Bagi Anda yang tidak mampu beramal dengan harta, Islam yang agung dan penuh rahmat ini masih memberikan niat yang dengannya Anda bisa menyamai orang kaya yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Renungkanlah potongan sabda Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- berikut ini:
“Dunia ini, hanya untuk empat orang.. (yang kedua:) seorang hamba yang Allah beri rezeki ilmu (agama), Dia tidak memberinya harta, namun orang tersebut baik niatnya, ia mengatakan: ‘seandainya aku memiliki harta, tentu aku akan beramal seperti amalnya si fulan’, maka dia (diberi pahala) dengan sebab niatnya, dan pahala keduanya sama..”
Dari sini, kita bisa mengambil 3 pelajaran berharga:
1. Jangan terkecoh dengan harta .. dan jangan bersedih karena kurang harta.. karena sebenarnya tanpa harta pun Anda juga bisa mendapatkan pahala seperti pahalanya orang kaya yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.. Inilah bukti Mahapemurah-nya Allah kepada para hamba-Nya.
2. Tidak perlu iri dengan orang kaya, karena belum tentu kita akan kuat menghadapi fitnah harta, bila ia benar-benar ada di tangan kita.. padahal di sisi lain, tanpa harta pun kita bisa mengimbangi pahala orang kaya itu dari hartanya.
3. Niat adalah sumber pahala yang sangat agung, mudah, dan tanpa modal untuk mendapatkannya .. sudah seharusnya kita benar-benar memperhatikannya.. sayangnya, kebanyakan orang malah melalaikannya.
Semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita dalam menata hati dan niat kita, aamiin.
Penulis,
Ustadz Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى
=====
Berikut adalah redaksi lengkap dari hadits yang disebutkan dalam tulisan diatas :
Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagai berikut:
وَأُحَدِّثُكُمْ حَدِيثًا فَاحْفَظُوهُ: قَالَ إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ:عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
Dan aku akan menyampaikan satu perkataan kepada kamu, maka hafalkanlah..! (Beliau bersabda)
Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang :
• Hamba yang Allah berikan rezeki kepadanya berupa harta (dari jalan yang halal) dan ilmu (agama Islam), kemudian dia bertakwa kepada Robbnya pada rezeki itu (harta dan ilmu), dia berbuat baik kepada kerabatnya dengan rezekinya, dan dia mengetahui hak bagi Allah padanya. Hamba ini berada pada kedudukan yang paling utama (di sisi Allah).
• Hamba yang Allah berikan rezeki kepadanya berupa ilmu, namun Dia (Allah) tidak memberikan rezeki berupa harta. Dia memiliki niat yang baik. Dia mengatakan, “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat (baik) seperti perbuatan si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang pertama dan kedua) sama.
• Hamba yang Allah berikan rezeki kepadanya berupa harta, namun Dia (Allah) tidak memberikan rezeki kepadanya berupa ilmu, kemudian dia berbuat sembarangan dengan hartanya dengan tanpa ilmu. Dia tidak bertakwa kepada Robbnya padanya, dia tidak berbuat baik kepada kerabatnya dengan hartanya, dan dia tidak mengetahui hak bagi Allah padanya. Jadilah hamba ini berada pada kedudukan yang paling buruk (di sisi Allah).
• Hamba yang Allah tidak memberikan rezeki kepadanya berupa harta dan ilmu, kemudian dia mengatakan: “Seandainya memiliki harta, aku akan berbuat seperti perbuatan si Fulan (dengan orang ketiga yang melakukan keburukan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya, dosa keduanya sama.
(HR. At-Tirmidzi, no. 2325, Ahmad 4/230-231, no. 17570; Ibnu Majah no. 4228, dan lainnya, dari sahabat Abu Kabsyah al-Anmari rodhiyallahu ‘anhu. Di shohîhkan oleh Syaikh al-Albani rohimahullah dalam Shohîh Sunan Ibni Majah no. 3406)