Category Archives: Kitab HAKIKAT BID’AH dan HUKUM-HUKUMNYA

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Bid’ah Hasanah # 2…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Bid’ah Hasanah # 1: Antara Bahasa dan Istilah…) bisa di baca di SINI

=======

? Bid’ah Hasanah # 2 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. 

Diantara dalil yang digunakan oleh orang yang mengatakan adanya bid’ah hasanah yaitu hadits yang diriwayatkan dari Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam, bahwa Beliau bersabda

‎إن اللّٰه نظر في قلوب العباد ، فو جد قلبَ محمد صلى اللّٰه عليه وسلم- خير قلوب العباد ، فاصطفاه لنفسه فا بتعثه بر سالته ، ثم نظر في قلو ب العباد ، بعد قلب محمد ، فوجد قلوب أصحابه خير قلوب العباد ، فجعلهم وزراء نبيه يقاتلون على دينه ، فما رأى المسلمون حسناً فهو عند اللّٰه حسن ، وما رأوا سيئاً فهو عند اللّٰه سيء

“Sesungguhnya Allah melihat hati para hamba, lalu Allah menemukan hati Muhammad sebaik-baik hati hamba-Nya, maka Allah memilihnya untuk Diri-Nya dan Allah pun mengutus dengan membawa risalah-Nya, kemudian melihat hati para hamba, setelah hati Muhammad ternyata Allah mendapati hati para Sahabatnya adalah hati yang paling baik daripada hamba-hamba-Nya. Maka Allah jadikan mereka sebagai sahabat-sahabat Nabi-Nya yang berperang atas agama-Nya, maka apa-apa yang dilihat oleh kaum muslimin baik maka ia disisi Allah juga baik, dan apa yang mereka lihat buruk maka disisi Allah juga buruk.”

Kita jawab hadits ini;

Pertama Hadits ini tidak sah dari sabda Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam justru ia palsu dari sabda Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam, sebagaimana dijelaskan oleh para Ulama, seperti Al Imam Adz-Dzahabiy dalam Almiyzan I’tidal,
Bahwa didalam sanadnya ada Abu Daud An Nafakhi yaitu Sulaiman bin Amr, Dia (kata Imam Ahmad) suka memalsukan hadits , sehingga hadits ini palsu.

Demikian pula dikatakan oleh Imam Ibnul Jauzi dalam Al Ilal Al Mutanahiyah.

Demikian pula Ibnul Qayyim rahimahullah, Beliau berkata dalam kitab Alfuruwsiyah halaman 82

ﷺ ‎ليس من كلام رسول اللّٰه ‎

“Ia bukanlah dari sabda Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam”

Yang benar bahwa ini adalah dari ucapan Abdullah bin Mas’ud. Karena demikian dalam riwayat-riwayat jalan-jalan yang kuat itu adalah dari ucapan Beliau.

Kemudian.. apa yang dimaksud oleh Abdullah bin Mas’ud dari ucapannya ‘apa-apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka itu disisi Allah baik’

1⃣ Harus kita pahami bahwa Abdullah bin Mas’ud sahabat yang menentang bid’ah secara keseluruhan. Dan Beliau tidak pernah menyatakan adanya bid’ah hasanah.

Beliau berkata:

‎اتبعوا ولا تبتدعوا ، فقدكُفيتم كل ضلالة

“Ikutilah, jangan berbuat bid’ah, kalian telah dicukupi, semua sesat.
(artinya semua bid’ah itu sesat) (dikeluarkan oleh Imam Ad Darimi)

Kemudian Beliau juga mengingkari suatu kelompok yang berkumpul untuk berdzikir dengan kerikil di masjid Kufah. Lalu Ibnu Mas’ud berkata,

‎لقد أحد ثتم بد عةً ظلماً

“Kalian telah mengada-ada bid’ah yang gelap, yang zholim”

Ini menunjukkan bahwa Ibnu Mas’ud mengingkari kebid’ahan. Dan Beliau tidak pernah membagi bid’ah menjadi baik dan menjadi hasan atau sayyi’ah dholalah.

2⃣ Bahwa kalau yang dimaksud ‘apa yang dipandang oleh kaum muslimin itu baik’, artinya bahwa yang dimaksud ini adalah yang dianggap baik oleh seorang ahli ijtihad/seorang alim, itu sebagai kebaikan itu baik, ini sama saja menyaingi Allah dalam Uluhiyah.

Allah berfirman [Surat Asy-Syura Ayat 21]

‎أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu yang men syari’atkan tuk mereka dari agama ini sesuatu yang Allah tidak izinkan”

Imam Syafi’i berkata, “ini menunjukkan bahwasanya tidak boleh seorangpun selain Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wasallam untuk mengatakan dengan tanpa dalil, hanya sebatas dengan menganggap baik saja”

Karena kata Beliau (Imam Syafi’i)

‎فإن القول بما استحسن شيء يُحدثه لا على مثال سبق

“Karena hanya berpendapat dengan istisan saja/menganggap baik saja, itu perkara yang diada-adakan” [Imam Syafi’i dalam Kitab Arrisaalah halaman 25]

3⃣ Bahwa yang dimaksud oleh Ibnu Mas’ud dalam perkataan Beliau ini, ‘apa-apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik maka itu baik’ itu maksudnya para sahabat, karena Beliau sedang menceritakan tentang para sahabat, lihat saja diawalnya.

Dimana Ibnu Mas’ud mengatakan ‘lalu Allah melihat setelah hati Nabi Muhammad, hati para hamba ternyata yang terbaik adalah hati para sahabat. Lalu Allah jadikan para sahabat sebagai pembela-pembela Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wasallam.’

Maka ‘apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin’, maksudnya para sahabat, terlebih Beliau berbicara saat itu tentang khalifah Abubakar rodhiyallahu ‘anhu.

Maka ini tidak bisa dijadikan hujjah sama sekali akan adanya bid’ah hasanah.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Bid’ah Hasanah # 1: Antara Bahasa dan Istilah…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Sebab-Sebab Terjatuh Dalam Kebid’ahan # 2…) bisa di baca di SINI

=======

? Bid’ah Hasanah 1: Antara Bahasa dan Istilah ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. pembahasan Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa

⚉  Apakah ada yang namanya bid’ah hasanah ?

Ketahuilah bid’ah hasanah secara bahasa BERBEDA dengan bid’ah hasanah secara istilah.

➡ Adapun secara bahasa sebagaimana pernah kita bahas, bahwa bid’ah adalah segala sesuatu yang baru ada yang sebelumnya tidak ada.

