Category Archives: Najmi Umar Bakkar

Apa Yang Kau Ketahui Tentang Bid’ah..?

Bid’ah adalah setiap keyakinan, perkataan, perbuatan dalam rangka beribadah kepada Allah Ta’ala yang tidak ada dalil yang mendukung pensyari’atannya.

➡️ Bid’ah Itu Dalam Aqidah Dan Amaliyah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَاٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah), dan setiap bid’ah adalah sesat” (HR. Muslim no. 867, hadits dari Jabir bin Abdillah).

Beliau bersabda akan sesatnya semua bid’ah, dan “tidak membedakan” antara bid’ah aqidah dan amaliyah dalam statusnya yang sama-sama sesat.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata :

Maka setiap orang yang mengada-adakan sesuatu yang baru, dan dia nisbatkan kepada agama padahal tidak ada dasarnya di dalam agama, maka dia sesat. Agama ini berlepas diri darinya, baik itu dalam masalah aqidah atau amal atau ucapan yang zhahir maupun yang bathin” (Jaami’ul Ulum wal Hikam hal 128)

➡️ Siapakah Ahlul Bid’ah itu ?

Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

Madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah adalah madzhab yang terdahulu dan telah terkenal sebelum Allah menciptakan Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad. Ia adalah madzhab para sahabat yang diterima dari Nabi mereka. Barangsiapa yang menyelisihi (madzhab tersebut), maka ia adalah AHLUL BID’AH menurut (kesepakatan) Ahlussunnah wal Jama’ah” (Minhajus Sunnah II/482 dengan tahqiq Muhammad Rasyad Salim).

Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata :

Maka setiap orang yang melakukan ibadah dengan sesuatu yang tidak disyariatkan Allah, atau dengan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan al-Khulafaa’ ar-Rasyidun, maka ia adalah seorang mubtadi’ (AHLUL BID’AH), baik ibadah yang dilakukannya itu berkaitan dengan asma Allah dan sifat-Nya, atau berkaitan dengan hukum dan syariat-Nya” (Majmu’ Fatawa wa Rasail II/291 no. 346)

➡️ Apakah Orang Yang Jatuh ke Dalam Kebid’ahan, Maka Langsung Dapat Disebut Ahlul Bid’ah ?

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata :

Tidak setiap orang yang jatuh ke dalam kebid’ahan maka (dengan serta merta) kebid’ahan jatuh atasnya (sehingga ia menjadi ahlul bid’ah), dan tidak setiap orang yang jatuh ke dalam kekufuran maka (dengan serta merta) kekufuran jatuh atasnya (sehingga ia menjadi kafir)”

Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata :

Maka wajib bagi kita untuk tenang dan tidak tergesa-gesa. Kita tidak berkata kepada seseorang yang datang dengan membawa satu bid’ah dari ribuan sunnah bahwa dia adalah seorang ahlul bid’ah” (Syarah Hadits Arba’in, hadits ke 28).

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata :

Jika seseorang berbuat bid’ah karena tidak paham, maka ia dimaafkan karena ketidak-tahuannya itu, dan tidak dihukumi sebagai mubtadi’ (ahlul bid’ah), namun perbuatannya (tetap) disebut sebagai perbuatan bid’ah” (Muntaqa Fatawaa al-Fauzan II/181, Asy-Syamilah)

Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhahullah berkata :

Adapun pelaku bid’ah ini kadang-kadang berasal dari seorang mujtahid, maka dalam ijtihad seperti ini (kalau hasil ijtihadnya salah), pelakunya tidak dapat dikatakan sebagai ahlul bid’ah.

Dan kadang-kadang pelaku bid’ah ini berasal dari orang bodoh, maka (karena kebodohannya) hukum sebagai ahlul bid’ah ditiadakan darinya, meskipun ia berdosa karena ia telah melalaikan (dirinya) dalam menuntut ilmu, kecuali jika Allah berkehendak (yang lain).

Boleh jadi juga terdapat beberapa kendala yang menghalangi orang yang terperosok dalam jurang bid’ah menjadi ahlul bid’ah.

Adapun orang yang terus menerus dalam bid’ahnya padahal telah nampak kebenaran baginya, karena ia mengikuti nenek moyang dan berjalan di belakang tradisi dan budaya, maka orang seperti ini sangat layak untuk dicap sebagai AHLUL BID’AH, karena ingkar dan berpaling dari kebenaran” (Ilmu Ushul Bida’ hal 209 – 210).

Maka pelaku bid’ah dalam aqidah dan amaliyah bisa disebut sebagai Ahlul Bid’ah dan bukan Ahlus Sunnah wal Jama’ah jika termasuk dalam pengertian di atas.

Ustadz Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

Untukmu Saudaraku Yang Lalai…

Cahaya Sunnah, [03.03.17 10:49]
◾️ Untukmu Saudaraku Yang Lalai… ◾️

Wahai saudaraku…engkau
Begitu semangatnya mengikuti berita…

Begitu seriusnya mencari data dan informasi terbaru darinya…

Begitu antusiasnya memberikan komentar terhadapnya…

Begitu pedulinya akan peristiwa yang berlangsung hanya sehari, seminggu dst…

Tapi…

Apakah sebegitu semangatnya, seriusnya, antusiasnya, perhatian dan pedulinya dirimu dengan agamamu dan kehidupan hakiki di akhirat yang pasti abadi…?

Kenapa masalah yang sehari bisa mengalahkan masalah kehidupan akhirat yang kekal dan tidak akan pernah mati…?

Kenapa ketika ada hal-hal yang berkaitan dengan akhirat, ganjaran, kebaikan, kematian dll engkau tidak seperti itu sikapnya…?

Apakah sudah ada benih-benih kemunafikan yang tidak disadari…?

Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Nifaq (munafik) adalah engkau berbicara tentang Islam tetapi engkau tidak mengamalkan ajarannya dalam kehidupan” (Hilyatul Auliyaa’ I/182).

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :

“Wahai jiwa yang miskin, engkau selalu berbuat jelek, tapi menyangka telah berbuat baik…!

Engkau bodoh tapi menyangka dirimu berilmu…!

Engkau bakhil tapi menyangka dirimu dermawan…!

Ajalmu telah dekat tapi angan-anganmu masih jauh…!

Engkau telah berbuat zalim, tapi menyangka engkaulah yang terzhalimi…!

Engkau memakan harta yang haram, tapi menganggap dirimu wara’…!

Engkau telah menuntut ilmu demi meraup keuntungan dunia, tapi engkau katakan menuntutnya karena Allah ‘Azza wa Jalla……” (Siyar A’lamin Nubalaa’ VIII/440).

Ingatlah…

Kehidupan dunia hanyalah sebentar dan tidak lama… Janganlah masalah yang paling penting yaitu akhirat ternyata di abaikan begitu saja sehingga hilanglah begitu banyak kebaikan…

Cobalah tanyakan kepada diri sendiri…

Berapa banyakkah kebaikan yang telah dilakukan…?

Berapa banyakkah khatam membaca al-Qur’an…?

Sudahkah shalat dengan penuh khusyu’…?

Sudahkah beribadah niatnya selalu karena Allah…?

Sudahkah bertambah iman…?
Sudahkah bertambah ilmu…?
Sudahkah bertambah amal…?
Sudahkah bertambah semangat…?

Seberapa seringkah menghadiri majelis ta’lim…?
Seberapa banyakkah yang dipahami dari al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman yang benar…?
Seberapa besarkah rasa takut kepada Allah Ta’ala…?
Seberapa banyakkah mengingat kematian…?

Kenapa seseorang membenci kematian…?

Karena ia telah memakmurkan dunia dan menghancurkan akhiratnya. Maka ia benci keluar dari kemakmuran menuju kehancuran…..!

