Orang-orang yang menafikan udzur karena kejahilan secara mutlak, main pukul rata, banyak dari mereka yang berhujjah dengan perkataan Syeikh Shalih Al-Fawzan -hafizhahullah-… padahal beliau sendiri memberikan perincian:
a. Melihat keadaan dia, apakah dia hidup di tempat yang jauh dari ulama tauhid ? apakah dia sudah berusaha untuk belajar tauhid ? Jika iya, maka ada udzur bagi dia. Jika tidak, maka tidak ada udzur bagi dia.
b. Melihat masalahnya, apakah masalah itu masih samar bagi dia, ataukah sudah jelas ? Jika masih samar bagi dia, maka ada udzur. Jika sudah jelas, maka tidak ada udzur.
Berikut pertanyaan yang dijawab oleh beliau:
Apakah ada “udzur karena kejahilan” dalam masalah tauhid, dan bagaimana menjawab orang yang berhujjah bahwa ada udzur dalam masalah tauhid dengan kisah orang yang menyuruh anaknya untuk membakarnya (agar Allah tidak kuasa menemukan jasadnya untuk disiksa), karena dia telah menafikan qudrah (kuasa) dari Allah, tapi Allah memberikan udzur kepadanya. Mereka juga berhujjah dengan perkataan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab: “aku tidak mengkafirkan orang yang thawaf di kuburan kawwaz”.
Jawaban:
Ya akhi, Udzur karena kejahilan itu apabila hilangnya kejahilan tidak dimungkinkan, misalnya: tidak ada orang yang mengajarimu, terputus dari para ulama, di bumi yang jauh tidak sampai kepadanya sesuatu (ilmu tentang itu), ini orang yang diberi udzur karena kajahilan.
Adapun orang yang bisa belajar, bisa bertanya kepada para ulama, tapi dia mengatakan saya punya udzur karena kejahilan?!, (maka kita katakan): kamulah yang salah, karena kamu tidak menuntut ilmu, tidak bertanya. Maka, bagaimana orang ini diberi udzur karena kejahilan.
Jadi, di sana ada kejahilan yang tidak mungkin hilang, yaitu pada orang yang hidup terpisah, tidak menemukan orang (yang mengajarinya). Adapun orang yang hidup bersama banyak orang, bersama para ulama, dia mendengar Al Qur’an, dia mendengar Sunnah, tapi tetap mengatakan: saya punya udzur karena kajahilan, (maka kita katakan): tidak, kamulah yang salah.
Adapun orang tadi yang hidup terpisah, dia ini tidak salah, karena dia tidak menemukan orang (yang mengajarinya), dia ini diberi udzur karena kejahilan.
Intinya: kejahilan yang tidak mungkin dihilangkan, maka diberi udzur. Adapun kejahilan yang mungkin dihilangkan dengan belajar dan bertanya kepada para ulama, maka tidak diberi udzur, perhatikanlah hal ini dengan baik.
Karena ada sebagian orang yang mengambil masalah ini, kemudian menyebar-nyebarkannya, ada udzur karena kejahilan, ada udzur karena kejahilan, secara langsung, secara mutlak. seperti ini tidak benar, tapi harusnya diperinci.
Kemudian, masalah-masalah yang ada tidaklah satu (keadaan).
Masalah-masalah yang samar, yang membutuhkan ulama, membutuhkan penjelasan: maka ini ada udzur karena kejahilan, sampai dia menemukan orang yang mengajarinya.
Adapun masalah-masalah yang jelas, yang tidak membutuhkan penjelasan, seperti syirik dan tauhid, ini tidak ada udzur karena kejahilan, karena itu sudah jelas.
Allah jalla wa’ala berfirman (yang artinya):
“beribadahlah kalian kepada Allah, dan jangan menyekutukannya dengan sesuatu apapun” [Annisa: 36].
“Sungguh orang yang menyekutukan Allah, maka surga diharamkan baginya“. [Al-Maidah: 72].
“Apabila kamu melakukan kesyirikan, maka terhapuslah semua amalanmu“. [Azzumar: 65].
Apakah ini samar, ataukah jelas, tentu ini jelas, jelas bahwa itu tauhid, jelas bahwa itu syirik.