Maka bid’ah yang sifatnya bahasa seperti ini bisa saja disifati dengan baik. Seperti contohnya misalnya dikatakan oleh ‘Umar bin Khattab ketika Beliau mengumpulkan orang-orang taraweh setiap malam , Beliau mengatakan

‎نعمة البدعة هذه

“Sebaik-baik bid’ah itu ini” (maksudnya Bid’ah secara bahasa).

Demikian pula perkataan Imam Syafi’i, bid’ah ada dua macam: bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela.

Demikian pula sebagian Ulama terdahulu dari kalangan salaf yang membagi bid’ah. Kata Al Imam Ibnu Rojab dalam kitab Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih, bahwa semua perkataan Ulama Salaf yang membagi bid’ah menjadi bid’ah yang baik dan bid’ah yang buruk itu adalah secara bahasa, bukan secara istilah syari’at.

➡ Adapun bid’ah secara istilah syari’at semuanya buruk, karena itu yang ditunjukan oleh sabda Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam

‎كل بدعة ضلالة

“Setiap bid’ah itu adalah sesat”

Dan sudah kita sebutkan bahwa bid’ah secara istilah adalah segala sesuatu yang dibuat-buat dalam agama, yang menyerupai syari’at yang diinginkan darinya yaitu bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berarti bid’ah secara istilah itu adalah yang berhubungan dengan masalah agama dan ibadah, atau masalah dunia yang dianggap ibadah.

Maka apakah ada bid’ah hasanah dari sisi bid’ah secara istilah ? Jawab: TIDAK ADA.

Namun mereka yang melakukan bid’ah hasanah.. mereka sendiri tidak bisa memberikan definisi yang benar, yang berakibat akhirnya semua orang menganggap baik bid’ahnya yaitu menjadi boleh. Ini sama saja membuka pintu bid’ah selebar-lebarnya. Yang berakibat akan hilangnya sunnah Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam.

Berikut ini beberapa dalil yang dijadikan dalil oleh orang yang mengatakan adanya bid’ah hasanah:

1⃣ Dalil yang pertama, yaitu Hadits Bilal bin al Harits.
Dimana Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam bersabda

‎إنه من أحيا سنة من سنتي قد أُميتت بعدي، فإن له من الأجر مثل من عمل بها من غير أن ينقص من أجورهم شيئاً، ومن ابتد ع بدعةَ ضلالةٍ لا تُر ضى اللّٰه ورسوله، كان عليه مثل آثام من عمل بها

“Sesungguhnya orang yang menghidupkan sunnah dari sunnahku yang telah dimatikan setelah aku, maka ia mendapatkan pahala seperti yang ia amalkan dan orang-orang mengamalkannya tanpa dikurangi dari pahala mereka, dan siapa yang melakukan bid’ah yang sesat, yang tidak membuat Allah ridho dan Rosul-Nya maka ia mendapatkan dosa orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi dari dosa mereka.”
(HR. Imam at-Tarmidzi).

Pertama.. hadits ini didalam sanadnya ada perawi yang dhoif, yaitu Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf, dimana Ibnu Hajar dalam taqribnya berkata dhoif. Sehingga penghasanan Imam Tarmidzi terhadap Hadits ini tidak bisa diterima. Terlebih para Ulama seperti Adz dzahabi dan lainnya menyatakan bahwa tashihnya Tarmidzi itu sangat longgar, maka karena hadits ini dhoif tidak bisa dijadikan hujjah.

Adapun kalaupun hadits ini diterima atau hujjah atau misalnya shohih.. tidak bisa juga dijadikan dalil. Karena perkataan Nabi:
Siapa yang melakukan bid’ah yang sesat yang tidak meridhokan Allah dan Rosul-Nya itu adalah mafhum sifat namamya.

Sama dengan firman Allah contohnya

‎يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan riba berkali-kali lipat”

Apakah berarti kalau tidak berkali lipat jadi boleh ? Tentu tidak. mafhum seperti ini disebut oleh para Ulama mafhum sifat, ini namanya mafhum yang sangat lemah ditolak oleh para Ulama Ushul Fiqih.

Maka perkataan Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam,
Siapa yang berbuat bid’ah yang sesat yang tidak meridhokan Allah dan Rosul-Nya, karena pasti semua yang bid’ah yang sesat tidak akan membuat Allah ridho.

Dan tidak ada mafhum dan tidak bisa diambil mafhum dari hadits ini, ada bid’ah yang tidak sesat yang membuat Allah dan Rosul-Nya ridho, TIDAK… karena mafhum ini bertabrakan dengan mantuq hadits lain, yaitu

كل بدعة ضلالة

“Setiap bid’ah itu sesat”

Dan kaidah Ushul Fiqih mengatakan apabila mafhum bertabrakan dengan mantuq, maka mantuq lebih dahulukan, ini kalau haditsnya shohih.
Bagaimana ini ternyata haditsnya dhoif.

Nanti kita akan lanjutkan kembali pada pertemuan yang akan datang.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Sebab-Sebab Terjatuh Dalam Kebid’ahan # 2…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Sebab-Sebab Terjatuh Dalam Kebid’ahan # 1…) bisa di baca di SINI

=======

? Sebab-Sebab Terjatuh Dalam Kebid’ahan # 2 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. Haqiiqotul Bid’ah nya…

⚉  Diantara sebab-sebab terjatuh dalam perbuatan bid’ah..

4⃣ Membuat-buat kaidah-kaidah atau hasil pendapat akal, atau perasaan, atau karena tujuan politik tertentu yang dijalankan oleh ahli bid’ah.

Contoh:
⚉  Orang-orang sufi membuat kaidah bahwa agama itu terbagi menjadi : hakikat dan syariat, dan bahwasanya orang yang wajib menjalankan syariat adalah yang masih pada fase syariat. Adapun kalau sudah sampai hakikat, katanya, tidak perlu lagi menjalankan syariat.. Jelas ini kesesatan.

⚉  Kaum asy’ariyyah memberikan kaidah bahwa sifat Allah itu ada yang ’Wajib’, ada yang ’Boleh’ dan ada yang ’Mustahil’. Dan mereka tetapkan itu dengan akal-akal belaka.
Dimana mereka mewajibkan 20 sifat, membolehkan sifat lain yang menurut akalnya boleh, dan memustahilkan.. sesuai dengan akalnya.
Padahal masalah menetapkan sifat tidak boleh dengan akal, akan tetapi dengan dalil dari alquran dan hadits Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam.

⚉  Demikian pula dengan kaum syi’ah yang membuat kaidah-kaidah tentang masalah yang berhubungan dengan ke-ma’shum-an para wali dan imam-imam mereka, dan lainnya.

⚉  Kaum mu’tazilah mempunyai kaidah bahwa akal lebih tinggi daripada dalil

⚉  Kaum khowarij yang memberikan kaidah bahwa pelaku dosa besar itu kafir, dan yang lainnya.