Wahai saudaraku…

Kita tidak sedang berada di dunia yang kekal…

Kita telah diizinkan untuk pergi, maka bersiaplah karena perjalanannya sebentar lagi berangkat…

Beruntunglah orang yang takut ketika di dunia dan betapa buruk orang yang dosanya masih tersisa sepeninggalnya…

Perhatikanlah, sebagai apa nanti bila sudah berdiri di hadapan Allah Ta’ala…

Lalu Dia meminta pertanggungjawaban terhadap nikmat yang diberikan, bagaimanakah kita mempergunakannya…

Dia tidak akan menerima alasan mengelak atau pun permohonan maaf karena kesalahannya…

Orang-orang yang baik akan kembali kepada Allah seperti perantau yang kembali kepada keluarganya…

Sedangkan orang yang penuh dengan dosa dan maksiat akan datang seperti budak yang kabur, lalu dia diseret kepada majikannya dengan keras…

Allah Ta’ala berfirman :

“Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun kemudian datang kepada mereka adzab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka kenikmatan yang mereka rasakan” (QS. Asy-Syu’ara [26] : 205 – 207)

Seburuk-buruk hamba adalah hamba yang diciptakan untuk beribadah, namun syahwat malah menghalanginya untuk beribadah…

Seburuk-buruk hamba adalah hamba yang diciptakan untuk masa yang akan datang, namun masa yang sekarang menghalanginya dari masa yang akan datang…

✍️ Ustadz Najmi Umar Bakkar

join ↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [12.03.17 17:21]
◾️ Ternyata Keshalihan Bisa Diturunkan… ◾️

Allah Ta’ala berfirman :

“Dan berikanlah keshalihan kepadaku (dengan juga memberikan keshalihan itu) kepada anak cucuku” (QS. Al-Ahqaf [46]: 15)

“Wahai Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku termasuk orang yang tetap mendirikan shalat, wahai Rabb kami, perkenankanlah doaku” (QS. Ibrahim [14]: 40)

Imam al-Bukhari rahimahullah, diantara sebab beliau menjadi anak yang shalih adalah karena keshalihan ayahnya yaitu Abul Hasan Isma’il bin Ibrahim…

Ahmad bin Hafsh berkata :

“Aku masuk menemui Abul Hasan Isma’il bin Ibrahim tatkala ia hendak meninggal. Maka beliau berkata : “Aku tidak mengetahui di seluruh hartaku ada satu dirham yang aku peroleh dengan syubhat” (Taariikh ath-Thabari 19/239 dan Tabaqaat asy-Syaafi’iyyah al-Kubra II/213).

Allah Ta’ala berfirman :

“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang “ayahnya adalah seorang yang shalih”, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu…” (QS. Al-Kahfi [18]: 82)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

“Dikatakan bahwa ayah (yang tersebutkan dalam ayat di atas) adalah ayah/kakek ke-7, dan dikatakan juga kakek yang ke-10. Dan apapun pendapatnya (kakek ke-7 atau ke-10), maka ayat ini merupakan dalil bahwasanya seseorang yang shalih akan dijaga keturunannya” (Al-Bidaayah wan-Nihaayah 1/348).

Lihatlah bagaimana Allah menjaga sampai keturunan yang ke-7 karena keshalihan seseorang…

Sa’iid bin Jubair rahimahullah berkata :

“Sungguh aku menambah shalatku karena putraku ini”
Berkata Hisyam : “Yaitu karena berharap agar Allah menjaga putranya” (Tahdziibul Kamaal X/366 dan Hilyatul Auliyaa’ IV/279)

Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah berkata :

“Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajiban pada Allah), maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu” (Jami’ al-‘Ulum wal Hikam 1/467)

Sekarang coba renungkan, apakah sudah termasuk orang-orang yang shalih…? Banyak beribadah…? Selalu menjaga diri untuk tidak memakan dan membeli dari harta yang syubhat…?

Maka janganlah seseorang heran jika mendapati anak-anaknya keras kepala dan bandel, masih lalai dengan shalat, tidak mau diajak shalat ke masjid, sulit untuk menghafal al-Qur’an, tidak mau diajak ke taklim, tidak mau menutupi aurat dll…

“Bisa Jadi” sebabnya adalah orang tua itu sendiri yang tidak shalih, durhaka kepada orang tuanya serta memakan atau menggunakan harta haram, sehingga dampaknya kepada anak-anaknya…

Anak yang tumbuh dari makanan yang haram kelak menjadi orang yang tidak peduli akan rambu-rambu halal dan haram dalam agamanya, lalu bagaimana mungkin orang tua akan mendapatkan anak yang shalih…?

Akan tetapi pada asalnya insya Allah jika seorang ayah atau ibu itu shalih dan shalihah, maka Allah Ta’ala pun akan menjaga anak-anaknya…

Wahai Saudaraku…

Inginkah anakmu menjadi shalih dan shalihah…?

Taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta berbakti kepada kedua orang tuanya…?

Dan jika engkau menginginkannya…

Lalu sudahkah engkau shalih sebagai orang tua…?

Allah Ta’ala berfirman :

“…Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat…” (QS. Az-Zumar [39]: 15)

✍️ Ustadz Najmi Umar Bakkar

join ↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [22.03.17 19:52]
◾️ Curahan Hati Untuk Istriku… ◾️

Maafkan aku wahai istriku…
Sudah berapa kali kubuat kau bersedih…
Sudah berapa kali hatimu kulukai…
Sudah berapa kali nasihatmu kutepis…
Sudah berapa kali teguranmu kutolak…
Sudah berapa kali tingkahku memberi luka…
Sudah seringkali aku berlaku kasar padamu…

Maafkan aku wahai istriku…
atas segala salah dan khilafku…
lahir dan batin, yang tampak maupun yang tersembunyi, atas ucapan dan janji yang tak terpenuhi…

Maafkan aku wahai istriku…
jika yang ada pada diriku membuatmu kecewa…
jika yang kuperbuat sangat menyakiti hatimu…
aku hanyalah seorang lelaki biasa…
seorang suami yang lemah…
seorang suami yang banyak salah…

Tapi…

Yakinlah aku mencintaimu karena Allah…
aku sayang padamu wahai istriku…
engkau harta yang tak ternilai bagiku…

Wahai Istriku…
seandainya dirimu merasa pernah berbuat salah padaku, apapun itu, aku sudah ridho memaafkan semuanya, lahir dan batin…

Wahai Istriku…
aku kini menyadari bahwa hatimu begitu mulia…
mudah-mudahan ini kesadaran yang belum terlambat, hanya karena kebodohanku saja, serta hawa nafsu, sehingga aku menzhalimi dirimu…

Ya Allah, hanya Engkau yang mengetahui semua kebaikannya, maka berilah balasan yang baik dan berlipat atas segala kebaikannya…

Bila ia berbuat dosa, itu adalah juga dosa hamba…
karena kejahilan hamba yang tidak bisa mengemban amanah memimpin rumah tangga…

Ya Allah, ampunilah kami, sayangilah kami, tutuplah aib-aib kami, serta jagalah dan lindungilah keluarga kami, sungguh Engkaulah sebaik-baik pelindung…

Ya Allah, jadikan istriku termasuk istri yang shalihah dan semakin shalihah, serta izinkan hamba-Mu ini untuk bisa membahagiakannya sampai sisa umur yang telah Engkau tentukan…

Ya Allah, jadikanlah “ISTRIKU SURGAKU”, sebaik-baik kesenangan dunia, dan masukkanlah kami ke dalam Surga Firdaus yang Engkau janjikan sebagai rahmat-Mu…

Aamiin…

(dinukil dari buku “50 Kiat Agar Cinta Suami Kepada Istri Semakin Dahsyat”, hal 102-104)

✍️ Ustadz Najmi Umar Bakkar

join ↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [25.03.17 20:41]
[ Photo ]

Karena Apa Air Matamu Menangis..?

