SALAFIYAH MADZHAB BARU DAN BID’AH

(Oleh Ust.Firanda Andirja MA حفظه الله )

Diantara syubhat yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang membenci salafiyin adalah bahwasanya salafiyah sendiri adalah madzhab yang baru dan bid’ah.

Yang sangat dikenal menggembar-gemborkan syubhat ini adalah seorang yang bernama Muhammad Sa’id Romadhon Al-Buthy dalam kitabnya Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah (artinya : Tidak bermadzhab merupakan bid’ah yang paling berbahaya yang mengancam syari’at Islam). Dalam kitab tersebut terlalu banyak kedustaan yang dituduhkan oleh Al-Buuthy kepada salafiyin (Ahlus Sunnah wal Jam’ah sejati). Alhamdulillah buku ini telah dibantah dengan jelas dan lugas oleh Syaikh Muhammad ‘Ied ‘Abbaasy (salah seorang murid Syaikh Al-Albani rahimahullah) dalam kitabnya Bid’at at-Ta’sshub Al-Madzhabi (artinya : Bid’ahnya fanatik madzhab, silahkan didownload di http://www.4shared.com/get/JXqDBNC2/___online.html;jsessionid=6A96B9F4D8183B8C501CF7FD6AE762D5.dc516), silahkan juga baca artikel berikut http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/01/ahmad-sarwat-al-buuthiy-dan-al-albaaniy.html)

Sebagian orang menyangka bahwa salafiyah adalah madzhab baru yang menyelisihi empat madzhab yang masyhur (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali).

Bahkan sebagian orang menuduh bahwa salafiyin merendahkan para imam madzhab tersebut. Sungguh ini jelas-jelas merupakan kedustaan yang sangat-sangat nyata. Akan tetapi anehnya selalu saja kedustaan yang sangat nyata ini masih tetap terus digembar-gemborkan oleh sebagian kaum aswaja.

Sangat nampak kedustaan tuduhan ini dari sisi-sisi berikut :

Selengkapnya di :
http://firanda.com/index.php/artikel/bantahan/409-salafiyah-madzhab-baru-dan-bid-ah

Sabar Dan Sholat

Oleh Ust. Badrusalam Lc

Al Hafidz ibnu Hajar Al ‘Asqolani rahimahullah berkata:
.. Dan dari ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma bahwa diberitakan kepada Rasulullah kematian saudaranya yaitu Qutsam, sementara beliau berada dalam perjalanan.

Beliaupun mengucapkan istirja’ lalu menyepi dari jalan dan sholat dua raka’at yang beliau panjangkan duduknya.
Kemudian beliau berdiri sambil membaca ayat:

واستعينوا بالصبر والصلاة

“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.”
Diriwayatkan oleh Ath Thabari dalam tafsirnya dengan sanad yang hasan.

Dan dari Hudzaifah radliyallahu ‘anhu ia berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر صلى

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila ada perkara yang menyusahkan, beliau segera shalat.”
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad hasan juga.

(Al Fawa-id al muntaqoh min fathil baari hal 115).

Mengenal Dalil Yang Umum

Diantara faidah menguasai bahasa arab adalah memahami sebuah kata yang bermakna umum, sebuah contoh misalnya hadits :

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Apa-apa yang aku larang jauhilah dan apa-apa yang aku perintahkan lakukanlah semampu kamu”. (HR Muslim).

Kata “maa” yang artinya apa mempunyai makna umum, maka semua yang diperintahkan oleh beliau hendaknya kita lakukan baik yang hukumnya wajib maupun yang hukumnya sunnah, karena sesuatu yang sunnah termasuk perkara yang diperintahkan oleh syari’at yang mulia ini.

Demikian pula semua yang dilarang hendaknya kita tinggalkan baik yang hukumnya haram maupun makruh.

Diantara kata yang menunjukkan kepada makna umum juga adalah kata “كل ” yang artinya setiap atau semua, contohnya hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Dan jauhilah perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan di dalam api Neraka”. (HR Ahmad).[1]

Kewajiban kita adalah mengamalkan apa yang ditunjukkan oleh keumuman makna dan tidak boleh menghususkan kecuali dengan dalil.

Imam Asy Syafi’I rahimahullah berkata: “Semua perkataan yang umum dalam sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dibawa kepada keumumannya sampai diketahui hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa yang diinginkan darinya adalah sebagian makna tanpa yang lainnya”.[2]

Berkata Az Zarkasyi: “Yang wajib adalah mengamalkan yang umum sampai ia mendapatkan dalil yang mengkhususkan karena pada asalnya yang mengkhususkan itu tidak ada, dan juga dugaan adanya pengkhususan adalah dugaan yang masih lemah, sedangkan lahiriah makna yang umum adalah dugaan yang kuat, sedangkan mengamalkan yang kuat adalah wajib berdasarkan ijma’”.

Ust. Badrusalam Lc

Selengkapnya di :
http://cintasunnah.com/mengenal-dalil-yang-umum/

SIKAP BIJAK DAN TAWADHU’ SEORANG MUSLIM KEPADA SAUDARANYA SEISLAM

Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz

Bakr bin Abdullah rahimahullah berkata:

» “Jika engkau melihat orang yang lebih tua darimu, maka katakanlah (di dlm dirimu): “Dia telah mendahuluiku dlm memeluk agama Islam dan melakukan amal sholih. Oleh karenanya, dia lebih baik dariku.”

» Jika engkau melihat orang yang lebih muda darimu, maka katakanlah (di dlm dirimu); “Aku telah mendahuluinya dengan perbuatan dosa n maksiat. Oleh karenanya, dia lebih baik dariku.”

» Jika engkau melihat teman-temanmu memuliakan n menghormatimu, maka katakanlah (di dlm dirimu); “Mereka telah melakukan suatu nikmat.”

» Dan Jika engkau melihat kekurangan atau kelalaian dari mereka terhadap dirimu, maka katakanlah (di dlm dirimu); “Hal ini disebabkan dosa yang aku lakukan.” (Lihat ‘Uyuunu Al-Akbaar, karya Ibnu Qutaibah, I/267).

Inilah wasiat mulia dari seorang ulama sunnah kpd kita semua, yaitu agar kita senantiasa bersikap tawadhu’ (rendah diri) dan tidak merasa lebih mulia, sombong n bangga diri di hadapan orang lain dengan kekayaan, kedudukan n jabatan yg tinggi, popularitas, ilmu n amal, atau banyaknya pengikut kita. Karena semakin seorang hamba bersikap tawadhu’, maka semakin tinggi derajatnya di hadapan Allah n di hadapan manusia.

» Di dlm hadits yg shohih Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

(Wa Maa Tawaadho’a ahadun Lillaahi illaa Rofa’ahu)

Artinya: “Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.”

Demikian Faedah dan Mau’izhoh Hasanah yang dapat kami sampaikan pada hari ini. Smg bermanfaat bagi kita semua. (Klaten, 6 April 2013)

» SUMBER: BBG Majlis Hadits, chat room Faedah & Mau’izhoh Hasanah.

(*) Blog Dakwah Kami:
http://abufawaz.wordpress.com

———¤•¤•¤———-

Wajibnya Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua, Baik Keduanya Masih Muda Apalagi Memasuki Usia Lanjut

Saudara-saudariku kaum muslimin dan muslimah…

Berbakti kepada kedua orang tua kita adalah merupakan kewajiban seorang anak!

Baik kita mulai dari kecil, sampai kita beranjak dewasa bahkan apabila kita sudah menikah dan mempunyai cucu sekalipun! Tetapi wajib bagi kita berbakti kepada keduanya dan jangan sekali-sekali kita durhaka dan menyakiti hati keduanya apalagi ketika mereka keduanya berada diusia lanjut!!

Ikhwan dan akhwat sekalian yang kami hormati..

Ingatlah selalu sebuah hadits Nabi yang mulia صلى الله عليه وسلم yg mewakili sekian banyak tentang ancaman bagi setiap anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.

Nabi bersabda:
“Tidak akan masuk syurga seorang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya”
(Shohihah: 675)

Hadits tersebut memberikan pelajaran yang sangat besar kepada kita tentang haramnya durhaka kepada kedua orang tua dan baginya terancam tidak akan masuk syurga!

Ikhwan dan akhwat sekalian diantara bentuk durhaka kepada kedua orang tua yang terbesar kita saksikan pada zaman kita ini, ialah:

1. Berkata kasar kepada kedua orang tua, padahal ALLAH سبحانه وتعالى melarang seorang mengatakan “ah” atau “cis” kepada kedua orang tuanya.
Perhatikan!!
Apabila berkata yang demikian saja terlarang didalam islam bagaimana sikap seorang anak yang membentak ibu dan bapaknya!!
Mencaci maki keduanya!!
Membanting pintu dihadapan orang tuanya!!
Menghentakkan kaki dihadapan keduanya!!
Semua ini adalah sifat dan akhlaknya anak yang durhaka.
Dan harus anda ingat, anak yang durhaka tidak akan bahagia dunia dan akhirat.

2. Diantara bentuk durhaka kepada kedua orang tua yang sering dilakukan oleh setiap anak yang merasa dirinya kuat/sukses didunia yang fana ini ialah, MENITIPKAN kedua orang tua di PANTI-PANTI JOMPO.

Jelas ini merupakan perbuatan durhaka kpd kedua orang tua.
Yg semestinya dia gunakan kesempatan yang ALLAH berikan kepadanya untuk meraih syurga namun mereka sia-siakan.

Semoga bermanfaat,

By.Ust.Ahmad Ferry Nasution

Sabar

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ ».

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda” :

“Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum Dia menguji mereka, maka barangsiapa ridha maka baginya keridahaan dan siapa yang murka maka baginya kemurkaan.”

(HR. Ibnu Majah dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah)

Sabar itu kalimat ringan namun berat aplikasinya..

Gak gampang dalam menjalaninya.

Tak Ada Gading Yang Tak Retak

Saudaraku yang berbahagia…

Kata pepatah tak ada gading yang tak retak, dan tidak ada satupun yang sempurna. Tentunya kecuali Allah yang maha sempurna.

Memang demikianlah setiap orang mesti pernah berbuat salah tanpa kecuali baik orang biasa atau para nabi sekalipun. Hal ini dijelaskan Rasululloh :

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَ خَيْرُ الخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ

Setiap bani adam melakukan kesalahan dan sebaik-baiknya
yang salah adalah yang bertaubat.[1]

Sampai-sampai Rasululloh bersabda:

لَوْ أَنَّ الْعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا لَخَلَقَ اللهُ خَلْقًا يُذْنِبُوْنَ ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ وَ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Seandainya seluruh hamba tidak berbuat dosa (sama sekali), tentulah Allah menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa kemudian Allah mengampuni mereka dan Ia maha pengampun lagi maha penyayang.[2]

http://m.klikuk.com/tak-ada-gading-yang-tak-retak/

Semoga bermanfaat…

 Kholid Syamhudi Lc

Roqib Dan Atid

(Oleh Ust.Muhammad Abduh Tuasikal حفظه الله )

Roqib dan ‘Atid bukanlah nama malaikat, namun menunjukkan sifat malaikat. Sifat roqib itu menunjukkan malaikat yang senantiasa mengawasi manusia, berada di sisi kiri dan kanan. Sedangkan ‘atid menunjukkan malaikat yang selalu hadir di mana pun kita berada.
Allah Ta’ala berfirman,

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)

“(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 17-18).

Ayat di atas menerangkan adanya malaikat yang mencatat amalan manusia. Setiap yang diucapkan oleh manusia pasti dicatat oleh malaikat yang selalu dekat dan selalu hadir. Malaikat tersebut tidaklah meninggalkan satu kata pun kecuali akan dicatat. Sebagaimana pula الله
menyebutkan dalam ayat lain,

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Infithar: 10-12).

