بهذا وملك يعرج بهذا، فأقبح بها من مقابلة!

Sesungguhnya, orang yang mulia tidak akan membalas Dzat yang telah berbuat baik kepadanya dengan keburukan. Yang melakukan hal itu hanyalah seburuk-buruk manusia.

Oleh sebab itu, merenungi kebaikan dan nikmat Allah akan menghalanginya untuk bermaksiat kepada-Nya. Dia malu jika kebaikan dan nikmat Allah turun kepadanya, namun di saat yang sama pelanggaran, kemaksiatan, dan keburukannya naik ke hadapan Robbnya.

Renungkanlah :
– malaikat turun kepadanya dengan membawa nikmat-nikmat untuknya, lalu
– malaikat lain naik dengan membawa dosa-dosanya

Betapa buruknya balasan yang dia berikan (kepada Robb-Nya).

(‘Uddatush Shobirin, hlm 102 )

Menebar Cahaya Sunnah