Cahaya Sunnah, [22.01.17 12:10]
◾️ KARENA APA AIR MATAMU MENANGIS ? ◾️

Menangis merupakan bukti yang menunjukkan ketakwaan hati, ketinggian jiwa, kesucian sanubari dan kelembutan perasaan…

Menangis karena Allah terjadi manakala seorang hamba melihat kelalaian pada dirinya atau merasa takut akan kesudahannya yang buruk…

Menangis manakala hamba yang bersangkutan ingat kepada Rabbnya dan takut akan dosa-dosa yang telah dilakukannya…

Abu Sa’id berkata : “Pada suatu hari, aku melihat Manshur bin Zadzan berwudhu. Usai berwudhu, kedua matanya mengucurkan air mata. Ia menangis terus hingga suaranya semakin keras. Aku berkata kepadanya : “Ada apa denganmu, semoga Allah merahmatimu”. Manshur bin Zadzan berkata : “Adakah sesuatu yang lebih besar dari urusanku ? Aku ingin berdiri di depan Dzat yang tidak tidur dan mengantuk. Tapi aku khawatir Dia memalingkan muka dariku”. Demi Allah, aku menangis karena perkataannya itu” (Shifatus Shafwah II/12).

Muhammad bin Naahiah berkata : “Aku shalat shubuh bermakmum di belakang al-Fudhail, dia membaca surat al-Haqqah. Ketika tiba pada bacaan : “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya” (QS. Al-Haqqah [69]: 30). Al-Fudhail tidak bisa membendung tangisannya” (Siyar A’laam an-Nubalaa’ VIII/444).

Dari Ali bin Zaid, dia berkata : “Suatu malam al-Hasan ada di rumah kami. Pada tengah malam dia menangis. “Wahai Abu Sa’id, semalam engkau telah membuat keluargaku menangis semua”, kataku. Dia berkata : “Wahai Ali, sesungguhnya aku berkata kepada diriku sendiri : “Wahai Hasan, boleh jadi Allah melihatmu karena sebagian musibah yang menimpamu, lalu Dia berfirman : “Berbuatlah sesukamu, karena Aku tidak menerima sedikit pun dari amalmu” (Az-Zuhd no.1608 oleh Imam Ahmad).

Wahai Saudaraku, air mata apakah yang selalu menetes dari mata ini…?

Pernahkah air mata ini menetes karena takut dan harap kepada Allah…?

Pernahkah air mata ini menetes karena sangat rindu ingin bertemu dengan Rasulullah…?

Pernahkah air mata ini menetes karena dosa-dosa dan maksiat yang telah dilakukan…?

Pernahkah air mata ini menetes karena takut orang tua nantinya diazab Allah…?

Pernahkah air mata ini menetes karena takut akan su’ul khatimah…?

Pernahkah air mata ini menetes karena memikirkan alam kubur…?

Pernahkah air mata ini menetes karena memikirkan nasib di akhirat kelak…?

Pernahkah air mata ini menetes karena memikirkan Surga dan Neraka Allah…?

Pernahkah air mata ini menetes karena banyaknya hilang pahala akhirat…?

Pernahkah air mata ini menetes karena banyaknya waktu yang terbuang sia-sia…?

Pernahkah air mata ini menetes karena banyaknya ilmu yang belum diketahui…?

Pernahkah air mata ini menetes karena banyaknya ilmu yang belum diamalkan…?

Pernahkah air mata ini menetes karena jarangnya harta dikeluarkan untuk sedekah…?

Pernahkah air mata ini menetes karena jarangnya hadir di majelis taklim…?

Pernahkah air mata ini menetes karena kehilangan shalat tahajjud di malam hari…?

Pernahkah air mata ini menetes karena kehilangan shalat dua raka’at sebelum shubuh…?

Pernahkah air mata ini menetes karena kehilangan shalat berjamaah di masjid…?

Pernahkah air mata ini menetes karena melihat penderitaan kaum muslimin di tempat lain…?

Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata : “Menangislah kalian…karena sesungguhnya para penghuni Neraka itu menangis padahal tidak ada yang merasa kasihan dengan tangisan mereka, maka menangislah sekarang…karena tangisan kalian saat ini masih dikasihani” (Az-Zuhd no.1101 oleh Imam Ahmad).

Wahai Saudaraku…
Menangislah sebelum menyesal, sebab perjalanan sangatlah jauh dan bekal hanya sedikit…
datangilah majelis tangis…
majelis yang mengingatkan akan negeri akhirat…
majelis yang dapat menyuburkan iman dan taqwa…
majelis yang didalamnya dibacakan ayat-ayat Allah… majelis yang dibacakan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam…yang semua itu menyebabkan air matamu berlinang dan hati ini tunduk, bergetar serta takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla…

✍️ Ust Najmi Umar Bakkar

join↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [30.01.17 17:21]
◾️ Ringkasan 12 Adab Bagi Penuntut Ilmu ◾️

(01). Hendaknya kepergian dan duduknya seorang penuntut ilmu ke majelis ilmu itu ikhlas hanya karena Allah, tanpa riya’ dan keinginan dipuji orang lain.

(02). Hendaknya berdo’a kepada Allah Ta’ala sebelum dimulainya majelis ilmu agar ilmunya berkah, yaitu ditambahkan ilmunya, diberi pemahaman dan dimudahkan Allah dalam mengamalkannya.

(03). Bersegera datang ke majelis ilmu dan tidak terlambat, seyogyanya seorang penuntut ilmu datang terlebih dahulu sebelum ustadznya.

(04). Jika majelis ilmu ada di masjid, maka sebelum duduk hendaknya shalat sunnah tahiyatul masjid.

(05). Ucapkanlah salam saat memasuki suatu majelis.

(06). Jika bercampur antara jamaah wanita dan pria di suatu majelis ilmu, maka hendaknya diberi pembatas atau hijab di antara mereka untuk menghindari fitnah. Atau bisa juga dengan cara mengadakan majelis ilmu di tempat tertentu khusus untuk para wanita saja.

(07). Tidak menyuruh orang lain berdiri, pindah atau menggeser tempat duduknya.

(08). Tidak meletakkan tangan kiri ke belakang.

(09). Mendekat ke ustadz saat ia memberi nasehat.

(10). Mencatat ilmu agar tidak mudah hilang.

(11). Tenang, tidak berbicara, tidak bersenda gurau ataupun berbantah-bantahan yang sia-sia, tidak sibuk sendiri dengan banyak bergerak, menolah-noleh ke belakang atau ke kiri dan kanan, hendaknya mata tertuju kepada ustadz dalam majelis ilmu.

من لا يكرمُ العلمَ لا يكرمه العلمُ
“Barangsiapa yang tidak memuliakan ilmu, maka ilmu pun tidak akan menjadikannya mulia”

Jika seorang murid berakhlak buruk kepada ustadznya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, seperti hilangnya berkah dari ilmu yang di dapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya atau tidak dapat menyebarkan ilmunya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خيركم اسلاما احاسنكم اخلاقا اذا فقهوا
“Sebaik-baik kalian Islamnya adalah yang paling baik akhlaknya jika mereka menuntut ilmu” (HR. Ahmad no.10329, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no.3312, hadits dari Abu Hurairah).

