Dari kitab yang berjudul “Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa“, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Perbuatan Bid’ah) bisa di baca di SINI
=======
? Bid’ah Tarkiyah ?
Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..
Kita lanjutkan hakikat bid’ah nya… sekarang kita membahas yaitu yang disebut dengan…
⚉ BID’AH TARKIYAH (Tarkiyah artinya meninggalkan)
Kata Beliau (penulis kitab), pembicaraan tentang meninggalkan itu ada dua macam:
1⃣ Meninggalkan dari pembuat syari’at, yaitu Allah dan Rosul-Nya.
2⃣ Meninggalkan dari pelaku (mukallaf) yaitu kaum muslimin.
==========
1⃣ Meninggalkan dari pembuat syari’at yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ini maksudnya ada dua makna:
⚉ MAKNA YANG PERTAMA : yaitu yang diminta oleh Allah dan Rosul-Nya untuk ditinggalkan. Yaitu perkara-perkara yang dilarang atau tidak diizinkan, sesuatu yang makruh juga.
Berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam
مانهيتكم ءنه فا ختنبوه
“Apa-apa yang aku larang maka tinggalkanlah”
وماأمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم
“Apa yang aku perintahkan lakukanlah semampu kalian”
⚉ MAKNA YANG KE-2 : yaitu Rosulullah shollallahu ‘alayhi wasallam, yang pembuat syari’at, dalam hal ini adalah Rosulullah shollallahu ‘alayhi wasallam meninggalkan suatu perbuatan, sementara penghalangnya tidak ada, dan pendorongnya ada. Tapi Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam meninggalkannya, maka melakukannya bisa jatuh kepada bid’ah.
Contoh : misalnya Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam tidak pernah merayakan hari kelahirannya, tidak pula para sahabatnya,
padahal pendorong untuk merayakannya ada, dan penghalangnyapun tidak ada, itu menunjukan tidak disyari’atkan.
Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam tidak pernah melakukan haul kematian Khodijah, 100 hari, 1000 hari. Padahal Rosulullah mampu melakukannya dan tidak ada penghalangnya, pendorongnya pun juga ada. Itu semua menunjukan bahwa itu perkara yang diada-adakan.
➡️ Jadi perkara yang Rosulullah tidak lakukan, sementara penghalangnya tidak ada dan pendorongnya sudah ada, bila kita lakukan itu bisa menjadi bid’ah.
Beda bila Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam tidak melakukan itu karena ada penghalang.
Contoh: Nabi tidak melakukan taraweh setiap malam di bulan Ramadhan secara berjama’ah karena takut diwajibkan. Maka di zaman ‘Umar rodhiyallahu ‘anhu, tidak mungkin lagi diwajibkan, maka ‘Umar-pun membuat taraweh berjama’ah setiap malam, dan itu tidak termasuk bid’ah.
Demikian pula kalau Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam tidak lakukan karena tidak ada pendorongnya di zaman Beliau. Seperti dibuatnya ilmu-ilmu, seperti ilmu nahwu, ilmu shorof, ilmu hadits. Dizaman Nabi belum dibutuhkan. Namun setelah itu amat dibutuhkan sekali untuk membela AlQuran dan Hadits Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam. Maka dibuatlah ilmu-ilmu tersebut.
➡️ Jadi sesuatu yang Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam tidak lakukan, sementara pendorongnya ada dan penghalangnyapun tidak ada itu menunjukkan bahwa itu perbuatan yang tidak disyari’atkan, bila kita melakukannya malah jatuh kepada bid’ah.
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.
Dari kitab yang berjudul “Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa“, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/
Artikel TERKAIT :
⚉ PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa – Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉ PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil Haq – Hal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉ PEMBAHASAN LENGKAP – Al Ishbaah – Manhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN
AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP