Kali ini ia dipenjara di Kairo, selama satu tahun setengah, mulai Jumat 26 Ramadhan 705 H sampai Jumat 23 Rabiul Awwal 707. Pada awalnya ia di tempatkan di Penjara Burj, dan kemudian ditransfer ke Penjara Qal’atul Jabal.
Di penjara ini ia tidak sendirian, tetapi bersama dengan Abdullah, Abdurrahman, dan muridnya Ibrahim Al-Ghayani. Mereka bertiga ini memang selalu bersama Ibnu Taimiyyah dalam perjalanannya ke Kairo.
Penyebabnya, seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah pada rangkuman peristiwa Tahun 705, adalah persoalan tauhid asma’ wa sifat, yaitu tentang Arsy, Kalam, dan Nuzul (turunnya Allah).
Ibnu Taimiyyah menunjukkan sikap heroik dan kejujuran dalam memenang keyakinan tentang Allah yang mengisi jiwa dengan iman dan kesungguhan untuk beramal.
Ketika ia dikeluarkan dari penjara, saudaranya Abdullah, yang dihormati manusia ketika itu menyebut orang-orang yang memenjarakannya sebagai orang yang zalim dan suka permusuhan. Namun, Ibnu Taimiyyah tidak menyukai itu dan mengatakan kepadanya, “Katakanlah: Ya Allah, berilah mereka cahaya yang menuntun ke jalan kebenaran.”
Sebuah pelajaran dan renungan. Apakah berarti manhaj beliau salah karena membantah kaum mu’tazilah dan yang sejenisnya dalam masalah asma wassifat, Allah bersemayam di atas Arasy, dan lain lain.
Bahkan bila kita dapati kitab kitab para ulama terdahulu. Kita dapati mereka membantah firqoh firqoh yang nyeleneh. Justeru itu termasuk jihad yang agung yaitu membantah penyimpangan.
Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى