Ustadz Muhammad Wasitho, Lc, MA, حفظه الله تعالى
Sesungguhnya setiap muslim dan muslimah sudah pasti senantiasa berharap agar amalan-amalan kebaikannya menjadi sah dan diterima Allah ta’ala, dan keburukan-keburukannya dimaafkan dan dihapuskan oleh-Nya. Sebab dengan demikian ia akan menjadi hamba Allah yang hidup selamat dan bahagia di dunia dan akhirat.
Jika amalan kebaikan seorang hamba telah diterima Allah, maka itu sebagai tanda bahwa amalan yang dikerjakannya telah benar dan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman:
{ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنْ الْمُتَّقِينَ }
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27).
» Al-Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Sesungguhnya amalan (ibadah) itu jika dikerjakan dengan ikhlas karena Allah, namun caranya tidak benar, maka amalan ibadah teresbut tidak diterima Allah. Demikian pula sebaliknya, amalan (ibadah) jika dikerjakan dengan cara yang benar, namun niatnya tidak ikhlas karena Allah, maka amalan (ibadah) itu juga tidak diterima Allah, sehingga amalan ibadah tersebut dikerjakan dengan ikhlas karena mengharap wajah Allah semata, dan benar karena sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
(*) Lalu, bagaimana dan apa saja tanda-tanda suatu amal ibadah dan taubat seorang hamba telah diterima Allah ta’ala, dan jerih payahnya telah membuahkan hasil?
Berikut ini kami akan sebutkan sebagian tanda dan ciri diterimanya amal ibadah dan taubat seorang hamba sebagaimana dijelaskan oleh para ulama sunnah.
(*) TANDA PERTAMA:
Tidak Mengulangi Lagi Perbuatan Dosa dan Maksiatnya.
Apabila seorang hamba merasa benci terhadap dosa-dosa, dan ia benci untuk mengulangi lagi perbuatan dosa dan maksiat yang pernah dilakukannya, maka ketahuilah bahwa ia termasuk orang yang diterima Allah taubat dan amal ibadahnya.
» Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata: “Adapun jika seorang hamba ingat akan perbuatan dosanya, lalu ia merasa senang dan menikmatinya, maka (taubatnya) tidak akan diterima Allah meskipun ia hidup selama 40 (empat puluh) tahun dalam keadaan demikian.” (Lihat Madaariju As-Saalikiin, karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah).
» Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata: “Barangsiapa meminta ampunan (kepada Allah) dengan ucapan lisannya, sementara hatinya merasa terikat dengan perbuatan maksiat, dan bahkan ia berkeinginan kuat untuk mengulangi lagi perbuatan maksiatnya, maka puasanya ditolak Allah, dan pintu diterimanya (amal dan taubat) tertutup baginya.”
(*) TANDA KEDUA:
Semakin Bertambah Semangat Dalam Melaksanakan Amal Kebaikan Dan Ketaatan Kepada Allah.
» Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Sesungguhnya diantara balasan amalan kebaikan ialah (dimudahkan Allah) melaksanakan kebaikan setelahnya. Dan diantara hukuman atas perbuatan buruk ialah melakukan keburukan setelahnya. Maka, apabila Allah telah menerima (amalan dan taubat) seorang hamba, niscaya Allah akan memberinya taufiq untuk melaksanakan ketaatan (kepada-Nya), dan memalingkannya dari perbuatan maksiat (kepada-Nya).”
» Beliau (Hasan Al-Bashri rahimahullah) juga pernah berkata:
“يا ابن آدم إن لم تكن فى زيادة فأنت فى نقصان”.
“Wahai anak cucu Adam, jika engkau tidak dalam keadaan bertambah (amalan kebaikanmu), berarti engkau benar-benar dalam keadaan berkurang (ketaatanmu kepada Allah, pent).”
(*) TANDA KETIGA:
Sabar dan Tegar Dalam Melaksanakan Ketataatan Kepada Allah Ta’ala.
Tegar dan istiqomah dalam melaksanakan ketaatan memiliki buah yang sangat agung sbgmn dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah: “Sungguh Allah yang Maha Mulia telah memberlakukan hukum kebiasaan dengan kemuliaan-Nya bahwa barangsiapa hidupnya di atas suatu kebiasaan, niscaya ia akan mati di atas kebiasaan tersebut. Dan barangsiapa yang mati dalam suatu keadaan, maka ia akan dibangkitkan Allah pada hari Kiamat di atas keadaan tersebut.”
Maka, barangsiapa terbiasa melaksanakan ketaatan kepada Allah di dalam hidupnya di dunia, niscaya Allah akan mewafatkannya dalam keadaan berbuat taat.
