Poligami: Siapa Berani ?

Ust. Dr. Muhammad Arifin Baderi, MA

Berpoligami siapa takut,
poligami siapa gentar…

indah memiliki dua bunga sekaligus adalah suatu kebanggaan….

namun pernikahan bukanlah sekedar memiliki bunga, sepasang bunga indah yang semerbak
bukan hanya sekedar itu….

Karenanya kembali lagi saya berkata, berpoligami bila harus bertanggungjawab, siapa berani
berpoligami harus menanggung resiko, siapa siap karena poligami bukan hanya sekedar memiliki sepasang bunga indah, akan tetapi tanggung jawab pendidikan, adil, nafkah, hati dan masih banyak hal lagi yang ada dalam dinamika kehidupan rumah tangga

sebelum anda memutuskan untuk berpoligami, cobalah sesaat anda berfikir, untuk berapa lamakah anda berpoligami?
Sesaat….
Setahun…
Dua tahun….
Atau untuk seterusnya?

Karena percayalah ketika kita memiliki kesungguhan dalam berpoligami, karena ingin menjaga kehormatan diri, kesucian jiwa dari perbuatan zina, perbuatan dosa dengan izin Allah subhanahu wata’ ala, allah akan mudahkan.

“Tsalatsun haqqun alallohi ‘an muhum”
Tiga golongan orang yang pasti allah tolong salah satu dari ketiga golongan ini adalah “anakihu yuridul afaf” orang yang menikah karena ingin menjaga kehormatan dirinya.

Adapun orang yang menikah karena ingin berbangga bangga, hebat saya memiliki sepasang bunga indah, jagoan, berani, ato sekedar menjawab rasa penasaran, seharum apakah bila saya memiliki sepasang bunga?
Atau mungkin anda lebih jauh dengan mengatakan menghidupkan sunnah nabi yang ditinggalkan oleh banyak orang,
Mencontohkan kepada umat bagaimana seharusnya kita memiliki dua pasang bunga, sepasang bunga atau dua bunga sekaligus ?

Bila ini tujuannya, maka saya sarankan berfikilah ulang, berfikirlah seribu kali, karena ketika anda ingin berpoligami dan ingin mengatakan, inilah sunnah saya akan terapkan, walau sesuatunya saya tidak terancam, saya tidak merasa khawatir untuk terjerumus dalam perbuatan zina
saya telah memiliki istri yang halal, yang cukup, yang subhanallah, masya allah cantik jelita.

Maka seakan akan anda sadar atau tidak anda akan mengatakan saya menikah bukan karena kepentingan pribadi, bukan karena hasrat pribadi akan tetapi karena tuntutan iman.

Dan bila ini telah terjadi, ingat allah telah mengatakan :

“Ahasubannass an yutroku an yakulu a manna”

Apakah manusia mengira, meyakini, menduga bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja mengatakan “a manna” kami beriman, sedangkan mereka tidak diuji?, tidak sama sekali

“Walaqod fatannalladzina min qoblihim”

Sungguh orang orang sebelum kalian juga telah kami uji, sehingga tidak ada alasan untuk merasa aman bahwa anda tidak akan diuji, anda pasti diuji.

Karena ketika anda mengatakan saya menikah berpoligami karena menghidupkan sunnah, agar menjadi teladan, menolong orang, maka ini adalah sangkaan bahwa anda melakukan poligami bukan karena kepentingan pribadi, bukan karena darurat, tuntutan untuk menjaga diri, akan tetapi adalah karena tuntutan tingkatan iman yang telah tinggi, dan ini bila dilakukan allah akan menguji anda, allah akan menguji, apakah benar anda berpoligami karena memang ingin menghidupkan sunnah, ingin memiliki keturunan yang banyak?, atao sekedar jago jagoan, hebat hebatan, uji nyali?

Apalagi na’u dzubillah anda hanya ingin merasakan bunga warna ping, harum semerbak seperti ini, sedangkan bunga warna kuning seperti ini,

Kalau hanya sekedar dianggap dilakukan sebagai tester, maka sayang sekali.

Ingat anda punya putri, anda punya saudari, relakah anda bila putri anda, saudari anda dijadikan bak tester ? Hanya untuk dicium dan kemudian dicampakkan, dipetik sesaat kemudian untuk dicium dan dibuang, tentu anda tidak rela bila putri anda diperlakukan seperti itu.