Ini adalah merupakan kaidah-kaidah yang dibuat-buat oleh ahli bid’ah yang mereka pegang kuat-kuat dan dianggap sebagai kaidah yang tidak boleh disalahi.

5⃣ Mengikuti nenek moyang dan masyaikh (tuan guru mereka, ajengan-ajengan, kyai atau sejenisnya).

Contoh:
⚉  Orang-orang syi’ah meyakini bahwa imam mereka ma’shum dan tidak mungkin salah. Sehingga atas dasar itu ucapan imam mereka tidak mungkin salah bagaikan dalil, bagaikan wahyu yang turun dari Allah, sama dengan para Nabi.. naudzubillah

⚉  Demikian juga kaum sufi yang berkeyakinan; orang yang sudah sampai derajat wali maka ucapannya tidak mungkin salah, ia terpelihara. Sehingga seringkali mendahulukan ucapan wali daripada ucapan Rosulullah dan para sahabatnya.

⚉ Demikian pula banyak lagi orang-orang yang lebih mendahulukan nenek moyang mereka, adat istiadat kampungnya, dibandingkan degan apa yang Allah turunkan dalam alquran dan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam.

6⃣ Buruknya pemahaman mereka terhadap alquran dan hadits, dan tidak mau mengikuti pemahaman salafush-sholih.

⚉  Seperti orang-orang sufi yang memahami Ayat Surat Al Kahfi : 65

وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا

“dan yang telah Kami ajarkan kepadanya (Khidir) ilmu dari sisi Kami.”

mereka mengatakan maksud ‘ilmu’ disini adalah ‘ilmu ladunni’ , yaitu ilmu yang didapat tanpa harus belajar.
Sehingga mereka kaum sufi melakukan perenungan, bertapa di tempat-tempat sepi untuk mendapatkan ilmu ladunni tersebut.
Jelas ini adalah sebuah penafsiran yang amat jauh dari kebenaran.

⚉  Demikian pula kaum khowarij yang menafsirkan ayat Allah subhanahu wa ta’ala dalam QS. Al A’raf : 8-9

فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ

8. “maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”

9. “Dan barangsiapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”

Kata mereka, yang dimaksud dengan ayat ini bahwa yang ‘timbangannya ringan’ itu orang kafir. Padahal.. yang dimaksud oleh para sahabat, dan ditafsirkan oleh para Ulama, yang dimaksud dengan orang yang ‘timbangannya ringan’ adalah pelaku dosa besar.

Sehingga atas dasar penafsiran ini.. apa yang terjadi ?
Mereka menganggap bahwa pelaku dosa besar itu kafir.. na’udzubillah

Dan banyak lagi penafsiran-penafsiran yang sesuai dengan akal dan pemahaman mereka tanpa merujuk kepada pemahaman para salafush-sholih.

Dan kita lanjutkan sebab-sebab yang lain pada pertemuan yang akan datang. In syaa Allah..
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Sebab-Sebab Terjatuh Dalam Kebid’ahan # 1…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Kaidah-Kaidah Bid’ah # 5c…) bisa di baca di SINI

=======

? Sebab-Sebab Terjatuh Dalam Kebid’ahan # 1 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. kitab hakikat bid’ah dan hukum-hukumnya..
Disini beliau (penulis kitab) membahas,

‎أسباب الوقوع في البدع

⚉  Sebab-sebab terjatuh dalam kebid’ahan

1⃣ Tidak mengetahui atau kurangnya keilmuan tentang bahasa Arab dan seluk beluknya.

Dan ini adalah merupakan sebab yang menyebabkan banyak firqoh-firqoh sesat itu jatuh kedalam kesalahan dalam memahami ayat-ayat sifat, seperti contohnya mereka menta’wil sabda Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam

‎إنما قلب ابن آدم بين إصبعين من أصابع الرحمن

“Sesungguhnya hati anak adam itu diantara dua jari jemari Arrohman”
Sebagian orang-orang mu’tazilah ada yang menafsirkan atau menta’wil bahwa makna huzbu’ain itu adalah qudrotain (2 kekuasaan).

Maka Imam Addarimiy berkata :

‎فهذه ألفاظ رسول اللّٰه ‎ﷺ – في الحديث

“Ini adalah merupakan lafadz-lafadz Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wasallam dalam hadits yang telah aku jelaskan dan aku riwayatkan dengan bahasa Arab yang nyata.”

‎ففي أي لغات وجَدْتَ أنها قدرتين

“Maka dalam bahasa apa engkau akan dapatkan bahwa makna ‘ushbuk jari’ itu maknanya adalah kekuasaan”

‎وهل من شيء ليس تحت قدرة اللّٰه التي وسعت كل شيء

“Apakah ada sesuatu yang tidak dibawah kekuasaan Allah
padahal kekuasaan Allah mencakup segala sesuatu” bukan hanya sebatas hati manusia saja, dan apakah kekuasaan Allah itu hanya dua saja ? Tentu ini sesuatu yang aneh.

Dan Syaikh Ali Hasan juga menyebutkan diantara kesalahan akibat kurang paham bahasa Arab yaitu mu’adzzin setelah adzan mengucapkan sholawat, padahal khitobnya untuk mendengar dimana Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam bersabda “apabila kalian mendengar mu’adzzin adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh mu’adzzin, kemudian bersholawatlah kalian.” Ini kata Beliau, khitob ini untuk para pendengar bukan untuk mu’adzzin.

2⃣ Bodoh terhadap maksud-maksud syari’ah.

Agama ini sudah sempurna, dimana Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam meninggal dalam keadaan telah dijelaskan segala sesuatunya. Maka dari itu wajib kita yakini bahwa agama ini telah sempurna dan tidak membutuhkan lagi tambahan-tambahan.

Dan juga wajib diyakini bahwa ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi tidak saling bertabrakan dan tidak saling bertentangan. Maka dari itu, ketika orang tidak memahami bahwa Islam ini atau tidak menyakini Islam ini telah sempurna, seringkali jatuh kepada melakukan kebid’ahan dengan meyakini bahwa yang saya lakukan ini adalah termasuk syari’at.

Maka yang seperti ini jelas tidak sesuai dengan maksud tujuan syari’ah.. karena agama ini telah sempurna.

3⃣ Tidak mau tunduk kepada nash-nash syari’at.

Lebih mengedepankan akal dan hawa nafsu daripada nash-nash syari’at. Seperti yang dilakukan oleh kaum mu’tazilah dan seluruh ahli bid’ah pasti lebih mendahulukan hawa nafsu dan akal mereka diatas syari’ah.

