Ust. Sufyan Basweidan, MA حفظه الله تعالى
Sekarang, cinta Rasul kebanyakan hanyalah slogan yang sulit dicari
wujudnya di lapangan. Cinta Rasul sering kali diidentikkan dengan
shalawatan, perayaan Maulid Nabi, isra’ mi’raj, dan yang sejenisnya.
Sekarang, orang yang dianggap cinta Rasul ialah mereka yang
mengagungkan beliau dengan bertawassul kepadanya dalam do’a. Atau mereka yang mengirimkan Al Fatehah kepada beliau, atau mereka yang menggelari beliau dengan gelar yang bermacam-macam: seperti Sayyidina, Habibina, dan lain-lain.
Sekarang, ‘Cinta Rasul’ merupakan judul kaset yang sering kita dengar
di mana-mana… yang dinyanyikan oleh pria dan wanita, tua dan muda…
semua merasa khusyuk ketika melantunkan kata-kata: Shalaatullaah
salaamullaah… ‘alal habiibi Rasuulillaah…
Akan tetapi jangan tanya soal sunnah beliau kepada mereka… karena mereka akan menjawab bahwa yang mereka lakukan tadilah yang namanya sunnah. Cinta Rasul kini telah berubah menjadi klaim yang diperebutkan setiap golongan. Cinta Rasul yang dahulu diwujudkan dengan ittiba’
kepadanya, kini semakin luas maknanya hingga mencakup bid’ah segala.
Menurut mereka, perayaan maulid, isra’ mi’raj, shalawatan, dan yang
sejenisnya merupakan perwujudan nyata akan kecintaan seseorang kepada Nabinya. Sehingga otomatis bila ada orang yang mengingkari hal-hal semacam itu, serta-merta dituduhlah ia sebagai orang yang tidak cinta Rasul, atau wahhabi, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, mereka berusaha mencari ‘pembenaran’ –dan bukannya kebenaran– atas apa yang selama ini mereka lakukan. Mereka berusaha meyakinkan bahwa apa yang mereka lakukan selama ini tidaklah bertentangan dengan sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Mereka mengumpulkan sebanyak mungkin ‘dalil’ (baca: syubhat) untuk
melegitimasi praktik ‘sunnah’ (baca: bid’ah) mereka.
(Ustadz Sufyan Basweidan, MA حفظه الله تعالى )