عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اسْتَوُوا وَلاَ تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ لِيَلِنِى مِنْكُمْ أُولُو الأَحْلاَمِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ». قَالَ أَبُو مَسْعُودٍ فَأَنْتُمُ الْيَوْمَ أَشَدُّ اخْتِلاَفًا.
Dari Abu Mas’ud ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasanya mengusap pundak pundak (untuk meluruskan) kami ketika hendak sholat, beliau bersabda:
“Luruskan dan jangan berselisih niscaya hati kalian akan berselisih. Hendaklah yang berada di dekatku orang orang yang berilmu dan berakal kemudian setelahnya, kemudian setelahnya.” HR Muslim.
Imam An Nawawi rahimahullah berkata:
“Hadits ini menunjukkan bahwa hendaknya yang didahululan adalah orang orang yang lebih utama (dalam ilmu dan taqwa) lalu setelahnya. (Syarah shahih Muslim 4/155)
Inilah yang diamalkan oleh para shahabat. Imam An Nasai dan ibnu Khuzaimah meriwayatkan, bahwa Abbad bin Qais berkata, “Aku pernah sholat di shaff pertama di Madinah. Tiba tiba ada orang yang menarikku ke belakang lalu ia berdiri di tempatku.
Qais berkata, “Demi Allah aku tidak bisa memahami sholatku (karena kesal)”.
Setelah selesai sholat, ternyata ia adalah Ubayy bin Ka’ab. Ia berkata, “Hai pemuda, jangan menyusahkanmu. Sesungguhnya ini adalah perintah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada kami agar berada di belakang imam.”
Cobalah renungkan dan bandingkan dengan di zaman ini..
Terkadang anak anak pun berada di shaff pertama..
Orang orang yang tidak punya hafalan al Qu’ran dan orang orang yang notabene awam pun berdiri di shaff pertama..
Sementara para penghafal al Qu’ran dan orang berilmu berdiri di belakang…
Ini perkara yang tak sesuai sunnah tentunya…
Abu Yahya Badrusalam, حفظه الله تعالى