Seperti kita lihat kaum khowarij, hanya membawakan hadits-hadits yang sesuai dengan pendapat mereka saja, bahkan kaum sufi, mereka bertelekan kepada hikayat-hikayat dan mimpi-mimpi para wali.
Demikian pula kaum mu’tazilah yang mendewakan akal dan demikian pula seluruh ahli bid’ah, mereka tidak mau tunduk kepada nash syar’i, mereka lebih tunduk kepada pendapat pembesar-pembesar mereka, wali-wali mereka.

Dan kita akan lanjutkan sebab-sebab yang lain pada pertemuan yang akan datang.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Kaidah-Kaidah Bid’ah # 5c…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Kaidah-Kaidah Bid’ah # 5b…) bisa di baca di SINI

=======

? Kaidah-Kaidah Bid’ah # 5c ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan.. fawaaid dari kitab “Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa”.. masih membahas tentang masalah yaitu pendapat sahabat…

Beliau berkata (penulis buku ini)

وقول الصحابي، وفعله، وفتواه، ومذهبه، وقضاؤه، ينقسم من حيث انتشاره وشيوعه، ووقع الخلاف فية بينهم إلى أقسام

“Pendapat sahabat, perbuatannya, fatwanya, mazhabnya, keputusan-keputusannya itu terbagi, di lihat dari sisi tersebar atau tidaknya, apakah terjadi perselisihan diantara mereka atau tidaknya, kepada beberapa macam.”

1⃣  Apabila pendapat seorang sahabat itu tersebar dikalangan para sahabat, atau perbuatan mereka tersebar dikalangan sahabat dan tidak ada satupun sahabat yang mengingkarinya.
Maka ini dianggap sebagai ijma’ sukuti, ijma’ yang sifatnya diam dalam artian karena tidak ada penyelisihan, ini dianggap sebagai ijma’.

Namun tentunya disyaratkan padanya tidak ada hal-hal yang menghalangi mereka untuk mengingkari, adapun apabila ada penghalangnya, maka tidak dianggap sebagai ijma’ yang bersifat sukuti.

2⃣  Apabila seorang sahabat berpendapat dengan sebuah pendapat dalam sebuah masalah, yaitu yang masalah tersebut sering kali terjadi. Dan ternyata tidak ada satupun sahabat yang mengingkarinya, maka inipun juga dianggap sebagai ijma’ sukuti.

Sebab apabila permasalahan itu sering terjadi, pastilah para sahabat yang lain mengetahuinya, tapi ketika tidak ada yang mengingkarinya maka ini dianggap sebagai ijma’ sukuti.

3⃣  Apabila seorang sahabat berpendapat atau berbuat, namun tidak tersebar dikalangan sahabat yang lain dan ternyata juga tidak ditemukan padanya penyelisihan dari sahabat yang lain.
Maka ini menjadi perselisihan para Ulama, apakah ini hujjah atau tidak.

4⃣  Apabila para sahabat berselisih dalam satu permasalahan, maka pada waktu itu kita lihat mana pendapatnya yang paling kuat dalil-dalil dan hujjahnya.
Maka kita ambil paling kuat hujjah dan dalilnya.

⚉  Kemudian kembali pada pembahasan, “apakah perkataan para sahabat atau pendapat sahabat itu hujjah atau bukan”, ini ada lima mazhab;

1⃣ Mahzab yang pertama.
Bahwa pendapat sahabat itu hujjah yang wajib diamalkan, ini pendapat yang di nisbatkan kepada Imam Malik dan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam sebuah riwayat dan kebanyakan para ahli ushul fiqih dan fuqoha mahzab hanafiyah, dan ini yang di pilih oleh Ibnu Qayyim dan Imam Asy syatibi serta Ibnu Taimiyah.

2⃣ Mahzab yang ke 2.
Bukan hujjah. Ini dinisbatkan kepada Imam Syafi’i dalam pendapat yang baru namun tidak benar dan ini juga pendapat Imam Ahmad dalam sebuah riwayat dan ini mahzab jumhur syafi’iyah.

3⃣ Mahzab yang ke 3
bahwa itu adalah hujjah jika bukan permasalahan yang tidak boleh berijthad padanya. Dan ini pendapat sebagian hanafiyah.

4⃣ Mahzab yang ke 4
bahwa yang menjadi hujjah hanya Abu Bakar dan Umar saja tanpa yang lainnya.

5️⃣ Mahzab yang ke 5,
yang menjadi hujjah itu Khulafaurrosyidin saja (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).

➡️ Namun kata beliau (penulis kitab) yang ro’jih adalah pendapat pertama, kenapa ?

Karena dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits menunjukkan bahwa mereka semua para sahabat dipuji oleh Allah seperti dalam surat At-Taubah ayat 100, Allah berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ

“Dan kaum Sabiqun Awwaluun dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan, Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah.”

Ini pernyataan rekomendasi langsung dari Allah terhadap para sahabat. Dan Allah menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti merekapun mendapatkan ke ridhoan Allah.
Berarti itu menunjukkan bawa pendapat para sahabat itu hujjah.

Demikian pula Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam mengabarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah generasi Beliau, dan para sahabat adalah generasi Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wasallam yang beliau ada padanya.

Demikian pula Allah menyebutkan bahwa para sahabat itu sebaik-baik ummat

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

Sebagaimana dalam surat Al Imran ayat 110

Maka dari itu.. ini menunjukan bahwa para sahabat semua telah mendapatkan pujian dari Allah dan Rosul-Nya.

Dan Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam pun, ketika menyebutkan tetang perpecahan ummat, Nabi meyebutkan, siapa yang selamat, yaitu, “yang aku dan para sahabatku diatasnya.”

➡️  Semua ini menunjukkan bahwa pendapat-pendapat para sahabat, fatwa-fatwa mereka itu hujjah.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Kaidah-Kaidah Bid’ah # 5b…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Kaidah-Kaidah Bid’ah # 5a…) bisa di baca di SINI

=======

? Kaidah-Kaidah Bid’ah # 5b ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan kitab.. “Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa”.. kita masih membahas poin yang ke 5 dari perkara yang berhubungan dengan bid’ah, dimana poin ke 5 adalah bid’ah adalah sesuatu yang tidak ada asalnya dalam agama.

Kemaren sudah kita jelaskan bahwa yang dimaksud dengan asal disini, yaitu dalil, (yaitu Al Qur’an, Hadits yang shohih dan ijma’).

Kemudian disini Beliau menyebutkan, yaitu

‎قول الصحابي

‘Termasuk asal itu dalil, pendapat para sahabat dan perbuatan mereka.’

Karena para sahabat adalah orang-orang yang langsung diberikan rekomendasi oleh Allah dan Rosul-Nya.
Dimana Allah memuji mereka dalam Al Qur’an seperti dalam Surat At Taubah ayat 100.