Intinya, dalam masalah-masalah yang sudah jelas: tidak ada udzur, adapun dalam masalah-masalah yang masih samar, yang membutuhkan penjelasan dari para ulama, maka pada masalah seperti ini ada udzur.
Masalah-masalah itu tidaklah satu (keadaan), maka harus ada perincian seperti ini dalam masalah udzur karena kejahilan.
Adapun Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan: “aku tidak mengkafirkan orang-orang yang menyembah berhala yang ada di kubah kuburan kawwaz”, maksudnya adalah karena tidak ada orang yang mengajari mereka. Beliau tidak mengatakan mereka diberi udzur dan diam, tapi mengatakan bahwa mereka tidak ada yang mengajari.
Adapun mereka yang di sisinya ada orang yang mengajari mereka, di sisinya ada orang yang menjelaskan kepada mereka, tapi mereka tidak bertanya, dan tidak menuntut ilmu, bagaimana orang yang seperti ini diberi udzur karena kejahilannya ?!
https://www.youtube.com/watch?v=ZOekyD8QFBg
Ustadz DR. Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى
Berikut transkrip aslinya:
هل هناك عذر بالجهل في مسائل التوحيد، وكيف نجيب عمن يحتج بأن هناك عذر في مسائل التوحيد بالرجل الذي أمر أبناءه بإحراقه فنفى القدرة عن الله فعذره الله، وبقول الشيخ محمد بن عبد الوهاب: أنا لا أكفر من يطوف بقبر الكواز.
الجواب:
يا أخي، العذر بالجهل إذا لم يمكن زوال الجهل، ما عندك أحد يعلمك، منقطع عن العلماء، في أرض بعيدة ما لم يبلغها شيء: هذا يعذر بالجهل.
أما الإنسان المتمكن من العلم ومن سؤال العلماء، ويقول: أنا أعذر بالجهل، أنت المفرط، لأنك لم تطلب العلم، لم تسأل، فكيف يعذر بالجهل يا أخي.
فهناك جهل لا يمكن زواله، وهو من يعيش منقطعا لا يجد أحدا، ومن يعيش مع الناس ومع العلماء، يسمع القرآن ويسمع السنة، ويقول أنا أعذر بالجهل، لا، أنت المفرط.
أما ذاك، الذي يعيش منقطع، هذا ما فرط لأنه ما وجد أحد، يعذر بالجهل.
فالجهل الذي لا يمكن زواله: يعذر به، أما الجهل الذي يمكن زواله بالتعلم وسؤال العلماء فهذا لا يعذر به، فتنبهوا لهذا.
لأن فيه من الناس من أخذوا هذه المسألة، وصار يرددونها يعذر بالجهل يعذر بالجهل على طول، بالإطلاق، لا، لابد من التفصيل.
ثم أيضًا المسائل ما هي واحدة، المسائل الخفية التي تحتاج إلى علماء، وتحتاج إلى شرح، هذه نعم يعذر بالجهل حتى يجد من يعلمه، أما المسائل الواضحة التي لا تحتاج إلى شرح، مثل الشرك والتوحيد هذه ما يعذر بالجهل، لأنها واضحة. الله جل وعلا قال: واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا، إنه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة، لئن أشركت ليحبطن عملك، هذا غامض ولا واضح، واضح أنه توحيد، واضح أنه شرك، فالمسائل الظاهرة لا يعذر أحد بجهله، أما المسائل الخفية التي تحتاج إلى بيان من العلماء هذه يعذر بالجهل فيها، المسائل ما هي واحدة نعم، فلا بد من هذا التفصيل في العذر بالجهل. نعم.
والشيخ محمد بن عبد الوهاب يقول: لا أكفر الذين يعبدون الصنم الذي على قبة الكواز يعني ما عندهم أحد يعلمهم، ما قال: يعذرون وسكت، قال: ما عندهم أحد يعلمهم.
أما هؤلاء عندهم أحد يعلمهم وعندهم من يبين لهم لكن ما سألوا ولا طلبوا العلم، فكيف يعذرون بالجهل؟! نعم