Hadits ke 5
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِى لاَ يَجْرِى ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
“Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yaitu air yang tidak mengalir kemudian ia mandi di dalamnya.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
لاَ يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ
“Jangan salah seorang dari kalian mandi di air yang tergenang dalam keadaan junub” (HR. Muslim no. 283).
Fawaid hadits:
1. Larangan buang air kecil di air yang tidak mengalir baik air itu sedikit maupun banyak, karena hadits melarang secara mutlak dan tidak membedakan.
Tapi dikecualikan air yang amat banyak seperti air danau atau laut karena najis tersebut tidak berpengaruh.
2. Larangan tersebut bersifat haram atas pendapat yang rojih. Karena illatnya adalah mengganggu dan menghalangi orang lain untuk memanfaatkan air tersebut.
3. Buang air besar lebih dilarang lagi karena ia lebih berat dari air kencing.
4. Bila air yang tergenang tersebut berubah bau, atau rasa atau warnanya maka ia menjadi najis berdasarkan kesepakatan ulama.
Bila tidak berubah dan airnya melebihi dua qullah maka tidak najis berdasarkan ijma ulama juga.
Dan bila kurang dari dua qullah maka atas pendapat yang paling kuat tidak najis, karena air tersebut tidak membawa najis.
5. Larangan mandi di air yang diam terutama orang yang junub dengan cara menceburkan diri padanya. Atau menciduk darinya namun air tersebut kembali lagi ketempatnya. Semua ini dilarang. Adapun jika ia menciduk dan tidak kembali lagi ke tempat tapi mengalir ke selokan tidak apapa.
6. Larangan tersebut berlaku untuk air yang tidak mengalir. Adapun jika mengalir maka mafhum hadits teesebut menunjukkan boleh.
7. Larangan dari segala sesuatu yang mengganggu orang lain.
Badru Salam, حفظه الله تعالى