Islam memiliki etika tersendiri dalam menasihati pemimpin, bahkan mempunyai kaidah-kaidah dasar yang tidak boleh dilecehkan; sebab, pemimpin tidak sama dengan rakyat.
Apabila menasihati kaum muslimin, secara umum memerlukan kaidah dan etika, maka menasihati para pemimpin lebih perlu memperhatikan kaidah dan etikanya.
Dari Ibnu Hakam meriwayatkan, bahwa Nabi bersabda, ”Barangsiapa yang ingin menasihati pemimpin, maka jangan melakukannya secara terang-terangan.
Akan tetapi, nasihatilah dia di tempat yang sepi. Jika menerima nasihat, itu sangat baik. Dan bila tidak menerimanya, maka kamu telah menyampaikan kewajiban nasihat kepadanya.” [HR Imam Ahmad].
Sangat tidak bijaksana mengoreksi dan mengkritik kekeliruan para pemimpin melalui mimbar-mimbar terbuka, tempat-tempat umum ataupun media massa, baik elektronik maupun cetak.
Yang demikian itu menimbulkan banyak fitnah. Bahkan terkadang disertai dengan hujatan dan cacian kepada orang per orang.
Seharusnya, menasihati para pemimpin dengan cara lemah lembut dan di tempat rahasia, sebagaimana yang dilakukan oleh Usamah bin Zaid tatkala menasihati Utsman bin Affan, bukan dengan cara mencaci-maki mereka di tempat umum atau mimbar.
Imam Ibnu Hajar berkata, bahwa Usamah telah menasihati Utsman bin Affan dengan cara yang sangat bijaksana dan beretika tanpa menimbulkan fitnah dan keresahan.
Imam Syafi’i berkata,
”Barangsiapa yang menasihati temannya dengan rahasia, maka ia telah menasihati dan menghiasinya. Dan barangsiapa yang menasihatinya dengan terang-terangan, maka ia telah mempermalukan dan merusaknya.”
Imam Fudhail bin Iyadh berkata,
”Orang mukmin menasihati dengan cara rahasia; dan orang jahat menasihati dengan cara melecehkan dan memaki-maki.”
Syaikh bin Baz berkata,
”Menasihati para pemimpin dengan cara terang-terangan melalui mimbar-mimbar atau tempat-tempat umum, bukan (merupakan) cara atau manhaj Salaf.
Sebab, hal itu akan mengakibatkan keresahan dan menjatuhkan martabat para pemimpin.
Akan tetapi, (cara) manhaj Salaf dalam menasihati pemimpin yaitu dengan mendatanginya, mengirim surat atau menyuruh salah seorang ulama yang dikenal untuk menyampaikan nasihat tersebut.”
Zainal Abidin, حفظه الله تعالى
Posted by Badru Salam, حفظه الله تعالى