Usamah bin Syariik radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seakan-akan ada burung di atas kepala kami, tidak ada seorang pun dari kami yang berbicara…” (HR. Ath-Thabrani dan Ibnu Hibban, lihat Shahiihut Targhib wat Tarhiib no. 2652)

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata :

“Aku membalik lembaran halaman di hadapan Malik dengan pelan, karena segan kepadanya agar ia tidak mendengar suaranya”

Ar-Rabi’ bin Sulaiman rahimahullah berkata :
مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”

Janganlah datang ke majelis ilmu hanya sekedar mendengarkan sambil bersantai-santai, tidak serius dan banyak menguap. Ada yang sambil bermain HP, duduk bersandar, tidur, memotret, menjulurkan kaki, memberikan komentar saat ustadz sedang menjelaskan, ada juga yang sambil makan, minum, mengecap permen dan bahkan ada yang niatnya sekedar ngumpul-ngumpul, kopdar, ingin ketemu ustadznya atau tujuannya hanya berdagang saja

Janganlah mengangkat suara saat firman Allah Ta’ala dan hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dibacakan, sehingga berakibat terhapusnya amalan (lihat QS. 7 : 204 dan QS. 49 : 2)

Imam adz-Dzahabi rahimahullah menyampaikan kisah Ahmad bin Sinan, ketika beliau berkata :

“Tidak ada yang berbicara di majelis ‘Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada pensil yang diraut, tidak ada seorangpun yang tersenyum, dan tidak ada seorangpun yang berdiri, seolah-olah di atas kepala mereka ada burung atau seolah-olah mereka sedang shalat. Jika ia melihat salah seorang di antara mereka tersenyum atau bercakap-cakap, maka dia memakai sandalnya lalu keluar” (Siyar A’laamin Nubalaa’ IX/201-202)

(12). Membaca do’a penutup majelis.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

✍️ Ust Najmi Umar Bakkar

join↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [08.02.17 20:48]
◾️ Oh…Alangkah Besarnya Penyesalan… ◾️

Bagaimana mata kan terpejam, kalau ia terbelalak diam, di mana seharusnya ia sangat awam, di Surga atau Neraka ia berdiam…

Seseorang masìh memungkinkan untuk berbuat durhaka atau taat kepada Allah selama hayat masih di kandung badan…

Keleluasaan yang ia minta, sebaliknya akan menjadi keterkungkungan yang ia terima…

Lalu di manakah letak nikmatnya kedurhakaan seseorang dan dimana jerih payah ketaatannya…?

Seseorang yang telah tergoda oleh nafsu syahwat, ia akan begitu cepat menghampirinya dan tidak pernah berpikir tentang apa akibat yang akan ditimbulkannya kelak…

Berapa banyak sudah penyesalan yang telah ia teguk di dalam menjalani sisa-sisa hidupnya…?

Berapa besar kehinaan yang harus ia tanggung setelah kematiannya…?

Dan siksa yang tidak bisa dihindarkan datangnya, yaitu mempertanggungjawabkan atas semua perbuatannya dihadapan Allah…

Dan itu semua disebabkan oleh kenikmatan yang sesaat, yang terasa bagaikan sebuah kilat…

Alangkah mengkhawatirkan bagi orang yang meyakini sebuah perintah, akan tetapi setelah itu melupakannya…

Juga bagi orang yang telah melihat dengan mata kepala sendiri bahaya yang akan tersimpan di balik suatu persoalan, akan tetapi kemudian menutup mata darinya…

Sebesar-besar hukuman adalah apabila si terhukum tidak merasa dirinya sedang dihukum…

Ketahuilah…

Derajat yang tinggi di sisi Allah tidak akan diraih kecuali setelah bersungguh-sungguh…

Sungguh-sungguh tidak akan ada kecuali setelah adanya rasa takut…

Rasa takut tidak akan ada kecuali setelah adanya keyakinan…

Keyakinan tidak akan ada kecuali setelah adanya ilmu…

Ilmu tidak akan ada kecuali setelah belajar…

Belajar sulit dilakukan jika tanpa adanya niat, tekad dan semangat yang kuat…

Manfaatkanlah waktu dan ketahuilah perbuatan apa saja yang mengiringi malam dan siangmu yang telah berlalu…

Perbaharuilah taubat setiap waktu, dan jadikanlah umurmu dalam tiga waktu : waktu untuk ilmu, waktu untuk beramal dan waktu untuk memenuhi hak dan kewajibanmu…

Ambillah pelajaran dari orang-orang yang telah lalu, dan pikirkanlah tempat kembalinya dua kelompok di hadapan Allah. Satu kelompok di dalam Surga dengan ridha-Nya dan satu kelompok berada di Neraka dengan murka-Nya…

Kesenangannya Iblis bukan menjerumuskanmu dalam berbagai kemaksiatan, akan tetapi cita-citanya agar engkau masuk bersamanya ke tempat yang dia akan memasukinya, yaitu Neraka Jahannam…

Hindarilah maksiat hati yaitu menganggap sedikitnya rezeki, menganggap remeh nikmat Allah, lalai dari Allah, menganggap remeh bencana agama, menganggap besar dunia dan bersedih hati karena dunia yang telah meninggalkannya…

Dosa itu mewariskan kelalaian…
Kelalaian mewariskan kekerasan hati…
Kekerasan hati mewariskan jauh dari Allah…
Jauh dari Allah mewariskan Neraka…

Umur manusia hanyalah hitungan hari…
Manusia akan mendapatkan kebahagiaan jika ia menghibahkan dirinya untuk Allah ‘Azza wa Jalla…

Ingatlah suatu hari, dimana penyesalan tidaklah berguna lagi…

ٌيَا حَسْرَتَا عَلَىٰ مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ…
“…Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah…” (QS. Az-Zumar [39]: 56)

يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Dia mengatakan : “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini” (QS. Al-Fajr [89]: 24)

قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَىٰ مَا فَرَّطْنَا فِيهَا…
“…Mereka berkata : Sungguh betapa menyesalnya kami atas apa yang kami sia-siakan dahulu di dunia…” (QS. Al-An’aam [6]: 31)

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata : “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul” (QS. Al-Ahzab [33]: 66)

Semoga Allah selalu memberikan taufiq bagi para pengikut kebenaran, dan semoga menjadikan kita termasuk bagian dari mereka…

✍️ Ustadz Najmi Umar Bakkar

join ↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [22.03.17 19:52]
◾️ Curahan Hati Untuk Istriku… ◾️

Maafkan aku wahai istriku…
Sudah berapa kali kubuat kau bersedih…
Sudah berapa kali hatimu kulukai…
Sudah berapa kali nasihatmu kutepis…
Sudah berapa kali teguranmu kutolak…
Sudah berapa kali tingkahku memberi luka…
Sudah seringkali aku berlaku kasar padamu…

Maafkan aku wahai istriku…
atas segala salah dan khilafku…
lahir dan batin, yang tampak maupun yang tersembunyi, atas ucapan dan janji yang tak terpenuhi…

Maafkan aku wahai istriku…
jika yang ada pada diriku membuatmu kecewa…
jika yang kuperbuat sangat menyakiti hatimu…
aku hanyalah seorang lelaki biasa…
seorang suami yang lemah…
seorang suami yang banyak salah…

Tapi…

Yakinlah aku mencintaimu karena Allah…
aku sayang padamu wahai istriku…
engkau harta yang tak ternilai bagiku…

Wahai Istriku…
seandainya dirimu merasa pernah berbuat salah padaku, apapun itu, aku sudah ridho memaafkan semuanya, lahir dan batin…

Wahai Istriku…
aku kini menyadari bahwa hatimu begitu mulia…
mudah-mudahan ini kesadaran yang belum terlambat, hanya karena kebodohanku saja, serta hawa nafsu, sehingga aku menzhalimi dirimu…

Ya Allah, hanya Engkau yang mengetahui semua kebaikannya, maka berilah balasan yang baik dan berlipat atas segala kebaikannya…

Bila ia berbuat dosa, itu adalah juga dosa hamba…
karena kejahilan hamba yang tidak bisa mengemban amanah memimpin rumah tangga…

Ya Allah, ampunilah kami, sayangilah kami, tutuplah aib-aib kami, serta jagalah dan lindungilah keluarga kami, sungguh Engkaulah sebaik-baik pelindung…

Ya Allah, jadikan istriku termasuk istri yang shalihah dan semakin shalihah, serta izinkan hamba-Mu ini untuk bisa membahagiakannya sampai sisa umur yang telah Engkau tentukan…

Ya Allah, jadikanlah “ISTRIKU SURGAKU”, sebaik-baik kesenangan dunia, dan masukkanlah kami ke dalam Surga Firdaus yang Engkau janjikan sebagai rahmat-Mu…

Aamiin…

(dinukil dari buku “50 Kiat Agar Cinta Suami Kepada Istri Semakin Dahsyat”, hal 102-104)

✍️ Ustadz Najmi Umar Bakkar

join ↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [25.03.17 20:41]
[ Photo ]

Bersikap Bijaklah Kepada Ulama…

Para ulama tidaklah maksum, yakni bebas dari kesalahan dan kekeliruan. Mereka yang mempunyai andil besar dalam mendakwahkan al-Qur’an dan as-Sunnah di atas manhaj salaf tidak bisa digugurkan keutamaannya, jika seandainya diantara pendapatnya ada yang salah atau kurang kuat, dan juga tidak boleh untuk menghina dan merendahkan mereka.