Para ulama berselisih pendapat apakah yang dicatat adalah seluruh ucapan. Al Hasan Al Bashri dan Qotadah mengatakan seluruh
ucapan dicatat baik kebaikan,
keburukan dan ucapan yang sifatnya mubah. Sedangkan Ibnu ‘Abbas berpendapat yang dicatat adalah ucapan yang bernilai pahala dan bernilai dosa (hukuman). Namun tekstual ayat menunjukkan seluruh ucapan dicatat, bukan hanya yang bernilai pahala dan dosa saja.

Dari Thowus, Imam Ahmad berkata,

يكتب الملك كل شيء حتى الأنين. فلم يئن أحمد حتى مات رحمه الله

Baca selengkapnya di :

http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/4316-roqib-dan-atid-.html

Saat-Saat Untuk Bertakbir

kita akan membahas tempat-tempat yang disyari’atkan untuk bertakbir, diantaranya adalah:

Takbir pada hari raya dan lafadznya yang shahih.

Kapan memulai takbir di hari raya ‘iedul fithri.

Para ulama berbeda pendapat, kapan dimulai takbir pada hari raya ‘iedul fithri? Sebagian ulama berpendapat bahwa takbir dimulai dari sempurnanya jumlah bulan ramadlan, baik dengan melihat hilal, atau menyempurnakan jumlah bulan, sampai imam keluar menuju shalat, dan ini adalah pendapat imam Asy Syafi’i dan lainnya, beliau berkata dalam kitab Al Umm[1]: “Apabila mereka telah melihat hilal, aku suka agar manusia bertakbir, baik secara berjama’ah maupun sendiri-sendiri, di masjid, di pasar, di jalan-jalan, di rumah, baik musafir atau muqim, di setiap keadaan dan di mana saja, dan mereka mengeraskan takbirnya, dan mereka terus bertakbir sampai menuju tempat shalat, sampai keluarnya imam untuk takbir, kemudian berhenti bertakbir”.

Dan pendapat ini di rajihkan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah, beliau berkata: “Dan takbir (‘iedul fithr) dimulai dari semenjak terlihatnya hilal, dan diakhiri dengan selesainya (shalat) ‘ied, yaitu selesainya imam dari khutbah atas pendapat yang shahih”.[2]

Dalil pendapat ini adalah firman Allah Ta’ala:

“dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (Al Baqarah: 185).

Imam Al Mawardi berkata: “Allah memerintahkan bertakbir setelah menyempurnakan puasa, dan itu terjadi ketika matahari tenggelam di malam satu syawwal, maka ini berkonsekwensi bahwa awal waktu takbir adalah di malam tersebut”.[3]

Selengkapnya di:
http://cintasunnah.com/saat-saat-untuk-bertakbir/

Makanlah Secukupnya Saja

Dari al-Miqdam bin Ma’di Karib ia berkata:

“Aku mendengar Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
‘Tidak ada sesuatu tempat yang diisi lebih buruk bagi anak Adam selain perutnya, maka cukuplah anak Adam memakan beberapa suap untuk menopang punggungnya, apabila tidak bisa dihindari(merasa kurang) maka sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk nafasnya.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi .”.

Hadits ini Shahiih: diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad (4/132), al-Fath ar-Rabbani (17/88) dalam al-Ath’imah, dan at-Tirmidzi dalam az-Zuhd (7/51) dan at-Tirmidzi berkata, “Hasan Shahiih”. Al-Hakim berkata, “Isnadnya shahih namun tidak diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim”, dan disepakati oleh adz-Dzahabi.

Makan secukupnya akan membuat ibadah lebih ringan untuk qiyamullail.. Tentunya jangan lupa bismillah.. Ni yg pada sering lupa kalo dah mau nyantap yg nikmat..

Semoga Allah mudahkan..
www.abu-riyadl.blogspot.com
بَارَكَ اللَّهُ فِيْكُمْ

Menebar Cahaya Sunnah