Siapakah yang akan memungut bunga putri anda yang telah dicampakkan oleh orang?

Sebagaimana siapakah yang akan memungut bunga putri orang yang telah anda campakkan ketanah.

Tidakkah anda merasa iba?

Karenanya bila anda memang tidak terpaksa karena tuntutan menjaga kehormatan diri, saya sarankan untuk berfikir ulang, benarkah anda menikah karena tuntutan untuk menjaga kehormatan kesucian diri sehingga allah akan tolong.

Bila anda menikah benar benar karena ingin menjaga kehormatan diri, maka sejatinya anda telah berikrar, ya allah ini adalah kondisi darurat, maka selamatkanlah aku, allah akan tolong anda, karena tidak ada ruang sedikitpun untuk diuji.

Namun ketika anda mengatakan ingin menikah bukan tuntutan syahwat, bukan karena kekhawatiran terjerumus kedalam dosa, maka sejatinya anda telah mengikrarkan, ya allah saya telah beriman.

Dan bila itu terjadi, maka allah akan uji anda.

Semoga petuah sederhana ini menjadi gambaran membuka wacana bagi anda, bagaimana seharusnya poligami dilakukan, karena poligami bukan hanya sekedar memiliki sekuntum bunga, atau dua kuntum bunga, akan tetapi tanggung jawab pendidikan, nafkah, keadilan yang terus harus anda tegakkan

Ingat betapa sulitnya untuk menegakkan keadilan bila istri pertama anda sejak bangun hingga tidur, tidak memiliki kesempatan untuk berdandan mempercantik diri namun semuanya disibukkan mengurus rumah tangga dan mengurus anak anak anda, sedangkan istri baru anda, setahun lebih dua tahun lebih, mungkin sejak bangun hingga tidur lagi ia hanya mempercantik diri, tentu kondisi ini menggambarkan betapa beratnya anda untuk bisa adil dengan dua wanita yang beda sikap, beda semangat, beda kegiatan, dan beda tanggung jawab.

Karenanya pikirkanlah jangan buru buru, poligami bukan untuk uji nyali, poligami adalah tanggung jawab yang harus anda tegakkan

Sumber : Yufid.tv

Persatuan Yang Diper-Tuhankan

Ust.Badrussalam, Lc

Adalah kenyataan pahit yang tidak bisa dipungkiri jika umat islam pada zaman ini telah berpecah belah dan terkotak-kotak, setiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.

Padahal Allah ‘Azza wa Jalla dan Rosul-Nya memerintahkan kita untuk membuang perpecahan, dan bersatu padu diatas tali-Nya

 

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا

“ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai “. (QS Ali Imran : 103).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata :” Allah memerintahkan untuk bersatu dan melarang berpecah belah. Banyak hadits yang melarang berpecah belah dan menyuruh bersatu sebagaimana dalam sahih Muslim, Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :” Sesungguhnya Allah rela untuk kalian tiga perkara …..(diantaranya disebutkan) : dan agar kalian berpegang dengan tali Allah dan tidak berpecah belah “. (Tafsir Ibnu Katsir 1/397).

Allah  Ta’ala  juga  menyebutkan  bahwa perpecahan adalah sifat orang yang tidak mendapat rahmatNya. Firman Allah ta’ala :

 

 وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِيْنَ إِلاَّ مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ

“ Dan mereka senantiasa berselisih kecuali orang yang Allah rahmati…”. (Hud : 118-119).

Abu Muhammad bin Hazm berkata :” Allah mengecualikan orang yang dirahmati dari himpunan orang-orang yang berselisih “. (Al Ihkam 5/66).

Imam Malik berkata :” orang-orang yang dirahmati tidak akan berpecah belah “. (idem).

Syeikhul islam Ibnu Taimiyah berkata :” Allah mengabarkan bahwa orang yang diberikan rahmat tidak akan berpecah belah, mereka adalah pengikut para nabi baik perkataan maupun perbuatan, mereka adalah ahli Al Qur’an dan hadits dari umat ini, barang siapa yang menyalahi mereka akan hilang rahmat tersebut darinya sesuai dengan kadar penyimpangannya “. (Majmu’ fatawa 4/25).