Syaikh DR. Muhammad bin Umar Bazmul berkata :

ليس من منهج السلف معاملة أخطاء أهل السنة كمعاملة أهل البدع. فإن كل
ابن آدم خطاء، فينظر في منهج الرجل ويعامل الخطأ الذي وقع منه على أساس ذلك

Tidak termasuk dalam manhaj salaf, yaitu menyikapi kesalahan-kesalahan seorang ahlus-sunnah seperti menyikapi kesalahan ahlul-bid’ah, karena setiap anak Adam pasti memiliki kesalahan. (Apabila seorang ahlus-sunnah terjatuh dalam kesalahan), maka manhajnya dilihat dan kesalahan tersebut disikapi sesuai dengan manhajnya

Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

Kalau seandainya seorang alim (ulama) yang banyak memberikan fatwa salah dalam100 masalah, maka itu bukan suatu aib. Karena siapa saja selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dia bisa benar dan bisa saja salah” (Majmu Fataawa 28/301)

Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullah berkata :

Orang alim (ulama) tidak lepas dari kesalahan. Siapa yang SEDIKIT kesalahannya dan BANYAK benarnya maka dialah orang alim. Dan siapa yang sedikit benarnya dan banyak kesalahannya maka dialah orang jahil” (Jami’ Bayaan al-Ilmi II/106)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

وبالجملة فقد كان رحمه الله من كبار العلماء وممن يخطئ ويصيب ، ولكن خطأه بالنسبة إلى صوابه كنقطة في بحر لجي ، وخطؤه مغفور له

Secara umum, beliau (Ibnu Taimiyah) rahimahullah termasuk ulama besar, dan juga termasuk orang yang berbuat benar dan berbuat keliru. Akan tetapi kesalahan beliau jika dibandingkan dengan kebenaran beliau, maka seperti satu titik dalam lautan dalam. Dan kesalahan beliau adalah diampuni” (Al-Bidayah wan Nihayah 14/160).

Dan apa yang dialami oleh al-Qadhi Jamaluddin Abu Abdillah ar-Raimi az-Zubaidi asy-Syafi’i (wafat tahun 791 H) merupakan kematian yang tragis karena seringnya ia mencela Imam an-Nawawi rahimahullah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

أخبرني الجمال المصري محمد بن أبي بكر بزبيد أنه شاهده عند وفاته وقد اندلع لسانه وأسود فكانوا يرون أن ذلك بسبب كثرة وقيعته في الشيخ محيي الدين النووي رحمه الله تعالى.

Aku diberitahu oleh al-Jamal al-Mishri Muhammad bin Abu Bakar di kota Zubaid Yaman, bahwa beliau menyaksikan ar-Raimi saat wafatnya dalam keadaan lidahnya terjulur dan menghitam. Para ulama berpendapat bahwa keadaan tersebut karena ar-Raimi suka mencela Imam an-Nawawi rahimahullah” (Ad-Durarul Kaminah fil A’yanil Mi’atits Tsaminah II/9).

Berhati-hatilah, karena tanda dari ilmu yang tidak bermanfaat adalah : “Menumbuhkan kesombongan, ambisi kepada dunia, mengalihkan perhatian orang kepada dirinya, berburuk sangka dan menganggap bodoh Ulama, serta merasa lebih apa yang dimilikinya” (Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘alal Khalaf oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali).

Ustadz Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

 

Oh.. Alangkah Besarnya Penyesalan…

Bagaimana mata kan terpejam, kalau ia terbelalak diam, di mana seharusnya ia sangat awam, di Surga atau Neraka ia berdiam…

Seseorang yang tergoda oleh nafsu syahwat, ia akan cepat menghampirinya, dan tidak pernah berpikir tentang apa akibat yang akan ditimbulkannya kelak…

Berapa banyak penyesalan yang telah ia teguk di dalam menjalani sisa-sisa hidupnya…?
Berapa besar kehinaan yang ditanggung setelah kematiannya…?

Ingatlah hari yang tidak bisa dihindarkan datangnya, yaitu mempertanggungjawabkan semua perbuatan dihadapan Allah, dan itu disebabkan oleh kenikmatan sesaat, yang terasa bagaikan sebuah kilat…

Alangkah mengkhawatirkan bagi orang yang meyakini sebuah perintah, akan tetapi setelah itu ia pun melupakannya. Sungguh, sebesar-besar hukuman adalah apabila si terhukum tidak merasa dirinya sedang dihukum…

Ketahuilah bahwa derajat yang tinggi di sisi Allah tidak akan diraih kecuali setelah bersungguh-sungguh…

Sungguh-sungguh tidak akan ada kecuali setelah adanya rasa takut…

Rasa takut tidak akan ada kecuali setelah adanya keyakinan…

Keyakinan tidak akan ada kecuali setelah adanya ilmu…

Ilmu tidak akan ada kecuali setelah belajar…

Dan belajar sulit dilakukan jika tanpa adanya niat, tekad dan semangat yang kuat…

Perbaharuilah taubat setiap waktu, dan jadikanlah umur dalam tiga waktu : untuk ilmu, beramal dan waktu untuk memenuhi hak dan kewajiban…

Hindarilah maksiat hati, yaitu menganggap sedikitnya rezeki, menganggap remeh nikmat Allah, lalai dari Allah, menganggap remeh bencana agama, menganggap besar dunia dan bersedih hati karena dunia yang telah meninggalkannya…

Dosa itu mewariskan kelalaian…
Kelalaian mewariskan kekerasan hati…
Kekerasan hati mewariskan jauh dari Allah…
Jauh dari Allah mewariskan Neraka…

Umur manusia hanyalah hitungan hari…
Manusia akan mendapatkan kebahagiaan jika ia menghibahkan dirinya untuk Allah ‘Azza wa Jalla…

Ingatlah suatu hari, dimana penyesalan tidaklah berguna lagi…

ٌيَا حَسْرَتَا عَلَىٰ مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ…

“…Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah…” (QS. Az-Zumar [39]: 56)

يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

“Dia mengatakan : “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini” (QS. Al-Fajr [89]: 24)

قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَىٰ مَا فَرَّطْنَا فِيهَا…

“…Mereka berkata : Sungguh betapa menyesalnya kami atas apa yang kami sia-siakan dahulu di dunia…” (QS. Al-An’aam [6]: 31)

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata : “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul” (QS. Al-Ahzab [33]: 66)

Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan taufiq bagi para pengikut kebenaran, dan semoga Dia menjadikan kita termasuk bagian dari mereka…

Aamiin…

Ustadz Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

Ada Apa Dengan Penyebutan “AL-MARHUM” Bagi Orang Yang Telah Meninggal..?

Penyebutan AL-MAGHFUR LAHU (orang yang diampuni) dan AL-MARHUM (orang yang dirahmati) bagi orang-orang yang telah meninggal tidak diperbolehkan. Karena memastikan bahwa ia adalah orang yang diampuni atau dirahmati merupakan perkara-perkara ghaib, tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Katakanlah : “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah” (QS. An-Naml [27]: 65)

Dalam literatur kitab-kitab para ulama pun tidak pernah kita dapati penyebutan al-marhum imam Bukhari, atau al-marhum imam Muslim, atau al-marhum imam Syafi’i. Tetapi yang kita dapati adalah ungkapan rahimahullah dibelakang nama-nama mereka.