Dan Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam pun juga menyatakan bahwa mereka sebaik-baiknya generasi.

Kemudian ada beberapa permasalahan yang berhubungan dengan pendapat sahabat ini.

1⃣  Perkataan seorang sahabat yang mengatakan begini, ‘termasuk sunnah adalah ini dan itu.’

Itu adalah hukumnya sampai kepada Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam. Karena para sahabat semuanya adil, dan paling paham tentang bahasa Arab.

Maka kalau seorang sahabat berkata termasuk sunnah adalah begini, itu maksudnya sunnah Rosul ‎shollallahu ‘alayhi wasallam.

2⃣  Perkataan seorang sahabat, ‘kami diperintahkan untuk ini, atau kami dilarang’, itu maksudnya adalah Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam yang memerintahkan dan melarang.
Maka tidak mungkin sahabat yang lain yang memerintahkan atau melarang, akan tetapi yang dimaksud adalah Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam

3⃣  Perkataan seorang sahabat yang mengatakan, ‘kami dahulu melakukan begini di zaman Nabi atau kami dahulu mengatakan begini.’

Ini ada 2 keadaan :

⚉  apabila itu disebutkan di zaman Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam, maka hukumnya marfu’ kepada Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wasallam

⚉  Adapun kalau tidak disebutkan di zaman Nabi, maka yang terjadi  (adalah) ikhtilaf para Ulama, akan tetapi Al Hafiz Ibnu Hajar Asqolani mengatakan bahwa itu dihukumi marfu’, sebagaimana itu pendapat Al Hakim, Arroziy, Al Amidiy.

4⃣  Seorang sahabat menghukumi bahwa, ‘suatu perbuatan itu keta’atan kepada Allah dan kepada Rosul-Nya, atau menghukumi itu sesuatu maksiat,’ maka yang seperti inipun dihukumi marfu’,
karena untuk menghukumi ta’at dan maksiat itu adalah hak Allah dan Rosul-Nya saja tidak untuk yang lainnya.

Contoh, misalnya perkataan Ammar yang dikeluarkan oleh Bukhori, ‘siapa yang berpuasa dihari yang meragukan sungguh ia telah memaksiati Abdul Qasim’ (yaitu Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wasallam)

5️⃣  Apabila pendapat sahabat bertabrakan dengan qiyas,
artinya apabila seorang sahabat berpendapat dan ternyata pendapatnya tidak sesuai dengan qiyas, maka kata para Ulama ini hukumnya pun juga marfu’ atas pendapat yang rojih, karena tidak mungkin seorang sahabat menyalahi qiyas kecuali karena adanya dalil dari Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam
Dan ini merupakan pendapat hanafiyah dan jumhur hanabilah dan juga pendapat Imam Syafi’i, baik pendapat yang dulu maupun yang baru.

Contoh, misalnya perkataan Ibnu ‘Abbas tentang orang yang bernazar untuk menyembelih anaknya, kata beliau

‎فيمن نذر ذبح ولده يذبح شاة

‘Maka dia harus mengganti dengan menyembelih kambing.’

Ini adalah merupakan perkataan sahabat kalau ternyata bertabrakan dengan qiyas.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Kaidah-Kaidah Bid’ah # 5…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Kaidah-Kaidah Bid’ah # 4…) bisa di baca di SINI

=======

? Kaidah-Kaidah Bid’ah # 5 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan pembahasan kitab.. “Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa”.. masih berhubungan dengan poin-poin yang berhubungan dengan bid’ah..

Poin berikutnya…

⚉  KE-LIMA : Bid’ah adalah sesuatu yang tidak ada asalnya dalam agama.

Ini yang dikatakan oleh para Ulama, seperti Ibnu Hajar. Dimana Ibnu Hajar ketika menyebutkan tentang bid’ah, Beliau berkata

‎والمحدثات….جمع محدثة

‘Yang dimaksud dengan muhdatsaat, yaitu jamak daripada muhdatsah’

‎والمراد بها ما أحدث وليس له أصل في الشرع

‘Yang dimaksud adalah apa-apa yang dibuat-buat dan tidak ada asalnya dalam syari’at’

Dalam Kitab ‘Umdatulqoori disebutkan

‎والمراد به ما أحدث وليس له أصل في الشرع

‘Apa-apa yang diada-adakan tidak ada asalnya dalam syari’at’

Ibnu Rojab juga menyebutkan dalam Kitab Jami’ul‘uluum walhikaam hal 252

‘Yang dimaksud bid’ah adalah’

‎ما أحدث مما لا أصل له في الشر يعة يدل عليه

‘Apa-apa yang diada-adakan, sesuatu yang tidak ada asalnya dalam syari’at yang menunjukkannya’

أما ما كان له أصل من الشرع يدل عليه فليس ببدعة

‘Adapun bila ada asal yang menunjukannya dari syari’at, maka itu bukan bid’ah’

Apa yang dimaksud dengan asal ?
Telah disebutkan tadi sesuatu yang tidak ada asalnya dari syari’at.

Apasih yang dimaksud dengan aslun/asal ini, yaitu yang dimaksud yaitu dalil.

Artinya sesuatu yang tidak di tunjukkan oleh dalil syari’at, dan dalil syari’at itu:
1⃣ Kitabullah (Al Qur’an)
2⃣ Sunnah Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wasallam,
3⃣ Ijma’( kesepakatan seluruh Ulama), bukan kesepakatan sebagian Ulama, tapi kesepakatan seluruh Ulama (seluruh dunia).

Dan Ijma’ ini termasuk hujjah syari’at yang ditunjukkan oleh dalil Al Qur’an dan Hadits.

Adapun Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman dalam QS An-Nisa’ : 115

‎وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

‘Siapa yang menyelisihi Rosul, setelah jelas kepadanya petunjuk/ keterangan dan tidak mau mengikuti jalannya kaum mukminin.
((Imam Syafi’i berkata yang dimaksud yaitu ijma’ mereka))

Kami akan biarkan mereka leluasa dalam kesesatannya itu dan kami akan bakar mereka dengan neraka jahanam.’

Disini Allah mengancam orang yang tidak mau mengikuti jalan
kaum mukminin dengan neraka jahanam, itu menunjukkan bahwa ijma’ itu hujjah.

Demikian pula Rosulullah shollallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

‎ لن تَجْتَمِعُ أُمَّتِى عَلَى ضَلاَلَة

‘Umatku tidak akan pernah bersepakat diatas kesesatan’

Namun ada beberapa perkara yang harus diperhatikan seputar ijma’.
Apa itu ?

1⃣ Ijma’ adalah kesepakatan ahli ijtihad umat Islam, setelah Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam diatas suatu hukum.
Jadi ini adalah kesepakatan ahli ijtihadnya, adapun orang yang bukan ahli ijtihad, tidak dianggap.