Baca Selengkapnya di :
http://cintasunnah.com/persatuan-yang-dipertuhankan/

PORSI MAKANAN DAN MINUMAN YANG IDEAL SESUAI TUNTUNAN NABI Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

Ust. Muhammad Wasitho Abu Fawaz

Dari Miqdad bin Ma’di Karib radhiyallahu anhu, ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu alami wasallam bersabda:

“ما ملأ ابن آدم وعاء شراً من بطنه، بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه، فإن كان ولابد فاعلاً فثلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنَفَسِه”

“Tiada tempat yang paling
buruk selain perut yang diisi oleh manusia. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan sekedar untuk menegakkan tulang iganya. Jika dia harus mengisi perutnya, maka hendaknya sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk pernapasan (udara)nya.”. (HR. Ath-Thobrani dan Ibnu Abi AD-Dunya).

BEBERAPA PELAJARAN PENTING DAN FAEDAH ILMIYAH DARI HADITS INI:

— Porsi Makanan dan Minuman di dalam perut manusia yang paling ideal dan sesuai tuntunan Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam
shallallahu alaihi wasallam ialah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk pernafasan (udara).

— Perintah agar bersikap sederhana dan Larangan bersikap boros dan berlebihan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan dibutuhkan oleh tubuh manusia.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala: (Wa Kuluu wasyrobuu wa La tusrifuu, innahu La yuhibbul musrifiin) artinya: “Dan hendaklah kalian makan dan minum tetapi jangan bersikap boros (berlebihan), karen sesungguhnya Dia tidak mencintai orang-orang yang boros (berlebihan).” (QS. Al-A’raaf: 31).

— Tujuan makan dan minum dalam syariat Islam ialah untuk mempertahankan kehidupan dan menjamin kondisi tubuh agar selalu sehat dan kuat untuk bekerja dan beribadah.

— Perut manusia menjadi tempat yg buruk jika diisi dengan makanan dan minuman yang haram dan berbahaya, atau diisi dengan makanan dan minuman yang halal secara berlebihan dari apa yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

http://abufawaz.wordpress.com
——–¤•·̵̭̌✽̶·̵̭̌•¤——–

HANYA ORANG GILA YANG BERANI BERFATWA DALAM SETIAP PERKARA AGAMA

Ust. Muhammad Wasitho Abu Fawaz

Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata: “Telah Shohih dari Ibnu Mas’ud n Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa mereka berdua berkata: “Barangsiapa memberikan fatwa (jawaban) dalam setiap permasalahan yg ditanyakan oleh manusia, maka ia adalah orang gila.” (Lihat I’laamu Al-Muwaqqi’iin, I/34, dan II/185).

Oleh karena itu, sebagian ulama hadits memandang tercelanya seseorang yang selalu menjawab segala pertanyaan dlm perkara apapun yg ditujukan kepadanya. Ia Tidak pernah mengatakan, “saya tidak tahu jawabannya”, atau “Wallahu a’lam bish-showab,” atau kalimat semisalnya.

Hal ini dikarenakan ilmu pengetahuan yg dimiliki oleh seorang hamba hanyalah sedikit n sangat terbatas. Ia tidak dapat meliputi segala bidang ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu dunia. Allah ta’ala berfirman:

(Wa Maa Uutiitum Minal ‘Ilmi illaa Qoliilan)

Artinya: “Dan kamu tidaklah diberi ilmu (oleh Allah) kecuali hanya sedikit.”

Demikian Faedah ilmiyyah n Mau’izhoh Hasanah yg dapat kami sampaikan. Smg menjadi ilmu yg bermanfaat bagi kita semua.:) (Klaten, 30 Maret 2013)

BENARKAH BERSENTUHAN DENGAN WANITA MEMBATALKAN WUDHU ?

Masalah 335:
Tanya:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Mau ty nih…sah gak sih..kalo dah wudhu trus bersentuhan kulit dgn istri secara tidak sengaja??? Krn ada yg mengatakan boleh, dan ada jg yg mengatakan tidak boleh? Mana yg benar ya?

Jawab:
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Bismillah. Dalam masalah ini para ulama pakar fiqih memang berselisih pendapat menjadi bbrpa pendapat, karena mereka berbeda
penafsiran thdp firman Allah yg berbunyi:
(Au Laamastumun-Nisaa’) di dlm surat An-Nisaa’: 43, n surat Al-Maaidah: 6).

Ada yg menafsirkan dengan jima’ (menyetubuhi istri), n ada pula yg menafsirkannya dengan hanya bersentuhan dengan tangan. Diantara pendapat2 tsb adalah sbb:

1. Abu Hanifah berpendapat bahwa seorang laki2 yg bersentuhan atau bercumbu dengan istri tanpa melakukan jima’ (senggama) TIDAK MEMBATALKAN wudhu, kecuali jika dzakar (kemaluan)nya ereksi
(maaf, bahasa Jawa: Ngacceng), maka wudhunya BATAL.

