Menafkahi Anak Dan Istrinya Merupakan Ibadah Yang Berpahala

Ustadz Muhammad Wasitho, Lc, MA, حفظه الله تعالى

» Dari Sa’ad bin Abu Waqqash Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia memberitahukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ .

Artinya: “Sesungguhnya tidaklah engkau menafkahkan sesuatu dengan niat untuk mencari wajah Allah (ridho-Nya), melainkan engkau diberi pahala karenanya, sampai pun apa yg engkau berikan ke mulut isterimu (juga akan diberi pahala oleh Allah, pent).” (Hadits SHOHIH. Diriwayatkan oleh imam al-Bukhari (no. 1295) & Muslim (no. 1628), dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallaahu ‘anhu).

BEBERAPA PELAJARAN PENTING DAN FAEDAH ILMIYAH DARI HADITS INI:

1. Memberi nafkah kepada keluarga (anak dan isteri) adalah kewajiban di pundak seorang ayah atau suami.

» Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (artinya):
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya: “…Dan kewajiban ayah menanggung nafkah & pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya.”. (QS. Al-Baqarah: 233).

2. Menerima nafkah dari seorang suami tidaklah merendahkan martabat seorang istri karena memang ia berhak mendapatkan nafkah tsb atas tugas dan pekerjaannya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak di dlm rumah secara khusus.

3. Setiap suami dan istri berkewajiban menjalankan tugas-tugasnya, dan masing-masing dari mereka akan mendapatkan pahala dari Allah atas pekerjaan n tugasnya itu.

4. Berbuat baik kepada istri dan anak-anak dengan harta, perkataan n perbuatan merupakan ibadah yg berpahala jika benar-benar dilandasi dengan niat yg baik n ikhlas karena mengharap ridho Allah Ta’ala semata.

5. Niat yg baik dan ikhlas karena Allah semata dapat merubah segala aktifitas dan rutinitas sehari-hari yg bersifat wajib spt mencari nafkah, ataupun yg berfisat mubah spt makan, minum, berpakaian, tidur, mandi dsb menjadi ibadah yg berpahala.

» Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Sesungguhnya amalan-amalan itu bergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh sesuai dgn apa yg diniatkannya.” (HR. Imam Al-Bukhari dan Muslim).

» Dan juga berdasarkan hadits shohih dari Abu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

« إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةً يَحْتَسِبُهَا فَهِيَ لَهُ صَدَقَةٌ ».

Artinya: “Apabila seorang lelaki (ayah atau suami) menafkahi keluarganya dengan niat mencari pahala (dari Allah), maka nafkahnya itu dihitung sebagai shodaqoh baginya.” (Hadits SHOHIH. Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari no.55, dan Muslim no.1002).

» Dan juga berdasarkan hadits shohih di atas dari Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiyallahu anhu.

6. Seseorang akan diberi pahala oleh Allah atas pemberian nafkahnya kpd anak n istrinya dengan syarat profesi dan penghasilannya adalah HALAL n BAIK menurut syari’at Islam. Sebab, jika profesi dan penghasilannya haram, maka apapun yg ia infakkan darinya tidak akan diterima n diberi pahala oleh Allah, karena Allah hanya menerima ibadah yg ikhlas dan infaq yg dikeluarkan dari harta yg halal.

» Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah itu Dzat yg Maha Baik (suci), Dia tidak menerima apapun kecuali yg baik (suci) saja.” (HR. Muslim).

7. Nafkah berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan n modal usaha yg berasal dari profesi atau penghasilan yg haram dapat memberikan pengaruh buruk n bahaya besar bagi pemberi dan penerima, diantaranya:

1) Menumbuhkan perilaku yg buruk pada anak n istri.

Seorang ulama salafus sholih berkata: “Aku pernah berbuat dosa n maksiat kpd Allah, maka aku dapatkan pengaruh buruknya ada pada perilaku keluargaku n hewan tungganganku.”

2) Badan yg tumbuh dari makanan n minuman yg haram sangat pantas dibakar di dalam api Neraka.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّهُ لاَ يَرْبُوْ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتْ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

Artinya: “Sesungguhnya tidaklah tumbuh berkembang daging (badan) dari makanan yang haram melainkan api Neraka yang lebih pantas baginya.” (HR. At-Tirmidzi no. 614).

3) Menyebabkan Doa tertolak dan tidak dikabulkan oleh Allah.

4) Profesi dan penghasilan yg haram dapat Menyebabkan hati menjadi keras dan berkarat. (QS. Al-Muthoffifin: 14).

5) Profesi dan penghasilan yg haram akan menghilangkan keberkahan umur, rezeki, ilmu, amal dan keluarga.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah memusnahkan (harta hasil) RIBA, dan mengembangkan (harta) yg disedekahkan.” (QS. Al-Baqarah).

Demikian penjelasan singkat utk hadits shohih ini. Smg bermanfaat. (Klaten, 19 Juli 2014 / 20 Romadhon 1435 H).

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Islam yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter yang Anda miliki. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.