Syaikh bin Baz rahimahullah berkata :

Dalam masalah ini kata-kata yang dibenarkan adalah ghafarallahu lahu (semoga Allah mengampuninya) atau rahimahullah (semoga Allah merahmatinya), kalau ia orang Islam.

Kata-kata al-maghfur lahu atau al-marhum tidak boleh digunakan karena hal itu berarti suatu penyaksian kepada orang tertentu bahwa ia ahli surga atau ahli neraka atau lain-lainnya, padahal hanya Allah yang dapat memberikan kesaksian kepada orang-orang yang berhak untuk itu sebagaimana yang tersebut di dalam al-Qur’an atau kesaksian Rasul-Nya atas yang bersangkutan

(Majmu’ Fataawa wa Maqaalat Mutanawwi’ah V/365-366)

Dan ini juga Fatawa al-Lajnah ad Da-imah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta’ II/159-160.

Ustadz Najmi Umar Bakkar,  حفظه الله تعالى 

Hukum Menambahkan Nama Suami di Belakang Nama Istri – Menisbatkan Diri Kepada Suami…

Dalam ajaran Islam seorang istri TIDAK BOLEH menambahkan nama suaminya atau nama keluarga suaminya yang terakhir setelah namanya.

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau MENISBATKAN dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah” (HR. Muslim no.3327 dan at-Tirmidzi no.2127 dan Ahmad no.616).

Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka Surga haram baginya” (HR. Bukhari no.3982, Muslim no.220 dan Abu Dawud no.5113).

Setelah menikah, terkadang wanita barat mengganti nama belakangnya atau nama keluarganya dengan nama suaminya atau nama keluarga suaminya. Misalnya istrinya Bill Clinton: Hillary Clinton yang nama aslinya Hillary Diane Rodham atau istrinya Barrack Obama: Michelle Obama yang nama aslinya Michelle LaVaughn Robinson.

Karena itu, hendaklah kita tidak meniru-niru budaya yang tidak mencerminkan nilai-nilai Islam. Marilah kita melihat teladan pada para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidaklah nama-nama mereka dinasabkan kepada Rasulullah meski agung dan tingginya kedudukan beliau di sisi Allah dan di sisi manusia. Mereka tetap dipanggil dengan nama ayah-ayah mereka seperti Aisyah bintu Abu Bakar, Hafshah bintu Umar, Zainab bintu Jahsy, begitu pula yang lainnya.

Kaum muslimin yang telah melakukan perbuatan ini berarti tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, karena tradisi yang tercela ini tidak pernah dikenal kecuali dari mereka, dan dari merekalah sebagian kaum muslimin yang awam mengadopsinya.

Penisbatan istri kepada nama suaminya merupakan hal yang belum dikenal di zaman para salafus shalih dahulu, namun baru dikenal di zaman ketika kaum muslimin mulai berinteraksi dengan budaya barat.

Seorang istri hanya boleh menisbatkan kepada suami jika penyebutannya seperti QS.At-Tahrim ayat 10 dan 11, dimana Allah menggunakan penyebutan nama dengan sandingan nama suami, “imra’atu Nuh (istrinya nabi Nuh) dan imra’atu Luth (istrinya nabi Luth), “imra`atu Fir’aun” (istrinya Fir’aun).

Pada hadits riwayat Abu Sa’id al-Khudri, bahwa suatu ketika Zainab istri Abdullah bin Mas’ud datang kepada Rasulullah dan meminta izin untuk bertemu. Lalu ada salah seorang yang ada di dalam rumah berkata : “Wahai Rasulullah, Zainab meminta izin untuk bertemu“. “Zainab siapa?” tanya Rasul. “Istri Ibnu Mas’ud“. Lalu beliau berkata : “Ya, persilahkan dia masuk” (HR. Bukhari)

Pada hadits ini kita perhatikan penyebutannya bukan Zainab Ibnu Mas’ud, tetapi Zainab istri Ibnu Mas’ud.

Ustadz Najmi Umar Bakkar,  حفظه الله تعالى 

Apakah Termasuk GHIBAH Yang Haram Dengan Membongkar Keburukan Seorang Da’i Yang Menyimpang..?

Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata :

الإنسان لو اغتاب شخصا داعية سوء وعينه باسمه ليحذر الناس منه، فإن هذا لا بأس به، بل قد يكون واجبا عليه، لما في ذلك من إزالة الخطر على المسلمين، حيث لا يعلمون عن حاله شيئا.

Seseorang seandainya dia mengghibahi seorang da’i yang jahat (menyimpang) dan menyebutkan namanya agar orang lain mewaspadainya, maka sesungguhnya hal ini tidak mengapa, bahkan bisa menjadi wajib atasnya, karena pada perbuatan tersebut terdapat upaya melenyapkan bahaya yang mengancam kaum muslimin, karena mereka tidak mengetahui tentang keadaan dai yang jahat tersebut” (Nuurun Alad Darb, kaset no. 158 side A)

MEMBANTAH KESALAHAN YANG TERSEBAR BUKAN TERMASUK GHIBAH YANG DIHARAMKAN

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata :

رد المقالات الضعيفة وتبيين الحق في خلافها بالأدلة ليس هو مما يكرهه العلماء، بل مما يحبونه ويمدحون فاعله ويثنون عليه، فلا يكون داخلا في الغيبة.

Membantah pendapat-pendapat yang lemah dan menjelaskan kebenaran yang menyelisihi pendapat-pendapat yang lemah tersebut berdasarkan dalil-dalil bukan termasuk yang dibenci oleh para ulama, bahkan termasuk yang mereka sukai dan mereka puji dan sanjung pelakunya, jadi hal itu bukan termasuk ghibah” (Al-Farqu Bainan Nashihah wat Ta’yir hal 3)

Sebagian orang berkata kepada Imam Ahmad rahimahullah bahwa berat baginya untuk berkata si B itu begini dan si C itu begitu (dalam rangka memperingatkan umat dari kebid’ahannya), maka Imam Ahmad pun berkata : “Jika kamu diam dan aku juga diam, maka kapan orang bodoh itu tahu mana yang benar dan mana yang salah ?” (Majmu’ Fatawa 28/231).

Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya :

Mana yang lebih engkau sukai, seseorang berpuasa, shalat dan beri’tikaf atau dia membicarakan (penyimpangan) ahlul bid’ah ?” Maka beliau menjawab : “Kalau dia berpuasa, shalat dan beri’tikaf maka hal itu untuk dirinya sendiri, tapi kalau membicarakan (penyimpangan) ahlul bid’ah maka ini untuk dirinya dan kaum muslimin dan ini lebih utama

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

Seandainya Allah tidak memilih orang yang dapat menolak bahaya ahlul bid’ah maka rusaklah agama ini. Dan kerusakannya lebih dahsyat dari pada kerusakan yang ditimbulkan oleh musuh dari kalangan ahli perang, karena mereka jika telah menguasai tidak akan memulai dengan merusak hati serta agama kecuali terakhir. Adapun ahli bid’ah mereka langsung merusak hati” (lihat Majmu’ Fatawa 28/231-232).

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata bahwa boleh melakukan ghibah jika :

(1). Mengadukan tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Seperti mengatakan : “Fulan telah menzhalimiku”

(2). Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar.

Seperti meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran : “Fulan telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya”

(3). Meminta fatwa kepada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti : “Saudara kandungku telah menzhalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan”

(4). Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits.

(5). Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah, bukan pada masalah lainnya. Yaitu boleh menyebutkan apa-apa yang dia lakukan secara terang-terangan tadi, namun tidak diperbolehkan membicarakan aibnya yang lain, kecuali memang ada sebab-sebab tertentu yang membolehkan.

(6). Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya, seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, maka itu lebih baik (Syarah Shahih Muslim 16/124-125)

Ustadz Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

Ringkasan 12 Adab Bagi Penuntut Ilmu

Cahaya Sunnah, [30.01.17 17:21]
◾️ Ringkasan 12 Adab Bagi Penuntut Ilmu ◾️

(01). Hendaknya kepergian dan duduknya seorang penuntut ilmu ke majelis ilmu itu ikhlas hanya karena Allah, tanpa riya’ dan keinginan dipuji orang lain.