2⃣ Bahwa ummat Islam tidak mungkin bersepakat diatas kesesatan. Berarti ijma’ itu pasti benar.

3⃣ Bahwa ijma’ ummat Islam itu hujjah Qot’iyyah (hujjah yang pasti). Walaupun tentunya sebagian Ulama mengatakan ijma’ itu ada yang bisa dipastikan para Ulama berijma’. Dan ada yang masih diduga terjadi ijma’, dan tentu berbeda antara dua perkara ini.

4️⃣ Apabila memang telah pasti para Ulama para ahli ijtihad telah ber-ijma’ pada suatu hukum, maka tidak boleh seorangpun yang menyelisihinya, kenapa ? Karena Allah mengancam untuk membakarnya dengan api neraka (dalam surat tadi).

5️⃣ Bahwa ijma’ ada yang sifatnya ‘SUKUTI’, yaitu ‘ijma’nya diam’, artinya seorang sahabat melakukannya dihadapan para sahabat tapi tidak ada satupun yang mengingkarinya, maka inipun hujjah.

6️⃣ Kemudian ijma’ itu yang betul-betul bisa dipastikan itu kebanyakan adalah ijma’ Salafush-sholih, karena dizaman tersebut para ahli ijtihad masih bisa terhitung dizaman sahabat itu. Sedangkan dizaman-zaman setelahnya, dimana sangat banyak dan sulit sekali menghitung satu-persatu pendapat-pendapat Ulama.

➡️➡️ Maka tentunya yang berhak mengatakan ini ijma’ atau bukan, Ulama yang betul-betul pengetahuannya sangat luas sekali tentang masalah perselisihan-perselisihan Ulama dan ijma’ mereka.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Kaidah-Kaidah Bid’ah # 4…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Kaidah-Kaidah Bid’ah # 3…) bisa di baca di SINI

=======

? Kaidah-Kaidah Bid’ah # 4 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan kajian kita.. “Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa”.. masih berhubungan tentang poin-poin yang berhubungan dengan masalah bid’ah..

Sekarang kita masuk kepada poin yang..

⚉  KE-EMPAT : Bid’ah itu berhubungan dengan KHITOB SYAR’I.

Apa yang dimaksud dengan khitob syar’i ?
➡️ Yaitu berupa perbuatan demikian pula meninggalkan.
Adapun meninggalkan sudah kita bahas kemarin.

Adapun melakukan atau berbuat.. maka ini ada dua macam;

1⃣ Yaitu yang berhubungan dengan larangan dan perintah, demikian pula sesuatu yang sifatnya mubah.
Maka ini berhubungan dengan dua perkara, yaitu IBADAH dan MU’AMALAH.

2⃣ Yaitu berhubungan dengan perbuatan manusia (mukalaf).
Ini ada 3 macam yaitu: AQIDAH, UCAPAN dan PERBUATAN.

==============
1⃣ Sekarang kita akan bahas masalah bid’ah dalam masalah IBADAH  dan MU’AMALAH.

Adapun masuknya bid’ah dalam ibadah itu sangat jelas sekali, karena ibadah pada asalnya tidak diperkenankan sampai ada dalil yang memerintahkan, dan kebanyakan bid’ah itu dalam masalah ibadah.

Adapun mu’amalah ini masuk didalamnya seperti :
masalah akad, syarat-syarat, demikian pula perkara-perkara dunia, maka ini pada asalnya mubah, kecuali apabila mu’amalah tersebut dijadikan sebagai ibadah secara zatnya.

Contoh misalnya :
⚉  kalau ada orang yang beribadah kepada Allah dengan cara memakan makanan tertentu, padahal tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa makanan tersebut mempunyai keutamaan tertentu,
⚉  atau beribadah kepada Allah dengan memakai pakaian tertentu dengan meyakini bahwa pakaian ini lebih utama daripada yang lainnya.
⚉  atau bahkan beribadah dengan maksiat, inipun jelas bid’ah, seperti beribadah kepada Allah dengan tasyabuh kepada orang kafir, ini jelas perbuatan yang haram bahkan juga termasuk bid’ah, bukan cuma maksiat tapi juga bid’ah.

Ini apabila berhubungan dengan masalah ibadah dan mu’amalah, makanya kata beliau (Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى)

‎فما ألحق من أحكام شر عية بالأمور العادية بقصد القر بة من اللّٰه وهو ليس كذلك في الشر يعة فهو بدعة

“Maka hukum-hukum yang bersifat kebiasaan, yaitu mu’amalah dan kebiasaan yang sifatnya duniawi, kalau itu dijadikan sebagai taqorrub kepada Allah, sebagai ibadah yang berdiri sendiri secara zatnya padahal tidak ada dalil yang menunjukkan akan hal itu, maka ini bisa jadi bid’ah.”

Karena masalah dunia.. yang sesuatu yang sifatnya mubah itu menjadi ibadah kalau diniatkan untuk kebaikan yang sifatnya itu sesuai syari’at.

⚉ Contoh misalnya : orang yang olah raga itu kebiasaan dan mubah, tapi ketika dijadikan wasilah untuk bisa supaya kuat ibadah, supaya sehat, itu bisa jadi ibadah. Tapi ketika olah raga itu dijadikan sebagai ibadah secara tersendiri, artinya dia beribadah kepada Allah dengan cara olah raga, dan meyakini bahwa olah raga itu ibadah secara tersendiri, dan menganggap ini sebuah keutamaan.. olah raga itu yang mempunyai keutamaan tertentu dalam syari’at tentu ini bisa jadi, jadi bid’ah.
Tapi kalau olah raga sebagai wasilah saja menuju ibadah maka itu boleh.
Maka bedakan ini.. BEDAKAN antara wasilah dengan tujuan.. olah raga bukan tujuan dalam ibadah, artinya tidak boleh dijadikan ibadah yang berdiri sendiri secara zatnya, tapi hanya sebatas wasilah untuk supaya kita bisa beribadah.
Sama halnya juga dengan makan, berpakaian.

2⃣ Adapun yang berhubungan dengan masalah yang ke dua, itu bid’ah yang berhubungan dengan aqidah, perbuatan dan ucapan.

➡️  Adapun masalah aqidah banyak sekali contohnya, bid’ahnya khowarij, murji’ah, mu’tazilah, syi’ah demikian pula asy’ariyah, jamiyah, sofiyah semua ini berhubungan dengan BID’AH-BID’AH YANG BERSIFAT AQIDAH.