2. Imam Malik n imam Ahmad berpendapat bahwa seorang laki2 yg bersentuhan dengan wanita (istri ataupun bukan) dengan adanya nafsu syahwat menyebabkan wudhunya BATAL.

3. Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa seorang laki2 yg bersentuhan langsung dengan (kulit) seorang wanita dengan nafsu syahwat ataupun tidak, sengaja ataupun tidak sengaja, menyebabkan wudhunya BATAL, kecuali jika wanita tsb adalah mahromnya.

(*) PENDAPAT YANG ROJIH:
Pendapat yg rojih (kuat n benar) di dlm masalah ini adalah bahwa bersentuhan dengan lawan jenis apakah ia termasuk mahrom atau bukan, dengan sengaja ataupun tanpa sengaja, dengan nafsu syahwat maupun tanpa syahwat TIDAK MEMBATALKAN WUDHU, kecuali jika sentuhan itu menyebabkan keluarnya madzi atau mani, maka wudhunya bataL.

Dalilnya, hadits yg diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (setelah berwudhu), beliau menciumi sebagian istrinya, lalu beliau pergi (ke masjid) utk sholat tanpa mengulangi wudhu beliau.”

(Hadits SHOHIH. Diriwayatkan oleh Abu Daud no.178-180, At-Tirmidzi no.86, An-Nasai I/104, dan selainnya. Dan hadits ini dinyatakan SHOHIH oleh syaikh Al-Albani di dlm Shohih Al-Jami’ IV/273).

Demikian jawaban yg dapat kami sampaikan. Smg mudah dipahami n menjadi ilmu yg bermanfaat. Wallahu a’lam bish-showab. Wabillahi at-Taufiq. (Klaten, 30 Maret 2013).

(*) Sumber: BBG Majlis Hadits, chat room Tanya Jawab.
Blog Dakwah Kami:
http://abufawaz.wordpress.com
اَلْحَمْدُ لِلّهِ 🙂 ). Sumber BBG Majelis Hadits Room Tanya-Jawab.

Oleh ust. Abu Fawaz Muhammad Wasitho MA.

Wahai Wanita Siapakah Mahrammu ?

Mereka adalah para lelaki berikut..
Mereka tidak boleh menikahimu selama lamanya.

Mereka adalah:
1. Anak lelakimu
2. Cucu laki lakimu kebawah dari jalur apapun
3. Ayahmu
4. kakekmu keatas dari jalur manapun.
5. Saudara lelaki sekandung
6. Saudara lelaki seayah
7. Saudara lelaki seibu
8. Anak laki dari saudara atau saudarimu sekandung, seayah atau seibu. (Pokoknya keponakan kita yg laki laki)

9. Pamanmu dari jalur manapun
10. Saudara kakekmu dari jalur kakek manapun.

11. Ayah tirimu atau mantan suami ibumu
12 anak laki tirimu atau anak laki dari mantan suamimu.
13. Mertuamu atau mantan mertuamu
14. Menantumu atau mantan menantumu.

15 saudara sesusuanmu dan siapa saja yg jd mahram saudara sesuanmu dari nasab dia.

Mohon maaf jika ada yg terlewat..

Mereka adalah orang yg dapat menemanimu untuk safar dan mereka boleh melihat aurot yg ringan seperti rambut atau tangan dll..( Tempat yg biasa dibasuh wudhu)

Yg satu lagi ia bukan mahrammu tp ia adalah suamimu
Dia lebih berhak dari pada mahram mahrammu..dlm safar maupun melihat aurotmu. Bahkan seluruhnya.

Suami bukan mahram tp ia adalah SUAMI!

Semoga bermanfaat.