Hal ini sebagaimana disebutkan di dlm hadits:
بينما رجلٌ يحجُّ مع النبي صلى الله عليه وسلم فوكزته الناقة فمات فقال النبيّ صلى الله عليه وسلم: ( كفنوه بثوبيه فإنه يبعث يوم القيامة ملبّياً )
Artinya: “Tatkala ada seseorang yang menunaikan haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia terjatuh dari seekor onta (yang ditungganginya), lalu ia pun mati. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (kepada sebagian para sahabat): “Kafanilah orang ini dengan menggunakan kedua bajunya (maksudnya 2 kain ihromnya), karena sesungguhnya ia akan dibangkitkan (oleh Allah) pada hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.”(HR. Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda tentang seseorang yang mencuri sebagian harta rampasan perang; “Sesungguhnya benda rampasan perang yang ia curi akan ada api yang menyala padanya (pada hari Kiamat, pent).” (HR. Imam Al-Bukhari).
(*) TANDA KEEMPAT:
Bersihnya hati dari noda-noda syirik, kufur, maksiat dan penyakit-penyakit hati, seperti iri dengki, sombong, bangga diri, riya, dsb.
Tanda orang yang diterima amalnya senantiasa mengutamakan apa yang dicintai dan diridhoi Allah daripada kecintaan dan keridhoan manusia, mendahulukan perintah-perintah-Nya daripada perintah siapapun selain-Nya, dan ia mencintai orang lain karena Allah.
Ia juga sangat Jauh dari sifat hasad (iri dan dengki), kebencian dan permusuhan dengan orang lain karena urusan dunia. Ia selalu merasa yakin bahwa segala urusan berada di tangan Allah, sehingga hatinya merasa tentram dan ridho dengan keputusan-Nya. Ia juga meyakini bahwa apapun yang telah ditakdirkan oleh Alah untuk “meleset” dari dirinya, maka hal itu tidak akan menimpa dirinya. Dan apa saja yang ditakdirkan Allah akan menimpa dirinya, maka hal itu tidak akan bisa dihindari.
Yang jelas dan pasti, sikap orang yang diterima Allah amal dan taubatnya ialah selalu merasa ridho dengan takdir dan keputusan Allah dalam bentuk apapun, serta ia berbaik sangka keapda-Nya.
(*) TANDA KELIMA:
Selalu Mengingat Kehidupan Akhirat Yang Hakiki nan Abadi.
Pada suatu hari Al-Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah (seorang ulama salaf dari generasi atba’ut tabi’in) bertanya kepada seorang lelaki (tua): “Berapa tahun umur yang telah kau lalui?” Ia jawab: “Sudah 60 (enam puluh) tahun.” Maka Al-Fudhoil bin ‘Iyadh berkata kepadanya: “Subhanallah, sejak 60 (enam puluh) tahun engkau masih dalam perjalananmu menuju Allah! Sebentar lagi engkau akan sampai (baca: akan mati). Ketahuilah, bahwa engkau akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah (atas umurmu di dunia, pent). Oleh karena itu, persiapkanlah jawaban atas pertanyaan-Nya.” Maka lelaki tua itu bertanya kepadanya: “Apa yang mesti aku lakukan sekarang?” Jawab Al-Fudhoil bin ‘Iyadh: “Berbuat baiklah di sisa umurmu, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu. Namun, jika engkau berbuat keburukan (dosa dan maksiat) di sisa umurmu, niscaya Allah akan menyiksamu atas dosa-dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang.”
(*) TANDA KEENAM:
Selalu Menjaga Keikhlasan Dalam Setiap Amal Dan Kebaikan.
Pernah ada seseorang laki-laki menyampaikan suatu nasehat di hadapan imam Hasan Al-Bashri (seorang ulama tabi’in) rahimahullah. Maka imam Hasan Al-Basri berkata kepadanya: “Wahai si fulan, saya belum bisa mengambil faedah dan pelajaran dari nasehatmu. Ini bisa jadi dikarenakan hatiku yang “berpenyakit”, atau bisa jadi karena niatmu (dalam menyampaikan nasehat) yang kurang ikhlas.”
Demikianlah beberapa tanda diterimanya amal ibadah dan taubat seorang hamba. Ini hanyalah sebuah tanda atau ciri diterimanya amal. Sedangkan kepastiannya, hanya Allah Ta’ala saja yang mengetahuinya.
Semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Allah menerima seluruh amal ibadah kita dan mengampuni dosa-dosa yg pernah kita lakukan. Amiin. (Cirebon, 30 Juli 2014).
» BBG Majlis Hadits, chat room Bening Hati.