➡️  Adapun BID’AH YANG BERHUBUNGAN DENGAN UCAPAN, contohnya misalnya :
⚉  mengeraskan niat dalam sholat, sama sekali tidak ada asalnya,
⚉  atau misalnya berdzikir hanya dengan kata “huwa..huwa..huwa..” seperti yang dilakukan oleh orang-orang sufi,
⚉  atau membuat wirid-wirid tertentu yang tidak pernah disyari’atkan oleh Allah dan Rosul-Nya.. maka ini semua bid’ah ucapan.

➡️  Adapun BID’AH YANG BERSIFAT PERBUATAN, contohnya adalah :
⚉  melakukan perayaan-perayaan yang tidak disyari’atkan, seperti perayaan kelahiran Nabi, jelas tidak pernah disyari’atkan oleh Allah dan Rosul-Nya, tidak pula para sahabat, tidak pula para Tabi’in, tidak pula Imam yang empat,
⚉  demikian pula perayaan-perayaan awal tahun, akhir tahun dan yang lainnya.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Kaidah-Kaidah Bid’ah # 3…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Kaidah-Kaidah Bid’ah # 2…) bisa di baca di SINI

=======

? Kaidah-Kaidah Bid’ah # 3 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan kitab “Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa”.. masih pembahasan poin-poin yang berhubungan dengan masalah bid’ah

Sekarang masuk poin yang..

‎البِدْعَةُ تَكُوْنُ بِالْفِعْلِ وَالتَرْكِ.

⚉  KE-TIGA : Bid’ah itu terjadi dengan melakukan atau dengan cara meninggalkan.

Adapun melakukan, seperti melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak pernah disyari’atkan oleh Allah dan Rosul-Nya. Sebagai Taqorrub ia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan ini contohnya banyak, seperti contohnya merayakan perayaan-perayaan yang tidak pernah disyari’atkan oleh Allah dan Rosul-Nya. Contoh lagi membuat sholat yang tidak pernah disyari’atkan oleh Allah dan Rosul-Nya, membuat tata cara suatu ibadah yang tidak pernah di lakukan oleh Allah dan Rosul-Nya.

⚉  Maka ini namanya BID’AH FI’LIYAH, artinya melakukan perbuatan bid’ah dengan cara mengada-ada sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah dan Rosul-Nya.

⚉  Adapun yang kedua yaitu BID’AH TARKIYAH, yaitu dengan cara meninggalkan sesuatu yang dihalalkan oleh syari’at. Dengan keyakinan bahwa itu adalah ibadah.

Sebuah contoh misalnya (yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas) ketika Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam sedang berkhutbah tiba-tiba ada orang yang berdiri dibawah terik matahari. Lalu Nabi bertanya, “Siapa dia?”
Lalu mereka menjawab, “Ia Abu Isro’il, ia bernadzar untuk berdiri terus dan tidak akan duduk, tidak akan berteduh, tidak akan berbicara, dan berpuasa.”

Maka Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “perintahkan ia untuk berbicara, berteduh dan duduk, dan hendaklah ia menyempurnakan puasanya.”

Lihat.. berbicara, berteduh, duduk adalah perkara yang mubah, tapi ia sengaja tinggalkan dalam rangka ibadah, tentu ini meninggalkan sesuatu yang mubah dalam rangka Taqorrub kepada Allah, tidak pernah disyari’atkan oleh Allah dan Rosul-Nya.

Namun ketika shaum (puasa) itu perkara yang disyari’atkan, Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam menyuruh untuk melanjutkan shaum (puasa)nya.

⚉  Demikian pula melakukan sesuatu yang Nabi tidak pernah lakukan, ini disebut dengan BID’AH FI’LIYAH.

Atau misalnya Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam tidak melakukan suatu perbuatan. Contohnya, Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam tidak adzan dan qomat untuk sholat Idul Fitri dan Idul Adha. Lalu kemudian ada orang yang melakukannya, maka ini termasuk kebid’ahan.

??  Ini (pembahasan diatas) yang disebut dengan bid’ah fi’liyah dan bid’ah tarkiyah.

Kata beliau (penulis kitab) :

‎ ويمكن ضبط المسكو ت عنه بما يلي

Adapun perkara yang didiamkan oleh syari’at, ada batasan-batasan yang harus kita perhatikan

‎أولاً :
‎أنا لأصل في العبادات البطلان

Bahwa pada asalnya yang berhubungan dengan masalah ibadah itu bathil (tidak boleh)

‎حتى يقوم دليل على الأمر

Sampai ada dalil yang memerintahkan

‎والأصل في العقود و المعا ملات الصحة

Sedangkan yang berhubungan dengan akad dan muamalah pada asalnya boleh

‎حتى يقوم دليل على البطلان والتحريم

Sampai ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya.

Jadi kita perhatikan, itu masalah apa ? Masalah ibadah apa masalah mu’amalah ?
⚉  Kalau masalah ibadah wajib dia membawakan dalil.
⚉  Kalau masalah mu’amalah, wajib dia mendatangkan dalil yang mendudukan akan keharamannya, karena pada asalnya ia boleh, sedangkan ibadah pada asalnya tidak boleh.

‎ثانيا: أن السنة كما أنها تكون – بفعله صلى اللّٰه عليه وسلم – وتقر يره، فإ نها تكون بسكوته كذلك

“Sesuatu yang disebut sunnah itu sebagaimana itu perkara yang dilakukan oleh Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam dan disetujui, demikian pula perkara yang Nabi mendiamkannya”

‎وهذا ما يسمى بالسنة التر كية

“Maka yang seperti ini disebut dengan istilah sunnah tarkiyah”
yaitu Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam mendiamkan suatu perbuatan, padahal perkara tersebut, kalau ternyata itu haram, tentu Nabi akan segera mengingkarinya. Tapi ketika Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam mendiamkannya, maka itu menunjukkan akan kebolehannya.

‎فسكوته عليه السلام هو المعتبر

Maka diamnya Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam itulah yang dianggap.

‎بشرط ألا يكون فعلا جبليا

Dengan syarat (kata Beliau) itu bukan perbuatan yang bersifat tabi’at.

‎فإن تر ك الفعل الجبلي لا يعتبر سنة تر كية

Tapi jika itu sesuatu yang sifatnya tabi’at dan Nabi tidak lakukan maka yaitu tidak dianggap sebagai sunnah tarkiyah, artinya kalau kita melakukannyapun tidak apa-apa.

Contoh, bahwa Nabi tidak suka daging dhob, itu tabi’at
Kalau kita makan daging dhob ya silakan saja, tidak apa-apa.

Tapi kalau Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam meninggalkan suatu ibadah padahal itu adalah perkara yang merupakan perkara ibadah, Nabi tinggalkan padahal pendorongnya ada, penghalangnya tidak ada, itu menunjukkan bahwa itu tidak boleh kita lakukan.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN

HAKIKAT BID’AH dan Hukum-Hukumnya – Kaidah-Kaidah Bid’ah # 2…

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
PEMBAHASAN SEBELUMNYA (Definisi Bid’ah…) bisa di baca di SINI

=======

? Kaidah-Kaidah Bid’ah # 2 ?