Jika ada yg kurang mohon dikoreksi

Hanya pencet pencet berteduh diemperan lg kehujanan di pinggir jalan boyolali..pukul 08.41pm

Ust. Abu Riyadl

Do’a Memohon Ampunan

Harapan hamba…‬‬

‫​يا رَبِّ إِن عَظُمَت ذُنوبي كَثرَةً
 *** فَلَقَد عَلِمتُ بِأَنَّ عَفوَكَ أَعظَمُ
‬‫​إِن كانَ لا يَرجوكَ إِلّا مُحسِنٌ
*** فَبِمَن يَلوذُ وَيَستَجيرُ المُجرِمُ
‬‫
أَدعوكَ رَبِّ كَما أَمَرتَ تَضَرُّعاً ‪***‬ فَإِذا رَدَدتَ يَدي فَمَن ذا يَرحَمُ‬
‫​ما لي إِلَيكَ وَسيلَة إِلّا الرَجا *** وَجَميلُ عَفوِكَ ثُمَّ أَنّي مُسلِمُ

 ‬‪‪Wahai Rabbi… walaupun dosa-dosaku terlalu banyak dan besar‬‬
‪‪Maka sesungguhnya aku mengetahui bahwa maafMu adalah lebih besar‬‬
‪‪ ‬‬
‪‪Andai tidak mengharap kepada Mu kecuali orang yang baik‬‬
‪‪Maka kepada siapakah orang yang berbuat dosa itu meminta perlindungan dan keselamatan‬‬
‪‪ ‬‬
‪‪Rabbi, aku memohon kepada Mu sebagaimana Engkau perintahkan dengan berendah diri.‬‬
‪‪Maka bila Engkau menolak kedua tanganku ini, maka siapakah yang akan mengasihi(ku)‬‬
‪‪ ‬‬
‪‪Aku tidak memiliki perantara kepada MU, kecuali harapan‬‬
‪‪Dan keindahan maafmu kemudian aku adalah seorang muslim‬‬
‪‪(nukilan)‬‬ {ust syafiq}

Dari Ustadz Ahmad Ferry Nasution

Kepada Siapa Kamu Mengadu ?

Ust. Ja’far Salih

Orang jahil mengadukan Allah kepada manusia. Dan ini adalah puncak kebodohan akan yang dia adukan (Allah) dan tempat mengadu (manusia). 

Karena sesungguhnya kalau ia mengenal Rabnya, tidak akan ia mengadukan-Nya dan jikalau ia mengenal manusia, tidak akan ia mengadu pada mereka.

Salah seorang salaf suatu ketika melihat seseorang mengadu kepada temannya akan kekurangan dan kebutuhannya. Salaf itu berkata: Wahai Anda! Demi Allah, apa yang kamu perbuat adalah mengadukan Yang Maha Mengasihimu (Allah) kepada yang tidak mengasihimu (manusia)

Pada kondisi seperti ini ada sebuah syair:

Dan jika engkau mengadu kepada anak Adam sesungguhnya

Kamu mengadukan Yang Maha Mengasihi kepada yang tidak mengasihi

Sedangkan orang yang berilmu hanya mengadu kepada Allah semata.

Dan lebih tinggi dari itu adalah orang yang mengadu kepada Allah akan dirinya bukan (mengeluhkan) orang lain. Dia mengadu (kepada Allah) dampak-dampak pengaruh orang lain kepada dirinya.

Kacamatanya adalah:

– ((Musibah apa pun yang menimpa kalian adalah diakibatkan perbuatan tangan-tangan kalian. Dan Allah banyak memaafkan)) -Asy-Syuura:30-

– ((Kejelekan apapun yang menimpa kalian adalah dari diri kalian sendiri)) -An-Nisaa’: 79-

– ((Apakah ketika kalian ditimpa musibah, padahal kalian telah ditimpa dengan semisal denganya dua kali lipat, lantas kalian katakan: Dari manakah datangnya musibah ini? Katakanlah: itu datang dari diri kalian sendiri)) -Ali Imran: 165-

Maka mengadu, mengeluh ada 3 tingkatan: Yang terendah mengadukan Allah kepada ciptaan-Nya. Yang tertinggi mengadukan dirimu kepada-Nya. Dan diantara dua keadaan diatas, mengadukan makhluk kepada Yang Menciptakan mereka (Allah).

Al Fawaaid Ibnul Qayyim 139-140

Apakah Najis Membatalkan Shalat ?

para ulama berbeda pendapat; apakah suci dari najis termasuk syarat sah sholat atau tidak?

Madzhab Asy Syafi’iyyah berpendapat bahwa ia adalah syarat sah sholat dan ini juga pendapat Abu Hanifah dan Ahmad sebagaimana yang dikatakan oleh imam An Nawawi[1]. Mereka berdalil dengan ayat dan hadits yang telah kita sebutkan tadi, juga berdasarkan hadits :

 وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِيْ عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّيْ

“ Apabila haidl telah pergi, maka cucilah darah darimu dan shalatlah “. (HR Bukhari dan Muslim[2]).

