Ust. M Abduh Tuasikal, حفظه الله تعالى
Di awal-awal nikah, kemesraan itu begitu romantis. Panggilan sayang dan cinta yang biasa kudengar dari pangeranku. Namun berlalunya waktu, panggilan “sayang”, “cinta”, “dinda” dan kata-kata mesra seperti itu seakan-akan sirna. Mungkin karena aku tidak secantik saat perawan dahulu. Mungkin tubuhku tidak seramping di awal-awal nikah dahulu.”
Itulah aduan sebagian istri melihat cintanya dahulu dan sekarang berbeda. Kenapa kata-kata mesra antara suami istri tidak terus dipupuk? Apakah karena telah bosan? Apakah tak lagi ada cinta?
Seharusnya seorang suami bisa mempertahankan kemesraan yang ada dahulu hingga saat ini.
Karena Allah Ta’ala perintahkan,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19).
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling berbuat baik pada keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9: 484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai surat An Nisa’ ayat 19 di atas, “Berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan tingkah laku kalian kepada istri. Berbuat baiklah sebagai engkau suka jika istri kalian bertingkah laku demikian.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 400)
Berbuat ma’ruf adalah kalimat yang sifatnya umum, tercakup di dalamnya seluruh hak istri.
Lihatlah contoh Nabi kita, beliau memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, sang istri tercinta dengan panggilan Humaira, artinya wahai yang pipinya kemerah-merahan. Karena putihnya ‘Aisyah, jadi pipinya biasa nampak kemerah-merahan.
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
دَخَلَ الحَبَشَةُ المسْجِدَ يَلْعَبُوْنَ فَقَالَ لِي يَا حُمَيْرَاء أَتُحِبِّيْنَ أَنْ تَنْظُرِي
“Orang-orang Habasyah (Ethiopia) pernah masuk ke dalam masjid untuk bermain, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku, “Wahai Humaira (artinya: yang pipinya kemerah-merahan), apakah engkau ingin melihat mereka?”
(HR. An Nasai dalam Al Kubro 5: 307).
Dahsyat, benar-benar inspiring husband.
Jangan sampai panggilan sayang dahulu diganti dengan panggilan yang tidak mengenakkan di telinga seperti “Ndut”, “Cipit”, dll.
Ketika seorang istri memanggil suami dengan kata-kata, “Kakanda sayang ….”. Suaminya malah jawab, “Iya peyaaaanggg…”.
Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah.”
(HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Namun panggilan sayang untuk pasangan di Indonesia tergantung pada latar belakang budaya pasangan tersebut. Di Jawa ma’ruf dengan panggilan Mas-Adek, Kangmas-dik. Kalau Sunda, panggilan sayangnya adalah dengan Akang-Neng/ Aa-Neng. Di tempat lain panggilannya dengan Abang-Adik, Uda-Adek.
Mudah-mudahan Allah terus memupuk cinta antara kita dengan pasangan kita. Hanya Allah yang memberi taufik.
– – – – – •(*)•- – – – –
View