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah…

Kita lanjutkan kitab “Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa”.. kemudian poin…

⚉  KE-DUA : yang harus kita ketahui seputar bid’ah

‎ثانيا: البدعة هي التي تُّفعل بقصد القربة

Bid’ah itu adalah yang dilakukan dengan tujuan untuk Taqorrub (pendekatkan diri) kepada Allah.

Inilah yang membedakan antara bid’ah dengan yang bukan bid’ah. dimana kalau dilakukan dengan maksud tujuan Taqorrub kepada Allah, padahal itu sama sekali bukan termasuk perkara yang disyari’atkan dalam agama, bukan juga dianggap sebuah perkara yang ibadah secara zatnya, maka ini bisa menjadi bid’ah.

Beda kalau misalnya ia melakukan itu bukan karena sebagai Taqorrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

⚉  Contoh misalnya, apabila ada orang yang mendengarkan musik tapi bukan tujuannya untuk Taqorrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ini hukumnya maksiat, karena musik jelas perkara yang haram dengan ijma’ para Ulama Salafush-sholih, tapi kalau ia mendengarkan musik itu dengan maksud tujuan untuk Taqorrub kepada Allah, dan dianggap sebagai itu dien (sebagai agama) maka ini menjadi bid’ah, karena Nabi dan para sahabat tidak pernah berTaqorrub kepada Allah dengan cara memainkan alat musik.
Bahkan Nabi ‎‎shollallahu ‘alayhi wasallam menganggapnya sebagai maksiat.

⚉  Contoh lain, misalnya kalau ada orang yang makan tempe, maka pada asalnya halal, tapi kalau ia yakini sebagai Taqorrub kepada Allah, dan dianggap bahwa tempe punya keutamaan tertentu dan ia beribadah kepada Allah dengan cara itu, maka itu menjadi bid’ah.

⚉  Contoh lagi, orang yang meninggalkan makan daging, apa tujuannya ? kalau ternyata tujuannya untuk Taqorrub kepada Allah dan itu dianggap sebagai dien, maka itu jadi bid’ah.
Tapi kalau ia tinggalkan bukan karena itu, tapi misalnya karena ia kurang suka daging misalnya, maka ini silahkan saja.

⚉  Contoh lain, misalnya, kalau ada orang yang membotak rambutnya dengan tujuan sebagai Taqorrub kepada Allah, padahal Nabi ‎‎shollallahu ‘alayhi wasallam tidak pernah mengajarkan ibadah dengan cara membotak kepala, maka ini jadi bid’ah. Tapi kalau sebatas membotak saja tanpa ada tujuan Taqorrub, ikhtilaf para Ulama, apakah itu hukumnya makruh atau mubah.

Jadi poin ini harus kita perhatikan bahwa…
??  bid’ah itu adalah yang dilakukan dengan maksud tujuan Taqorrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Diantara dalilnya adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari hadits Anas bin Malik

‎جاء ثلاثة رهط إلى بيوت أزواج النبي – صلى الله عليه وسلم

“Bahwa ada tiga orang datang kerumah istri-istri Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam bertanya tentang ibadah Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam , ketika mereka telah dikabari, mereka menganggapnya ringan.
Lalu mereka berkata :

‎وأين نحن من النبي – صلى الله عليه وسلم

“Dimana kita dibandingkan dengan Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam dimana Nabi telah diampuni dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang.”

Lalu salah satu orang berkata, “Saya akan sholat semalam suntuk”.
Yang ke dua berkata: “Saya akan berpuasa terus menerus tidak berbuka”.
Yang satu berkata: “Saya tidak akan menikah” (Mereka ucapkan itu dalam rangka Taqorrub kepada Allah tentunya) Maka sampailah ucapan tiga orang ini kepada Rosulullah ‎‎shollallahu ‘alayhi wasallam , maka Rosulullah bersabda,

‎أنتم الذين قلتم كذا وكذا

“Apakah kalian yang mengatakan begini dan begitu ?”

‎أما والله إني لأ خشا كم لله و أتفا كم له

demi Allah aku ini orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertaqwa kepada-Nya.

‎لكني أصوم وأفطر، وأصلي وأرقد، وأتزوج النساء، فمن رغب عن سنتي فليس مني

akan tetapi aku berpuasa aku juga berbuka, aku sholat, aku juga tidur, aku juga menikah. Barang siapa yang tidak menyukai sunnahku, ia bukan golonganku.”
kata Rosulullah ‎‎shollallahu ‘alayhi wasallam

Lihat tiga orang ini… yang satu ingin tidak menikah, tapi tujuannya untuk apa ?! tujuannya ia dalam rangka Taqorrub kepada Allah. Dan dalam lafadz muslim disebutkan, ‘…saya tidak mau menikah, dan sebagian lagi mengatakan, saya tidak makan daging…’, dalam rangka apa ? …dalam rangka Taqorrub kepada Allah.

Maka Nabi ‎‎shollallahu ‘alayhi wasallam berlepas diri dari perbuatan mereka, dan menganggap perbuatan seperti itu tidak boleh, karena Nabi mengatakan, ‘…barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia bukan dari golonganku…’

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata

‎ينكر على من يتقرب إلى الله بترك جنس الملذات

“Orang yang berTaqorrub kepada Allah dengan cara meninggalkan sebagian makanan-makanan yang lezat, itu wajib diingkari.”
Sebagaimana Nabi ‎‎shollallahu ‘alayhi wasallam berkata kepada salah satu dari tiga orang tadi

‎أما أنا فس صوم ولا أفطر

‘…Adapun aku, aku akan terus berpuasa, tidak akan berbuka…’
artinya aku akan meninggalkan makanan, padahal makanan itu sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, tapi dia berTaqorrub kepada Allah dengan cara meninggalkan sebagian kelezatan dunia. Tentu ini tidak di benarkan dalam syari’at.”
.
.
Wallahu a’lam ?
.
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.

Dari kitab yang berjudul Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi, حفظه الله تعالى.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page :
https://t.me/aqidah_dan_manhaj
https://www.facebook.com/aqidah.dan.manhaj/

Artikel TERKAIT :
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Haqiiqotul Bid’ah wa AhkaamuhaaHakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Showarif ‘Anil HaqHal-Hal Yang Bisa Memalingkan Seseorang Dari KEBENARAN
⚉   PEMBAHASAN LENGKAP – Al IshbaahManhaj SALAF Dalam Masalah TARBIYAH dan PERBAIKAN