Adapun imam Malik maka ada tiga riwayat dari beliau:

Pertama: jika ia tahu ada najis, maka shalatnya tidak sah, dan jika tidak tahu atau lupa, maka shalatnya sah. Dan ini adalah pendapat lama imam Asy Syafi’i.

Kedua: shalatnya tidak sah, sama saja apakah ia mengetahui atau tidak, atau ia lupa.

Ketiga: Shalatnya sah disertai adanya najis, walaupun ia mengetahui dan sengaja melakukannya. Dan pendapat seperti ini juga dinukil dari ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair dan lainnya.[3] Dalilnya adalah hadist Abu Said Al Khudri radliyallahu ‘anhu ia berkata: ’’Ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam shalat mengimami para shahabatnya, tiba-tiba beliau melepaskan dua sendalnya, dan meletakkannya disamping kirinya. Tatkala para shahabat melihat itu, merekapun melepaskan sendal-sendal mereka. Setelah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam selesai dari sholatnya, beliau bersabda:
“Mengapa kalian melemparkan sendal-sendal kalian?’’ Mereka menjawab: “Kami melihat engkau melemparkan sendalmu, maka kamipun melemparkannya”.  Nabi bersabda:

إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا

‘’Sesungguhnya Jibril Alaihissalam datang kepadaku, dan mengabarkan bahwa pada
sendal tersebut ada qodzar (kotoran)nya ‘’. (HR Abu Dawud dan lainnya[4]).

Dalam riwayat lain: “Padanya ada khobats (najis)‘’.[5]

Ust. Badrusalam Lc

Selengkapnya di : http://cintasunnah.com/apakah-najis-membatalkan-shalat/

Dada Yang Lapang

Ikhwan fillah…
Ketahuilah, bahwa lapang dada adalah satu kondisi Чαπƍ menjadikan sesorang mampu melaksanakan keta’atan kepada Allah Ta’ala dengan semaksimal mungkin, dia mampu mendidik anak-anaknya dan memberikan perhatian untuk kemaslahatn mereka, dan dengan lapang dada sesorang bisa melaksanakan berbagai macam tugas kewajibannya, baik kecil maupun besar.

Lapang dada merupakan karunia pemberian Allah Ta’ala, perhatikanlah doa dan permohonan Nabi Musa ‘alaihis salam tatkala Allah Ta’ala memerintahkannya untuk melasanakan tugas Чαπƍ begitu berat; yaitu mendatngi Fir’aun Чαπƍ sudah melampaui batas,

اذهب إلى فرعون إنه طغى

“Pergilah kamu kepada Fir’aun, karena dia telah berbuat melampui batas”. (QS. Thaha:24).

Suatu tugas Чαπƍ sangat berat, dan besar, tatkala Allah Ta’ala perintahkan hal itu dia berkata,

رب اشرح لي صدري ويسر لي أمري

“Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku   urusanku”. (QS. Thaha:25-26).

Dan tidak diragukan lagi bahwa lapanya dada merupakan karunia Allah Ta’ala dan taufik dari-Nya, dengan mengusahakan sebab-sebabnya.

Diantara sebab-sebab agar dada menjadi lapang:

1. Mentauhidkan Allah Ta’ala dan mengikhlaskan agama bagi-Nya, menujukan ibadah hanya kepada-Nya, dan menjauhi kesyirikan baik
kecil maupun besar.

2. Cahaya keimanan Чαπƍ Allah berikan pada hati seorang hamba.

3. Ilmu Чαπƍ bermanfaat Чαπƍ bersumber dari al-Quran dan sunnah Nabi صلى الله عليه و سلم.

4. Inabah (kembali) kepada Allah Ta’ala dan cinta kepada-Nya, serta mendahulukan cinta kepada Allah dari pada cinta kepada selain-Nya.

5. Konsisten dan terus-menerus dalam dzikir kepada Allah Ta’ala dan memberikan perhatian Чαπƍ besar dalam hal itu.

6. Berbuat baik kepada semua makhluk, sesuai dengan kemampuannya, baik dalam bentuk harta, pertolongan, kedudukan dll.

7. Kebranian dan kuatnya hati (tidak pengacut).

8. Menghilangkan kedengkian (penyakit hati).

Menebar Cahaya Sunnah