(02). Hendaknya berdo’a kepada Allah Ta’ala sebelum dimulainya majelis ilmu agar ilmunya berkah, yaitu ditambahkan ilmunya, diberi pemahaman dan dimudahkan Allah dalam mengamalkannya.

(03). Bersegera datang ke majelis ilmu dan tidak terlambat, seyogyanya seorang penuntut ilmu datang terlebih dahulu sebelum ustadznya.

(04). Jika majelis ilmu ada di masjid, maka sebelum duduk hendaknya shalat sunnah tahiyatul masjid.

(05). Ucapkanlah salam saat memasuki suatu majelis.

(06). Jika bercampur antara jamaah wanita dan pria di suatu majelis ilmu, maka hendaknya diberi pembatas atau hijab di antara mereka untuk menghindari fitnah. Atau bisa juga dengan cara mengadakan majelis ilmu di tempat tertentu khusus untuk para wanita saja.

(07). Tidak menyuruh orang lain berdiri, pindah atau menggeser tempat duduknya.

(08). Tidak meletakkan tangan kiri ke belakang.

(09). Mendekat ke ustadz saat ia memberi nasehat.

(10). Mencatat ilmu agar tidak mudah hilang.

(11). Tenang, tidak berbicara, tidak bersenda gurau ataupun berbantah-bantahan yang sia-sia, tidak sibuk sendiri dengan banyak bergerak, menolah-noleh ke belakang atau ke kiri dan kanan, hendaknya mata tertuju kepada ustadz dalam majelis ilmu.

من لا يكرمُ العلمَ لا يكرمه العلمُ
“Barangsiapa yang tidak memuliakan ilmu, maka ilmu pun tidak akan menjadikannya mulia”

Jika seorang murid berakhlak buruk kepada ustadznya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, seperti hilangnya berkah dari ilmu yang di dapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya atau tidak dapat menyebarkan ilmunya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خيركم اسلاما احاسنكم اخلاقا اذا فقهوا
“Sebaik-baik kalian Islamnya adalah yang paling baik akhlaknya jika mereka menuntut ilmu” (HR. Ahmad no.10329, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no.3312, hadits dari Abu Hurairah).

Usamah bin Syariik radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seakan-akan ada burung di atas kepala kami, tidak ada seorang pun dari kami yang berbicara…” (HR. Ath-Thabrani dan Ibnu Hibban, lihat Shahiihut Targhib wat Tarhiib no. 2652)

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata :

“Aku membalik lembaran halaman di hadapan Malik dengan pelan, karena segan kepadanya agar ia tidak mendengar suaranya”

Ar-Rabi’ bin Sulaiman rahimahullah berkata :
مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”

Janganlah datang ke majelis ilmu hanya sekedar mendengarkan sambil bersantai-santai, tidak serius dan banyak menguap. Ada yang sambil bermain HP, duduk bersandar, tidur, memotret, menjulurkan kaki, memberikan komentar saat ustadz sedang menjelaskan, ada juga yang sambil makan, minum, mengecap permen dan bahkan ada yang niatnya sekedar ngumpul-ngumpul, kopdar, ingin ketemu ustadznya atau tujuannya hanya berdagang saja

Janganlah mengangkat suara saat firman Allah Ta’ala dan hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dibacakan, sehingga berakibat terhapusnya amalan (lihat QS. 7 : 204 dan QS. 49 : 2)

Imam adz-Dzahabi rahimahullah menyampaikan kisah Ahmad bin Sinan, ketika beliau berkata :

“Tidak ada yang berbicara di majelis ‘Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada pensil yang diraut, tidak ada seorangpun yang tersenyum, dan tidak ada seorangpun yang berdiri, seolah-olah di atas kepala mereka ada burung atau seolah-olah mereka sedang shalat. Jika ia melihat salah seorang di antara mereka tersenyum atau bercakap-cakap, maka dia memakai sandalnya lalu keluar” (Siyar A’laamin Nubalaa’ IX/201-202)

(12). Membaca do’a penutup majelis.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

✍️ Ust Najmi Umar Bakkar

join↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [08.02.17 20:48]
◾️ Oh…Alangkah Besarnya Penyesalan… ◾️

Bagaimana mata kan terpejam, kalau ia terbelalak diam, di mana seharusnya ia sangat awam, di Surga atau Neraka ia berdiam…

Seseorang masìh memungkinkan untuk berbuat durhaka atau taat kepada Allah selama hayat masih di kandung badan…

Keleluasaan yang ia minta, sebaliknya akan menjadi keterkungkungan yang ia terima…

Lalu di manakah letak nikmatnya kedurhakaan seseorang dan dimana jerih payah ketaatannya…?

Seseorang yang telah tergoda oleh nafsu syahwat, ia akan begitu cepat menghampirinya dan tidak pernah berpikir tentang apa akibat yang akan ditimbulkannya kelak…

Berapa banyak sudah penyesalan yang telah ia teguk di dalam menjalani sisa-sisa hidupnya…?

Berapa besar kehinaan yang harus ia tanggung setelah kematiannya…?

Dan siksa yang tidak bisa dihindarkan datangnya, yaitu mempertanggungjawabkan atas semua perbuatannya dihadapan Allah…

Dan itu semua disebabkan oleh kenikmatan yang sesaat, yang terasa bagaikan sebuah kilat…

Alangkah mengkhawatirkan bagi orang yang meyakini sebuah perintah, akan tetapi setelah itu melupakannya…

Juga bagi orang yang telah melihat dengan mata kepala sendiri bahaya yang akan tersimpan di balik suatu persoalan, akan tetapi kemudian menutup mata darinya…

Sebesar-besar hukuman adalah apabila si terhukum tidak merasa dirinya sedang dihukum…

Ketahuilah…

Derajat yang tinggi di sisi Allah tidak akan diraih kecuali setelah bersungguh-sungguh…

Sungguh-sungguh tidak akan ada kecuali setelah adanya rasa takut…

Rasa takut tidak akan ada kecuali setelah adanya keyakinan…

Keyakinan tidak akan ada kecuali setelah adanya ilmu…

Ilmu tidak akan ada kecuali setelah belajar…

Belajar sulit dilakukan jika tanpa adanya niat, tekad dan semangat yang kuat…

Manfaatkanlah waktu dan ketahuilah perbuatan apa saja yang mengiringi malam dan siangmu yang telah berlalu…

Perbaharuilah taubat setiap waktu, dan jadikanlah umurmu dalam tiga waktu : waktu untuk ilmu, waktu untuk beramal dan waktu untuk memenuhi hak dan kewajibanmu…

Ambillah pelajaran dari orang-orang yang telah lalu, dan pikirkanlah tempat kembalinya dua kelompok di hadapan Allah. Satu kelompok di dalam Surga dengan ridha-Nya dan satu kelompok berada di Neraka dengan murka-Nya…

Kesenangannya Iblis bukan menjerumuskanmu dalam berbagai kemaksiatan, akan tetapi cita-citanya agar engkau masuk bersamanya ke tempat yang dia akan memasukinya, yaitu Neraka Jahannam…

Hindarilah maksiat hati yaitu menganggap sedikitnya rezeki, menganggap remeh nikmat Allah, lalai dari Allah, menganggap remeh bencana agama, menganggap besar dunia dan bersedih hati karena dunia yang telah meninggalkannya…

Dosa itu mewariskan kelalaian…
Kelalaian mewariskan kekerasan hati…
Kekerasan hati mewariskan jauh dari Allah…
Jauh dari Allah mewariskan Neraka…

Umur manusia hanyalah hitungan hari…
Manusia akan mendapatkan kebahagiaan jika ia menghibahkan dirinya untuk Allah ‘Azza wa Jalla…

Ingatlah suatu hari, dimana penyesalan tidaklah berguna lagi…

ٌيَا حَسْرَتَا عَلَىٰ مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ…
“…Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah…” (QS. Az-Zumar [39]: 56)

يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Dia mengatakan : “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini” (QS. Al-Fajr [89]: 24)

قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَىٰ مَا فَرَّطْنَا فِيهَا…
“…Mereka berkata : Sungguh betapa menyesalnya kami atas apa yang kami sia-siakan dahulu di dunia…” (QS. Al-An’aam [6]: 31)

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata : “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul” (QS. Al-Ahzab [33]: 66)

Semoga Allah selalu memberikan taufiq bagi para pengikut kebenaran, dan semoga menjadikan kita termasuk bagian dari mereka…

✍️ Ustadz Najmi Umar Bakkar

join ↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [22.03.17 19:52]
◾️ Curahan Hati Untuk Istriku… ◾️

Maafkan aku wahai istriku…
Sudah berapa kali kubuat kau bersedih…
Sudah berapa kali hatimu kulukai…
Sudah berapa kali nasihatmu kutepis…
Sudah berapa kali teguranmu kutolak…
Sudah berapa kali tingkahku memberi luka…
Sudah seringkali aku berlaku kasar padamu…

Maafkan aku wahai istriku…
atas segala salah dan khilafku…
lahir dan batin, yang tampak maupun yang tersembunyi, atas ucapan dan janji yang tak terpenuhi…

Maafkan aku wahai istriku…
jika yang ada pada diriku membuatmu kecewa…
jika yang kuperbuat sangat menyakiti hatimu…
aku hanyalah seorang lelaki biasa…
seorang suami yang lemah…
seorang suami yang banyak salah…

Tapi…

Yakinlah aku mencintaimu karena Allah…
aku sayang padamu wahai istriku…
engkau harta yang tak ternilai bagiku…

Wahai Istriku…
seandainya dirimu merasa pernah berbuat salah padaku, apapun itu, aku sudah ridho memaafkan semuanya, lahir dan batin…

Wahai Istriku…
aku kini menyadari bahwa hatimu begitu mulia…
mudah-mudahan ini kesadaran yang belum terlambat, hanya karena kebodohanku saja, serta hawa nafsu, sehingga aku menzhalimi dirimu…

Ya Allah, hanya Engkau yang mengetahui semua kebaikannya, maka berilah balasan yang baik dan berlipat atas segala kebaikannya…

Bila ia berbuat dosa, itu adalah juga dosa hamba…
karena kejahilan hamba yang tidak bisa mengemban amanah memimpin rumah tangga…

Ya Allah, ampunilah kami, sayangilah kami, tutuplah aib-aib kami, serta jagalah dan lindungilah keluarga kami, sungguh Engkaulah sebaik-baik pelindung…

Ya Allah, jadikan istriku termasuk istri yang shalihah dan semakin shalihah, serta izinkan hamba-Mu ini untuk bisa membahagiakannya sampai sisa umur yang telah Engkau tentukan…

Ya Allah, jadikanlah “ISTRIKU SURGAKU”, sebaik-baik kesenangan dunia, dan masukkanlah kami ke dalam Surga Firdaus yang Engkau janjikan sebagai rahmat-Mu…

Aamiin…

(dinukil dari buku “50 Kiat Agar Cinta Suami Kepada Istri Semakin Dahsyat”, hal 102-104)

✍️ Ustadz Najmi Umar Bakkar

join ↪️https://telegram.me/najmiumar

Cahaya Sunnah, [25.03.17 20:41]
[ Photo ]

Saudaraku, Bersabarlah Di Atas Sunnah…

Pada akhir zaman akan semakin sedikit kebaikan, banyak yang menentang, dan banyak fitnah yang menyesatkan, fitnah syubhat, keraguan, berpaling dari kebenaran, fitnah syahwat dan condongnya manusia kepada dunia…

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالقَابِضِ عَلَى الجَمْرِ

Akan datang suatu masa, dimana orang yang bersabar (berpegang teguh) pada agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api” (HR. At-Tirmidzi no. 2260, hadits dari Anas bin Malik, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 8002)

فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ الصَّبْرُ فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِ

Sesungguhnya setelah kalian akan ada hari-hari kesabaran, dimana bersabar pada hari-hari itu seperti menggenggam bara api. Orang yang beramal tatkala itu memperoleh pahala sama dengan 50 orang yang beramal seperti amalannya” (HR. At-Tirmidzi no. 3058 dan Ibnu Majah no. 4014, hadits dari Abu Tsa’labah al-Khusyani). Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan tambahan :

قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْهُمْ قَالَ أَجْرُ خَمْسِينَ منكم

Ditanyakan : “Wahai Rasulullah, sama dengan pahala 50 orang dari mereka atau kami ?“. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “50 orang dari kalian” (lihat Shahiihut Targhiib wat Tarhiib no. 3172)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :

Pahala yang besar ini karena keterasingannya di antara manusia, dan karena dia berpegang teguh dengan “SUNNAH” di antara kegelapan hawa dan akal pikiran” (Madarijus Salikin III/199)

Maka Syaikh al-Albani rahimahullah berkata :

اعرف السنة تعرف البدعة، أما إذا عرفت البدعة فلا يمكنك أن تعرف السنة.

Pelajarilah as-Sunnah, otomatis engkau akan mengetahui bid’ah, adapun jika engkau hanya mengetahui bid’ah, maka tidak mungkin bagimu untuk mengenal as-Sunnah” (Silsilah al-Huda wan Nur no. 715)

Imam Hasan al-Bashri rahimahullah berkata :

Sesungguhnya Ahlussunnah adalah “Yang Paling Sedikit” dari manusia pada zaman yang telah lewat dan mereka paling sedikit dari manusia pada “Zaman Yang Tersisa”. Mereka adalah orang-orang yang tidak ikut-ikutan dengan orang-orang yang bermewah-mewahan, dan tidak juga dengan ahli bid’ah dalam kebid’ahan mereka, dan mereka sabar di dalam menjalankan “SUNNAH” hingga bertemu Rabb mereka” (Sunan ad-Darimi 1/83 dan Ta’dzimu Qodzrus Shalat Lil Marwazih II/678).

Imam Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata :

لأن يكونوا خصمائي أهل البدع يوم القيامة خير من أن يكون خصمي رسول الله بتركي الذب عن سُنته.

Sungguh lebih baik ahli bid’ah yang akan menjadi musuh-musuhku pada hari Kiamat nanti, daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan menjadi musuhku, karena aku tidak mau membela sunnah beliau” (Al-’Alamusy Syamikh hal 388)

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata :

ولزوم السنة ماهو بالأمر السهل ، فيه ابتلاء وامتحان، هناك ناس يعيرونك ويؤذونك ويتنقصونك، ويقولون : هذا متشدد متنطع إلى آخره ، أو ربما أنهم لا يكتفون بالكلام، ربما أنهم يقتلونك أو يضربونك، أو يسجنونك ولكن اصبر إذا كنت تريد النجاة وأن تشرب من هذا الحوض، اصبر على التمسك بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى أن تلقاه على الحوض

Komitmen dengan sunnah itu bukanlah perkara yang mudah. Di dalamnya penuh dengan berbagai ujian dan cobaan. Akan selalu ada orang-orang yang mencelamu, menyakitimu dan merendahkanmu. Mereka mengatakan : “ini radikal ekstrem” dll. Bahkan kadang kala tidak cukup hanya ucapan saja, mereka pun bisa membunuhmu, memukulmu atau memenjarakanmu. Tetapi tetaplah bersabar, jika engkau ingin keberhasilan dan bisa menenggak air dari telaga Rasulullah ﷺ. Bersabarlah dalam berpegang dengan sunnah Rasulullahsampai engkau bertemu dengan beliau di telaganya kelak” (Syarah ad-Durroh al-Madhiyyah fî Aqdi Ahlil Firoqil Mardhiyyah hal 190)

Ustadz Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى